"Ke mana kita?" tanya Louisa penasaran mengapa matanya harus diberi penutup mata."Rahasia," kata Dean melajukan mobil Ranger Over hitam mengilap melintasi jalan Brudermühlstraße sebelum belok kiri menuju Schäftlarnstraße dengan bantuan Google Map.Butuh waktu setidaknya hampir dua jam lebih untuk bisa sampai di sebuah pulau kecil yang ada di lepas pantai Bavaria. Di sana ada sebuah danau cantik yang menghubungkan tiga negara sekaligus, Swiss, Austria, dan Jerman. Jujur saja, semenjak menginjakkan kaki di sini, Dean dibuat jatuh cinta akan pesona-pesona bangunan bersejarah yang disajikan tanah kelahiran kekasihnya. Bagaimana tidak, Dean serasa ditarik melewati lorong waktu di mana kerajaan Eropa tengah berjaya sebelum beberapa tempat rusak akibat perang dunia juga perang saudara antara Jerman Barat dan Timur.Dia tersenyum tipis akhirnya bisa memberi kejutan selepas Louisa kembali ke Jerman. Dia tidak ingin terburu-buru, apalagi setelah delapan tahun banyak hal yang ingin Dean ketahui
Desau terdengar memenuhi lift ketika sejoli tengah diselimuti hasrat menggebu mengaburkan akal sehat. Pagutan kasar yang saling mencecap mengisyaratkan betapa lapar mereka akan surga dunia. Begitu lift terbuka, lelaki berperawakan besar berambut pirang menarik si perempuan menuju salah satu kamar apartemen dengan tak sabar, mengabaikan bibir bengkak maupun kancing kemeja yang tersingkap sampai menampilkan sedikit pahatan dada. Mendorong pintu bercat hitam metalik lantas menyambar kembali bibir sensual sang pujaan, mendesak ke dinding seraya mengangkat sebelah kaki jenjang tuk melingkari pinggulnya."You're so fucking good," erang si pria terbakar gairah.Atmosfer di ruang mewah dengan interior modern makin terasa panas membakar kulit, manakala jari lentik di sana meremas bokong kekasihnya ketika penyatuan itu terjadi. Berbarengan desahan makin memenuhi tiap sudut executive room berdinding putih gading. Dia menggerakkan pinggul seirama hunjaman penuh kenikmatan, mendongakkan kepala memb
Denting gelas bertumbukan hingga cairan sampanye nyaris tumpah mengecup meja di kelab malam area Sunset Trip yang dipesan khusus oleh manajer Louisa, Cory. Lelaki kemayu itu berdiri menjulang tinggi di atas sepatu bot kulit, menjunjung gelas ramping dan berteriak di antara hingar bingar musik EDM yang diputar keras-keras. Di bawah lampu-lampu laser yang bergerak dramatis mengikuti irama, iris biru terang Cory yang dihias wing eyeliner makin berbinar-binar saat bibirnya ikut mengembang. Dia membusungkan dada, menarik tangan Louisa untuk menyuruhnya berdiri dan berseru,"Congratulations untuk bintang kita! I love you, Bitches!"Cory meneguk sampanye tak memedulikan cairan kekuningan sampanye membasahi sweater oranye miliknya. Sebagai orang yang mendampingi Louisa selama beberapa tahun terakhir, dia patut bangga atas kerja keras sang artis. Siang-malam tak peduli cuaca buruk hingga menjadi cameo sekali pun, harus diakui kalau Louisa adalah perempuan yang patut diperhitungkan dalam dunia
Jiwanya sudah melayang jauh meninggalkan raga ketika ucapan Troy masih terngiang-ngiang di telinga. Semakin lama suara Troy semakin melubangi hati Louisa, menorehkan luka menganga yang begitu pedih bak ditaburi garam. Sesak. Louisa memukul dada dengan kepala tangan, berharap gumpalan menyakitkan ini bisa keluar dari sana. Udara di sekitar pun tak mampu menjernihkan akal sehat Louisa, malah meneriaki kalau kisah asmara yang dijalani bertahun-tahun kandas tanpa sebab.Kaleng-kaleng bir berserakan di balkon, tapi tidak mampu menghapus kesedihan Louisa. Semalaman dia duduk di sana seorang diri dan tidak membiarkan Cory menemani. Bergulat dengan isi kepala, mengorek-ngorek kilasan pernyataan teman-temannya tentang sikap Troy yang sama sekali tidak menunjukkan sebagai kekasih setia. Sekarang dia tenggelam dalam kubangan penderitaan akibat terlalu berpikiran positif pada Troy, padahal sudah terlihat jelas kalau lelaki itu tidak seperti dulu lagi.Aroma cokelat hangat terendus di hidung Louis
