Sebagai seorang profesional, tidak mungkin Louisa membatalkan perjanjian dengan fotografer hanya karena gosip dan pertikaiannya bersama Dean di lobi. Walau hatinya terbakar sampai ke ubun-ubun sampai ingin mematahkan setiap tulang pria tukang perintah itu, Louisa terpaksa harus menarik garis bibir di depan koleganya. Mengabaikan perhatian Dean yang mengamatinya tanpa berkedip sambil melipat tangan di dada, memancarkan keangkuhan di ruangan ini.
Cih! Menyebalkan!
Ratusan blitz mengabadikan ekspresi wajah Louisa tengah mengenakan gaun satin putih berpotongan cukup panjang di bagian paha kiri, menampakkan kulit putih pucat sementara bagian dada sangat rendah seakan-akan area itu nyaris tumpah ruah ditambah hiasan tali spageti tuk memamerkan punggung telanjang. Rambut cokelat madu Louisa dibiarka
Hanyut dalam dentuman musik EDM dari Zedd di Avalon Hollywood membuat pengunjung di sana berjingkrak-jingkrak menikmati kebebasan tanpa memikirkan beban kerja yang seharian ini membelenggu. Lampu-lampu laser aneka warna bergerak menyorot secara acak orang-orang di lantai dansa, mengangkat kedua tangan mengikuti irama disjoki sekaligus produser musik keturunan Rusia-Jerman tersebut.Berteriak menyanyikan bait demi bait seperti sedang mengolok percintaan Louisa yang begitu menyedihkan.Dia tidak tersinggung sama sekali karena itulah kenyataannya. Butuh satu malam untuk meredakan rasa sakit namun butuh bertahun-tahun untuk menghilangkan bekasnya. Sungguh menyedihkan!Give me one night to mend the painBecause the second we touch you'll forget the day
Dering ponsel begitu nyaring terdengar tak sabar hingga membuyarkan tidur panjang Louisa setelah semalaman bercinta. Dengan mata terpejam dan kerutan alis yang dalam, tangan kanannya meraba-raba mencari di mana benda sialan itu berada. Merutuk dalam hati mengapa di saat tenaganya belum benar-benar pulih harus ada panggilan mendesak yang mungkin tidaklah penting. Dia memicingkan mata begitu berhasil meraih ponsel yang berada di bawah pantat, mengamati nama Cory lalu menjawab panggilan itu dan berseru,"Apa kau tidak punya hati,huh!"Louisa menekanloudspeakermelempar begitu saja ponsel di samping hendak melanjutkan tidur. Bahkan nyawanya saja masih melayang-layang di alam mimpi sekadar mengulang betapa hebat percintaannya bersama Dean. Andai tidak ditelepon Cory, ingin sekali Louisa terlelap sampai nanti siang atau berlama-lama di atas kasur
Mungkin sebutan mantan terindah patut disematkan untuk Troy. Setidaknya begitu yang dipikirkan Louisa menanggapi kelakuan Dean benar-benar di luar batas. Tidak! Louisa menggeleng pelan, dua manusia itu memiliki karakter jauh berbeda walau pada dasarnya mereka sama-sama bajingan. Namun, artian teman kencan dalam otak Louisa sangat berbeda dengan si tukang perintah itu. Setelah dia berusaha memahami Dean hingga terlibat dalam pergumulan penuh gairah semalam, nyatanya ada sisi lain yang bermunculan. Memunculkan gelombang emosi lagi dan lagi. Dan tentu saja Louisa harus melawan selama dia berada di jalur yang benar. Apakah itu salah? Selain itu, bagaimana bisa perempuan-perempuan bertekuk lutut menuruti keinginan bajingan tampan itu? Apa karena dia bisa mengantarkan nafsu mereka ke puncak kenikmatan atau ...Dia suka ikat-mengikat?
