Setelah aksi pembelaan yang dilakukan Mas Ryan, dia langsung menggandengku untuk keluar setelah lebih dulu aku pamit dengan ibu. Dan kini kami sudah berada di dalam mobil dengan Mas Ryan yang belum ingin menjalankan kendaraanya.
"Sudah lebih tenang?" tanyanya.
"Terima kasih, Mas sudah membela Nisya tadi."
"Bukan membela Mas hanya mencoba memberi pengertian terhadap dia, jiwa mudanya masih menggebu-nggebu sehingga belum bisa berpikir jernih dan cenderung labil."
"Karena saat kejadian itu Reno bahkan masih remaja, jadi belum sepenuhnya memahami apa yang sebenarnya terjadi."
"Mas paham makanya sebisa mungkin mas tidak melibatkan amarah, sebenarnya dia hanya belum bisa terima akan nasibnya yang sekarang. Terlebih keadaan memaksa dia untuk dewasa sebelum waktunya."
"Mas, boleh Nisya datang lagi lain waktu?"
"Tidak dalam waktu dekat, Sayang! Suasana masih belum
"Bunda, Al pulang dulu, ya. Nanti kalau mama bolehin Al nginap lagi kita pergi liburan yuk, Bun. Al pengen kayak teman-teman kalau hari libur diajak pergi jauh.""Pastinya, besok kalau sekolah Al liburnya banyak bunda ajak Al pergi ke villanya ayah yang ada di Malang. Kita berlibur di sana.""Janji ya, Bun."Aku jawab dengan anggukan kepala, lantas membawanya masuk ke dalam dekapanku. Didi, sudah siap untuk mengantar Alshad pulang kembali kepada Mbak Sarah. Tentunya bersama Yasa yang ikut serta, mereka sempat menawarkan diri agar kami yang mengantar tapi tentu saja aku tolak dengan tegas. Bertemu Mbak Sarah tidak ada dalam daftar rencanaku, jangankan bertemu mendengar namanya saja sudah buat aku kesal duluan."Kalian enggak nginap di sini saja?" tanya ibu yang melihat kami juga bersiap untuk pulang."Lain kali saja, Bu. Kita sedang ada proyek penting yang tidak bisa ditunda lagi."
"Kok kamu yang jemput, Nu. Yasa ke mana?""Bang Yasa lagi ada urusan penting, Bu. Tadi sudah berpesan untuk suruh saya yang jemput Ibu."Tadi siang aku menyuruhnya untuk menjemputku sepulang mengajar, bukan untuk pulang melainkan ke kantor karena aku sudah memulai proyek limpahan dari mendiang sahabat Mas Ryan. Dan aku sudah siapkan desain yang telah selesai kubuat, rencananya hari ini aku akan minta Janu untuk merampungkan proyek ini yang kebetulan juga dia lah yang menjemputku."Oh iya, Nu. Yasa sudah bilang apa belum kalau saya ada proyek khusus buat kamu?""Sudah, Bu. Tapi Bang Yasa belum menjelaskan itu secara detail, katanya suruh tanya langsung ke Ibu.""Iya memang dia belum tahu proyek yang akan aku kerjakan, karena ini memang private."Setibanya kami di kantor aku langsung meminta Janu untuk datang ke ruanganku setelah dia selesai dengan urusan parkir mob
Waktu yang aku tunggu-tunggu akhirnya datang juga, berikut janjiku kepada Alshad yang ingin mengajaknya berkunjung ke villa ayahnya hari ini terlaksana. Bahkan aku memboyong seluruh keluarga besarku untuk ikut serta, papa, mama dan keluarga Mas Ryan termasuk Didi dan suaminya, Yasa. Kami semua sepakat untuk ambil cuti sejenak dari rutinitas pekerjaan yang tiada habisnya.Satu bulan sejak rampungnya proyek yang dikerjakan Janu, aku baru bisa meluangkan waktu untuk datang melihatnya. Kesibukan Mas Ryan lah yang menyulitkanku mencari waktu yang pas untuk berlibur. Aku sudah tidak sabar untuk memberi kejutan istimewa ini untuk Mas Ryan, dan sekarang adalah momen yang paling tepat karena hanya ada aku dan Mas Ryan di ruangan ini."Sudah siap, Mas?""Sudah tiga kali kamu tanya begitu terus, Sayang! Dan ini mau nunggu berapa lama lagi mas harus tutup mata? Kenapa enggak langsung saja sih, lagian Mas juga sudah tahu kejutan apa yang akan kamu perlihatkan.""Mas n
