"Eh, Maaf, Sir. Maksud Saya, he ... he ... he, lupakan." Anastasia yang masih berdiri di garis pintu bicara dengan blak-blakan. Kedua matanya terlihat bergerak bingung. Dan saat dia kembali bersitatap dengan netra abu-abu milik laki-laki yang duduk di belakang kursi bername tag "Daniel Alex Maximillan" itu, dia tersenyum. Wanita itu saat ini sedang merutuki dirinya sendiri di dalam hati karena keceplosan yang dia lakukan tadi.
"Masuklah!" Anastasia meneguk salivanya saat dia mendapati perintah masuk bernada serak mengintimidasi itu. Dengan langkah gugup dibarengi doa di dalam hati, dia mengayunkan langkah memasuki ruangan yang di dominasi warna putih itu. 'semoga dia tidak ingat, semoga dia tidak ingat,' batinnya berdoa dengan terus mengulas sebuah senyum canggung yang terlihat cukup lebar. "Tuan-" Anastasia melongo saat kedua matanya melihat laki-laki yang sedang duduk di kursi kebesaran itu menggelengkan kepalanya. Wanita itu mengernyitkan keningnya karena dia mendapati si laki-laki berwajah angkuh dan juga bossy itu meraih sebuah map. Dari bentuknya, Anastasia tahu kalau itu adalah berkas CV miliknya. "Di sini tertulis informasi lengkap tentangmu. Jadi, tidak perlu berkelana diri lagi, Nona Anastasia." Untuk ketiga kalinya, Anastasia kembali meneguk ludahnya. Semua itu karena dia mendapati lirikan tajam dari mata abu-abu si laki-laki bernama Daniel itu. Padahal tidak ada yang perlu ditakutkan, tapi entah kenapa Anastasia merasa kalau saat ini dia seperti tertekan. Hawa di ruangan ini pun terasa panas, membuat sekujur tubuh wanita itu berkeringat. "Baiklah, Nona Anastasia. Sepertinya sudah tidak ada lagi yang ingin Saya tanyakan. Untuk informasi lengkap tentang pekerjaanmu, nanti akan diberitahukan oleh sekretarisku yang sudah menunggu di luar. Selamat bergabung di perusahaan kami." "Hah? Secepat itu? Aku bahkan belum mendapatkan sebuah pertanyaan. Lalu kemudian masalah gaji," "Nanti kita bahas lebih lanjut. Sekarang, keluar dan cobalah berkeliling mengenal tempat kerja barumu." Anastasia menatap aneh ke arah sang CEO, 'kenapa dia terlihat aneh sih? Ini, fix. Tadi aku memang salah mengenali seseorang. Tidak mungkin dia laki-laki yang bersamaku di malam itu. Sikap dan perilakunya sungguh jelas-jelas berbeda,' batin wanita itu mempercayakan kata hatinya. "Baiklah, terima kasih, Sir. Kalau begitu saya permisi dulu. Senang mengobrol dengan Anda," sarkas Anastasia dan kemudian langsung berlalu pergi dengan raut yang terlihat seperti orang bodoh. Padahal dia belum menjelaskan apa pun. Dia juga belum negosiasi tentang gajinya, tapi tiba-tiba dia sudah diterima begitu saja. "Masa bodoh tentang gaji. Intinya aku sudah diterima kerja saja itu hal yang baik," gumamnya ditengah-tengah perjalanan keluar dari ruangan yang dipenuhi aura mencekam itu. *** "Seperti yang Anda mungkin sudah dengar dari Nona Karlina. Perusahaan kami ini bergerak di bidang adibusana. Kita adalah perusahaan nomor dua yang terkenal di Italia dan di beberapa negara eropa lainnya. Selain di Milan, perusahaan kita juga banyak tersebar di kota-kota besar lainnya. Ada rencana kalau, Tuan Maximillan akan membuat sebuah anak perusahaan di luar Italia." Penjelasan panjang lebar Julio— Sekertaris milik Daniel itu, dicatat semua oleh Anastasia yang berjalan di belakang laki-laki itu. Mereka berdua baru saja selesai berkeliling lantai lima dan setelah memberitahukan ada apa saja di lantai ini, Julio langsung mengajak Anastasia kembali. Saat ini mereka sudah berdiri di depan pintu masuk ruangan Daniel, "Nah di sini, ruangan bos kita, Tuan Daniel Alex Maximillan. Kamu bisa memanggilnya dengan Taun Maximillan." Anastasia