Share

Terjerat Gairah Vampir Tampan
Terjerat Gairah Vampir Tampan
Author: Meyda

Chapter 1

Di tengah malam yang sunyi, suara langkah kaki terdengar jelas di antara pepohonan hutan yang lebat. Seorang gadis berusia delapan belas tahun berlari, napasnya terengah-engah, matanya mencari jalan keluar dari kegelapan.

Dia menoleh ke belakang, bayangan pria-pria yang mengejarnya semakin mendekat. Setiap langkah mereka menggema, memecah keheningan malam.

Napas Arneta tersengal, paru-parunya terasa terbakar. Dia baru saja terlepas dari cengkraman kasar salah satu pria, tetapi kejaran mereka belum berakhir.

Cahaya bulan yang redup memantul di wajahnya yang pucat, mata hazelnya berkilauan oleh ketakutan. Rambut coklatnya yang panjang dan kusut berkibar mengikuti langkahnya yang terburu-buru.

Hanya beberapa jam yang lalu, Arneta turun dari pesawat dengan hati penuh harapan. Dia menaiki taksi menuju alamat yang diberikan oleh Mamanya, tetapi nasib sial menimpanya.

Di tempat yang seharusnya menjadi tujuan, tidak ada yang menyambutnya, hanya beberapa pria yang mengambil paksa barang-barang berharganya. Mereka menariknya ke kastil tua di pinggiran hutan, mengurungnya dalam kegelapan selama beberapa hari.

"Kumohon... kumohon siapapun tolong aku!" teriak Arneta, suaranya menggema tanpa jawaban.

Di dalam kastil, dinding-dinding batu yang dingin memantulkan jeritan putus asanya. Setiap ketukan jantungnya terdengar seperti genderang kematian.

Kini, Arneta berlari secepat mungkin. Jalanan hutan yang gelap dan sepi seperti labirin tak berujung. Tidak ada kendaraan yang melintas, tidak ada tanda-tanda kehidupan selain dirinya dan pengejarnya.

Bayangan pepohonan bergerak cepat di sudut matanya, menambah rasa ngeri.

"Kamu pikir bisa lari dari kami, gadis kecil."

Suara berat salah satu pria mengejar menghantam telinganya, membuat darahnya berdesir. Dia terpojok, jurang menganga di sisi belakang, kanan, dan kirinya.

Tidak ada jalan keluar, tidak ada tempat untuk sembunyi.

Salah satu pria mendekat, seringai licik terpampang di wajahnya. "Bagaimana kalau kita bermain-main sebentar? Tubuhmu sangat indah dan menggoda. Kamu pasti bukan berasal dari sini, bukan?"

Arneta menggigil, kakinya terasa lemas. "Berhenti, jangan berani menyentuhku! Ambil saja barang-barangku, tapi kumohon lepaskan aku," suaranya pecah, nyaris tak terdengar di antara napas terengahnya.

Tawa mereka menggema, suara yang mengerikan di tengah malam. "Berlutut dan memohon lah, kami akan melepaskan mu dengan senang hati. Tapi dengan satu syarat.."

Seorang pria lain menimpali dengan nada serius, "Berhenti bermain-main bodoh! Apa kamu tidak tahu kalau ini hutan terlarang. Lebih baik seret dan bawa pergi saja dia dari sini."

"Tidak! Kumohon, jangan bawa aku!" teriak Arneta.

Mendadak, sosok pria dengan jubah hitam muncul dari kegelapan, matanya menyala merah di bawah sinar bulan. "Lepaskan gadis itu!" suaranya memecah keheningan malam, menggema di antara pepohonan.

Dia menunjukkan gigi taring tajam yang membuat bulu kuduk berdiri.

"K—kamu..." salah satu pria tergagap, wajahnya pucat ketakutan.

"Kenapa diam saja. Cepat habisi dia!" titah pria yang lain.

Pria misterius itu menyeringai dingin, "Kita lihat siapa yang akan dihabisi lebih dulu," katanya, bergerak secepat kilat. Dalam sekejap, dia mencekik leher salah satu pria dan menghisap darahnya sampai habis. Tubuh mangsanya jatuh ke tanah, pucat dan tak bernyawa.