Suara ketukan sepatu bertumbukan dengan lantai marmer terdengar makin mendekat tuk memecah keheningan. Berbarengan semerbak aroma daging panggang begitu menggugah selera datang setelah hidangan pembuka disajikan. Seorang lelaki berkumis dan mengenakan kemeja abu-abu yang ditutup rompi hitam tanpa lengan, menaruh piring saji di atas meja heksagonal bercat hitam metalik. Bola matanya mencerling sebentar ke arah Louisa yang tengah duduk tegak mengamati Dean sembari melempar tarikan tipis di bibir berpulas lipstik merah. Lantas, menjelaskan hidangan yang dipesan sejoli itu terdiri dari potongan dagingribeyedisiramdate purée--semacam saus kurma manis tinggi serat, dihias brokoli panggang renyah nan empuk, dan taburan kacang macadamia. Kombinasi epik ketika disanding dengan segelas wine Flowers Sonoma menyegarkan saat melintasi kerongkongan.Me
Audi hitam mengilap nan tampak mewah itu membawa Dean dan Louisa di area gedung observatori Griffith. Bangunan berkubah gelap tersebut terlihat gagah di lereng selatan gunung Hollywood, dinding-dindingnya bercat putih dan disorot lampu kuning dari bawah untuk kesan dramatis. Di halaman gedung yang sangat luas ditumbuhi rerumputan hijau ada sebuah monumen memanjang juga teater Yunani. Biasanya ada pertunjukan, namun malam ini ditiadakan demieventlain yang lebih menarik. Dari sini mereka juga bisa melihat papan bertuliskan Hollywood sebagai ikon kota yang tidak boleh dilewatkan.Walau memakan waktu sekitar lima belas menit menggunakan roda empat, butuh usaha lagi agar bisa sampai ke puncak, sementara Dean melihat Louisa mengenakan boots berhak tinggi yang tidak memungkinkan gadis itu untuk berjalan lebih jauh. Untung saja tempat ini memiliki fasilitas 
Tangan kanannya sibuk memulas cat minyak di sebuah canvas yang sudah diberi dasar warna cokelat, menindih satu-persatu garis abstrak mulai dari walnut sebagai polesan di bagian pipi, telinga, hingga leher. Dilanjut hitam di bagian rambut yang menjuntai panjang menutupi bantal, sampai gradasicoffeedi bagian tulang hidung, dahi, dan sedikit di area kelopak mata. Kemudian warna abu-abu untuk mengisi sisa ruang di atas warna gelap tersebut sehingga terlihat ekspresi seorang perempuan tengah terlelap dengan bibir sensual disinari cahaya rembulan dari sisi kiri. Dean berhenti sejenak, mengamati sebentar lukisan setengah jadi di ruang pribadinya lalu mengulum senyum tipis.Mengabadikan wanita yang menghabiskan malam-malam bersamanya dalam sebuah canvas adalah hal yang tidak banyak publik tahu. Bagi lelaki itu, menggambar pose mereka sedang dibuai alam mimpi, mengenak
Sebenarnya Louisa tidak paham apa yang ditakutkan Dean terhadap sosok perempuan manis berkulit pucat di depannya ini. Seraya menyendok es krim vanila dalam mangkuk kecil, dia mengamati Christine sedang membuka bungkus makanan bertuliskan biskuit khusus balita. Amat sangat jelas bahwa tidak ada karakter nenek sihir yang pantas disematkan seperti ucapan Dean. Namun, aura mahal seperti seorangwoman bosslangsung terasa saat Christine melangkah masuk dan menyapa sang adik.Di sisi lain, Louisa sempat terperangah kaget pertama kali menjumpai Christine. Bagaimana tidak, wajahnya sungguh jauh berbeda dengan Dean kecuali rambut tembaga yang menjuntai hingga bahu. Selain itu, Louisa mengenal nama Christine Norris karena tahu bahwa dia adalah sebagai salah satu produser ternama dalam layar lebar bertajukThe Perfect Bride Warsyang pernah d
Pintu apartemen bercat biru laut terbuka memunculkan wajah lesu Louisa seraya melepas boots dan menaruhnya di rak sepatu. Air muka yang tadinya bersemangat menerima ajakan untuk ikutcastingberubah masam jikalau mengingat ucapan Dean yang menusuk-nusuk hati. Pria bermulut pedas yang selalu tidak mau kalah opini itu benar-benar berhasil membakar emosi Louisa. Ingin sekali dia melempar lelaki itu ke laut andai bisa, agar Dean mengerti kalau ada manusia di dunia ini pasti memiliki perasaan murni untuk saling mencintai tanpa pamrih maupun syarat. Memang kenapa dengan skrip yang akan ditampilkan Christine? Toh itu tidak menyinggung kehidupan pribadi Dean kan? Kenapa pula dia yang kebakaran jenggot?Dasar sinting!Mengenakan sandal putih, Louisa memaksakan kakinya untuk bergerak ke arahpantry&