"Nona Anastasia, kamu pergi ke lantai tiga dan minta Arly untuk datang ke ruanganku segera!" Daniel langsung memberikan perintah kepada Anastasia. Anastasia yang mendengar itu menganggukkan kepalanya, "Siap, Tuan!" Wanita itu berjalan ke depan untuk memencet tombol lift ekslusif agar pintu terbelah. Daniel menganggukkan kepalanya, "Minta dia ke ruanganku. Ada sesuatu hal yang harus aku bahas dengannya." Setelah mengatakan itu, laki-laki itu langsung pergi masuk ke dalam lift, "aku akan menunggu lima menit," imbuhnya dengan tersenyum. Daniel bergerak memencet tombol lift di dalam, membuat pintu bening itu kembali tertutup rapat.Anastasia merapikan rambutnya dan dia tanpa berlama-lama langsung berpindah ke lift umum yang di mana, di sana ada banyak sekali jenis orangnya. ***Lantai tiga, area pemotretan "Mentang-mentang mereka model, terus mereka seenaknya melihatku dengan sebelah mata. Aku Jambak tahu rasa mereka. Begini-begini aku itu juga tidak kalah cantik juga kok dari mereka.
"Saya masih belum menemukan wanita yang cocok, Tuan Maximillan." Suara mendayu-dayu yang seringkali dia keluarkan untuk bicara dengan seseorang, terdengar berubah tegas. Laki-laki itu pun berdiri dengan tegap. "Klise sekali," ujar Daniel dengan senyum meremehkan. Arly tidak sanggup menegakkan pandangan. Dia lebih memilih untuk menunduk. Sungguh, ini kali pertama dia dipanggil dan ditanyakan tentang perihal kinerja, "apa segini saja kinerja yang bisa kau berikan kepada perusahaan ini, Arly?" imbuhnya dan Arly masih diam. Dia geming dengan butiran-butiran keringat yang mengucur deras."Tuan, maaf karena mungkin saya akan terdengar lancang, tapi bisa tidak Anda memberikan gambaran tentang seseorang yang ingin Anda jadikan model yang mengenakan gaun rancangan Anda, Tuan." Dengan membisikkan sebuah kata-kata bermakna berani di dalam dirinya, Arly langsung mengutarakan keinginan yang dari dua Minggu lalu sudah muncul. Sementara di sisi Daniel, laki-laki itu langsung berpikir sejenak. Soro
Italia, Lombardia, Milan "Akhh! Kita lakukan sekarang!" Si wanita terlihat membuka jas seorang laki-laki dengan gerak yang cepat dan terkesan kasar. Si laki-laki yang baru saja menghentikan ciumannya, bergerak membantu melepas jasnya sendiri. Setelah kain itu tertanggal dari badannya, dia melemparnya dengan gerakan yang asal dan kembali menciumi bibir merah ranum Anastasia dengan penuh gairah. Dia— Veronica Anastasia yang memang dalam keadaan benar-benar mabuk menyambut dengan hangat ciuman itu. Gairah wanitanya semakin terpacu tatkala kedua tangan si laki-laki yang tadi memperkenalkan dirinya dengan nama Straniero itu, mulai bergerak menggerayangi sekujur tubuhnya. Memegang aset-aset yang masih terbungkus oleh baju kerjanya yang sudah tidak dalam keadaan baik-baik saja. Wanita itu semakin terbakar gairah. Kedua tangannya terlihat menekan tengkuk si pria bernama Straniero itu, membuat ciuman mereka semakin dalam. Bahkan tanpa disadari, mereka berdua saat ini sudah berdiri tepat d
"Halo, Karlina?" Anastasia langsung menyapa seseorang yang sedang dia coba telepon sudah terdengar mengangkat panggilannya. Dengan kepala yang menoleh ke belakang, wanita itu terlihat keluar dari sebuah motel."iya, Anne?" Suara jawaban keluar dari dalam telepon. Anastasia dengan tampang planga-plongo itu kebingungan terlihat memindai ke segala arah. Satu tangannya yang bebas bergerak menggaruk Surai hitam coklat keemasan yang dia punya. Saat ini kondisi Anastasia benar-benar berantakan. Rambutnya acak-acakan, bajunya kusut tidak tanggung-tanggung. Jelas semua orang yang sedang berjalan kaki langsung menjadikan wanita itu sebagai pusat perhatian mereka. "Kamu bisa menjemputku, teman? Aku mohon kali ini saja, Karli, Saudariku, teman seperjuanganku." Anastasia yang memang orangnya terlalu masa bodoh, terlihat tidak acuh. Dia saat ini sedang memperlihatkan ekspresi wajah yang mengenaskan. Wanita itu mulai berjalan linglung mengikuti langkah orang-orang yang juga tengah berjalan di tro