Riuh suara penggemar di Convention Center memekakkan telinga ketika Louisa dan sang aktor utama--Tony Bowman berjalan menuju atas panggung, melambaikan tangan bersama beberapa pemain From The End lain di belakangnya. Jepretan puluhan kamera langsung memotret gerak-gerik para bintang tanpa melewatkan satu ekspresi di sana dan menyalurkan kilat begitu menyilaukan mata. Mereka duduk di atas kursi setelah dipersilakan oleh pembawa acara seraya memuji keberhasilan film roman yang mengharu biru, namun membawa penonton merasa kepanasan dengan adegan intim yang disajikan.Pembawa acara menyuruh Louisa berdiri untuk memberikan ucapan terima kasih atas antusias para penggemar yang meluangkan waktunya memenuhi gedung besar ini. Dia tersenyum lebar kembali melambaikan tangan dan berkata, "Hai, semuanya. Aku sungguh minta maaf terpaksa menggunakan kacamata karena tadi pagi ada insiden kecil mengenai mataku. Tapi, jangan khawatir, aku baik-baik saja selama bisa bertemu dengan kalian. Aku sungguh be
Louisa terpaku beberapa saat menangkap lelaki berkemeja abu-abu tengah berdiri menyambutnya di salah satu meja restoran. Iris biru samudra yang terasa gelap itu berkilat, bersamaan senyum miring tersungging di bibir tipisnya.Mr. Cross.Pelayan tadi menyilakan Louisa menghampiri CEO tersebut lantas dia melengang pergi. Bola mata Louisa melirik ke sekitar sementara kakinya mengayun mendatangi Dean yang tidak memalingkan perhatian."Eng ... apakah hanya kita berdua?" tanya Louisa begitu Dean menarik kursi untuknya dan mereka duduk berhadapan."Ya," jawab Dean. "Karena aku tidak mau ada wartawan sialan yang menyerangmu dengan pertanyaan bodoh itu. Bikin pusing saja."Sialan! umpat Louisa begitu mendengar Dean telah mengetahui gosip yang menerpa dirinya dan Troy.Dia tak langsung menanggapi, malah memerhatikan penampilan Dean dari dekat. Kemeja putih yang dibungkus setelan jas abu-abu gelap begitu pas di badan kekar pria itu, menonjolkan lekuk otot biseps yang begitu terlatih. Apalagi kan
"Damn! Are you serious?" Cory nyaris menggelindingkan bola mata setelah mengetahui detail cerita Louisa. "Ah, pantas saja ada seorang petugas hotel yang menanyakan nama kita dan langsung mengantarkanku ke kamar yang dipesan olehnya, Lou. Sudah kubilang kan, tidak ada yang gratis di dunia ini kalau kau berhadapan dengan Mr. Cross. Uang dan wanita adalah hal yang bisa dia gapai dengan satu jentikan."Cory mengabaikan siaran Netflix yang sedang menunjukkan adegan di mana sepasang kekasih tengah bercumbu di pinggir pantai hingga menanggalkan satu-persatu pakaian mereka. Sementara Louisa makin terlihat lesu sekaligus bingung sampai-sampai dia merangkul bantal dan kembali menangis. Sebagai manajer sekaligus seorang teman baik, Cory menepuk bahu Louisa dengan memberi beberapa opsi seraya menerka-nerka apa maksud Dean menawari hubungan itu.Dia sendiri tidak menduga kalau Dean akan meminta Louisa menjadi teman kencan di saat ada banyak perempuan yang lebih pantas. Bukannya Cory merendahkan fi
Menjelang musim semi, cuaca tidak sedingin sebelumnya apalagi pendar matahari tak lagi malu-malu untuk menyalurkan kehangatan. Barangkali mentari memang tidak mengenal rasa lelah ketika Los Angeles tempat yang cocok untuk disinari sepanjang tahun walau musim dingin tiba. Berbekal kaus tipis dengan celana selutut, Dean berlari di pinggir pantai Del seraya mendengarkan musik melaluiearphonelantas mengedarkan pandangan ke arah butiran pasir putih nan berkilau. Peluh keringat membanjiri dahi juga turun ke riak-riak ototnya tak lantas membuat lelaki itu berhenti. Dean lebih suka menghabiskan paginya dengan berolahraga, menikmati yang disuguhkan alam sebelum tercemar oleh polusi dan disibukkan kegiatan di pusat kota San Diego.Selepas ini, dia harus kembali untuk berdiskusi bersama beberapa petinggi perusahaan terkait kerja sama Cross Agency dengan salah satu agensi