kembali mencacat, 'tuh, nama mereka saja beda. Yang ini Daniel Alex Maximillan dan teman tidurku itu bernama Straniero. Tidak mungkin juga seorang gigolo punya sebuah perusahaan,' batin Anastasia sembari mencatat. "Sekarang Saya akan memberitahukan tempat ruang kerjamu. Ayo, kemari!" Anastasia mengangguk dan kembali ikut berjalan. Ternyata jarak ruangannya dengan pintu ruangan Daniel tidak terlalu jauh. Malahan bisa dikatakan itu bersebelahan. "Di sini adalah ruanganmu," ujar Julio dengan bergerak masuk lebih dulu. Anastasia ikut melangkah masuk. Wanita itu terlihat terpukau dengan. ruangannya yang luas, tapi rasa kagumnya itu lenyap saat dia mengetahui kalau dari tempatnya ini, dia bisa melihat jelas ke dalam ruangan sang bos, "aho, kenapa ruanganku dan-" "Kami sengaja mengkonsep ruangan asisten pribadi bos seperti ini. Hal itu dilakukan untuk memudahkan Tuan Maximillan memanggilmu jika dia memerlukan sesuatu. Tapi, lebih dari itu, alasan utamanya adalah agar Tuan Maximillan bisa memantau kinerja asistennya," terang Julio yang sepertinya sudah tahu maksud dari reaksi Anastasia. "Ini meja kerjamu. Ada laptop dan juga telepon. Nah, Telepon ini terhubung dengan kantor bawah. Kamu jika memerlukan sesuatu bisa menggunakan ini untuk menelpon resepsionis di bawah, tapi kamu tidak bisa menggunakan ini untuk menelepon Tuan Maximillan. Yang bisa meneleponmu dari sini itu hanya dia seorang," jelas Julio dengan menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti. Anastasia yang mendengar itu langsung menganggukkan kepalanya paham, 'Kenapa bisa begitu? Bukankah lebih mudah kalau aku juga bisa-' "Tuan Maximillan tidak terlalu suka ditelepon, Nona. Dia lebih menyukai berbicara langsung dengan orang yang bersangkutan," kata Julio tiba-tiba membuat Anastasia tidak melanjutkan ucapan batinnya. "Ini adalah bagian terpenting. Kamu harus simpan dan mengingat apa yang akan saya katakan terkahir ini." Anastasia langsung mengangguk. Dia memposisikan tangannya layaknya orang yang siap-siap mencatat. "Ada beberapa hal yang tidak disukai Tuan Maximillan. Pertama, dia tidak suka ada orang yang berbicara tanpa seizin-" "Hah, kenapa dia seaneh itu?" komentar Anastasia spontan dengan raut wajah yang kaget dan mata mendelik tidak percaya. Julio yang tadinya asik menjelaskan dengan raut wajah tenang, langsung dibuat datar. Laki-laki itu paling tidak suka jika ada yang memotong penjelasannya, "Itu sudah sifatnya. Intinya, demi keselamatan, Kamu lebih baik hindari melakukan hal-hal yang belum dia setujui atau belum dia minta untuk kamu lakukan. Karena jika sampai kamu tanpa sengaja melakukan itu, habislah riwayatmu, Nona Anastasia." Anastasia yang mendengar itu langsung menganggukkan kepalanya. Dengan gerakan tangan yang cepat, wanita itu langsung menuliskan satu hal yang benar-benar harus dia turuti. Setelah itu, Julio kembali menjelaskan semua tentang sosok Daniel Alex Maximillan. Mulai dari yang tidak laki-laki itu sukai, hingga semua yang disukai. Bahkan sampai-sampai makanan dan juga alergi sang Tuan Julio paparkan kepada Anastasia yang senantiasa mencacat semuanya. "Semua sudah kamu catat bukan?" tanya Julio dan Anastasia yang memang sudah selesai langsung mengangguk kepalanya. "Sudah, Tuan." "Kalau begitu, nanti siang kita akan membahas hal lebih jauh lagi tentang pekerjaanmu, Nona. Jadi, sampai jumpa siang nanti." Setelah mengatakan itu, Julio langsung berlalu pergi, membuat tanda tanya besar langsung muncul di otak Anastasia. Sungguh, baru kali ini dia mendapati pekerjaan sebegitu rumitnya. Apalagi ada banyak sekali hal yang harus dia lakukan dan jujur, itu sungguh sangat-sangat