Desau terdengar memenuhi lift ketika sejoli tengah diselimuti hasrat menggebu mengaburkan akal sehat. Pagutan kasar yang saling mencecap mengisyaratkan betapa lapar mereka akan surga dunia. Begitu lift terbuka, lelaki berperawakan besar berambut pirang menarik si perempuan menuju salah satu kamar apartemen dengan tak sabar, mengabaikan bibir bengkak maupun kancing kemeja yang tersingkap sampai menampilkan sedikit pahatan dada. Mendorong pintu bercat hitam metalik lantas menyambar kembali bibir sensual sang pujaan, mendesak ke dinding seraya mengangkat sebelah kaki jenjang tuk melingkari pinggulnya.
"You're so fucking good," erang si pria terbakar gairah.
Atmosfer di ruang mewah dengan interior modern makin terasa panas membakar kulit, manakala jari lentik di sana meremas bokong kekasihnya ketika penyatuan itu terjadi. Berbarengan desahan makin memenuhi tiap sudut executive room berdinding putih gading. Dia menggerakkan pinggul seirama hunjaman penuh kenikmatan, mendongakkan kepala membiarkan sang pujaan hati menjelajahi setiap inci kulit lembapnya dengan belaian lidah. Tersenyum miring ketika dia meninggalkan jejak samar kemerahan di sana. Favoritnya.
"I-I love you, Cecilia ..." tutur si pria dengan suara serak, nyaris kehilangan akal sehat.
"Aku tahu," bisik Cecilia menyunggingkan senyum tipis seraya mengunci tatapan kepada belahan jiwa setelah perpisahan menyakitkan beberapa tahun lalu. Menyisakan sebuah kerinduan menggebu dan berpikir bahwa dirinya tidak akan pernah dipertemukan kembali di masa depan. Tubuh mereka adalah satu kesatuan yang saling membutuhkan bahkan ketika jarak sempat memisahkan. Bahkan dia bisa merasakan denyut nadinya turut berdesir cepat menimbulkan rasa sakit di kepala. Namun, dia menyukai sensasi memabukkan ini dan tidak ingin berakhir begitu saja. Dia menangkup wajah lelaki pirang sambil membisikkan rayuan bahwa dia begitu menikmati malam-malam penuh gelora bersamanya.
"Aku mencintaimu ..." racau si perempuan saat bibirnya kembali dibungkam penuh nafsu. Tungkainya nyaris tak bertulang ketika gelombang itu merangkak naik, membuka gerbang kenikmatan bagai kecanduan heroin. Dia sudah tidak bisa berpikir jernih saat tangan lelakinya membelai dan menggoda tiap jengkal tubuh.
"Milikku. Kau milikku," ujar si pria mengangkat tubuh wanita itu dan membawanya ke sofa. Menghujani lebih cepat hingga membawa mereka berdua terbang ke langit menembus semesta tak berbatas.
Dean mematikan film romansa yang baru diluncurkan beberapa hari lalu kini menjadi trending di beberapa situs streaming resmi. Melempar begitu saja remote control ke sisi kiri kemudian melonggarkan kancing kemeja. Nyaris merobek baju sendiri. Sialnya, mengapa di sini suasana ikutan panas seolah-olah dirinya sedang dipanggang hidup-hidup hingga mengangkat gelas sloki dan meneguk cepat red wine sampai tak tersisa. Kerongkongannya terasa tandus, namun tak kunjung lega walau dibasahi sebotol wine termahal sekalipun.
"Sialan!" geramnya kepanasan.
Bukan karena alur cerita yang buruk, justru dia menyukai perjalanan sepasang kekasih yang mau menerima lelakinya setelah mengalami kecelakaan hebat sampai amnesia dan tidak punya harapan untuk bertahan hidup. Walau ending cukup dramatis di mana mereka akhirnya menikah sebelum karakter pria meninggal dunia, namun garapan sutradara 'From The End' tersebut layak mendapat apresiasi dari para penikmat film.
Yang menjadi perhatian Dean adalah aktris yang memerankan Cecilia di sana. Setiap adegan erotis seakan memancing hasrat Dean untuk ikut bergabung, menimbulkan keinginan untuk menyingkirkan aktor yang seenaknya menikmati tubuh sintal itu. Tidak hanya kali ini saja. Sewaktu gala premier di El Capitan Theater pun, Dean terpaksa pergi sebelum film benar-benar selesai, membuat asistennya bertanya-tanya apakah sang atasan tengah mengalami masalah atau tidak.
