Italia, Lombardia, Milan
"Akhh! Kita lakukan sekarang!" Si wanita terlihat membuka jas seorang laki-laki dengan gerak yang cepat dan terkesan kasar. Si laki-laki yang baru saja menghentikan ciumannya, bergerak membantu melepas jasnya sendiri. Setelah kain itu tertanggal dari badannya, dia melemparnya dengan gerakan yang asal dan kembali menciumi bibir merah ranum Anastasia dengan penuh gairah. Dia— Veronica Anastasia yang memang dalam keadaan benar-benar mabuk menyambut dengan hangat ciuman itu. Gairah wanitanya semakin terpacu tatkala kedua tangan si laki-laki yang tadi memperkenalkan dirinya dengan nama Straniero itu, mulai bergerak menggerayangi sekujur tubuhnya. Memegang aset-aset yang masih terbungkus oleh baju kerjanya yang sudah tidak dalam keadaan baik-baik saja. Wanita itu semakin terbakar gairah. Kedua tangannya terlihat menekan tengkuk si pria bernama Straniero itu, membuat ciuman mereka semakin dalam. Bahkan tanpa disadari, mereka berdua saat ini sudah berdiri tepat di sebelah ranjang minimalis milik kamar hotel itu. Anastasia mendongak dengan mulut yang semakin gencar mengeluarkan desahan. Kedua tangannya yang tadi menekan tengkuk si pria yang bernama Straniero itu berubah menjadi menjambak rambut belakang laki-laki itu, saat lidah basah orang itu menjilat lehernya. Rasa geli bercampur, membuat gelenyar gairah semakin kuat dirasakan. Anastasia terbuai, keputusannnya untuk mampir ke sebuah club tidak lah sia-sia. "Aku ingin itu sekarang." Anastasia yang dalam keadaan benar-benar tidak bisa mengontrol kesadarannya menarik si laki-laki, lalu kemudian meniduri pria itu di ranjang. Sekarang gairah sudah membakar kepribadiannya. Dengan gerakan cepat, Anastasia menanggalkan seluruh pakaiannya yang sudah kusut. Menyisakan beberapa helai benang yang masih terpasang di area tertentu. Si Straniero itu menyeringai dengan raut wajah misterius. "Tuan, tolong buat aku lupa dengan si brengsek Marselino, Sialan itu." Anastasia naik ke atas ranjang. Laki-laki itu tentu langsung menyambutnya dengan memposisikan Anastasia langsung berada di bawahnya. Setelah posisi mereka terlihat sudah sangat begitu intim, si laki-laki itu bergerak menempelkan bibir tipisnya kembali. Dia menyesap habis mulut ranum Anastasia. Saat mereka sama-sama kehabisan napas, barulah pria itu menjauhkan kepalanya. "Saya akan melakukan permintaanmu itu dengan senang hati, Nona." Si Straniero itu menyeringai. Setelah mengatakan itu, dia kembali beraksi menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Anastasia, membuat si wanita melenguh geli dan menggeliat tidak karuan. Permainan yang dia lakukan tidak sampai di situ saja. Dengan gerakan perlahan, laki-laki itu menurunkan wajahnya, hingga tepat saat berada di bawah Anastasia, kedua bola mata abu-abunya mendongak dan sebuah seringai misterius kembali dia berikan. "Aku mohon lakukan itu seka- akhhh!" Anastasia langsung mengeluarkan lenguhan yang bernada menggairahkan. Kedua tangannya terlentang meremas seprai. "Iya, ter— akhhh!" Di luar, hujan salju pertama mulai bergerak turun dengan perlahan. Hawa dingin bulan November semakin membekap kota Milan, tapi entah kenapa tubuh dua orang yang sepenuhnya sudah telanjang itu malah dipenuhi oleh peluh keringat gairah yang membuat kulit mereka mengkilat. Kamar hotel yang tadinya senyap, langsung dipenuhi oleh lenguhan dan rancauan tidak jelas yang