Louisa terpaku beberapa saat menangkap lelaki berkemeja abu-abu tengah berdiri menyambutnya di salah satu meja restoran. Iris biru samudra yang terasa gelap itu berkilat, bersamaan senyum miring tersungging di bibir tipisnya.
Mr. Cross.
Pelayan tadi menyilakan Louisa menghampiri CEO tersebut lantas dia melengang pergi. Bola mata Louisa melirik ke sekitar sementara kakinya mengayun mendatangi Dean yang tidak memalingkan perhatian.
"Eng ... apakah hanya kita berdua?" tanya Louisa begitu Dean menarik kursi untuknya dan mereka duduk berhadapan.
"Ya," jawab Dean. "Karena aku tidak mau ada wartawan sialan yang menyerangmu dengan pertanyaan bodoh itu. Bikin pusing saja."
Sialan! umpat Louisa begitu mendengar Dean telah mengetahui gosip yang menerpa dirinya dan Troy.
Dia tak langsung menanggapi, malah memerhatikan penampilan Dean dari dekat. Kemeja putih yang dibungkus setelan jas abu-abu gelap begitu pas di badan kekar pria itu, menonjolkan lekuk otot biseps yang begitu terlatih. Apalagi kancing teratasnya dibiarkan terbuka memamerkan kalung emas berliontin satu sayap. Sementara telinga kiri Dean terdapat satu tindik keperakan yang dirasa Louisa benar-benar bagai pria berandal.
Namun, di balik penampilannya yang luar biasa menawan, seksi, juga menggoda, ucapan Dean benar-benar terkesan angkuh, tapi tidak dipungkiri kalau itulah kenyataannya sekarang. Dia enggan bertemu wartawan dan harus menjawab pertanyaan mereka tentang Troy.
Pandangan mata Louisa mengarah ke garis bibir kemerahan Dean yang menenggak wine sampai habis tanpa menyentuh makanannya sama sekali. Lantas berpindah pada gerakan jakun di leher lelaki itu. Betapa menyenangkannya andai Louisa memberi kecupan dia sana.
Sadarlah, Lou! Jangan terlena dengan calon pencabut nyawamu! Ingatlah, tetap sadar!
Sialnya, alam bawah sadar Louisa menyuruh untuk tetap waras sekaligus waspada atas apa yang bakal terjadi nanti. Sementara sisi lainnya yang sedang hampa usai ditinggal Troy bak kehausan ingin menikmati pemandangan seperti ini untuk beberapa saat ke depan. Belum tentu akan ada kesempatan bisa satu meja dengan petinggi agensi seperti Dean. Batinnya berbisik kalau mimpi buruk Louisa bisa berakhir dengan mimpi indah sampai tuntas hanya menikmati malam bersama salah satu ciptaan Tuhan paling sempurna!
Dewi batin Louisa juga berkata bahwa biarlah dia mati dalam kedamaian asalkan berada dalam pelukan Dean yang sehangat kecupan mentari. Sebuah mimpi konyol di tengah-tengah keputusasaan juga kenikmatan sesaat yang bertemu dalam satu waktu. Mana mungkin hal tersebut bakal terjadi? Tapi, dia ingat apa yang dikatakan Cory itu benar, perempuan yang mendekati Dean harus berhati-hati agar tidak terjebak oleh rayuan berujung ambisi untuk mendapatkan hati sang CEO.
"Bisa kau lepas kacamatamu itu, Ms. Bahr?" pinta Dean dengan suara rendah di telinga. Nyaris seperti bisikan sensual. "Aku merasa kau tidak menghargai pertemuan ini."
"Jangan bilang Anda akan menusuk mataku dengan garpu agar bisa membunuhku dengan mudah," kata Louisa berintonasi cepat. Tidak salah kan dia menuduh Dean yang mengajaknya berbicara empat mata?
Beberapa saat Dean menganga lebar kemudian terpingkal-pingkal atas pikiran tak senonoh Louisa. Barisan gigi putih nan rapi juga bibir kemerahan itu malah menaikkan daya pikat Dean ke titik tak terbatas. Apalagi sinar mata biru samudranya bercahaya bagai bulan menerangi wajah lelaki itu. Dia menjilat bibir dengan lidah membuat Louisa berimajinasi bagaimana jikalau dirinya yang berada di sana? Menikmati belaian erotis Dean untuk melupakan sakit hatinya?
