Pada sebuah kisah, jangan berharap terlalu banyak. Sejatinya, menempatkan suatu harapan selain pada Tuhan bukan tidak mungkin berujung kekecewaan.
Raja tidak menyukai gagasan pernikahan—pada awalnya. Baginya, cukup melihat kemesraan papi maminya di umurnya yang matang dan masa tua orangtuanya terjamin bahagia. Tapi sesaat ijab kabul dengan rentetan nama yang lancar keluar dari mulutnya mendadak merubah segala pandangannya. Bahwasannya kita manusia makhluk sosial tidak bisa berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain. Pun sama halnya dengan menjalin suatu hubungan di mana di landaskan pada pasangan yang satu sama lain saling terikat.Sebelum ini dan bahkan setelah ini, Raja akan tetap menjadi sosok gelap tak tersentuh. Tidak untuk istri atau pun keluarga barunya. Hanya kepada keluarga aslinya saja sikap hangat itu terlihat. Selebihnya, tertinggal kekejaman yang akan Raja ciptakan.Kenapa?Sebelum sorot kecewa terpancar. Sebelum luka tertabur. Sebelum kristal bening meleleh. Gema peringatan sudah Raja kumandangkan. Tapi arti dari sebuah keras kepala adalah membebalkan segalanya.Manusia terlalu angkuh untuk bertahan dengan kalimat ‘baik-baik saja’ yang bermakna ‘tidak sedang baik-baik saja.’ Lantas, bukankah itu artinya sebuah kemunafikan sedang di perankan?Bibir yang merekahkan senyum namun menutupi sejuta luka. Mata yang menyipit ke atas sedang borok sedang di kesampingkan. Kenapa Raja menjadi sangat egois dan lemah secara bersamaan?Jelasnya, perempuan yang sudah dirinya sahkan—agama dan hukum—masih utuh seperti beberapa tahun yang lalu. Darah yang pernah Raja kucurkan untuk perempuan ini—istrinya, begitu saja dada Raja berdenyut sakit—mau menerima dirinya dengan tangan terbuka. Entah apa yang ada di otaknya. Pastinya, Raja semakin acuh. Leora membuat Raja semakin membenci dirinya sendiri. Mengumpati kehadiran dirinya di dunia ini 30 tahun yang lalu. Karena melahirkan seorang bajingan di muka bumi bukan doa setiap orangtua.Bukankah Raja sudah mencoreng nama keluarga Anggoro?Pastilah Radit Anggoro kecewa mengetahui ini. Dan maminya Senja Anggoro bisa terserang jantung dadakan.Namun, setiap kejadian membawa ‘alasan’ pada si pemilik musibah. Perkara enggan menikah bagi Raja mudah saja. Karena sudah lelah dengan tanggungjawab seorang sulung, di sisi lain Raja enggan menunjukkan seberapa sakit dirinya. Layaknya kegelapan yang tertelan, Raja tak ingin orang lain menyentuhnya. Sekali pun orangtuanya sendiri, upaya Raja untuk bersembunyi, sejauh 30 tahun ini terbilang aman.Sampai keputusan papinya—janji lampau, katanya—yang membawa Leora masuk mengusik tatanan hidupnya. Raja benci, tentu saja. Menjadi dingin tidak tersentuh menyeret sejuta kasus tidak adanya daftar perempuan di hidupnya.Katanya, “Abang harus nyoba. Jangan kerja aja.” Papinya yang membuatkan pilihan. Mendadak kebebasan hidupnya terenggut. Dan diantara itu semua, Raja tidak menggeleng atau pun mengangguk. Tepat sekali. Kebaktian seorang anak sedang di uji. Lewat perjodohan Siti Nurbaya.“Mami udah makin tua.” Yang ini maminya ikut menimpali. Tahu seberapa cantik seorang Senja Anggoro?Tanpa perlu Raja jelaskan, ibunya yang sudah berumur di pertengahan abad, memiliki tiga anak, siapa yang ingin menyangka bahwa wajah eloknya masih terawatt? Saudara kembarnya—Ratu—sering kali merasa tersaingi.“Abang harus mikirin pendamping. Buat ngurusin abang—bukan papi sama mami keberatan, tapi Bang, tiap orangtua punya doa terbaik buat anak-anaknya, melihat anak-anaknya tumbuh dengan pilihannya. Sedang Abang masih ‘nganggur’—” Omongan papinya sungguh sesuatu sekali. Secara otomatis Raja terklaim tidak laku. “Papi kepaksa lakuin ini. Itung-itung memenuhi janji masa lalu.”Ketika menerima perjodohan ini, bukan artinya Raja ingin menjadi pahlawan atau sok menunjukkan seberapa berbaktinya ia kepada orangtuanya. Tapi ia pikir, ia memerlukan. Setidaknya, borok 10 tahun silam tidak terusik oleh apapun.Leora Yudantha menjadi tamengnya. Dan Raja tidak tahu harus memperlakukan perempuan berstatus istrinya seperti apa.