Hampir seharian aku disibukkan oleh kegiatan mendekor ruangan yang akan dugunakan untuk perayaan hari jadi istri dari pemilik villa ini. Sebenarnya sudah ada WO yang mengatur dari kemarin, cuma tadi aku agak kurang sreg dan meminta pihak WO untuk mengatur ulang sesuai yang aku minta. Dan hasilnya cukup memuaskan, aku pastikan jika perempuan beruntung itu akan sangat senang saat menerima kejutan dari suaminya nanti.
Ada bagian sudut terdalamku yang terasa nyeri, sepertinya batinku sedang tidak sehat. Sebab dari kemarin hanya ada rasa iri dengki di dalam hatiku. Andai aku yang berada di posisi perempuan beruntung itu, mendapatkan suami yang begitu menyayanginya.Boro-boro dikasih kecutan seperti ini, yang ada hanya masalah yang terus kuterima seorang Ryan Ahmad Salim yang masih berstatus sebagai suamiku. Entah kapan hidipku akan bahagia, rasanya nasib percintaaku tak seberuntung mereka. Bukan kujutan yang aku dapat, tapi kenyataan jika aku akan dikembalikan kepada papa.Apa yang sudah aku Aamiin kan, nyatanya terwujud sesuai dengan apa yang kuminta. Tuhan masih berbaik hati terhadapku sehingga dalam sekejap posisi yang aku idamkan kini terwujud, nyatanya saat ini akulah perempuan yang paling beruntung itu. Sosok perempuan yang sudah membuatku iri, ternyata akulah si perempuan itu.Menjadi seorang istri dari pemilik villa yang kini telah melangsungkan acara yang sempat menimbulkan rasa dengki dalam hatiku. Faktanya akulah sang pemilik penuh acara ini. Demi apapun aku sama sekali tidak ingat jika hari ini merupakan hari jadiku, netraku berkaca-kaca karena terharu dan tidak menyangka jika Mas Ryan sanggup membuat kejutan yang istimewa seperti ini. Saking terharunya aku bahkan tidak mampu lagi mengungkapkan ini semua dengan kata-kata. Begitu pula Mas Ryan yang tidak melepaskan tautan jemari kami, seolah ingin memastikan jika aku tidak akan bisa pergi darinya lagi.Menoleh ke arahnya aku dibuat tak berdaya dengan tatapan yang Mas R
"Gitu kok sok-sokan mau kabur, apa kabar hati? Emang sudah siap kehilangan Mas Ryanmu?""Biarin sih, kan dia sudah siap jadi janda bukan begitu Bu Guru Nisya!""Stop it!jika kalian hanya ingin mengolokku mendingoutdari sini! Dasar menyebalkan."Sena, dan juga Yasa sejak satu jam yang lalu sosoknya tidak berhenti mendumel dan mencemoohku, terlebih saat melihatku yang tak ingin jauh dari Mas Ryan. Perpaduan yang begitu apik antara keceriwisan Sena, juga ucapan pedas Yasa. Kolaborasi mereka berdua berhasil membuatku tak berkutik, dan tak bisa kubalas dengan kalimat apapun. Sebab percuma kalau pun aku membalas mereka malah semakin menjadi, maka diam adalah pilihan teraikku biar pun tangan ini sudah teramat gatal ingin sekali menyumpal mulut mereka berdua agar berhenti bicara.Bodo amat, biarlah mereka berkata sesuka hati mereka yang terpenting aku sedang dalam mode tidak ingin jauh dari suamiku. Apalagi fakt
"Sebenarnya papa tidak ingin membicarakan tentang masa lalumu, Nisya. Tapi terpaksa papa harus melakukannya karena ini bersangkutan dengan apa yang menimpamu sekarang.""Pa cukup! Lihatlah kondisi anak kita, dia sudah tidak berdaya. Mama nggak mau ambil resiko dengan kondisi Nisya yang nantinya akan larut dalam penyesalan dan rasa bersalah. Mama enggak mau melihat Nisya terpuruk seperti dulu lagi, yang berkubang dengan rasa bersalahnya.""Tapi dia juga harus tahu yang sebenarnya, Ma. Bahwa yang terjadi baik dulu maupun sekarang itu adalah sebuah konspirasi orang yang sama. Dulu papa belum tahu kenyataan ini, tapi sekarang papa nggak akan tinggal diam. Dia sudah buat anak satu-satunya papa menderita, dan papa akan terus mencari orang ini sampai dapat di manapun dia bersembunyi!""Jadi, selama ini Nisya sudah salah membenci mereka, Pa. Bahkan mereka juga sama seperti Nisya yang menjadi korban," lirihku."Enggak, kamu sama sekali tidak bersal