"Kau pikir aku apa? Lepas kacamatamu!" perintah Dean tegas melenyapkan senyum lebar di wajah.
Sial sungguh sial! Otak Louisa seperti disuntik bius, luluh begitu saja mendengar permintaan yang terkesan memerintah. Sementara dewi batinnya menguatkan kalau di sini tidak ada orang, jadi tidak perlu malu bagi Louisa bersikap apa adanya di depan Dean. Termasuk matanya yang bengkak dan menyedihkan.
Gadis itu mengangkat bahu sambil melipat kacamata dan menyimpannya dalam clutch hitam. "See? Aku benar-benar buruk, Mr. Cross, tapi Cory memaksa untuk menemui Anda. Selain itu ... agak aneh kalau Anda mengajak untuk bertemu secara pribadi di tempat sebesar ini."
"Kenapa memangnya,
Ms. Bahr?" tanya Dean menuangkan wine ke dalam gelas miliknya. "Aku di sini menghiburmu. Minumlah! Dari tadi kau mengabaikan hidangan itu"Apa aku tidak salah dengar?
Sebelah alis Louisa terangkat sebelah mencari-cari maksud terselubung di balik mata biru samudra Dean. Dia mengembuskan napas seakan mengibarkan bendera putih tak mampu membuka lapis demi lapis isi kepala pria di depannya. Terlalu rumit seperti labirin dengan ratusan pintu yang tidak bisa dia pilih sekali waktu. Malah spekulasi Louisa makin menguat tentang rencana pembunuhan Dean walau lelaki itu membantah. Jemarinya meremas clutch, pelan-pelan membuka untuk mengambil semprotan cabai, sekadar berjaga-jaga ada sesuatu yang buruk terjadi.
Namun, Dean masih terlihat begitu tenang bagai air yang tidak bisa diselami seberapa deras arusnya. Aura dan cara pandang Dean kepada Louisa membuatnya terbius oleh ratusan botol chlorofom. Dean terlalu mahir memanipulasi keadaan atau dirinyalah yang mulai terlena dan terjerembap dalam jebakan indah ini.
"Minumlah!" perintah Dean sekali lagi, menunjuk gelas wine dengan dagu.
"Aku tidak paham apa maksud Anda, Mr. Cross. Anda benar-benar tidak merencanakan sesuatu yang buruk kan?" tanya Louisa berusaha mencari jalan keluar untuk tidak kena tipu daya Dean. Namun, jemarinya menuruti perintah Dean. Lagi. Memeluk kaki gelas dan menghirup sebentar aroma anggur sebelum menyesapnya pelan. Sial, walau meneguk minuman enak itu, bola mata Louisa seolah-olah enggan berpaling dari tatapan mendominasi Dean. Apakah dia sudah mulai lupa caranya berkedip?
Louisa mencoba menggapai-gapai apa pun untuk membuatnya bertahan agar tidak semakin jatuh ke dalam lubang yang digali Dean. Patah hati. Kalau memang ingin membunuhnya, kenapa wine yang ditenggak tidak langsung membuat jantungnya lemah? Kenapa dia masih tersadar penuh dan terfokus pada cara pandangan Dean? Louisa berpaling, menelan ludah sambil merutuk dalam hati.
Biru samudranya sangat memesona.
"Aku senang kau mendapat pujian banyak orang. Itu yang pertama," ungkap Dean menghidu gelas wine sebelum menyesap. Gerakan tangannya memegang gelas tampak begitu elegan dan berkelas bagi Louisa. Dia mengamati urat nadi Dean yang terlihat jelas, kembali membayangkan jika jemari Dean menelusuri tiap lekuk tubuh dan memberikan jejak-jejak samar dengan bibir itu. Ketika meneguk minuman tersebut, biji mata Louisa langsung tertuju pada jakun Dean naik-turun. "Kedua. Aku mendengar kau dicampakkan kekasihmu." Ditaruh gelas itu di atas meja lantas membelai bibir kaca dengan telunjuk begitu perlahan.
"Aku rasa itu bukan sesuatu yang perlu dibahas," balas Louisa risi. "Saya pikir pertemuan ini akan lebih banyak membicarakan prestasiku, Mr. Cross."
"Oh ... naif sekali, Ms. Bahr. Prestasimu tak perlu kau agung-agungkan," ledek Dean terkekeh. "Semua orang punya timing atas kepopulerannya dan jangan terlalu membanggakan diri. Masih banyak hal yang perlu kau raih."
