Share

Chapter 6

Di mansion milik keluarga Miller, sedang terjadi sebuah keributan besar. Dimana Rhea, putri mereka tidak kembali sejak tadi malam.

Bahkan keberadaan gadis itu tidak diketahui sama sekali.

Rhea adalah saudara kembar Ethan. Karena lahir dari darah keturunan manusia dan vampir. Rhea memiliki gen ibunya, yaitu berdarah manusia.

Berbeda dengan Ethan yang memiliki gen ayahnya—vampir

Hanya saja darah Rhea sangat spesial dan langka. Hanya satu-satunya di dunia ini. Jika ada, mungkin manusia itu juga sama spesialnya dengan Rhea.

"Jordan, bagaimana sekarang? Putri kita belum juga kembali. Aku... aku takut terjadi sesuatu pada Rhea..."

Jordan memeluk erat istrinya dan mencoba menenangkan wanita itu. "Tenanglah sayang, dia pasti akan baik-baik saja. Percayalah padaku."

"Semua karena salahmu. Kamu terlalu memanjakannya. Sekarang lihat, dia bahkan lupa kemana arah jalan pulang," gerutu Yasmin.

Jordan memijat pelipisnya yang mulai terasa pusing. "Sayang, kamu tau bukan kalau Rhea tidak suka di kekang dan dikurung dalam mansion. Dia sudah dewasa. Aku memberikannya kebebasan, karena yakin dia bisa dipercaya," jelas Jordan.

Yasmin hanya diam dan masih menangis di pelukan sang suami. Meski Rhea adalah saudara kembar Ethan, tapi mereka benar-benar jauh berbeda. Rhea yang gampang berbaur dengan orang lain, sedangkan Ethan lebih suka menyendiri.

"Maaf saya terlambat, Tuan." ucap seorang pria yang tak lain adalah asisten pribadi Jordan. Pria itu memiliki perasaan terpendam pada Rhea, meski usia mereka terpaut sangat jauh.

Tapi selama ini Rhea tidak pernah melihat ke arahnya sama sekali.

Yasmin langsung bergegas menghampiri asisten pribadi suaminya itu. "Apa kamu tahu dimana putriku?"

"Sayang, sudah aku bilang, Rhea pasti baik-baik saja. Kenapa kamu tidak percaya pada suamimu ini?" sahut Jordan.

Yasmin memang selalu bertindak semaunya sendiri. Ia tidak suka istrinya itu dekat-dekat dengan pria lain meski pria itu asisten pribadinya sendiri.

"Diam, Jordan! Jangan mengajakku bicara!"

Jordan menatap kesal ke arah asisten pribadinya. Memberi kode padanya untuk pergi. Namun, yang ditatap malah biasa saja tanpa menanggapinya.

"Sudah puluhan tahun anda mengenal saya, Tuan. Apa anda pikir saya akan merebut nyonya dari anda?" sahutnya seakan mengerti maksud tatapan Jordan.

"Ya, siapa tau. Karena sampai sekarang kamu saja belum menikah. Tanda-tanda kamu tidak laku atau mungkin saja memang tidak akan melepas masa lajang sampai kamu mati," ketus Jordan.

Kedua pria itu saling bersitegang. Tidak ada yang mau mengalah sama sekali.

"Itu karena saya menunggu Rhea. Putri anda."

"Berhentilah menganggap Rhea adalah masa depanmu. Karena sampai kapanpun aku tidak akan merestui hubungan kalian berdua."

Jordan menarik tangan Yasmin agar menjauh dari asisten pribadinya itu.

"Anda pikir saya peduli? Saya bahkan bisa saja membawanya kabur sekarang," ujar pria itu dengan nada mengejek. Dia senang sekali membuat tuannya itu marah.

"Cukup! Bisakah kalian berdua berhenti bertengkar. Kepalaku sakit karena mengkhawatirkan putriku, tapi kalian malah asik sendiri!" Yasmin menepis tangan Jordan, hendak melangkah menuju ke kamarnya.

Namun, langkahnya terhenti mendengar suara seorang gadis yang berjalan begitu santainya ke arah mereka.

"Bunda, Ayah... Aku pulang!" serunya.

•••••••

"Ampun, Tuan! Kumohon lepaskan aku." Luke terus berteriak meminta Ethan melepaskan dirinya.

Setelah mendengar kejujuran Luke, Ethan murka. Bisa-bisanya Luke membawa manusia asing ke dalam mansion miliknya.

"Lepaskan katamu! Kamu bahkan sudah menipuku, Luke!" bentak Ethan. "Kamu sengaja membawa gadis liar masuk ke mansion tanpa ijin lalu mengklaim kalau gadis itu adalah mangsaku. Apa itu pantas diampuni?"

Ethan tak berharap Luke akan menjawab pertanyaannya. Karena asisten pribadinya itu pasti punya seribu alasan seperti yang sudah-sudah.

Luke kini sedang bergelantungan di atas langit-langit dengan posisi terikat. Kepalanya berada di bawah dan kakinya berada di atas.

Dibawah sana ada kobaran api abadi yang siap melahap dan menghanguskan Luke kapan saja.

"Tapi Tuan, saya sudah bilang bukan kalau Arneta bukan gadis sembarangan. Dia spesial. Saya melihat sorot matanya yang berbeda," kilah Luke.

"Kamu sok tau!" Ethan sudah bersiap menurunkan Luke dari sana. Ia tidak peduli lagi jika nanti kedua orangtuanya murka karena sikapnya ini. Menghukum pria yang sudah ia anggap seperti saudaranya sendiri.