"Mas, kita pulangnya nanti malam saja, ya?""Betah tinggal di sini?"Aku mengangguk membenarkan, sebab aku memang sudah merasa cocok dan nyaman saat pertama kali sampai di sini. Bukan karena tinggal di villa yang sejak awal aku anggap aneh ini, tapi lebih ke suasananya yang begitu sejuk dan damai."Di sini enak, Nisya merasa tenang tinggal di sini. Bukan karena di villa lhoh, ya. Ish, Mas tahu nggak kalau Nisya sempat mengolok pemilik villa ini?""Kenapa?""Ya karena ini sangat aneh saat pertama kali Nisya dengar dari Arka, kalau di sekitar rumahnya ada sebuah villa. Awalnya Nisya enggak percaya, sampai akhirnya Nisya lihat sendiri saat pagi berjalan-jalan menikmati udara segar. Mas tahu nggak apa yang ada dipikiran Nisya saat pertama kali melihat wujud villa ini?""Pasti jelek, ya?""No!Bukan itu, Mas. Nisya bukan mengolok bangunanya, tapi lebih ke pemiliknya.""Kenapa bisa begitu?""Karena menurut Nisya
Sesuai rencana yang sempat aku usulkan kepada papa, tentang pernikahan Yasa dan Didi agar dilakukan secepat mungkin. Kedua belah pihak keluarga sudah setuju akan itu, tepatnya hari ini akan dilangsungkan acara pernikahan mereka. Hanya butuh waktu tidak kurang dari satu bulan untuk mempersiapkan ini semua. Tentunya dengan diiringi drama dari Diandra yang kekeh membatalkan acara pernikahannya.Bahkan sampai saat akan melakukan akad nikah, keduanya pun masih melakukan perlawanan yang sama sekali tidak kami hiraukan. Sepasang calon pengantin itu sama-sama melakukan penawaran yang cukup membuat kami para keluarga merasa geli mendengarnya. Dan usaha mereka tentu saja sia-sia pada akhirnya, sebab penghulu juga para saksi yang ditunjuk sudah siap akan memulai acara ijab kabul yang dilakukan di kediaman sang mepelai wanita."Senyum, Di. Masa pengantinya cemberut gitu, nanti enggak ada yang berani kasih selamat, lhoh.""Masa bodo! Didi juga enggak peduli dengan itu."
"Kalian sudah kelas dua belas, fokus kalian bukan untuk main-main dan bikin masalah lagi. Sudah cukup waktu dua tahun kalian habiskan dengan menjadi pengunjung tetap ruangan BK, apa belum puas juga?""Bu kita hanya ingin menolong teman kami yang sedang dibully sama mereka, apa itu tindakan yang salah?""Salah karena kamu bertindak sendiri, bukankah sering kali ibu pesankan jika ada kejadian seperti itu sebaiknya kalian lapor kepada kami, kalau seperti ini kalian juga akan kena imbasnya.""Maaf, Bu. Kita memang salah, tapi saya pribadi akan merasa sangat bersalah jika sampai tidak secepatnya menghentikan aksi mereka yang susah diluar batas. Membully satu siswa yang tak sebanding dengan jumlah mereka apa menurut ibu satu siswa itu akan bisa selamat? Kalau pun selamat apa Ibu bisa pastikan jika siswa itu akan baik-baik saja, terutama kondisi psikisnya?"Satria, dengan begitu santai mengutarakan pendapatnya. Dan setiap ucapan yang keluar dari
"Kalau kamu masih ragu, kita bisa datang lain waktu." Ujarnya disertai dengan remasan di jemariku, sebagai bentuk usahanya untuk memberiku dukungan.Menundanya lagi aku rasa bukan pilihan yang tepat, karena jika menuruti kesiapanku selamanya aku tidak akan pernah siap. Rasa bersalah semakin menghantuiku jika aku tidak lekas datang dan memohon ampun kepada keluarga yang ditinggalkannya. Seorang ibu yang kehilangan anaknya, dan seorang adik yang kehilangan kakaknya. Mereka adalah keluarga Alvin, mantan tunanganku yang terpisah oleh maut."Nisya sudah siap, Mas. Semoga mereka sudi memaafkan kesalahan Nisya.""Apapun hasil akhirnya nanti, jangan kamu pikirkan. Yang penting niat kamu sudah baik ingin meminta maaf, atas kesalahan yang tidak sepenuhnya kamu lakukan."Sepulang dari villa waktu itu Mas Ryan sudah memenuhi janjinya untuk mengantarku ke makam Alvin, hanya sebatas itu karena untuk menemui keluarganya aku belum memiliki keberanian penu
Setelah aksi pembelaan yang dilakukan Mas Ryan, dia langsung menggandengku untuk keluar setelah lebih dulu aku pamit dengan ibu. Dan kini kami sudah berada di dalam mobil dengan Mas Ryan yang belum ingin menjalankan kendaraanya."Sudah lebih tenang?" tanyanya."Terima kasih, Mas sudah membela Nisya tadi.""Bukan membela Mas hanya mencoba memberi pengertian terhadap dia, jiwa mudanya masih menggebu-nggebu sehingga belum bisa berpikir jernih dan cenderung labil.""Karena saat kejadian itu Reno bahkan masih remaja, jadi belum sepenuhnya memahami apa yang sebenarnya terjadi.""Mas paham makanya sebisa mungkin mas tidak melibatkan amarah, sebenarnya dia hanya belum bisa terima akan nasibnya yang sekarang. Terlebih keadaan memaksa dia untuk dewasa sebelum waktunya.""Mas, boleh Nisya datang lagi lain waktu?""Tidak dalam waktu dekat, Sayang! Suasana masih belum