"Yakin kamu nggak mau pergi?"
"Enggak. Qila mau istirahat aja di kamar."Jean menatap sendu putrinya. Melihat anaknya tidak bersemangat dan sedih karena Elisha, membuat ia jadi kesal."Ya udah kalau gitu. Papa, mau ke luar dulu ya. Nanti kalau butuh apa-apa kamu panggil Papa aja."Qila menganggukkan kepalanya. Dan memilih untuk tiduran di ranjang dan istirahat. Sungguh dia sangat kecewa karena ulah mamanya.***Jean terlihat lesu saat keluar dari kamar anaknya. Ia berjalan gontai ke arah ruang tamu dan langsung duduk di single sofa. Dari arah luar terlihat Nilam yang berjalan ke arahnya.Melihat bosnya tidak baik-baik saja, Nilam pun bertanya, "Bapak kok di sini? Jalan-jalannya nggak jadi Pak?"Jean yang sedang memijat pelipisnya, langsung menoleh ke arah perempuan itu. "Enggak. Kamu kan liat sendiri, Elisha lembur lagi hari ini.""Saya kira bapak pergi berdua sama Mbak Qila.""Dia nggak mau. KJika Elisha dan Dikta sedang menikmati hubungan terlarang itu di kantor. Berbeda dengan Jean yang sibuk mengabadikan moment saat Qila dan juga Nilam yang sedang membuat cupcake berdua. Qila yang tadinya marah dan tidak mau ke luar kamar, akhirnya patuh saat Nilam mengajaknya memasak kue. Dan kini, gadis kecil itu terlihat kembali ceria dan bersemangat lagi ketika Nilam membantunya menghias kue. "Nanti kalau kuenya udah matang, Mbak Qila bisa tunjukin ini ke Mama." Dengan senyum ceria, Nilam mengajak Qila menghias kue buatan mereka dengan sprinkle dan messes. "Emang Mama mau Mbak?" "Ya jelas mau dong. Kan ini buatannya Mbak Qila. Mbak Nilam jamin, Mama Elisha pasti bakal happy banget saat dapat kue ini. Mbak juga yakin, capeknya Mama setelah di kantor bakal hilang setelah makan kue buatan Mbak Qila." Bocah cantik itu meringis lebar. Senang sekali mendengar afirmasi positif yang Nilam katakan. Jangan ditanya ap
Jean kian mendekat ke arah Nilam sambil mengendus aroma parfum tersebut. Saking senangnya dengan bau wangi dari tubuh Nilam, pria itu sampai tidak sadar saat ia sudah menghimpit badan ramping Nilam di antara tubuhnya dan meja makan.Bahkan tidak cuma itu, ia mulai mengulurkan kepalanya untuk mengendus aroma wangi itu lebih dekat lagi. Nilam yang disudutkan begitu tentu saja langsung menahan dada bidang Jean dengan kedua tangannya. Gadis cantik itu juga sempat memanggil nama si majikan beberapa kali agar menjaga jarak darinya. Tapi sayangnya, Jean seolah menulikan telinganya."Ahhh..." Suara desahan nakal itu terdengar lolos begitu saja dari bibir Nilam ketika hidung mbangir Jean menyentuh perpotongan lehernya. Area yang selalu menjadi titik sensitif seorang Nilam.Jean yang mendengar suara desahan Nilam, bukannya berhenti malah justru terus melancarkan aksinya. Ia menciumi leher putih mulus itu dengan hidung mbangirnya hingga membuat si empunya leher mendo
Mendengar Jean masih meragukan dirinya. Nilam pun kemudian berkata, "Kalau bapak nggak percaya, buka aja sendiri Pak!"Jean menyeringai saat mendapatkan lampu hijau dari Nilam. Jadi tanpa ragu-ragu, Jean pun mulai melepas kaitan bra di punggung Nilam."Gimana Pak? Bagus nggak?"Jean tak menjawab. Dia hanya diam tak berkedip memperhatikan milik perempuan 20 tahun yang tersaji di depan matanya."Pak? Gimana?""Pak Jean!""Pak!!!"****"Pak Jean?""Eh— hah?! Apa?!" Jean tersentak dari pikiran mesumnya. Ia menoleh ke belakang dengan wajah bingung yang membuatnya terkesan seperti orang bodoh.Nilam mengerutkan keningnya saat memperhatikan si bos gelagapan seperti itu. Entah apa yang dipikirkan Jean sampai-sampai pria itu melamun seperti sekarang."Bapak mikirin apa? Kok sampai pipi bapak merah kayak gitu?"Jean menelan ludah. Menatap Nilam yang berdiri