"Tidak! Tentu saja tidak! Aku hanya ... membutuhkan sedikit udara segar," tandas Dean berdusta.
Louisa. Dia menyebut nama itu dalam hati, lantas meraih ponsel dan membaca deretan berita di internet kalau aktris di bawah Cross Agensi miliknya disambut antusias karena akting memukau bersama lawan main. Banyak komentar di berbagai media sosial menyorot kalau Louisa memiliki chemistry yang tidak bisa dilupakan oleh penggemar-penggemar barunya.
Angel998 : Dia memiliki bakat alami. Kenapa aku baru menemukan aktris cantik dan seksi sepertinya?
FrankJr : Aku mengaguminya sejak Louisa memerankan second lead karakter di film Darling and Valentines. Bisakah aku mengencani gadis ini? Lol!
SmthOl : Aku tidak memedulikan dengan siapa dia akan menjalin asmara, tapi bisakah kau menerima Steve? Dia sangat cocok untukmu, Lou!
Robert78 : Dia sangat hot. seolah-olah akulah yang bercinta dengannya.
"Cih! Apa mereka tidak bisa membedakan antara chemistry dengan keinginan untuk bercinta?" ketus Dean menutup aplikasi internet.
Dia kembali menuang wine ke dalam gelas selanjutnya bangkit dari sofa berbahan beludru. Menyesap pelan minuman anggur berkualitas tinggi tersebut sambil berjalan mendekati dinding kaca. Pemandangan di depan Dean sungguh menawan dengan memamerkan gagahnya bukit Beverly di mana jejak jingga tengah mengintip malu-malu sebelum benar-benar digantikan sinar rembulan. Langkahnya terhenti di balkon, merasakan hangat api menjilat-jilat perapian sementara semilir angin di akhir musim dingin sepertinya mulai menghangat menerpa kulit. Dia menggeleng pelan, manakala bayangan Louisa kembali menyergap berusaha membius alam bawah sadarnya lagi.
Dean tidak mau mengelak pesona Louisa benar-benar mengalihkan dunianya. Hasrat lelaki itu sering kali memuncak hanya memikirkan betapa memikat tiap lekuk tubuh si aktris. Seakan-akan Louisa adalah satu kekuatan yang berhasil menggetarkan detak jantung Dean yang telah lama mati. Membayangkan Louisa berada di bawah kungkungan Dean sambil meneriakkan nama hingga serak, memantik percikan aneh di perut lelaki itu.
"Dia membuatku gila," gumam Dean menggosok dagunya frustrasi.
Ditilik dari sepak terjang artis pendatang baru yang sering kali memerankan figuran. Kebanyakan dari mereka mencari jalan pintas untuk memuaskan malam-malam para sutradara, penulis skrip, hingga produser. Pernah sekali waktu, Dean mendengar desas-desus ada aktris yang putus asa ketika namanya tidak dapat bertahan di tengah persaingan. Walhasil, dia pun gencar mendekati dan menjadi jalang para petinggi perusahaan agar dirinya bisa bertahan.
Ah, tidak! Kurasa dia bukan tipikal wanita penjilat, Dean!
Beberapa saat bergelut dengan pikirannya sendiri, garis tipis di bibir Dean mengembang bagai secercah harapan di gelap malam. Dia teringat bahwa besok akan ada jumpa fans Louisa bersama para pemain From The End di San Diego Convention Center. Haruskah Dean mengundang Louisa secara pribadi untuk merayakan pencapaian setelah bertahun-tahun menjadi pemeran figuran? Sebagai pimpinan tertinggi, dia berhak dan tidak ada yang akan curiga kan kalau dirinya mencuri-curi kesempatan untuk memancing Louisa?
"Kita lihat saja," gumam Dean menarik senyum dan matanya berkilat penuh arti. "Apa kau bakal menolakku, Louisa."
