Share

Chapter 5

Sedangkan di tempat lain. Seorang pria sedang melampiaskan kemarahannya pada sang anak buah.

"Bagaimana bisa kalian kehilangan gadis itu, hah?!" teriak seorang pria dengan wajah penuh emosi.

"Maafkan kami, Tuan. Gadis itu tidak berada di sana. Kami bahkan tidak bisa menemukan keberadaanya. Sepertinya ada seseorang yang sengaja menyembunyikannya," jawab salah seorang pengawal dengan nada sedikit ketakutan.

"Menyembunyikan bagaimana maksudmu, bodoh!" bentaknya.

"Ada beberapa anak buah kita yang melihat gadis itu memasuki kawasan hutan terlarang dan hilang begitu saja. Bahkan pengawal yang mengejarnya juga tidak kembali, mayatnya tidak ditemukan lalu—"

Pengawal tersebut tidak melanjutkan kalimatnya. Membuat pria yang diketahui bernama Dexter itu geram.

"Katakan! Kenapa tidak dilanjutkan?!"

"Sepertinya salah satu keturunan Miller berhasil menemukan gadis itu dan membawanya."

Tak bisa menahan lagi emosinya, Dexter memukul wajah anak buahnya. Menendangnya dengan kasar hingga terpental cukup jauh.

"Argh... ampuni saya, Tuan..." mohonnya saat sebuah pukulan mendarat di wajah dan juga dadanya, membuatnya jatuh tersungkur ke lantai.

"Kalian tidak becus bekerja! Calon istriku harus di temukan dalam keadaan baik-baik saja mengerti!" tegas Dexter memberikan perintah. "Meski kita harus menghabisi keturunan Miller dan mengibarkan bendera perang pada mereka."

"Baik, Tuan! Kami mengerti."

Dexter mengepalkan kedua tangannya erat dengan rahang mengeras. "Aku harus menikahi Arneta secepat mungkin." senyum menyeringai terlihat di wajah Dexter sebelum pria itu pergi dari sana.

••••••••

Sudah hampir satu jam Arneta belum sadarkan diri. Entah apa yang terjadi pada gadis malang itu.

Bisa dibilang kalau ini adalah kesalahan Ethan. Ataukah Arneta shock dan mungkin efek belum makan sama sekali sejak kemarin?

Arneta sedang berada di dalam sebuah kamar, lebih tepatnya kamar milik Ethan—sang pangeran vampir. Dimana tempat itu tidak pernah di masuki boleh siapapun kecuali pemiliknya sendiri.

Ethan paling tidak suka jika ada orang lain memasuki kawasan pribadinya. Tapi entah kenapa, Arneta berbeda.

Apakah Arneta begitu spesial di hati Ethan? Hingga dengan gampangnya ia mengijinkan gadis itu masuk, bahkan tidur di atas ranjangnya.

Ataukah hanya sebagai gadis pemuas hasratnya yang haus akan darah? Hanya Ethan yang tahu.

Tok... tok!

Seseorang mengetuk pintu dari luar, membuyarkan lamunan Ethan yang sejak tadi tengah menatap Arneta yang sedang pingsan.

"Tuan, saya sudah membawa dokter Gabriel kemari," ucap Luke dari luar.

"Apa aku menyuruhmu untuk memanggilnya!" nada dingin dan datar menggema. Membuat Luke menelan saliva nya dengan susah payah. "Usir dia, karena aku tidak membutuhkannya!" ujar Ethan mengeraskan rahangnya.

Luke menghela nafas. Lalu berkata, "Tapi Tuan, dokter Gabriel sudah datang jauh-jauh dari istana milik kakek anda. Mana berani saya mengusirnya begitu saja."

Ethan berdecak kesal. Asistennya selalu saja bertindak seenak jidatnya sendiri.

"Dia datang hanya dengan menjentikkan jarinya, bodoh! Dia juga bisa pulang dengan dengan mudah, Luke. Apa perlu aku menendang pantatnya agar dia bisa pergi sekarang?!" kesal Ethan.

"Iya, Tuan saya paham. Tapi kali ini dokter Gabriel membawa kakek anda turut serta bersamanya dan—"

"APA?!" pekik Ethan.

Bagaimana bisa pria tua ikut serta mendatangi mansion nya? Jika pria tua itu datang berarti telah terjadi sesuatu, atau malah dia menyadari sesuatu?

Dengan kesal dan malas, Ethan terpaksa keluar untuk menemui sang kakek.

••••••

"Sudah lama sekali ya, sejak kejadian itu, cucuku." pria tua yang sudah berusia ratusan tahun itu berniat memeluk Ethan.

Namun sayang, Ethan menolaknya.

"Jangan menyentuhku!" Ethan sedikit menjaga jarak dari sang kakek dan duduk berjauhan.

"Hai, sahabat lamaku. Kamu nampak sehat malam ini. Tidak seperti biasanya saat kita bertemu, kamu terlihat lemas dan tak bertenaga. Seakan kehilangan gairah gairah hidup," cibir Gabriel.

"Aku rasa, cucuku ini sudah menemukan penawarnya, Gab," sahut sang kakek.

