"Mas, kita pulangnya nanti malam saja, ya?"
"Betah tinggal di sini?"Aku mengangguk membenarkan, sebab aku memang sudah merasa cocok dan nyaman saat pertama kali sampai di sini. Bukan karena tinggal di villa yang sejak awal aku anggap aneh ini, tapi lebih ke suasananya yang begitu sejuk dan damai."Di sini enak, Nisya merasa tenang tinggal di sini. Bukan karena di villa lhoh, ya. Ish, Mas tahu nggak kalau Nisya sempat mengolok pemilik villa ini?""Kenapa?""Ya karena ini sangat aneh saat pertama kali Nisya dengar dari Arka, kalau di sekitar rumahnya ada sebuah villa. Awalnya Nisya enggak percaya, sampai akhirnya Nisya lihat sendiri saat pagi berjalan-jalan menikmati udara segar. Mas tahu nggak apa yang ada dipikiran Nisya saat pertama kali melihat wujud villa ini?""Pasti jelek, ya?""No! Bukan itu, Mas. Nisya bukan mengolok bangunanya, tapi lebih ke pemiliknya.""Kenapa bisa begitu?""Karena menurut NisyaSesuai rencana yang sempat aku usulkan kepada papa, tentang pernikahan Yasa dan Didi agar dilakukan secepat mungkin. Kedua belah pihak keluarga sudah setuju akan itu, tepatnya hari ini akan dilangsungkan acara pernikahan mereka. Hanya butuh waktu tidak kurang dari satu bulan untuk mempersiapkan ini semua. Tentunya dengan diiringi drama dari Diandra yang kekeh membatalkan acara pernikahannya.Bahkan sampai saat akan melakukan akad nikah, keduanya pun masih melakukan perlawanan yang sama sekali tidak kami hiraukan. Sepasang calon pengantin itu sama-sama melakukan penawaran yang cukup membuat kami para keluarga merasa geli mendengarnya. Dan usaha mereka tentu saja sia-sia pada akhirnya, sebab penghulu juga para saksi yang ditunjuk sudah siap akan memulai acara ijab kabul yang dilakukan di kediaman sang mepelai wanita."Senyum, Di. Masa pengantinya cemberut gitu, nanti enggak ada yang berani kasih selamat, lhoh.""Masa bodo! Didi juga enggak peduli dengan itu."
"Kalian sudah kelas dua belas, fokus kalian bukan untuk main-main dan bikin masalah lagi. Sudah cukup waktu dua tahun kalian habiskan dengan menjadi pengunjung tetap ruangan BK, apa belum puas juga?""Bu kita hanya ingin menolong teman kami yang sedang dibully sama mereka, apa itu tindakan yang salah?""Salah karena kamu bertindak sendiri, bukankah sering kali ibu pesankan jika ada kejadian seperti itu sebaiknya kalian lapor kepada kami, kalau seperti ini kalian juga akan kena imbasnya.""Maaf, Bu. Kita memang salah, tapi saya pribadi akan merasa sangat bersalah jika sampai tidak secepatnya menghentikan aksi mereka yang susah diluar batas. Membully satu siswa yang tak sebanding dengan jumlah mereka apa menurut ibu satu siswa itu akan bisa selamat? Kalau pun selamat apa Ibu bisa pastikan jika siswa itu akan baik-baik saja, terutama kondisi psikisnya?"Satria, dengan begitu santai mengutarakan pendapatnya. Dan setiap ucapan yang keluar dari
"Kalau kamu masih ragu, kita bisa datang lain waktu." Ujarnya disertai dengan remasan di jemariku, sebagai bentuk usahanya untuk memberiku dukungan.Menundanya lagi aku rasa bukan pilihan yang tepat, karena jika menuruti kesiapanku selamanya aku tidak akan pernah siap. Rasa bersalah semakin menghantuiku jika aku tidak lekas datang dan memohon ampun kepada keluarga yang ditinggalkannya. Seorang ibu yang kehilangan anaknya, dan seorang adik yang kehilangan kakaknya. Mereka adalah keluarga Alvin, mantan tunanganku yang terpisah oleh maut."Nisya sudah siap, Mas. Semoga mereka sudi memaafkan kesalahan Nisya.""Apapun hasil akhirnya nanti, jangan kamu pikirkan. Yang penting niat kamu sudah baik ingin meminta maaf, atas kesalahan yang tidak sepenuhnya kamu lakukan."Sepulang dari villa waktu itu Mas Ryan sudah memenuhi janjinya untuk mengantarku ke makam Alvin, hanya sebatas itu karena untuk menemui keluarganya aku belum memiliki keberanian penu