keluar dari dalam mulut Veronica Anastasia, wanita berusia 23 tahun itu. *** Keesokan harinya.... "Akhhh!" Anastasia mengeluarkan lenguhan nikmat. Kedua tangannya terlihat terlentang ke atas membuat persendian-persendian yang ada di tubuhnya terasa tertarik. Senyum terlihat tersungging di sudut bibir wanita itu. Setelah merasa puas menguap, dia hendak merubah posisi tidurnya menjadi menyamping ke sisi kanan. Saat satu tangannya bergerak jatuh, kedua mata wanita itu langsung membulat sempurna. Kebingungan terpancar jelas di netra hijau gelap kecoklatannya. Anastasia kembali mencoba meraba sisi kanannya, "Terasa seperti kulit seseorang," gumamnya dengan otak yang masih setengah sadar, 'eh, seseorang?' Wanita itu langsung bangkit dari tidurnya dengan raut wajah yang terlihat kaget. Kedua matanya benar-benar terbuka lebar. Saat ini dia sedang menoleh melihat ke arah sosok laki-laki yang sedang tertidur tengkurap menghadap ke arahnya. Sesaat, Anastasia terpaku diam karena terpesona dengan sosok laki-laki itu, "tampan sekali, tapi kenapa dia bisa berada di rumah,- eh, tunggu dulu." Anastasia memindai ke segala arah, gerak mulutnya langsung terlihat seperti orang yang mengeluarkan sebuah umpatan, "Ini bukan apartemenku, ka-" Perkataan wanita itu tiba-tiba terhenti dan digantikan oleh sebuah ringisan nyeri. Spontan satu tangan Anastasia terangkat untuk memijit pelipisnya, "apa aku mabuk? Kenapa aku bisa mabuk?" tanyanya di tengah-tengah rasa pusing yang melanda. Disaat dia sedang menikmati pening di kedua pelipisnya. Sebuah lembaran-lembaran kertas film tiba-tiba bermunculan di otaknya, menunjukkan semua ingatan tentang apa yang dia lakukan sebelum akhirnya terbangun di sini. "Saya sungguh tidak menyangka Anda berani mengorupsi uang perusahaan, Nona Anastasia." "Pak Anda-" "Mau mengelak bagaimana lagi? Semua bukti mengarah kepada Anda. Mulai sekarang, Anda akan Saya pecat dari perusahaan ini." Di tengah rasa nyeri yang menyerang pelipis kepalanya, Anastasia mengingat kejadian pagi hari kemarin, saat di mana dia dipecat dari pekerjaannya. "Merselino, Nathalia? Kalian?" Kekesalan Anastasia semakin memuncak saat mengingat kejadian kemarin. Tadinya, wanita itu ingin menjerit kesal, tapi dia terpaksa menahan itu karena mengingat ada orang lain yang saat ini bersama dengannya. Setelah mencoba melupakan kejadian sial kemarin dengan minum alkohol, pagi hari ini, Anastasia malah kembali mengingatnya. Sakit hatinya semakin menjadi. Sungguh, wanita itu benar-benar sangat kesal. Dia tidak percaya kalau kekasih dan juga sahabat baiknya tega menjebak dirinya, "Persetan dengan semuanya, aku tidak peduli lagi," gumamnya dengan raut wajah ngantuk yang terlihat masa bodoh. Anastasia menoleh melihat ke samping kanannya, "Jadi, aku dan pria ini bertemu saat mabuk?" gumam perempuan itu dengan kepala menoleh ke arah si pria, saat dia kembali menghadap ke depan, kedua matanya langsung melotot, "tunggu, saat mabuk?" Dua tangannya yang sedari tadi menahan selimut agar tetap menutupi setengah badannya, terlihat memegangi ujung kain itu dengan erat. "Aku tipe wanita yang tidak waras saat mabuk. Terkahir kali aku mabuk, si jalang Nathalia itu merekamku yang sedang merayu laki-laki dan bahkan tidak segan menawarkan sejumlah uang untuk mereka agar meniduriku. Apa jangan-jangan aku kepada laki-laki ini-" Anastasia memejamkan mata mencoba untuk mencari