Flashback]"Ayo dong Elisha. Mau ya jadi sekretarisnya Bos Dikta? Dia orangnya baik dan loyal kok. Aku jamin hidup kamu bakalan tentram kalau kerja sama dia."Elisha mengerutkan keningnya. Meskipun berulang kali lawan bicaranya ini berusaha untuk meyakinkan dia agar mau menjadi sekertaris pribadi Dikta, namun entah kenapa Elisha masih ragu untuk menerima tawaran tersebut. Padahal iming-iming yang dikatakan Mbak Ratih sangat menarik perhatiannya."Tapi Mbak, aku ini udah punya suami dan anak lho. Kan biasanya bos itu suka cari sekertaris yang singel.""Bos Dikta itu beda Elisha. Dia bakal pilih sekertaris yang sesuai kriteria dia," balas Mbak Ratih lagi. "Jadi sebenarnya ada tiga kandidat buat gantiin aku. Dan salah satunya ya kamu.""Tiga kandidat Mbak? Kok banyak banget?""Ya emang selalu gitu Sha. Sama kayak aku dulu. Kita bakal di ajuin buat Pak Dikta pilih. Kalau cocok ya kita bisa langsung jadi sekretarisnya.""Teru
Kali ini Elisha yang menjadi sangat gugup saat manik tajam itu menelusuri lekuk tubuhnya dari atas hingga bawah. Mata bosnya itu seakan sedang menelanjangi Elisha."Kamu beneran udah nikah?"Elisha pikir, ia akan langsung di tolak seperti kedua kandidat sebelumnya. Tapi ternyata, Dikta malah mengajukan pertanyaan itu untuknya."Be— bener Pak. Saya udah nikah dan punya satu anak."Dikta memindai wajah dan tubuh Elisha sekali lagi. Kulitnya putih, rambutnya panjang dan sedikit ikal. Dan lagi, perempuan itu tidak terlihat seperti seseorang yang sudah melahirkan. Lekukan pinggang Elisha begitu indah, perutnya pun tampak datar-datar saja dan tidak terlihat bergelambir. Payudaranya pun juga tampak masih kencang, dan yah— ukurannya memang tampak lebih besar dibandingkan Nina dan Dita."Anak kamu usai berapa?""Jalan 8 tahun Pak.""Oh— udah besar ternyata.""Iya Pak."Mbak Ratih yang berdiri di belakang Elisha
Elisha tidak langsung menyalakan mobilnya ketika setelah masuk ke dalam sana. Ia malah mengambil ponsel dan mengecek pesan yang masuk benda itu sejak tadi."Mas Jean kenapa kirim foto banyak banget?"Dengan rasa penasaran ia mencari tau foto apa saja yang dikirim oleh suaminya. Dan begitu gambarnya di buka, Elisha seketika terdiam."I- ini kan..." Hati Elisha merasa terpukul. Bagaimana tidak, Qila yang harusnya tertawa bersamanya justru terlihat bahagia saat bersama orang lain. Apalagi orang itu adalah pembantunya.Yap, benar. Jean sengaja mengirim foto-foto Qila saat membuat cup cake bersama Nilam. Dan yang makin membuat ia terenyuh karena anaknya bisa begitu bahagia saat bersama orang lain."Harusnya aku di sana ama Qila. Bukannya nurutin nafsu Pak Dikta sampai bikin Qila sedih." Air mata Elisha mulai jatuh di atas pipinya. Hatinya meradang hanya karena merindukan momen kebersamaan dengan anaknya."Rasanya aku nggak sanggup ker
Saat tiba di meja makan, aroma masakan buatan Nilam langsung menggoda indra penciuman keduanya. Bahkan Qila yang sudah duluan berada di meja makan, tampak tak sabar ingin segera menyantap makanan itu. "Silahkan di nikmati Pak, Bu. Saya mau ke belakang dulu buat beresin dapur." Itulah yang dikatakan oleh Nilam sebelum pamit dari hadapan majikannya. "Makasih ya Nilam," balas Elisha di penuhi tawa bahagia. Begitu Nilam masuk ke dapur, perempuan 20 tahun berbody seksi itu tidak langsung berbenah. Ia justru memperhatikan geral-gerik Elisha yang sedang mengambilkan nasi dan lauk untuk Jean. Ia dapat melihat bagaimana reaksi manis tuannya saat menerima makanan dari sang istri. Suasana di meja makan itu terasa hangat dan membuat semua orang menjadi iri. Termasuk Nilam. Ia ingin sekali mengambil alih posisi Elisha. Menjadi istri sempurna yang disayang suami dan anaknya. Punya banyak uang pula.