Denting gelas bertumbukan hingga cairan sampanye nyaris tumpah mengecup meja di kelab malam area Sunset Trip yang dipesan khusus oleh manajer Louisa, Cory. Lelaki kemayu itu berdiri menjulang tinggi di atas sepatu bot kulit, menjunjung gelas ramping dan berteriak di antara hingar bingar musik EDM yang diputar keras-keras. Di bawah lampu-lampu laser yang bergerak dramatis mengikuti irama, iris biru terang Cory yang dihias wing eyeliner makin berbinar-binar saat bibirnya ikut mengembang. Dia membusungkan dada, menarik tangan Louisa untuk menyuruhnya berdiri dan berseru,"Congratulations untuk bintang kita! I love you, Bitches!"Cory meneguk sampanye tak memedulikan cairan kekuningan sampanye membasahi sweater oranye miliknya. Sebagai orang yang mendampingi Louisa selama beberapa tahun terakhir, dia patut bangga atas kerja keras sang artis. Siang-malam tak peduli cuaca buruk hingga menjadi cameo sekali pun, harus diakui kalau Louisa adalah perempuan yang patut diperhitungkan dalam dunia
Jiwanya sudah melayang jauh meninggalkan raga ketika ucapan Troy masih terngiang-ngiang di telinga. Semakin lama suara Troy semakin melubangi hati Louisa, menorehkan luka menganga yang begitu pedih bak ditaburi garam. Sesak. Louisa memukul dada dengan kepala tangan, berharap gumpalan menyakitkan ini bisa keluar dari sana. Udara di sekitar pun tak mampu menjernihkan akal sehat Louisa, malah meneriaki kalau kisah asmara yang dijalani bertahun-tahun kandas tanpa sebab.Kaleng-kaleng bir berserakan di balkon, tapi tidak mampu menghapus kesedihan Louisa. Semalaman dia duduk di sana seorang diri dan tidak membiarkan Cory menemani. Bergulat dengan isi kepala, mengorek-ngorek kilasan pernyataan teman-temannya tentang sikap Troy yang sama sekali tidak menunjukkan sebagai kekasih setia. Sekarang dia tenggelam dalam kubangan penderitaan akibat terlalu berpikiran positif pada Troy, padahal sudah terlihat jelas kalau lelaki itu tidak seperti dulu lagi.Aroma cokelat hangat terendus di hidung Louis
Riuh suara penggemar di Convention Center memekakkan telinga ketika Louisa dan sang aktor utama--Tony Bowman berjalan menuju atas panggung, melambaikan tangan bersama beberapa pemain From The End lain di belakangnya. Jepretan puluhan kamera langsung memotret gerak-gerik para bintang tanpa melewatkan satu ekspresi di sana dan menyalurkan kilat begitu menyilaukan mata. Mereka duduk di atas kursi setelah dipersilakan oleh pembawa acara seraya memuji keberhasilan film roman yang mengharu biru, namun membawa penonton merasa kepanasan dengan adegan intim yang disajikan.Pembawa acara menyuruh Louisa berdiri untuk memberikan ucapan terima kasih atas antusias para penggemar yang meluangkan waktunya memenuhi gedung besar ini. Dia tersenyum lebar kembali melambaikan tangan dan berkata, "Hai, semuanya. Aku sungguh minta maaf terpaksa menggunakan kacamata karena tadi pagi ada insiden kecil mengenai mataku. Tapi, jangan khawatir, aku baik-baik saja selama bisa bertemu dengan kalian. Aku sungguh be
Louisa terpaku beberapa saat menangkap lelaki berkemeja abu-abu tengah berdiri menyambutnya di salah satu meja restoran. Iris biru samudra yang terasa gelap itu berkilat, bersamaan senyum miring tersungging di bibir tipisnya.Mr. Cross.Pelayan tadi menyilakan Louisa menghampiri CEO tersebut lantas dia melengang pergi. Bola mata Louisa melirik ke sekitar sementara kakinya mengayun mendatangi Dean yang tidak memalingkan perhatian."Eng ... apakah hanya kita berdua?" tanya Louisa begitu Dean menarik kursi untuknya dan mereka duduk berhadapan."Ya," jawab Dean. "Karena aku tidak mau ada wartawan sialan yang menyerangmu dengan pertanyaan bodoh itu. Bikin pusing saja."Sialan! umpat Louisa begitu mendengar Dean telah mengetahui gosip yang menerpa dirinya dan Troy.Dia tak langsung menanggapi, malah memerhatikan penampilan Dean dari dekat. Kemeja putih yang dibungkus setelan jas abu-abu gelap begitu pas di badan kekar pria itu, menonjolkan lekuk otot biseps yang begitu terlatih. Apalagi kan