Dalam hati, Louisa ingin sekali mengumpat kasar. Kalau pertemuan pribadi mereka bukan untuk membahas pencapaiannya dalam film, lalu apa? Membahas dan menertawakan betapa sakit dan menyedihkan dirinya ditinggal pergi Troy? Atau justru bergosip kalau Troy terlalu murahan untuk perempuan seperti Louisa?
"Jadi? Jika Anda tidak membicarakan apa yang sudah kucapai, bukankah lebih baik aku pergi, Mr. Cross? Anda terlalu banyak membuag-buang waktu dan--"
"Berkencanlah denganku, Ms. Bahr!" potong Dean sebelum Louisa menyelesaikan kalimat membuat rahang gadis itu nyaris menyentuh permukaan lantai restoran.
Tuhan, mimpi buruk apa lagi ini?
"Damn! Are you serious?" Cory nyaris menggelindingkan bola mata setelah mengetahui detail cerita Louisa. "Ah, pantas saja ada seorang petugas hotel yang menanyakan nama kita dan langsung mengantarkanku ke kamar yang dipesan olehnya, Lou. Sudah kubilang kan, tidak ada yang gratis di dunia ini kalau kau berhadapan dengan Mr. Cross. Uang dan wanita adalah hal yang bisa dia gapai dengan satu jentikan."Cory mengabaikan siaran Netflix yang sedang menunjukkan adegan di mana sepasang kekasih tengah bercumbu di pinggir pantai hingga menanggalkan satu-persatu pakaian mereka. Sementara Louisa makin terlihat lesu sekaligus bingung sampai-sampai dia merangkul bantal dan kembali menangis. Sebagai manajer sekaligus seorang teman baik, Cory menepuk bahu Louisa dengan memberi beberapa opsi seraya menerka-nerka apa maksud Dean menawari hubungan itu.Dia sendiri tidak menduga kalau Dean akan meminta Louisa menjadi teman kencan di saat ada banyak perempuan yang lebih pantas. Bukannya Cory merendahkan fi
Menjelang musim semi, cuaca tidak sedingin sebelumnya apalagi pendar matahari tak lagi malu-malu untuk menyalurkan kehangatan. Barangkali mentari memang tidak mengenal rasa lelah ketika Los Angeles tempat yang cocok untuk disinari sepanjang tahun walau musim dingin tiba. Berbekal kaus tipis dengan celana selutut, Dean berlari di pinggir pantai Del seraya mendengarkan musik melaluiearphonelantas mengedarkan pandangan ke arah butiran pasir putih nan berkilau. Peluh keringat membanjiri dahi juga turun ke riak-riak ototnya tak lantas membuat lelaki itu berhenti. Dean lebih suka menghabiskan paginya dengan berolahraga, menikmati yang disuguhkan alam sebelum tercemar oleh polusi dan disibukkan kegiatan di pusat kota San Diego.Selepas ini, dia harus kembali untuk berdiskusi bersama beberapa petinggi perusahaan terkait kerja sama Cross Agency dengan salah satu agensi
Sebenarnya menyetujui untuk berhubungan dengan Dean, si pria aneh yang suka menyuruh-nyuruh itu kadang membuat Louisa waswas. Bolak-baik dia mengecekheadline newsdi beberapa media sosial, takut kalau ada seseorang mengunggah foto di Coronado sewaktu Dean menarik lengan dan memagut bibirnya. Dia khawatir kalau orang-orang beranggapan Louisa mengencani Dean karena mencari pelampiasan setelah kisah asmaranya bersama Troy terkuak dan berakhir menyedihkan.Selain itu, semalam ibunya--Karoline--menelepon melalui sambunganvideo calldan berkata kalau Louisa tidak perlu menangisi pria brengsek macam Troy. Mengingat Louisa sempat meninggalkan panggung SDCC saat mendapat pertanyaan dari salah satu penggemar. Karoline berpendapat bahwa itu bukan karakter seorang publik figur yang mesti ditunjukkan sang anak apalagi kepada penggemar yang susah payah me