ingatan yang kemungkinan tidak akan dia ingat, "Ayolah, setidaknya buat aku ingat siapa nam-" "jika Tuan bukan Marselino kekasihku, lalu siapa Anda, kenapa Anda bisa tiba-tiba ada di sini dan memelukku, hah? "Panggil saya Straniero, Nona." "Oh, baiklah, Tuan Straniero. Saya tidak ingin basa basi, malam ini tidurlah dengan Saya. Saya akan membayar mahal jika Anda bersedia." "Hah, iya, dia memperkenalkan dirinya dengan nama Straniero." Anastasia menoleh melihat ke arah laki-laki yang masih tertidur layaknya beruang itu. Anastasia bisa sampai mengatakan beruang karena punggung laki-laki itu terlihat sangat kekar dan juga lebar, wajahnya yang tertidur pulas terlihat tegas. Sesaat Anastasia kembali terpana, tapi wanita itu langsung menggelengkan kepalanya dengan raut wajah yang terlihat berubah cemas, "Aku harus pergi sebelum dia bangun dan menagih janji yang aku berikan. Terlebih lagi saat ini aku benar-benar sudah tidak punya uang sepeser pun. Aku sudah jatuh miskin." Anastasia beranjak turun dari ranjang. Wanita itu bergerak cepat memunguti pakaiannya yang tergelatak, lalu kemudian mengenakannya dengan asal-asalan. "Celana dalamku di mana?" dengan gerak yang kebingungan, Anastasia menoleh mencari celana dalamnya. Namun, saat dia tidak menemukan keberadaan benda itu, wanita itu terlihat tidak peduli dan langsung mengenakan celana kainnya begitu saja. "Sekali lagi say,- eh, tunggu sebentar. Sepertinya aku masih punya sisa uang deh." Anastasia berlari kecil mendekati tas kerja miliknya. Setelah memunguti benda itu, satu tangannya bergerak merogoh isi di dalam tas itu, "ha, hanya sisa segini?" Wanita itu kaget sendiri saat mendapati sisa uangnya hanya tinggal 50 sen. "Tapi, tidak apa-apa. Anggap saja ini sebagai DP. Jika kita bertemu lagi dan saat itu aku sudah kembali berjaya, aku janji akan membayar sisanya." Anastasia kembali mendekat ke ranjang. Wanita itu membungkuk untuk menulis sesuatu di selembar kertas. Setelah selesai, dia kemudian melipatnya, lalu pergi meninggalkan kertas itu di atas meja nakas bersamaan dengan uang 50 sen yang tadi dia keluarkan dari dalam tas. Tanpa dia sadari, semua pergerakannya itu sebenarnya diperhatikan oleh si laki-laki yang sedang pura-pura tidur di atas ranjang sana."Halo, Karlina?" Anastasia langsung menyapa seseorang yang sedang dia coba telepon sudah terdengar mengangkat panggilannya. Dengan kepala yang menoleh ke belakang, wanita itu terlihat keluar dari sebuah motel."iya, Anne?" Suara jawaban keluar dari dalam telepon. Anastasia dengan tampang planga-plongo itu kebingungan terlihat memindai ke segala arah. Satu tangannya yang bebas bergerak menggaruk Surai hitam coklat keemasan yang dia punya. Saat ini kondisi Anastasia benar-benar berantakan. Rambutnya acak-acakan, bajunya kusut tidak tanggung-tanggung. Jelas semua orang yang sedang berjalan kaki langsung menjadikan wanita itu sebagai pusat perhatian mereka. "Kamu bisa menjemputku, teman? Aku mohon kali ini saja, Karli, Saudariku, teman seperjuanganku." Anastasia yang memang orangnya terlalu masa bodoh, terlihat tidak acuh. Dia saat ini sedang memperlihatkan ekspresi wajah yang mengenaskan. Wanita itu mulai berjalan linglung mengikuti langkah orang-orang yang juga tengah berjalan di tro