"Damn! Are you serious?" Cory nyaris menggelindingkan bola mata setelah mengetahui detail cerita Louisa. "Ah, pantas saja ada seorang petugas hotel yang menanyakan nama kita dan langsung mengantarkanku ke kamar yang dipesan olehnya, Lou. Sudah kubilang kan, tidak ada yang gratis di dunia ini kalau kau berhadapan dengan Mr. Cross. Uang dan wanita adalah hal yang bisa dia gapai dengan satu jentikan."Cory mengabaikan siaran Netflix yang sedang menunjukkan adegan di mana sepasang kekasih tengah bercumbu di pinggir pantai hingga menanggalkan satu-persatu pakaian mereka. Sementara Louisa makin terlihat lesu sekaligus bingung sampai-sampai dia merangkul bantal dan kembali menangis. Sebagai manajer sekaligus seorang teman baik, Cory menepuk bahu Louisa dengan memberi beberapa opsi seraya menerka-nerka apa maksud Dean menawari hubungan itu.Dia sendiri tidak menduga kalau Dean akan meminta Louisa menjadi teman kencan di saat ada banyak perempuan yang lebih pantas. Bukannya Cory merendahkan fi
Menjelang musim semi, cuaca tidak sedingin sebelumnya apalagi pendar matahari tak lagi malu-malu untuk menyalurkan kehangatan. Barangkali mentari memang tidak mengenal rasa lelah ketika Los Angeles tempat yang cocok untuk disinari sepanjang tahun walau musim dingin tiba. Berbekal kaus tipis dengan celana selutut, Dean berlari di pinggir pantai Del seraya mendengarkan musik melaluiearphonelantas mengedarkan pandangan ke arah butiran pasir putih nan berkilau. Peluh keringat membanjiri dahi juga turun ke riak-riak ototnya tak lantas membuat lelaki itu berhenti. Dean lebih suka menghabiskan paginya dengan berolahraga, menikmati yang disuguhkan alam sebelum tercemar oleh polusi dan disibukkan kegiatan di pusat kota San Diego.Selepas ini, dia harus kembali untuk berdiskusi bersama beberapa petinggi perusahaan terkait kerja sama Cross Agency dengan salah satu agensi
Sebenarnya menyetujui untuk berhubungan dengan Dean, si pria aneh yang suka menyuruh-nyuruh itu kadang membuat Louisa waswas. Bolak-baik dia mengecekheadline newsdi beberapa media sosial, takut kalau ada seseorang mengunggah foto di Coronado sewaktu Dean menarik lengan dan memagut bibirnya. Dia khawatir kalau orang-orang beranggapan Louisa mengencani Dean karena mencari pelampiasan setelah kisah asmaranya bersama Troy terkuak dan berakhir menyedihkan.Selain itu, semalam ibunya--Karoline--menelepon melalui sambunganvideo calldan berkata kalau Louisa tidak perlu menangisi pria brengsek macam Troy. Mengingat Louisa sempat meninggalkan panggung SDCC saat mendapat pertanyaan dari salah satu penggemar. Karoline berpendapat bahwa itu bukan karakter seorang publik figur yang mesti ditunjukkan sang anak apalagi kepada penggemar yang susah payah me
Sebagai seorang profesional, tidak mungkin Louisa membatalkan perjanjian dengan fotografer hanya karena gosip dan pertikaiannya bersama Dean di lobi. Walau hatinya terbakar sampai ke ubun-ubun sampai ingin mematahkan setiap tulang pria tukang perintah itu, Louisa terpaksa harus menarik garis bibir di depan koleganya. Mengabaikan perhatian Dean yang mengamatinya tanpa berkedip sambil melipat tangan di dada, memancarkan keangkuhan di ruangan ini.Cih! Menyebalkan!Ratusanblitzmengabadikan ekspresi wajah Louisa tengah mengenakan gaun satin putih berpotongan cukup panjang di bagian paha kiri, menampakkan kulit putih pucat sementara bagian dada sangat rendah seakan-akan area itu nyaris tumpah ruah ditambah hiasan tali spageti tuk memamerkan punggung telanjang. Rambut cokelat madu Louisa dibiarka