“Kita boboknya nggak bareng?”Perempuan itu polos. Raja tahu. Jauh sebelum ia bertemu dengan Leora, eksistensi perempuan ini sangat dirinya tinjau. Memantau segala aktivitas, keseharian dan bahkan ketidaksukaan perempuan ini Raja hafal. Dia putri sulung keluarga Yudantha yang berjarak dua tahun dengannya. Dan menurut cerita yang maminya sampaikan—Senja lho ya, karena Raja pun harus memanggil ibu mertuanya mami—pemicu kehamilan mami Barella adalah melihat dirinya dan Ratu. Seakan-akan sudah di takdirkan saja. Sayangnya …Embusan napas Raja terdengar. Gusar. Gelisah. Gundah. Berharap cemas saat matanya bersirobok dengan manik pekat milik Leora. Dia masih sama cantiknya. Wajah mungilnya imut. Terhias dengan bola mata yang besar, alis tebal, hidung mancung sempurna, bibir tipis kemerahan natural, dagunya yang runcing—sangat ingin Raja usapi. Rambut panjang hitamnya tersanggul rapi. Pinggangnya ramping. Perutnya rata. Semua yang terpasang di tubuh Leora tak menampilkan cacat sedikit pun. Tapi Raja …“Aku nggak suka ngulang omongan dua kali. Ini wilayahmu. Atas milikku. Nggak perlu masak atau nyiapin apapun.”Panjang ucapannya. Meninggalkan sederit sakit tepat di dada Leora. Entahlah, tapi ini seperti pernah terjadi.***Akan Leora kisahkan sedikit masa lalu.Dulu … jauh sebelum dirinya menikah dengan lelaki bernama Raja, masa kecilnya sangat bahagia. Masa remajanya hingga beranjak dewasa juga bahagia. Semuanya terlalui dengan apik tanpa sebuah kesakitan. Yang sedang dirinya ratapi. Yang sedang dirinya jalani. Yang sedang menyambangi hidupnya.Ini awal yang baru. Leora akan akui itu benar. Akan dirinya jalankan dengan baik amanatnya. Sesakit apapun ke depannya nanti, karena berbakti kepada orangtua sebuah keharusan, Leora rela menahan sakitnya.Tidak masalah bagi dirinya melepas masa di mana kebebasannya terbatasi. Lebih beruntung lagi karena Raja bukan lekai rewel. Itu terbukti lewat titahnya yang tegas. Pembagian wilayah yang sudah di tentukan, jadwal dirinya yang tidak perlu memasak atau pun menyiapkan apapun selayaknya tugas seorang istri. Leora terima dengan senang hati.Namun begitu, remasan sakit di dadanya jelas terasa. Ada luka menganga yang belum Leora tutup sepenuhnya.Raja … teman masa kecilnya telah berubah. Berbeda dari yang dirinya kenal. Karena apa?Pernikahan ini atau matinya seseorang yang sangat Raja cintai dulu?Haruskah Leora yang menjadi korbannya?Bukankah Leora juga kehilangan?Bolehkah Leora katakan ini tidak adil?Tapi tolak ukur adil dalam pandangan Raja ialah melihatnya menderita. Tersiksa dalam sebuah ikatan pernikahan yang di atas kertas saja.Tidak! Leora tidak selemah itu untuk tetap bertahan. Ini untuk mami dan papinya. Ini untuk hidupnya dalam membuktikan kepada Raja jika dirinya kuat.Dulu itu … Leora tahu sumber bahagia yang di miliki Raja. Sebelum kecelakaan itu merenggut satu-satunya hidup yang membuatnya berharga.Dulu itu … Leora hanyalah bayangan di antara kegelapan yang selalu berjalan di belakang Raja.Bergerak paling gesit ketika lelaki itu limbung. Tapi selalu kalah cepat karena ada tangan lain yang menjadi penopangnya.Dulu itu … menjadi pemerhati adalah pekerjaan Leora.Asal Raja-nya tertawa lepas. Leora bahagia.Asal Raja-nya menyenangi apa yang menjadi kesukaannya. Leora bahagia.Kini Leora sadar, mengharapkan sesuatu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena kesakitan mengiringi.Simpan maafmu agar kesalahanmu tidak terlihat. Kata-kata itu Leora camkan untuk Raja. Alih-alih harus banyak omong, ucapan tajamnya telah mewakili.Leora tidak banyak berkutik. Ia hanya mengikuti keputusan yang di buat papinya. Bukan bermaksud durhaka. Pikirnya, sebagai