Sebenarnya lokasi restoran milik Saka berada di area mall ternama di wilayah itu. Jadi saat keluar dari sana, Jean bisa sekalian cuci mata. Banyak toko yang ia lewati, dari mulai elektronik hingga aksesoris.Namun ada satu toko yang sangat menarik perhatiannya. Yaitu toko pakaian dalam. Yup— toko yang menjual banyak baju dalaman dari bra hingga bawahan, baju tidur hingga lingerie dengan berbagai model tersebut cukup membuatnya tertarik.Tanpa sadar, pria itu masuk ke dalam. Ia memperhatikan beberapa jenis lingerie yang menurutnya sangat cocok dipakai untuk Nilam. Yah, dengan bodohnya ia malah memikirkan untuk membeli dalam untuk si pembantu, dan bukan untuk istrinya.Ada banyak jenis lingerie. Tapi yang menarik perhatian Jean adalah jenis korset dan buister. Jenis Lingerie yang menutupi area payudara hingga atas pusar. Yang akan membuat payudara Nilam kian membesar serta menonjolkan lekuk pinggang yang akan semakin menawan. "Pasti cocok banget Ni
"Termasuk kamu kan?" tukas Elisha tanpa tanggung-tanggung. Dikta ingin mengelak. Tapi karena dia pikir untuk apa menutupi perasaannya itu, jadi dia langsung membenarkan ucapan Elisha. "Lebih ke penasaran aja sih sebenernya. Bukan yang benar-benar tertarik." Sang sekertaris hanya bisa membuang nafas dengan kasar. Sudah dia duga, jika Dikta memang tidak bisa serius hanya pada satu wanita saja. Termasuk dengannya dulu. "Tapi Nilam itu tipe yang susah ditaklukkan. Aku sendiri heran bagaimana bisa membuatnya tertarik padaku," ucap Dikta dengan pandangan menerawang. Selama tiga bulan Nilam magang di perusahaannya, tidak sekalipun dia punya kesempatan untuk mendekati gadis berparas cantik tersebut. Bahkan hanya sekedar mencicipi bibir ranum nya saja, Dikta kesulitan. "Berhubung kedekatan kita udah nggak kayak dulu, aku mau minta saran ke kamu, Sha.". "Saran buat apa?" "Yah— siapa tau kamu punya ide su
Malam harinya, Nilam sedang tiduran di sofa dengan menggunakan paha sang Mama sebagai bantalnya. Gadis itu terlihat bermanja-manja bersama Bu Mala sambil menceritakan semua kejadian hari ini."Apa?! Jadi yang bantu Jean selama ini Papa kamu?""Iya, Ma. Papa bilang bakal nyerahin tanggung jawab mimpi perusahaan yang dia bangun ke kak Jean. Sementara aset sisanya bakal dikasih ke aku sama mama."Bu Mala terlihat syok. Dia tidak menyangka jika Jean akan mendapatkan keberuntungan seperti itu."Papa bilang, kak Jean sudah banyak membantu mengembangkan perusahaan selama Papa drop. Belum lagi, pas Papa sakit kak Jean juga setia nemenin Papa," Nilam kembali melanjutkan ceritanya."Menurut Mama gimana?" Tanya Nilam, mau minta pendapat kepada sang Ibu mengenai keputusan pak Wijaya."Rasanya itu udah wajar, Nilam." Bu Mala membalas dengan bijak. "Jean kan juga turut andil selama beberapa bulan ini, dan kalau kita liat hasilnya, sepertinya p