"Ke mana kita?" tanya Louisa penasaran mengapa matanya harus diberi penutup mata."Rahasia," kata Dean melajukan mobil Ranger Over hitam mengilap melintasi jalan Brudermühlstraße sebelum belok kiri menuju Schäftlarnstraße dengan bantuan Google Map.Butuh waktu setidaknya hampir dua jam lebih untuk bisa sampai di sebuah pulau kecil yang ada di lepas pantai Bavaria. Di sana ada sebuah danau cantik yang menghubungkan tiga negara sekaligus, Swiss, Austria, dan Jerman. Jujur saja, semenjak menginjakkan kaki di sini, Dean dibuat jatuh cinta akan pesona-pesona bangunan bersejarah yang disajikan tanah kelahiran kekasihnya. Bagaimana tidak, Dean serasa ditarik melewati lorong waktu di mana kerajaan Eropa tengah berjaya sebelum beberapa tempat rusak akibat perang dunia juga perang saudara antara Jerman Barat dan Timur.Dia tersenyum tipis akhirnya bisa memberi kejutan selepas Louisa kembali ke Jerman. Dia tidak ingin terburu-buru, apalagi setelah delapan tahun banyak hal yang ingin Dean ketahui
Bukan Dean Cross bila tidak menyiapkan segalanya begitu rapi. Sangat rapi sampai-sampai Louisa berpikir bahwa lelaki itu masih suka mendominasi segalanya seperti dulu. Tak disangka kalau ternyata asisten Dean telah bertemu keluarga Louisa juga Cory lantas meminta mereka menaiki sebuah mobil Mercedes Benz Sprinter hitam yang bisa memuat cukup banyak penumpang. Padahal sejujurnya Louisa bisa membawa mobilnya sendiri, namun Dean meminta--lebih tepatnya memerintah--agar memarkirkan kendaraan tersebut sementara waktu. Dean tidak dapat mengalihkan pandangan barang sedetik dan tidak sungkan-sungkan menggenggam tangan Louisa begitu erat. Dia memuji kecantikan gadis itu dan berpendapat bahwa fitur wajah pujaan hatinya diturunkan dari sang ibu. Karoline dan suaminya terbahak-bahak, sementara Louisa tersipu malu. Kini, tidak ada lagi ketegangan di antara mereka layaknya delapan tahun yang pernah menerjang gadis itu. Dean secara pribadi menemui orang tua dan kakak Louisa setiap tahun secara se
Kilat kamera langsung berkelip-kelip manakala Louisa memasuki areared carpetdalam balutan gaun tulle Valentino Couture berwarna hijau zamrud yang dipadu sepatu bertumit tinggi danclutchJimmy Choo. Banyak yang memuji kecantikan Louisa karena detail silan di bagian belakang menampilkan punggung sementara bagian depan potongan V rendah serta pita berpinggang tinggi menonjolkan lekuk tubuh rampingnya. Tidak perlu riasan dan perhiasan mencolok, cukup pulasan warnafuschiadi bibir dan pipinya diberiblushkemerahan agar tampak segar dan bercahaya.Dia tersenyum ke segala arah membiarkan fotografer mengabadikan dirinya sebelum masuk ke aula utamaSchlosstheater Schönbrunn,Austria. Di sana keluarga dan manajernya ikut hadir sebagai tamu undangan peluncuran filmhistorical rom
8 tahun kemudianIngar-bingar tepuk tangan dan suitan terdengar memenuhi aula utamaAltonaer KaispeicherHamburg di mana ajang tahunan perfilman Jerman digelar. Bukan hanya film dan serial TV nasional saja yang akan memenangkan penghargaan dalam beberapa kategori, tapi juga film internasional serta aktor-aktris terbaik melalui pemungutan suara online. Sehingga setiap tahun, orang-orang selalu antusias menanti siapa yang menjadi pemenang.Seorang gadis mengenakanhalter dresskuning mencolok nan kontras dari kulitnya yang putih bak porselen memperlihatkan punggung serta belahan paha yang cukup menggoda. Balutan sepatu bertumit tinggi keemasan berhias mutiara berkilau, tatanan rambutsimpledenganbelah tengah serta riasan&nbs
Dunia seperti berhenti berotasi manakala mereka masih terpaku oleh jarak. Hanya saling mengunci pandang dalam iris mata yang memancarkan jutaan rasa rindu yang kini meledak tanpa bisa dikendalikan. Kornea Dean memerah, tidak menyangka jika gadis itu mau menemuinya setelah bersusah payah mencari cara tuk menarik perhatian Louisa. Dia pikir hanya dengan lukisan-lukisan di SDMA tersebut Louisa mau membuka kembali komunikasi bersamanya lagi. Namun, semua itu di luar ekspektasi Dean sampai harus terbang jauh-jauh menjemput sang pujaan.Ayo, Dean, kau harus menemuinya!Batin Dean memerintah otaknya agar memaksa kaki berbalut pantofel hitam mengilap tuk menepis jarak yang masih membentang. Tak mampu berkedip hanya karena takut jika di depan Dean itu adalah sebuah fatamorgana di antara kegersangan yang menerpa dirinya.