Sebagai seorang profesional, tidak mungkin Louisa membatalkan perjanjian dengan fotografer hanya karena gosip dan pertikaiannya bersama Dean di lobi. Walau hatinya terbakar sampai ke ubun-ubun sampai ingin mematahkan setiap tulang pria tukang perintah itu, Louisa terpaksa harus menarik garis bibir di depan koleganya. Mengabaikan perhatian Dean yang mengamatinya tanpa berkedip sambil melipat tangan di dada, memancarkan keangkuhan di ruangan ini.Cih! Menyebalkan!Ratusanblitzmengabadikan ekspresi wajah Louisa tengah mengenakan gaun satin putih berpotongan cukup panjang di bagian paha kiri, menampakkan kulit putih pucat sementara bagian dada sangat rendah seakan-akan area itu nyaris tumpah ruah ditambah hiasan tali spageti tuk memamerkan punggung telanjang. Rambut cokelat madu Louisa dibiarka
Hanyut dalam dentuman musik EDM dari Zedd di Avalon Hollywood membuat pengunjung di sana berjingkrak-jingkrak menikmati kebebasan tanpa memikirkan beban kerja yang seharian ini membelenggu. Lampu-lampu laser aneka warna bergerak menyorot secara acak orang-orang di lantai dansa, mengangkat kedua tangan mengikuti irama disjoki sekaligus produser musik keturunan Rusia-Jerman tersebut.Berteriak menyanyikan bait demi bait seperti sedang mengolok percintaan Louisa yang begitu menyedihkan.Dia tidak tersinggung sama sekali karena itulah kenyataannya. Butuh satu malam untuk meredakan rasa sakit namun butuh bertahun-tahun untuk menghilangkan bekasnya. Sungguh menyedihkan!Give me one night to mend the painBecause the second we touch you'll forget the day
Dering ponsel begitu nyaring terdengar tak sabar hingga membuyarkan tidur panjang Louisa setelah semalaman bercinta. Dengan mata terpejam dan kerutan alis yang dalam, tangan kanannya meraba-raba mencari di mana benda sialan itu berada. Merutuk dalam hati mengapa di saat tenaganya belum benar-benar pulih harus ada panggilan mendesak yang mungkin tidaklah penting. Dia memicingkan mata begitu berhasil meraih ponsel yang berada di bawah pantat, mengamati nama Cory lalu menjawab panggilan itu dan berseru,"Apa kau tidak punya hati,huh!"Louisa menekanloudspeakermelempar begitu saja ponsel di samping hendak melanjutkan tidur. Bahkan nyawanya saja masih melayang-layang di alam mimpi sekadar mengulang betapa hebat percintaannya bersama Dean. Andai tidak ditelepon Cory, ingin sekali Louisa terlelap sampai nanti siang atau berlama-lama di atas kasur
Mungkin sebutan mantan terindah patut disematkan untuk Troy. Setidaknya begitu yang dipikirkan Louisa menanggapi kelakuan Dean benar-benar di luar batas. Tidak! Louisa menggeleng pelan, dua manusia itu memiliki karakter jauh berbeda walau pada dasarnya mereka sama-sama bajingan. Namun, artian teman kencan dalam otak Louisa sangat berbeda dengan si tukang perintah itu. Setelah dia berusaha memahami Dean hingga terlibat dalam pergumulan penuh gairah semalam, nyatanya ada sisi lain yang bermunculan. Memunculkan gelombang emosi lagi dan lagi. Dan tentu saja Louisa harus melawan selama dia berada di jalur yang benar. Apakah itu salah? Selain itu, bagaimana bisa perempuan-perempuan bertekuk lutut menuruti keinginan bajingan tampan itu? Apa karena dia bisa mengantarkan nafsu mereka ke puncak kenikmatan atau ...Dia suka ikat-mengikat?
Suara ketukan sepatu bertumbukan dengan lantai marmer terdengar makin mendekat tuk memecah keheningan. Berbarengan semerbak aroma daging panggang begitu menggugah selera datang setelah hidangan pembuka disajikan. Seorang lelaki berkumis dan mengenakan kemeja abu-abu yang ditutup rompi hitam tanpa lengan, menaruh piring saji di atas meja heksagonal bercat hitam metalik. Bola matanya mencerling sebentar ke arah Louisa yang tengah duduk tegak mengamati Dean sembari melempar tarikan tipis di bibir berpulas lipstik merah. Lantas, menjelaskan hidangan yang dipesan sejoli itu terdiri dari potongan dagingribeyedisiramdate purée--semacam saus kurma manis tinggi serat, dihias brokoli panggang renyah nan empuk, dan taburan kacang macadamia. Kombinasi epik ketika disanding dengan segelas wine Flowers Sonoma menyegarkan saat melintasi kerongkongan.Me