Arneta menatap dengan mata terbelalak, tangan menutup mulutnya yang gemetar. Pria yang masih hidup gemetar.

"S—siapa sebenarnya kamu?!" pekik pria yang ada di samping Arneta.

"Masih tidak tahu siapa aku? Haruskah aku memperkenalkan diri, hum?" pria itu menyeringai lebih lebar.

"K—kamu pasti hantu, kan?" pria itu berteriak panik dan berlari tunggang langgang, meninggalkan temannya yang sudah tewas.

Pria misterius itu memandang dengan tatapan tajam, "Habisi dia dan bakar mayatnya. Jangan sampai identitas kita diketahui banyak orang," perintahnya pada salah satu anak buahnya yang tiba-tiba muncul dari bayangan.

Arneta pingsan, tubuhnya lemas. Pria itu menangkap tubuhnya yang jatuh, "Dasar merepotkan!" gerutunya sambil membopong Arneta. "Aku harus segera menghapus ingatan gadis ini. Kalau tidak, dia akan menceritakan semuanya pada manusia yang lain."

Tak lama kemudian, mereka tiba di sebuah mansion bergaya Eropa yang terletak di tengah hutan. Luke, pria misterius itu, memasuki gerbang utama dan membopong Arneta melewati lorong menuju kamar pelayan.

"Selamat datang, Luke," sapa Helen, kepala pelayan di mansion tersebut. Matanya tajam meneliti gadis di gendongan Luke.

"Siapa gadis manusia ini, Luke? Kenapa kamu membawanya kemari? Tidak takutkah kamu jika tuan Ethan bangun dan melihatnya?" Helen bertanya tanpa jeda, membuat Luke memutar bola matanya malas.

"Apa dia calon pelayan tuan Ethan?" Luke balik bertanya. Sementara Helen malah menatapnya dalam diam.

"Jawab, Helen!" bentak Luke saat Helen tak menjawab pertanyaannya.

Helen mendongak dan mencoba membaca pikiran Arneta yang masih pingsan. "Sepertinya begitu, Luke. Karena yang aku tahu, gadis pelayan itu memiliki kulit wajah pucat dan juga bermata hazel," jawab Helen.

Luke mengangguk, "Kalau begitu memang dia orang yang sedang kita tunggu. Tapi aneh, kenapa gadis manusia?" gumamnya.

Helen membuka pintu kamar agar Luke bisa menidurkan Arneta. "Bangunkan gadis ini," perintah Luke tegas.

"Dengan apa? Kita tidak tahu dia pingsan atau tidur sekarang," sahut Helen.

"Lakukan saja!"

Helen yang paham dengan tatapan Luke segera mengambil ember air dan menyiramkannya ke wajah Arneta.

Gadis itu terbangun dengan teriak ketakutan.

"Kumohon lepaskan aku... jangan sakiti aku!" teriak Arneta.

"Sudah puas tidurnya, hum?" tanya Luke dingin, menatap tajam.

Arneta memandangnya bingung, "Kamu siapa? Apa kamu yang sudah menyelamatkan aku? Terima kasih," Arneta meraih tangan Luke, yang segera ditepisnya dengan kasar.

"Tidak perlu banyak bicara dan lakukan saja tugasmu sekarang!" perintah Luke.

"Tugasku?" Arneta bingung. Bukankah dia kemari untuk mencari kakaknya?

"Jelaskan padanya, Helen. Aku muak melihat wajahnya." Luke membalikkan badan dan pergi.

Helen menarik tangan Arneta, "Mulai sekarang tugas anda adalah membersihkan mansion ini. Mari ikut saya."

Arneta menolak, "Aku bukan pelayan. Aku datang kemari untuk mencari kakakku!"

Dengan cepat, Helen mengeluarkan belati, "Tetap tinggal, atau keluar dalam keadaan tak bernyawa." Ancaman itu membuat Arneta diam tak berkutik.

"Pakai ini," perintah Helen sambil menyerahkan pakaian pelayan. "Mulai sekarang kamu adalah seorang pelayan."

Tanpa banyak bertanya lagi, Arneta melakukan apa yang Helen perintahkan. Meski Arneta masih penasaran, sebenarnya dia ada di mana sekarang.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fanysah Andin
𝒉𝒂𝒅𝒊𝒓
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status