"Anda bisa tanyakan pada Helen, kalau dia juga melihat hal yang sama saat menatap Arneta," ujar Luke lagi.

Tubuhnya mulai berkeringat dan bergetar hebat. Karena ini kali ketiga dia mendapat hukuman yang sama dari Ethan.

"Jelas Helen akan membelamu, karena dia menyukaimu!"

"A—apa anda bilang? Menyukaiku?" ekspresi bingung terlihat di wajah Luke.

Sedangkan Ethan lebih memilik pergi dari sana dan menyuruh anak buahnya untuk mengerjai Luke.

"Tunggu, Tuan! Lepaskan aku dulu baru anda boleh pergi, kumohon!" Luke terus memanggil Ethan tanpa peduli jika pria itu akan marah lagi padanya.

Namun sayangnya, Luke diabaikan.

"Argh! Kenapa ikatan rantai ini sulit sekali di hancurkan!"

Selesai dengan Luke, Ethan berjalan menuju kamarnya. Bermaksud untuk melihat keadaan Arneta yang sudah tertidur lelap.

Ia tak mengalihkan pandangannya pada Arneta. Gadis dengan darah manis yang membuat Ethan ingin mencicipinya lagi dan lagi.

Ethan berdiri di samping Arneta, membingkai wajah gadis yang tengah memejamkan matanya erat itu. Ada desiran aneh yang ia rasakan, tapi tidak tahu apa.

"Akan aku buat hidupnya seperti di neraka karena sudah berani masuk wilayahku."

Sungguh aneh, entah apa yang membuat pria itu seakan ingin menjadikan Arneta miliknya tapi enggan melepaskannya. Tapi disisi lain, Ethan tidak suka kehadirannya.

Tangan Ethan terangkat, mengambil satu gelas air yang ada di atas meja. Dan dengan begitu teganya ia menumpahkan air tersebut tepat di wajah Arneta.

Membuat separuh tubuh Arneta basah. Tak terkecuali b-ra yang terekspos akibat perbuatan Ethan.

"Hujan kah? kenapa jadi basah begini," gumam Arneta kesal lalu menoleh ke samping. Lidahnya seakan kelu dan tenggorokannya kering saat melihat kedatangan Ethan.

"K—kamu! Apa yang kamu lakukan di kamarku?!" pekik Arneta.

"Kamarmu?" Ethan menukikkan alisnya.

"Ya, kamarku," jawab Arneta sembari celingukan kesana kemari. Dia merasa asing dengan ruangan ini yang berbeda dari kamarnya.

"Bagaimana? Sudah mengerti, hum?" Ethan duduk di sofa yang tak jauh dari Arneta berada. Lalu, ia melempar selembar kertas ke arah Arneta.

"Baca dan bubuhkanlah darahmu di sana. Karena aku tidak akan mengulangi ucapanku."

Arneta yang bingung, mulai membaca kertas tersebut dan mencernanya dengan perlahan.

"Kamu ini siapa? Kenapa tiba-tiba membawaku kemari dan seenak jidatmu meminta agar aku menandatangani nya?" tanya Arneta. Ia menatap tajam pria yang sedang duduk santai di hadapannya.

"Jangan lupa, kalau aku tidak pernah main-main dengan ucapanku." kata Ethan, datar.

"Maaf aku tidak berminat dengan surat kontrak yang aneh dan tidak masuk akal ini," tolak Arneta. Ia meremas kertas tersebut lalu melemparnya tepat mengenai wajah Ethan. "Lebih baik aku jadi gelandangan daripada harus tinggal bersama manusia aneh sepertimu," lanjut Arneta.

Arneta menyibak selimut dan bangkit dari duduknya.

Namun langkahnya terhenti saat Ethan mencekal tangannya lalu melempar gadis itu hingga kepalanya membentur dinding.

"Argh..." Arneta meringis menahan sakit dan menyentuh kepalanya yang berdarah.

Ethan sudah berada di depan Arneta, menarik dagu dan mencengkeramnya. "Kamu pikir aku akan berbelas kasihan padamu, gadis liar? Tidak!" geram Ethan.

"Lalu apa maumu?" tanya Arneta. Menatap penuh kebencian pada Ethan. Selama hidupnya, baru kali ini Arneta diperlakukan kasar.

"Sekarang pilih menurut atau mati." karena mau sekuat apapun Arneta melawan, dia akan tetap kalah. Tenaganya tak sebanding dengan Ethan.

Gadis itu tidak tahu makhluk seperti apa yang berada di hadapannya.

"Kamu benar-benar tidak waras!" seru Arneta.

"Anggap saja begitu."

Arneta berdecak. Menggelikan sekali, pikirnya. Apa hidupnya akan dihabiskan bersama pria pemaksa ini?

"Kamu tidak boleh menyerah, Arneta. Apalagi mati di sini. Kakakmu pasti akan segera menemukanmu," gumamnya dalam hati.

"Bagaimana apa kamu sudah mengambil keputusan?" tanya Ethan tanpa melepaskan Arneta.

Arneta mendorong Ethan. Dia berjalan sempoyongan sembari mengambil kertas perjanjian yang tergeletak di lantai. Mengusap darahnya dan membubuhkan tanda tangan di sana.

Ethan tersenyum puas. Ternyata menaklukan gadis manusia tidak sesulit itu.

"Kemari dan lakukan tugas pertamamu," ucap Ethan.

"Tugas pertama? Maksudmu?" tanya Arneta penasaran dengan tugas pertama yang akan dia jalani sebagai pelayan pria menyebalkan ini.

"Memuaskan aku," ucap Ethan, sontak membuat kedua mata Arneta melotot tajam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status