"Kenapa kamu nggak bilang dari awal?"Jean menatap sungkan ke arah Pak Wijaya. "Jujur, waktu bapak pertama kali menunjukkan foto masa kecil Nilam ke saya, saya juga belum tau kalau Ayunda yang dimaksud itu dia Pak," jelas Jean. "Saya juga baru tau kalau Ayunda dan Nilam ternyata satu orang saat saya berkunjung ke rumah Bu Mala."Nilam hanya menggigit bibir bawahnya. Ternyata selama ini Jean juga banyak menutupi masalah tersebut darinya."Ternyata dunia sesempit itu ya?" ucap Pak Wijaya. "Tapi bapak bersyukur dan ngerasa lega karena kamu yang jadi pacarnya, Ayunda."Nilam berdecak. Sungguh, nama itu sangat di benci olehnya.Pak Wijaya menoleh ke arah Nilam dan tersenyum. Dia merasa senang karena Jean berhasil membawa putrinya bertemu dengannya."Ayu—""Nilam! Panggil aku itu!" sergah gadis 20 tahun tersebut.Jean memegangi tangan kekasihnya itu. Mengode Nilam agar lebih tenang."Nilam..." Jean melirik ke arah kekasihnya dengan ekor mata. "Tolo
Nilam buru-buru ke rumah sakit yang Jean sebutkan di telfon. Ia di antar oleh Surya langsung menuju ke lokasi dengan perasaan kalut. Dia takut pacarnya itu kenapa-kenapa. Sebab Jean sendiri tidak menjelaskan apapun ketika memintanya datang ke sana."Kak Jean!" Begitu melihat kekasihnya, Nilam langsung berlari dan menghamburkan pelukannya ke dalam dekapan Jean.Sambil menangis dia terus saja bertanya bagaimana keadaan Jean, mana yang sakit, bagaimana kronologinya, bahkan gadis itu sama sekali tidak memberi kesempatan untuk Jean buka suara. Pria itu hanya berdiri sambil membalas pelukan Nilam."Nilam... Aku nggak apa-apa!"Nilam melepaskan pelukannya. Ia pindai sekujur tubuh Jean untuk memastikan apakah duda di depannya ini hanya berusaha untuk menenangkannya."Serius kakak nggak apa-apa?""Iya." Ia tersenyum lembut sambil menyeka jejak basah di pipi Nilam. "Liat sendiri kan aku nggak kenapa-kenapa.""Terus kenapa kakak di
"Jean..."Panggilan lemah pria itu makin membuat Jean merasa bersalah. Karena belum bisa mewujudkan keinginan Pak Wijaya sebulan yang lalu."Gimana acara ulang tahun mantan istri kamu kemarin? Lancar?"Jean menatap sendu pria paruh baya tersebut. Tidak menyangka hal itulah yang pertama kali ditanyakan oleh beliau. Padahal kondisinya sedang tidak baik, tapi Pak Wijaya masih sempat memikirkan orang lain."Lancar Pak. Walaupun ada sedikit ketegangan.""Kenapa? Apa mantan istri kamu cemburu karena kamu membawa pacar baru kamu ke acara itu?"Jean diam selama beberapa saat. Sebenarnya itu bukan masalah penting yang harus dia ceritakan pada Pak Wijaya."Kamu harus tegas, Jean."Pria itu mendongak dan menatap lurus ke arah Pak Wijaya."Kamu harus bisa memposisikan diri sebagai ayah dan pasangan yang baik," lanjut Pak Wijaya."Saya bingung Pak," desis Jean. "Setiap bersama anak saya, saya seperti orang
"Qila."Bocah 8 tahun yang sedang duduk di sofa sambil memperhatikan sang mama yang sedang memakaikan kaos kaki untuknya tersebut, hanya menaikan alisnya ketika sang Mama memanggil namanya."Ada apa Ma?" tanya bocah itu dengan nada riang seperti biasanya."Mama boleh cerita ke kamu nggak?" tanya Elisha dengan wajah lesu yang dibuat-buat."Cerita apa?""Mama— sebenarnya nggak suka ama Mbak Nilam."Ucapan tak terduga Elisha itu tidak langsung dapat tanggapan dari putrinya."Kamu sadar nggak sih sayang, kalau Mbak Qila itu pinter banget ngerebut perhatian Papa dari kamu," lanjut Elisha mulai meracuni otak polos putrinya."Hem?""Inget nggak kemarin? Pas kamu maksa Papa buat makan sama-sama kita? Tapi, Papa kamu malah mau anterin Mbak Nilam pulang dibandingkan kumpul sama kamu," tutur Elisha sambil mengerutkan keningnya. Memasang ekspresi sedih guna menarik simpati Qila."Tapi kan abis itu Papa mau