Setelah aksi pembelaan yang dilakukan Mas Ryan, dia langsung menggandengku untuk keluar setelah lebih dulu aku pamit dengan ibu. Dan kini kami sudah berada di dalam mobil dengan Mas Ryan yang belum ingin menjalankan kendaraanya."Sudah lebih tenang?" tanyanya."Terima kasih, Mas sudah membela Nisya tadi.""Bukan membela Mas hanya mencoba memberi pengertian terhadap dia, jiwa mudanya masih menggebu-nggebu sehingga belum bisa berpikir jernih dan cenderung labil.""Karena saat kejadian itu Reno bahkan masih remaja, jadi belum sepenuhnya memahami apa yang sebenarnya terjadi.""Mas paham makanya sebisa mungkin mas tidak melibatkan amarah, sebenarnya dia hanya belum bisa terima akan nasibnya yang sekarang. Terlebih keadaan memaksa dia untuk dewasa sebelum waktunya.""Mas, boleh Nisya datang lagi lain waktu?""Tidak dalam waktu dekat, Sayang! Suasana masih belum
"Bunda, Al pulang dulu, ya. Nanti kalau mama bolehin Al nginap lagi kita pergi liburan yuk, Bun. Al pengen kayak teman-teman kalau hari libur diajak pergi jauh.""Pastinya, besok kalau sekolah Al liburnya banyak bunda ajak Al pergi ke villanya ayah yang ada di Malang. Kita berlibur di sana.""Janji ya, Bun."Aku jawab dengan anggukan kepala, lantas membawanya masuk ke dalam dekapanku. Didi, sudah siap untuk mengantar Alshad pulang kembali kepada Mbak Sarah. Tentunya bersama Yasa yang ikut serta, mereka sempat menawarkan diri agar kami yang mengantar tapi tentu saja aku tolak dengan tegas. Bertemu Mbak Sarah tidak ada dalam daftar rencanaku, jangankan bertemu mendengar namanya saja sudah buat aku kesal duluan."Kalian enggak nginap di sini saja?" tanya ibu yang melihat kami juga bersiap untuk pulang."Lain kali saja, Bu. Kita sedang ada proyek penting yang tidak bisa ditunda lagi."
"Kok kamu yang jemput, Nu. Yasa ke mana?""Bang Yasa lagi ada urusan penting, Bu. Tadi sudah berpesan untuk suruh saya yang jemput Ibu."Tadi siang aku menyuruhnya untuk menjemputku sepulang mengajar, bukan untuk pulang melainkan ke kantor karena aku sudah memulai proyek limpahan dari mendiang sahabat Mas Ryan. Dan aku sudah siapkan desain yang telah selesai kubuat, rencananya hari ini aku akan minta Janu untuk merampungkan proyek ini yang kebetulan juga dia lah yang menjemputku."Oh iya, Nu. Yasa sudah bilang apa belum kalau saya ada proyek khusus buat kamu?""Sudah, Bu. Tapi Bang Yasa belum menjelaskan itu secara detail, katanya suruh tanya langsung ke Ibu.""Iya memang dia belum tahu proyek yang akan aku kerjakan, karena ini memang private."Setibanya kami di kantor aku langsung meminta Janu untuk datang ke ruanganku setelah dia selesai dengan urusan parkir mob
Waktu yang aku tunggu-tunggu akhirnya datang juga, berikut janjiku kepada Alshad yang ingin mengajaknya berkunjung ke villa ayahnya hari ini terlaksana. Bahkan aku memboyong seluruh keluarga besarku untuk ikut serta, papa, mama dan keluarga Mas Ryan termasuk Didi dan suaminya, Yasa. Kami semua sepakat untuk ambil cuti sejenak dari rutinitas pekerjaan yang tiada habisnya.Satu bulan sejak rampungnya proyek yang dikerjakan Janu, aku baru bisa meluangkan waktu untuk datang melihatnya. Kesibukan Mas Ryan lah yang menyulitkanku mencari waktu yang pas untuk berlibur. Aku sudah tidak sabar untuk memberi kejutan istimewa ini untuk Mas Ryan, dan sekarang adalah momen yang paling tepat karena hanya ada aku dan Mas Ryan di ruangan ini."Sudah siap, Mas?""Sudah tiga kali kamu tanya begitu terus, Sayang! Dan ini mau nunggu berapa lama lagi mas harus tutup mata? Kenapa enggak langsung saja sih, lagian Mas juga sudah tahu kejutan apa yang akan kamu perlihatkan.""Mas n
Bukannya tidak sadar akan perubahan yang dilakukan oleh putranya, Ryan dan juga Nisya mencoba untuk bersikap biasa saja. Mereka ingin mencoba memberi sedikit waktu untuk Alshad agar anaknya itu dapat berpikir dan melihat jika apa yang ditakutkannya itu tidak akan pernah terjadi. Ketakutan akan kehilangan kasih sayang juga perhatian dari seluruh keluarga yang semula hanya berpusat kepadanya. Namun satu perubahan dari diri Alshad yang sedikit membuat Ryan terganggu, demi untuk bisa memperoleh perhatian putranya itu menjadi cengeng pada akhirnya. Terlebih jika berhadapan dengan Nisya, Alshad seolah semakin meminta perhatian lebih kepada bundanya. Pun dengan rayuan Didi yang sebelum ini selalu manjur dan membuat Alshad menurut ketika sang tante menawarkan sebuah permainan, nyatanya kini bocah 6 tahun itu sudah tidak berminat lagi. Ini sedikit menyulitkan Nisya sebab kemana pun Nisya beranjak anak itu akan selalu mengikutinya, mengabaikan semua orang yang ingi