seorang sulung, Leora hanya ingin menunjukkan sikap baik sebagai contoh adik-adiknya. Meski faktanya tidak demikian.Sejak kecil, Leora selalu mendapatkan apa yang dirinya mau. Bukan tidak mungkin kesempatan berleha-leha bisa dirinya rasakan. Sayangnya, kekeraskepalaan yang maminya turunkan menepiskan segala pemikiran untuk bersantai.Sejauh ini, Leora selalu berusaha mandiri. Tanpa melibatkan nama besar papinya atau keluarga besar Yudantha yang menaungi.Pernah mendengar jargon the power of orang dalam—itu sangat Leora hindari eksistensinya. Selama bersekolah hingga mengenyam Pendidikan tingkat tinggi pun namanya selalu ia sembunyikan. Syukur-syukur papinya tidak marah. Pengaruh maminya sangat besar.Pastinya banyak y
Karena sudah di wangsit untuk Leora tidak memasak maupun menyiapkan apapun yang bersangkutan dengan Raja. Ingat seberapa keras kepalanya Leora? Semua itu tidak berlaku. Di hari pertama kehidupan rumah tangganya. Pagi-pagi sekali setelah selesai mengurus dirinya sendiri, Leora memasak. Bersahabat dengan dapur bukan hal sulit baginya. Hidup jauh dan mandiri dari kedua orangtuanya membuat Leora paham seluk beluk setiap kesibukan.Ada telur, alpokat dan roti yang bisa Leora olah menjadi Avocado egg toast. Ini menu mudah untuk mengganjal perutnya sebelum beraktivitas. Leora memotong alpokat menjadi empat bagian dan menaruh di atas roti seusai mengolesinya dengan margarin. Menyalakan kompor dan teplon untuk memanaskan. Sembari menunggu, secangkir kopi hitam pekat yang telah di raciknya ia legut. Merasai pahitnya menelusuri kerongkongannya sebelum sebuah heels mengusik rungunya.Perempuan berambut merah panjang sepinggang, bergaun ungu menyala tersenyum mengejek. Leora abai. Masakannya us
Here we go!Setelah berkutat dengan kisah Langit dan Ratu yang sesuai judul kita kupas perlahan. Hari baru kembali milik Leora dan Raja. Pagi itu ... pekerjaan Leora begitu-begitu saja. Tidak ada yang spesial kecuali statusnya yang sudah berubah; istri. Dari belum kawin menjadi sudah kawin. Tapi Leora lupa pada beberapa ingatan masa lalunya. Yang entahlah menurutnya tidak ingin dirinya angkat menjadi topik cerita. Begini saja sudah cukup membuatnya bahagia. Cukup dengan melihat ramainya kedai kopi miliknya. Hilir mudik pengunjung di siang ini terbilang stabil tapi masih mampu menghiburnya.Ia sesap kopi Arabica kesukaannya dengan sepiring roti goreng yang menemani. Jari lentiknya selaras dengan ketikan di atas keyboard laptopnya. Matanya bergerak awas ketika lonceng bel di pintunya berbunyi.Pasangan muda mudi—mahasiswa mungkin—terlihat bergandengan tangan. Memilih tempat duduk yang memojok dekat jendela—pasti untuk menambah kesan romantis dengan latar mobil dan orang-orang yang ber
Semalam itu … bencana.Begitu Raja menanyai apakah Leora menginginkan dirinya dan ingin di puaskan, yang selanjutnya terjadi adalah teriakan histeris. Leora takut maksimal melihat Raja menurunkan celana tidurnya. Pun begitu lelaki itu sudah berbaring nyaman di samping dirinya yang tubunya kaku mendadak.Hampir saja jika tidak segera tersadar, sankis manis Leora menjadi sasaran. Yang sampai pagi ini masih membelenggu pikirannya; punya kamu kelihatannya kecil tapi nggak tahu kalau saya bongkar.Astagfirullah Akhi!Leora mengurut dadanya berkali-kali. Ia takut sekali melangkah keluar kamar padahal cacingnya berdemo. Di luar, dentingan sendok garpu beradu. Suara percakapan juga terdengar. Sesekali tawa perempuan bawaan Raja amat merdu di dengar. Entah apa yang mereka bicarakan sampai humor sepagi ini tergerus.Sedang dirinya?Status istri sah layak di pertanyakan jika begini. Tubuhnya sudah wangi, rambut tertata rapi, pakaian mewah mentereng. Tapi ketakutan masih saja melingkupi. Tapi bu