Musim panas di belahan mana pun menjadi musim penuh festival, baik pertunjukan musik, film, pameran budaya, hingga festival makanan. Binar mentari yang lebih lama menerangi Jerman membuat sebagian besar orang-orang menghabiskan waktu untuk bersantai dan menikmati acara secara gratis maupun berbayar. Salah satunya pertunjukan kompetisi balet anak-anak dan remaja yang turut diikuti gadis-gadis dari studio milik Karoline. Mereka berkompetisi, menampilkan tarian-tarian terbaik diiringi lagu-lagu klasik yang dramatis hingga penonton ikut terhanyut di dalamnya.Riuh tepuk tangan pecah ketika formasi tujuh orang anak perempuan mengenakan kostum balet ungu dihias sayap kupu-kupu nan berkilau muncul. Salah satu dari mereka melambaikan tangan tanpa berdosa ke arah Louisa yang berdiri di balik tirai panggung menanti gilirannya keluar, menerbitkan senyum lebar hingga rona merah muncul di pipi
Tanpa sepengetahuan Cory, diam-diam di balkon kamar Louisa, dia membuat akun palsu untuk mencari tahu lebih lanjut tentang lukisan-lukisan itu. Rasa penasaran masih membelenggu mengetahui pada akhirnya Dean memamerkan sesuatu yang tidak pernah terpikirkan setelah skandal itu terjadi. Terutama, bagaimana Dean bisa memajang semua gambaran dirinya dengan judul-judul berbahasa Italia yang apabila dirangkai menjadi sebuah permohonan maaf. Namun, satu yang menarik perhatian adalah dari mana Dean mendapatkan dirinya tengah memakai gaun balet saat syuting di Houston? Dia ingat bahwa Dean tidak ada di sana. Apa mungkin potongan video itu masih disimpan pihak rumah produser AnB?Ada sesuatu yang terasa hangat membanjiri dirinya saat membaca satu demi satu komentar orang-orang. Entah itu penggemarnya, penikmat seni, atau orang-orang yang dulu menghujat Louisa akibat terpancing isu panas itu.
"Serius dia yang membuatnya?" ucap seorang pengunjung SDMA--San Diego Museum of Art--ketika berada di spot lukisan-lukisan milik Dean. Dia berdiri di depan mahakarya berjudulPazza di teyang diambil dari bahasa Italia yang berarti gila untukmu. Berusaha tidak percaya, tapi nama pelukis yang tertera di bawahnya bukan sebuah halusinasi semata. Dia menganga lebar, berdecak kagum atas buah tangan pria yang selama ini selalu dikira orang-orang sebagai lelaki pemikat wanita, namun pecundang."Wah,This is crazy man!Kenapa dia tidak pernah menunjukkan bakatnya? Kupikir dia hanya bisa memuaskan perempuan saja, haha..." timpal yang lain. "Aku suka suasananya solah-olah sedang melihat gadis itu menari di atas panggung. Apa dia pelukis impresionisme seperti Marry Cassatt?""Vladimir Volegov?
Bidikan kamera mengabadikan sosok Dean dalam setelan formal dalam sebuah konferensi pers setelah berbulan-bulan tidak ada pernyataan resmi dari bibir pria itu. Di aula gedung Cross Agency yang dipenuhi wartawan, dia duduk didampingi sang asisten juga petinggi agensi sambil sesekali mengatur napas tuk menutupi kegugupan usai sekian lama bungkam bagai pengecut. Skandal yang menyandung namanya terkait kematian mendiang Oliver, masa lalu bersama Anastasia, hingga Louisa Bahr beruntun ke beberapa aktris dan aktor yang memutuskan hengkang dari sana, akan diluruskan Dean.Selama berhari-hari selepas Mr. Reese memberinya wejangan, Dean lebih banyak merenungi setiap kata yang diucapkan lelaki itu. Menilik betapa bajingan dirinya, termasuk sifat egois yang menghancurkan mimpi seseorang. Cinta telah membuat Dean buta setengah mati, mengubah dirinya menjadi manusia manipulatif juga obsesif. D