"Ini juga barang-barangmu yang lainnya, Anne Sayang.""Setelah memfitnahku mengorupsi, terus berselingkuh di belakangku, sekarang kamu juga mengambil apartemen-""Mengambil apartemen apa maksudmu? Ayolah, Anne. Jangan pura-pura lupa. Coba kamu ingat baik-baik siapa pemilik apartemen ini?"Anastasia langsung termenung mendengar penuturan Marselino yang memotong perkataannya. Otaknya langsung terputar mengingat ke saat dia pertama membeli hunian itu. Saat sudah menemukan jawaban itu, pupil matanya langsung terbuka lebar. Marselino yang melihat itu langsung menarik salah satu sudut bibirnya."Sudah ingat apartemen ini milik siapa?" tanya Marselino si laki-laki berwajah licik yang satu tangannya sedang digandeng manja oleh sosok Nathalia."Sialan! Sialan! Sialan! Aku ngerasa ingin gantung diri saja sekarang!" Anastasia menjerit kesal saat mengingat perdebatannya pagi tadi. Saat ini, dia sedang meletakkan es batu yang terbungkus kain di atas kepalanya. Entahlah itu fungsinya apa, tapi yang
"Eh, Maaf, Sir. Maksud Saya, he ... he ... he, lupakan." Anastasia yang masih berdiri di garis pintu bicara dengan blak-blakan. Kedua matanya terlihat bergerak bingung. Dan saat dia kembali bersitatap dengan netra abu-abu milik laki-laki yang duduk di belakang kursi bername tag "Daniel Alex Maximillan" itu, dia tersenyum. Wanita itu saat ini sedang merutuki dirinya sendiri di dalam hati karena keceplosan yang dia lakukan tadi. "Masuklah!" Anastasia meneguk salivanya saat dia mendapati perintah masuk bernada serak mengintimidasi itu. Dengan langkah gugup dibarengi doa di dalam hati, dia mengayunkan langkah memasuki ruangan yang di dominasi warna putih itu. 'semoga dia tidak ingat, semoga dia tidak ingat,' batinnya berdoa dengan terus mengulas sebuah senyum canggung yang terlihat cukup lebar. "Tuan-" Anastasia melongo saat kedua matanya melihat laki-laki yang sedang duduk di kursi kebesaran itu menggelengkan kepalanya. Wanita itu mengernyitkan keningnya karena dia mendapati si
Siangnya di sebuah restoran terkenal di pusat kota Milan...."Duduklah!" Anastasia dengan raut wajah yang gugup menganggukkan kepalanya. Dia dengan anggukan kepala sungkan bergerak menarik kursi dengan perlahan, lalu kemudian mendudukkan pantatnya di permukaan tempat duduk tersebut. Cara duduknya yang terlihat gusar dan gerakan tangannya yang pura-pura merapikan anak rambutnya, menandakan kalau saat ini suasana hati wanita itu sedang tidak karu-karuan.Mendapati tatapan tajam dan mengintimidasi, membuat ketakutannya mencuat naik kepermukaan. Padahal, bisa dikatakan Anastasia itu wanita yang tidak terlalu takut jika berhadapan dengan seseorang, tapi entah kenapa saat bersitatap dengan netra abu-abu milik Daniel, dia serasa menciut "Ohh, baiklah, Nona Anastasia. Kita langsung saja ke intinya." Anastasia menganggukkan kepalanya. Dia bergerak membenahi posisi duduknya yang dirasa agak miring, 'ini aku harus diam saja sampai dia memintaku bicara, gitu? Dari tadi lidahku sudah gatal ing
Pinggiran kota Milan, Panti Asuhan La Nostra Famiglia.....Setelah menempuh beberapa menit dan mengganti trem dengan menaiki sebuah metro, akhirnya Anastasia tiba di lokasi tujuan. Sebuah kawasan asri pinggiran kota Milan. Di depan mata Anastasi, terlihat sebuah gerbang tua berkarat yang sepertinya sudah tidak terurus lagi. Di tralis gerbang, tergantung sebuah papan bertuliskan "Akan segera di ratakan!" Melihat tulisan itu, Anastasia terlihat semakin lesu. Dengan masih menggunakan baju kerja lengkap, wanita itu berjalan masuk dengan langkah pelan. "Ya tahun, aku tidak menyangka kalau kondisinya akan separah ini?" Kedua mata Anastasia langsung menatap tidak percaya saat mendapati keadaan bangunan yang benar-benar tidak layak huni lagi. "Saat aku, Karlina, dan teman-teman lain masih tinggal di sini, semua bangunannya masih bagus. Tetapi, apa ini? Kenapa-" "Anne?" Anastasia yang masih kaget melihat keadaan b