Share

Chapter 3

Malam tiba dengan kegelapan yang merayap, memeluk mansion yang megah namun sunyi.

Arneta, dengan rasa penasaran yang tak terpadamkan sejak mendengar ucapan Helen, akhirnya memutuskan untuk menyelinap menuju ruang rahasia. Langkah kakinya ringan, nyaris tanpa suara, seperti seorang pencuri di tengah malam.

Lorong-lorong panjang yang seolah tak berujung membawa Arneta pada sebuah pintu dengan ukiran Eropa yang indah namun tertutup rapat. Tak ada celah sedikitpun yang membiarkan udara masuk.

"Apa yang kamu lakukan di sini, Arneta," bisiknya kepada diri sendiri, menggigit bibir bawahnya dengan gelisah.

Pikirannya bertarung dengan tindakannya yang lancang. Arneta ingin sekali mendorong pintu tersebut, namun keraguannya menghalangi.

Seorang gadis asing yang baru saja tiba di mansion, berani melangkah ke wilayah terlarang tanpa izin.

Namun, rasa ingin tahu yang membara dalam dirinya tak bisa ditahan.

"Tidak, Arneta! Kau harus kembali ke bawah sana," ia memerintahkan pada dirinya sendiri, namun niatnya segera terhenti ketika suara rintihan kesakitan terdengar dari dalam, membuat bulu kuduknya berdiri.

"S—suara siapa itu? Kenapa terdengar sangat tersiksa dan..." Suara itu seperti mencengkeram hatinya, mengirim getaran dingin ke seluruh tubuhnya.

Dia melihat ke kanan dan kiri, tak ada seorangpun di sana.

"Atau jangan-jangan itu suara hantu? Sepertinya aku harus segera pergi dari sini." Namun, kedua kakinya seperti tertanam di lantai, tidak bisa bergerak.

Seseorang yang tak terlihat wajahnya tiba-tiba menarik tangan Arneta, memojokkannya ke dinding. "Argh..." rintihnya saat punggungnya membentur keras. Ia mendongak, menatap sosok di hadapannya. "K—kamu siapa? Lepaskan aku!"

Bukannya melepaskan, pria itu malah menyeringai dan mencengkeram kedua lengan Arneta dengan kuat.

"Kenapa aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas," gumamnya.

Mata pria itu bersinar merah dalam kegelapan, cantik dan menakutkan, membuat jantung Arneta berdetak kencang. Suara deru nafas mereka bercampur dengan detak jantung yang berdebar tak karuan.

Entah milik siapa itu, Arneta atau pria bermata merah yang ada di depannya.

Sosok misterius itu perlahan menyentuh bibir Arneta, mengusapnya dengan lembut. Wajahnya semakin mendekat, jarak di antara mereka nyaris hilang.

"Arneta! Kamu ada di mana!" teriakan Helen membuat sosok itu kabur dan menghilang begitu saja. Arneta terkejut, menatap sekeliling, tak ada siapapun di sana.

"Siapa dia? Apakah... apakah dia manusia, atau..." Arneta tidak melanjutkan kalimatnya. Dia menyentuh dadanya yang masih berdebar kencang. "Kenapa jantungku berdetak kencang seperti ini. Apa aku sakit? Atau memiliki penyakit?"

Dia memukul kepalanya pelan. "Astaga, sadar Arneta!" gadis itu mengguncang kepalanya, mencoba menepis perasaan aneh itu.

Arneta segera turun ke bawah, takut jika Luke atau Helen menemukan dirinya berada di ruang rahasia. Meski begitu, dia sudah siap menerima hukuman apapun karena melanggar larangan mereka.

Lagipula, mungkin dia tak akan pernah bisa keluar dari mansion ini dan bertemu kakak dan ibunya lagi.

Satu tamparan keras menggema di seluruh ruangan. Tangan Luke mendarat di pipi Helen, membuat wajah gadis itu memerah dan perih.

"Bodoh! Sudah aku katakan bukan, jangan biarkan gadis manusia itu menginjakkan kaki di ruang rahasia. Apa kamu tuli, hah?!" bentak Luke dengan penuh amarah.

Helen menunduk, menyadari kesalahannya. "Argh! Maafkan aku, Luke," rintih Helen. Luke mencengkeram leher Helen, membuat wanita itu kesulitan bernafas.