Mari sejenak beralih peran. Menyesuaikan judul yang telah tertera, ada beberapa tokoh yang harus kita ulas. Ada banyak kisah dari yang kelam sampai yang terang untuk kita simak. Hari ini, Ratu dan Langit akan memerankan panggungnya. Beralih dari Raja dan Leora yang sedang menikmati masa dingin pernikahannya.Pagi-pagi sekali di jam sarapan, Langit murka.Akan Langit kutuk setelah ini.Perbuatan Ratu sungguh keterlaluan. Di meja makan, saat Mami Papinya berkumpul bahkan membahas bisnis yang tengah di pasrahkan pada Langit, tangan Ratu menjadi pendukung mutlak. Terus melakukan hal terlarang yang membuat Langit mati-matian menahan. Hanya umpatan kecil yang Langit dengungkan. Ratu tidak tahu diri.Sialan-sialan-sialan.Cengkeraman pada sendoknya mengerat. Kepalanya kaku maksimal—sekadar mengangguk saja terasa sulit. Ratu benar-benar ulung dalam bermain dan mempermainkan dirinya. Menjadikan dirinya orang dungu bak kerbau di cucuk yang terus memuja dan mengagungkan. Tidak hanya sekali, ber
Pagi buta. Udara dingin berembus bersama angin yang tertiup. Tololnya, Bandung tidak bisa di samakan dengan Surabaya yang panas maksimal atau Jakarta yang polusi udara melepuhkan segala pernapasan. Sepadat apapun Bandung, kota lautan api itu masih terbilang bersih—itu mungkin alasan mami papinya menetap selama bertahun-tahun atau karena suasananya yang sama seperti Ungaran?Abaikan dulu menyoal nostalgia kisah cinta orangtuanya.Rungu Ratu terganggu dengan suara bel yang di pencet terus-menerus. Entah orang sopan mana yang bertamu di pukul enam pagi. Bahkan di saat semua pekerja di rumahnya belum datang. Sialan sekali.Dengan sentakan keras, meloloskan diri dari pelukan hangat Langit, tubuhnya bangkit. Memunguti semua pakaiannya yang bercecer dan bergegas turun. Menarik pintu hingga terbuka lebar. Bola matanya melebar. Sedetik kemudian emosinya membuncah. Perempuan sialan ini! Batinnya yang suci meraung.Pagi-pagi buta sudah di buat mengumpat.“Kakak?” panggilannya ceria tapi Ratu ba
Dalam hidup ini, yang paling Ratu benci adalah rapat.Mengikuti rapat dalam bentuk apapun jelas daftar yang harus Ratu coret. Di samping membosankan, penghitungan cepat pada bursa perusahaan bukan keahlian yang dirinya miliki. Otaknya lemah tidak seperti milik Raja—kembarannya—yang sangat jenius dan tindakannya cekatan. Sehingga bukan suatu hal mengherankan jika saudara beda lima menitnya itu di elu-elukan banyak perempuan.Tapi pagi ini akan Ratu kecualikan. Mendadak moodnya meningkat dengan sangat baik. Rapat membosankan yang Raja pimpin menjadi suatu hal yang dirinya tunggu-tunggu. Bagaimana tidak jika Langit ada di sana. Di sampingnya pula. Tolong di catat.Ratu akan gila sebentar lagi. Fokus mata dan rungunya ada di Raja yang tengah menerangkan berapa jumlah peningkatan sampai bulan ini untuk investasi yang tertanam. Dan pengumuman saham-saham perusahaan mana saja yang akan di incar usai ini.Kita lirik ke bawah, di mana tangan Ratu berada. Sangat tidak berakhlak membuat adik bu
Sekilas percakapannya seperti ini.“Gue bisa, ya, dandan sendiri!”“Saya sayang istri.”Leora mendengkus. Raja acuh.“Kanebo kering.”“Tapi suka, kan?”Lelaki itu punya segudang jawaban untuk membuat Leora skakmat.“Kamu mengerikan.”“Dalam hal?”“Bercinta.”“Oh, jadi itu yang bikin kamu deg-degan?” Raja manggut-manggut senang. Wajahnya sangat cerah di sore yang mataharinya condong ke barat. “Kamu tinggal minta, saya turuti.”Sangat tidak berattitude. Penata rambut yang sedang mengubek-ubek rambut Leora bahkan menahan tawa.“Aku penasaran.”“Apa?”Bukan Leora namanya jika mengalah dengan telak. Maka, memberi sinyal untuk para penata yang sedang merias hengkang. Berganti tubuhnya yang bergerak maju.“Kenapa kamu nggak pernah lepas baju.”Yang pada intinya, mereka saling melempar bom. Sampai pada acara yang akan di hadiri, raut wajah Raja masam maksimal. Berbanding terbalik dengan Leora yang semringah tiada tanding.Ah, secara mendadak saja ada satu ide yang melintas. Sangat tidak berak