"Ini juga barang-barangmu yang lainnya, Anne Sayang.""Setelah memfitnahku mengorupsi, terus berselingkuh di belakangku, sekarang kamu juga mengambil apartemen-""Mengambil apartemen apa maksudmu? Ayolah, Anne. Jangan pura-pura lupa. Coba kamu ingat baik-baik siapa pemilik apartemen ini?"Anastasia langsung termenung mendengar penuturan Marselino yang memotong perkataannya. Otaknya langsung terputar mengingat ke saat dia pertama membeli hunian itu. Saat sudah menemukan jawaban itu, pupil matanya langsung terbuka lebar. Marselino yang melihat itu langsung menarik salah satu sudut bibirnya."Sudah ingat apartemen ini milik siapa?" tanya Marselino si laki-laki berwajah licik yang satu tangannya sedang digandeng manja oleh sosok Nathalia."Sialan! Sialan! Sialan! Aku ngerasa ingin gantung diri saja sekarang!" Anastasia menjerit kesal saat mengingat perdebatannya pagi tadi. Saat ini, dia sedang meletakkan es batu yang terbungkus kain di atas kepalanya. Entahlah itu fungsinya apa, tapi yang
"Eh, Maaf, Sir. Maksud Saya, he ... he ... he, lupakan." Anastasia yang masih berdiri di garis pintu bicara dengan blak-blakan. Kedua matanya terlihat bergerak bingung. Dan saat dia kembali bersitatap dengan netra abu-abu milik laki-laki yang duduk di belakang kursi bername tag "Daniel Alex Maximillan" itu, dia tersenyum. Wanita itu saat ini sedang merutuki dirinya sendiri di dalam hati karena keceplosan yang dia lakukan tadi. "Masuklah!" Anastasia meneguk salivanya saat dia mendapati perintah masuk bernada serak mengintimidasi itu. Dengan langkah gugup dibarengi doa di dalam hati, dia mengayunkan langkah memasuki ruangan yang di dominasi warna putih itu. 'semoga dia tidak ingat, semoga dia tidak ingat,' batinnya berdoa dengan terus mengulas sebuah senyum canggung yang terlihat cukup lebar. "Tuan-" Anastasia melongo saat kedua matanya melihat laki-laki yang sedang duduk di kursi kebesaran itu menggelengkan kepalanya. Wanita itu mengernyitkan keningnya karena dia mendapati si
Siangnya di sebuah restoran terkenal di pusat kota Milan...."Duduklah!" Anastasia dengan raut wajah yang gugup menganggukkan kepalanya. Dia dengan anggukan kepala sungkan bergerak menarik kursi dengan perlahan, lalu kemudian mendudukkan pantatnya di permukaan tempat duduk tersebut. Cara duduknya yang terlihat gusar dan gerakan tangannya yang pura-pura merapikan anak rambutnya, menandakan kalau saat ini suasana hati wanita itu sedang tidak karu-karuan.Mendapati tatapan tajam dan mengintimidasi, membuat ketakutannya mencuat naik kepermukaan. Padahal, bisa dikatakan Anastasia itu wanita yang tidak terlalu takut jika berhadapan dengan seseorang, tapi entah kenapa saat bersitatap dengan netra abu-abu milik Daniel, dia serasa menciut "Ohh, baiklah, Nona Anastasia. Kita langsung saja ke intinya." Anastasia menganggukkan kepalanya. Dia bergerak membenahi posisi duduknya yang dirasa agak miring, 'ini aku harus diam saja sampai dia memintaku bicara, gitu? Dari tadi lidahku sudah gatal ing
Pinggiran kota Milan, Panti Asuhan La Nostra Famiglia.....Setelah menempuh beberapa menit dan mengganti trem dengan menaiki sebuah metro, akhirnya Anastasia tiba di lokasi tujuan. Sebuah kawasan asri pinggiran kota Milan. Di depan mata Anastasi, terlihat sebuah gerbang tua berkarat yang sepertinya sudah tidak terurus lagi. Di tralis gerbang, tergantung sebuah papan bertuliskan "Akan segera di ratakan!" Melihat tulisan itu, Anastasia terlihat semakin lesu. Dengan masih menggunakan baju kerja lengkap, wanita itu berjalan masuk dengan langkah pelan. "Ya tahun, aku tidak menyangka kalau kondisinya akan separah ini?" Kedua mata Anastasia langsung menatap tidak percaya saat mendapati keadaan bangunan yang benar-benar tidak layak huni lagi. "Saat aku, Karlina, dan teman-teman lain masih tinggal di sini, semua bangunannya masih bagus. Tetapi, apa ini? Kenapa-" "Anne?" Anastasia yang masih kaget melihat keadaan b