"Cih! Tidak usah bertele-tele. Katakan apa tujuan kalian datang kemari." Ethan melirik ke arah mereka berdua bergantian.

Vampir yang sibuk tiba-tiba datang bersamaan, sungguh menggelikan, pikir Ethan. Dia benar-benar memperlihatkan raut wajah tidak suka nya pada mereka berdua.

"Pertama, aku hanya ingin memastikan keadaanmu. Baik-baik saja atau tidak," ucap Gabriel.

"Kamu lihat kalau aku baik-baik saja, bukan?! Jadi pergilah. Dasar pengganggu," usir Ethan.

Tak menghiraukan ucapan Ethan, sang kembali bersuara. "Dan yang kedua, mulai sekarang kamu tidak perlu di ikat lagi dengan rantai. Masa hukumanmu sudah selesai, cucuku.''

Ethan terlihat biasa saja mendengar ucapan kakeknya. Karena baginya bebas atau tidak itu sama saja. Dia sudah melakukan sebuah kesalahan fatal yang mungkin tidak akan bisa di ampuni.

Sang kakek memberikan hukuman seumur hidup dan tidak mengijinkan Ethan keluar kecuali hanya saat bulan purnama muncul.

Dan Ethan menerima hukuman itu tanpa membantah sedikitpun atas keputusan yang dibuat kakeknya.

"Hei, bro! Ada apa dengan wajahmu? Bukankah seharusnya kamu senang karena sudah bebas?" tanya Gabriel. Dia merasa aneh dengan ekspresi Ethan.

Sang kakek mendekati Ethan, menepuk pundaknya dan mengusapnya dengan perlahan.

"Maafkan aku, cucuku. Karena sudah egois selama ini padamu," ucap pria tua itu lagi.

"Kalian, pergilah sekarang! Aku ingin istirahat." Ethan bangkit dari tempat duduknya, membelakangi mereka.

"Baiklah, kami akan pergi. Berhati-hatilah, karena di depan masih ada banyak ujian yang harus kamu hadapi, cucuku!" bisiknya lirih.

Ethan tak menghiraukan ucapan sang kakek. Yang terpenting baginya sekarang adalah, ia sudah bebas dan bisa bernafas lega. Tanpa ada belenggu yang mengikat tubuhnya.

"Tuan..." Luke menundukkan kepala di hadapan Ethan.

"Siapa sebenarnya gadis itu, Luke?" tanya Ethan penasaran. Luke bisa melihat perubahan wajah tuan mudanya itu.

"Dia pelayan mansion ini, Tuan," jawab Luke.

"Katakan dengan jelas, siapa gadis itu!" pekik Ethan menatap Luke dengan tatapan membunuh.

Luke yang di tatap ketar-ketir dan sedikit ketakutan. "Tamatlah riwayatmu malam ini, Luke," gumamnya dalam hati.

Ingin sekali rasanya Ethan menghabisi asistennya tersebut, namun dia membatalkan niatnya. Karena selama ini dialah yang menjaga dan mengurus dirinya.

"Jangan bertindak seperti orang bodoh, Kak!" ucap Ace yang sudah berada di ambang pintu dan melihat kejadian itu.

Ace tahu seperti apa kakaknya jika sedang marah, ia tidak akan segan-segan menghabisi nyawa seseorang, meski itu orang terdekatnya sekalipun.

"Menyingkir lah, Ini urusanku dengannya," ucap Ethan.

"Ayolah, seharunya kau merayakan kebebasanmu dan berpesta dengan gadis-gadis cantik. Lalu menghabiskan malam panas di ranjang bersama mereka. Ah... rasanya pasti sangat menyenangkan," sahut Ace. Bicara asal tanpa dia tahu kalau Ethan sudah berjalan kearahnya.

"Dasar otak selang kangan! lakukan saja apa maumu dan jangan campuri urusan pribadiku," tegas Ethan.

"Bagaimana kalau aku yang mencarikannya untukmu, dan membawanya kemari?" Ace menaik turunkan alisnya, sengaja menggoda Ethan.

Pria itu tahu benar jika sang kakak belum pernah mencicipi tubuh seorang wanita, atau bisa dibilang kalau Ethan adalah vampir perjaka.

Jangankan mencicipi, menyentuh tubuh wanita saja tidak pernah.

"Hentikan omong kosong mu itu, Ace. Sebelum aku benar-benar murka padamu!"

Ace semakin menjadi dan terus meledek Ethan. Hingga berhasil membuat pria itu marah dan menggunakan kekuatannya untuk menyakiti sang adik.

"Ya baiklah, aku akan pergi. Tapi jangan menyesali keputusanmu. Karena aku tidak akan memberikan penawaran untuk kedua kalinya." Ace beranjak dari sana namun tiba-tiba langkah kembali terhenti. "Tentang gadis yang berada di dalam kamarmu, sepertinya aku tertarik padanya..."

"Ace, kembali kamu! Dasar brengsek!" teriak lantang Ethan bersiap memberi Ace pelajaran.

Namun, semua terdengar sia-sia karena Ace sudah kabur dari sana. Sebelum sang kakak murka karena ucapannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status