"Ampun katamu?" Luke tersenyum kecut.

Taring tajam Luke keluar, mata merahnya bersinar. "Aku tidak membutuhkan pelayan yang tidak becus bekerja sepertimu."

Tiba-tiba, Arneta datang dan berlutut, memegang kaki Luke. "Lepaskan Helen, Tuan! Dia tidak bersalah sama sekali." Suaranya bergetar namun tegas.

"Semua salah ku, karena tidak mendengarkan ucapan Helen dan memaksa naik ke ruang rahasia tanpa izinnya." Arneta mendongak, air mata menggenang di matanya.

Luke melepaskan cengkeramannya dari leher Helen dan mendekati Arneta. "Jadi, kamu mau menukar nyawamu dengan nya, begitu? Mulia sekali," ejek Luke.

"Aku bersedia jika Tuan mau melepaskan Helen!" tegas Arneta.

"Gadis ini! Apa yang kamu katakan, hah!" Helen mencoba mencegah Arneta agar tidak bertindak konyol.

Suara lonceng menunjukkan waktu tengah malam terdengar. Luke dan Helen nampak was-was.

"Bagaimana ini Luke?" Helen khawatir.

"Jaga gadis pembangkang ini, jangan sampai tuan menemukannya. Kalau tahu dia manusia, tuan bisa menghisap habis darahnya sampai tak tersisa," ucap Luke.

Arneta menatap bingung. Menghisap darahnya? Apa maksudnya?

Saat Arneta pingsan kemarin, Luke sudah berusaha menghapus ingatannya, namun gagal. Gadis itu berbeda dengan manusia yang lain, seperti memiliki perisai pelindung.

"Tuan pasti akan melakukan hal yang sama seperti malam purnama lalu. Menghabisi semua pelayan yang ada di mansion," sahut Helen.

"Ingat manusia, kematianmu akan segera tiba," kata Luke.

"Ikutlah denganku, Arneta," ucap Helen menarik tangan Arneta.

"Kemana? Aku tidak mau!" tolak Arneta.

"Diam dan patuhlah jika kamu masih ingin tetap hidup," Helen mencoba meyakinkan Arneta.

Meninggalkan Luke, Helen membawa Arneta ke ruang bawah tanah. Mengurungnya di balik jeruji besi dan menyegelnya dengan mantra pelindung.

"Kenapa kamu mengurungku di sini, Helen? Aku... aku takut."

"Tetaplah di sini untuk sementara waktu sampai semuanya aman," ucap Helen sembari mengusap lengan Arneta.

"Tapi aku..."

"Jangan sampai darahmu menetes di tanah hanya sampai malam ini berlalu," Helen memperingatkan.

Arneta diam mematung. Ujian macam apalagi ini. Kenapa harus darahnya yang tidak bisa menyentuh tanah. Apa hubungan semua ini dengannya?

"Apa kamu mengerti, Arneta!"

"I-ya, aku mengerti," jawabnya gugup.

Helen meninggalkan Arneta sendirian, tanpa ada lampu dan penerangan.

Sementara itu, di ruang rahasia, Luke tidak menemukan tuan Ethan. "Shit! Jika king tahu, dia akan melenyapkan ku," gumam Luke.

Saat Luke keluar dari ruangan Ethan, ia dikejutkan dengan kehadiran Ace. "Mau kemana?" tanya Ace.

"T-tuan Ace?"

"Percuma mencarinya, aku rasa dia sedang berjalan-jalan mencari mangsa baru," kata Ace.

Luke berpikir, mungkin tuannya sudah mencium keberadaan Arneta. "Helen! Dimana kamu?!" teriak Luke.

"Tuan, saya di sini," sahut Helen.

"Apa yang kamu lakukan! Dimana gadis manusia itu, hah!" bentak Luke.

"Aku menyembunyikannya di ruang bawah tanah," jawab Helen.

"Apa kamu bilang? Ruang bawah tanah?!" pekik Luke sambil mengusap wajahnya frustasi.

Ternyata Helen lebih bodoh dari yang Luke pikirkan. "Cepat cari tuan sebelum dia menemukannya lebih dulu!" titah Luke.

Helen mengangguk dan segera menuruti perintah Luke. Sementara Ace, lelaki itu nampak diam saja melihat apa yang mereka berdua lalukan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status