Sepanjang acara makan tersebut, Elisha terus memancing putrinya untuk membahas hal-hal yang sering mereka lakukan saat masih menjadi keluarga yang utuh. Dari mulai hal yang sepele sampai ke hal-hal yang romantis. Jean sebenernya tidak ingin terlalu menanggapi. Kecuali jika anaknya bertanya atau mengatakan sesuatu padanya.Pria itu berusaha menjaga perasaan Nilam yang tampak semakin tidak nyaman di situasi tersebut. Sampai akhirnya, Jean mengambil alih suasana."Dulu juga pas Mama sibuk kerja kita mainnya seru banget ya, Qila. Belajar masak sama Mbak Nilam, buat kue, buat cemilan.""Wah, iya Pa. Dulu seru banget pas belajar bikin cup cake ama Mbak Nilam. Dihias-hias juga lagi." Qila menanggapi dengan antusias."Qila mau masak bareng lagi nggak kapan-kapan?" tanya Nilam yang akhirnya bisa masuk ke tengah obrolan mereka."Mau banget lah, Mbak. Nanti ajarin bikin donat ya?" pinta Nilam."Siap, Mbak Qila.""Qila jadi kangen p
Jean menarik nafas panjang. Ia sudah janji pada Bu Mala untuk tidak membuat Nilam kecewa."Sayang..." Jean membungkukkan punggungnya agar sejajar dengan Qila. "Makan malamnya lain kali aja nggak apa kan?"Qila mengerutkan keningnya. Tampak tidak setuju dengan ucapan sang Papa. "Papa harus nganterin Mbak Nilam pulang. Kan kasian kalau Mamanya khawatir."Nilam yang berdiri di belakang Jean mencoba untuk bersikap tenang. Meskipun jujur saja, dia merasa girang karena Jean memihaknya."Kan Mbak Nilam udah besar, dia bisa pulang sendiri Pa," rengek Qila. Ia terlihat ingin menangis karena penolakan sang Papa."Tapi Papa tadi ke sini kan sama Mbak Nilam, masa sekarang Mbak Nilam harus pulang sendiri? Kan bahaya sayang." Jean berusaha membujuk putrinya. "Lain kali Papa janji kita bakal makan sama-sama.""Papa jahat! Papa udah nggak sayang lagi ya ama Qila!""Enggak gitu sayang... Papa—""Mas! Ayo dong! Toh cuma
"Suapan pertama mau mama kasih ke Qila..." Dengan wajah sumringah ia menyuapi putrinya itu."Makasih Ma," balas Qila happy."Suapan kedua buat..." Elisha terlihat ragu-ragu untuk menyebut nama Jean. Tapi dari tatapan matanya jelas mengisyaratkan untuk siapa suapan tersebut."Buat Papa aja Ma!" Qila lebih dahulu memotong. Dan tentu saja itu bisa jadi alasan yang bagus buat Elisha."Kalau Papa kamu mau Qila," desis Elisha lirih.Jean hanya diam saja. Sementara Nilam, jangan ditanya, ekspresi wajahnya sudah tidak enak sejak tadi."Papa! Papa mau kan disuapin Mama?" tanya Qila sambil menggunvangkan lengan lelaki itu.Duda tampan itu hanya melirik ke arah Nilam. Namun kali ini, Nilam memilih untuk pura-pura tidak melihatnya."Papa..." rengek Qila.Demi Qila, Jean terpaksa membuka mulutnya dan menerima suapan dari Elisha."Yai..." Qila berseru semakin senang. "Selamat ulang tahun ya Mama.""