Bukannya tidak sadar akan perubahan yang dilakukan oleh putranya, Ryan dan juga Nisya mencoba untuk bersikap biasa saja. Mereka ingin mencoba memberi sedikit waktu untuk Alshad agar anaknya itu dapat berpikir dan melihat jika apa yang ditakutkannya itu tidak akan pernah terjadi. Ketakutan akan kehilangan kasih sayang juga perhatian dari seluruh keluarga yang semula hanya berpusat kepadanya. Namun satu perubahan dari diri Alshad yang sedikit membuat Ryan terganggu, demi untuk bisa memperoleh perhatian putranya itu menjadi cengeng pada akhirnya. Terlebih jika berhadapan dengan Nisya, Alshad seolah semakin meminta perhatian lebih kepada bundanya. Pun dengan rayuan Didi yang sebelum ini selalu manjur dan membuat Alshad menurut ketika sang tante menawarkan sebuah permainan, nyatanya kini bocah 6 tahun itu sudah tidak berminat lagi. Ini sedikit menyulitkan Nisya sebab kemana pun Nisya beranjak anak itu akan selalu mengikutinya, mengabaikan semua orang yang ingi
"Sen, kenapa? Ada masalah?" "Enggak, gimana kabar baby sehat, kan?" jawab Sena sengaja mengalihkan pertanyaan sahabatnya. "Kamu tidak akan bisa menutupi apa pun dariku, Arsena! Katakan dan jangan coba-coba mengalihkan pembicaraan." Tekan Nisya tepat sasaran. Melihat sahabatnya yang nampak murung tidak seperti biasanya membuat Nisya paham jika telah terjadi sesuatu yang tak diketahuinya. Suasana ruang guru yang lenggang membuat kedua sahabat itu bisa dengan leluasa untuk mengobrol. Jadwal mengajar mereka baru akan dimulai lagi satu jam ke depan selepas istirahat, sedangkan guru lainnya masih berada di kelas masing-masing. Tanpa kata Sena menghambur ke dalam pelukan Nisya dengan air mata mengiringi isakan tangis yang terdengar begitu menyesakkan. Seolah paham akan situasi Nisya tidak lantas mencecar sahabatnya itu dengan pertanyaan, melainkan membiarkan sang sahabat selesai meluapkan perasanya dengan ses
"Ar, gimana? Apa sudah ada kabar soal itu?""Maaf, Bu, bukannya Arka menolak perintah Ibu, tapi alangkah baiknya jika saat ini Ibu fokus saja pada kehamilan Ibu terlebih dulu. Bukan apa Arka hanya takut jika Ibu akan mengalami hal serupa seperti yang dialami Ante dulu, kehilangan calon anak karena terlalu sibuk memikirkan sesuatu yang belum pasti kebenarannya.""Tapi ibu penasaran, Ar.""Sama dengan Ante dulu, sibuk berprasangka dan mengabaikan kondisinya yang sedang mengandung sehingga kejadian lah sesuatu yang membuatnya begitu menyesali tindakannya itu."Nisya menyerah, sepertinya memang benar apa yang dibilang Arka. Mungkin belum saatnya dia tahu fakta soal anak itu, terlebih Alshad pun mengatakan jika adik yang sempat membuatnya iri hati sudah tak lagi tinggal bersamanya."Ya sudah tapi jika nanti ada sesuatu yang kamu ketahui cepat beri tahu ibu ya, Ar. Dan terima kasih atas bantuan
"Ibu apa kabar? Seharusnya tidak usah jauh-jauh datang ke sini, tinggal bilang sama Nisya kalau ibu rindu pasti Nisya yang akan datang ke rumah Ibu." "Enggak papa, lagi pula ibu juga sudah lama tidak berkunjung ke rumah saudara ibu yang ada di Surabaya. Sekalian saja ibu mampir ke sini, mumpung Reno juga sedang libur kuliahnya." "Bu, airnya sudah lancar kembali. Terus yang di kamar mandi juga sudah saya ganti kerannya yang bocor." "Ah iya, tunggu sebentar biar saya ambilkan uangnya dulu." Nisya menyuruh tamunya masuk dan mempersilahkan duduk sebelum dirinya mengambil uang untuk membayar jasa tukang. Pagi tadi suaminya berpesan jika ada tukang yang akan membetulkan saluran air yang mecet. "Ren, gimana kuliahmu? Apa ada halangan?" tanya Nisya setelah bergabung di ruang tamu. "Enggak Mbak, aku malah mau bilang terima kasih sama Mbak dan Mas karena sudah bersedia membiay
"Kemungkinan besar ada indikasi keracunan makanan, atau minuman Pak, Bu.""Tapi masih bisa diselamatkan kan, Dok?""Semoga saja bisa, tetapi harus menjalani perawatan intensif setidaknya tiga hari ke depan agar kami bisa pantau kondisinya lebih lanjut.""Lakukan yang terbaik, Dok. Dan tolong sembuhkan Moly seperti sedia kala."Butuh waktu yang tidak sebentar untuk membawa Moly ke klinik hewan, hampir saja kucing itu menyerah kerena terlalu lama tidak mendapatkan pertolongan. Mulutnya tidak berhenti mengeluarkan busa, juga rintih kesakitan yang kucing itu lakukan membuat Nisya khawatir."Pulang Nisya! Biarkan Moly dalam penanganan mereka.""Tapi aku enggak tega, Sa. Kamu tahu sendiri seperti apa kondisinya yang terus merintih.""Sudah ada mereka yang merawat Moly, sekarang ayo kita pulang ibu sudah menunggu di rumah."Keadaan tubuh Nisya ya