Tepat jam 08.25pm, Anastasia kembali ke pusat kota Milan. Saat ini, dia sudah berada di dalam kamar dan sedang mengeluarkan barang-barangnya dari dalam lemari. "Dari pada kamu hanya menonton begitu, bukankah lebih baik kamu membantuku berkemas?" Anastasia melirik ke arah Karlina yang sedang duduk di ranjang empuk miliknya. "Ini aku masih kaget loh. Padahal kamu baru kerja hari ini, tapi kamu sudah dapat gaji di muka. Itu pun jumlahnya sampai kamu bisa beli apartemen baru lagi, Anne. Gila, sungguh, gil-" "Berisik!" Anastasia memutar bola matanya malas, "kamu kayak tidak mengenal aku saja, Karli. Aku ini, Veronica Anastasia, wanita yang lahir dengan penuh bakat. Jadi, sudah jelas kalau mendapatkan uang bagiku adalah soal yang mudah," imbuhnya membanggakan diri, membuat Karlina yang duduk santai di ranjang bergerak bangkit untuk membantu. Anastasia tahu kalau Karlina sedang berjalan mendekat ke arahnya, tapi karena saat ini pikirannya dipenuhi oleh cerita-cerita yang tadi sore
"Julio, sebenarnya kita akan pergi ke mana ini? Bukankah pertemuannya ada di restoran tadi? Tapi, kenapa hanya Tuan Maximillan saj-" "Kita memang hari ini tidak akan ikut pertemuan, Nona Anastasia." Julio yang duduk tepat di sebelah kanan sopir pribadi milik Daniel bersuara. Laki-laki itu berkata tanpa menoleh pun melihat ke arah Anastasia yang sedang duduk di jok belakang. Sementara di sisi Anastasia. Mendengar penuturan itu, dahinya langsung dibuat sedikit mengkerut. Jujur, dari awal dia menandatangani perjanjian kontrak menjadi wanita simpanan itu, Anastasia langsung dibuat bingung. Dia merasa begitu karena setelah menandatangani perjanjian itu, Anastasia merasa tidak ada yang berubah. Semuanya masih normal-normal saja dan keadaan ini tidak seperti apa yang sedang dia pikirkan. "Lah, lalu tujuan kita ke mana, Julio?" tanya Anastasia dengan menatap penuh kebingungan ke arah laki-laki itu. "Aku diperintahkan oleh Tuan Maximillan untuk mengantarmu ke mansion yang akan Anda tempat
"Di Mansion Maximillan ini, Tuan Maximillan adalah aturannya. Dia bisa mengubah aturan sesuai keinginannya. Tapi, ada beberapa aturan yang akan tetap sama. Yaitu, pertama, dia tidak mengizinkan siapa pun mandi di malam hari di sini. Kedua, dia tidak mengizinkan makanan yang dihidangkan di meja makan tidak sesuai dengan jadwal. Ketiga, dia benci kamar mandinya dipenuhi oleh busa-busa sabun." Anastasia mendesah, mengumumkan rasa nikmat yang didapatkan tubuhnya yang malam ini sedang berendam air hangat di dalam bathub. Tubuhnya yang polos, terlihat ditutupi busa. "Aku tidak peduli dengan aturannya. Persetan dengan itu semua karena malam ini aku membutuhkan ini. Toh, kedatangannya juga sudah terjadwal dan malam ini bukanlah malam di mana dia akan datang berkunjung." Iya, malam ini Anastasia memang butuh merendam dirinya untuk menghilangkan rasa penat setelah berkeliling mengenal Mansion tempat tinggalnya. Ini adalah hidup yang selalu dia bayang-bayangkan. Tinggal di rumah bak istana in