menyebalkan bagi wanita. "Hah, hari ini otakku tiba-tiba pusing. Banyak sekali hal aneh yang terjadi. Mulai dari si bos yang wajahnya sama percis dengan orang yang bersamaku malam itu, terus hingga mendapatkan pekerjaan dengan begitu sangat mudahnya. Terus apa lagi tadi, untuk lebih lanjutnya kita akan bahas itu saat jam makan siang." Anastasia menjatuhkan dirinya di kursi kerja kepunyaannya. Wanita itu terdengar menghela napas, "Aku sudah diterima kerja, tapi anehnya aku merasa tidak bahagia sama sekali. Malahan aku merasa ada satu hal yang janggal, tapi entahlah. Sekarang, yang aku butuhkan adalah Karlina. Aku ingin menceritakan semuanya kepada wanita itu sekarang juga."Siangnya di sebuah restoran terkenal di pusat kota Milan...."Duduklah!" Anastasia dengan raut wajah yang gugup menganggukkan kepalanya. Dia dengan anggukan kepala sungkan bergerak menarik kursi dengan perlahan, lalu kemudian mendudukkan pantatnya di permukaan tempat duduk tersebut. Cara duduknya yang terlihat gusar dan gerakan tangannya yang pura-pura merapikan anak rambutnya, menandakan kalau saat ini suasana hati wanita itu sedang tidak karu-karuan.Mendapati tatapan tajam dan mengintimidasi, membuat ketakutannya mencuat naik kepermukaan. Padahal, bisa dikatakan Anastasia itu wanita yang tidak terlalu takut jika berhadapan dengan seseorang, tapi entah kenapa saat bersitatap dengan netra abu-abu milik Daniel, dia serasa menciut "Ohh, baiklah, Nona Anastasia. Kita langsung saja ke intinya." Anastasia menganggukkan kepalanya. Dia bergerak membenahi posisi duduknya yang dirasa agak miring, 'ini aku harus diam saja sampai dia memintaku bicara, gitu? Dari tadi lidahku sudah gatal ing
Pinggiran kota Milan, Panti Asuhan La Nostra Famiglia.....Setelah menempuh beberapa menit dan mengganti trem dengan menaiki sebuah metro, akhirnya Anastasia tiba di lokasi tujuan. Sebuah kawasan asri pinggiran kota Milan. Di depan mata Anastasi, terlihat sebuah gerbang tua berkarat yang sepertinya sudah tidak terurus lagi. Di tralis gerbang, tergantung sebuah papan bertuliskan "Akan segera di ratakan!" Melihat tulisan itu, Anastasia terlihat semakin lesu. Dengan masih menggunakan baju kerja lengkap, wanita itu berjalan masuk dengan langkah pelan. "Ya tahun, aku tidak menyangka kalau kondisinya akan separah ini?" Kedua mata Anastasia langsung menatap tidak percaya saat mendapati keadaan bangunan yang benar-benar tidak layak huni lagi. "Saat aku, Karlina, dan teman-teman lain masih tinggal di sini, semua bangunannya masih bagus. Tetapi, apa ini? Kenapa-" "Anne?" Anastasia yang masih kaget melihat keadaan b
Tepat jam 08.25pm, Anastasia kembali ke pusat kota Milan. Saat ini, dia sudah berada di dalam kamar dan sedang mengeluarkan barang-barangnya dari dalam lemari. "Dari pada kamu hanya menonton begitu, bukankah lebih baik kamu membantuku berkemas?" Anastasia melirik ke arah Karlina yang sedang duduk di ranjang empuk miliknya. "Ini aku masih kaget loh. Padahal kamu baru kerja hari ini, tapi kamu sudah dapat gaji di muka. Itu pun jumlahnya sampai kamu bisa beli apartemen baru lagi, Anne. Gila, sungguh, gil-" "Berisik!" Anastasia memutar bola matanya malas, "kamu kayak tidak mengenal aku saja, Karli. Aku ini, Veronica Anastasia, wanita yang lahir dengan penuh bakat. Jadi, sudah jelas kalau mendapatkan uang bagiku adalah soal yang mudah," imbuhnya membanggakan diri, membuat Karlina yang duduk santai di ranjang bergerak bangkit untuk membantu. Anastasia tahu kalau Karlina sedang berjalan mendekat ke arahnya, tapi karena saat ini pikirannya dipenuhi oleh cerita-cerita yang tadi sore
"Julio, sebenarnya kita akan pergi ke mana ini? Bukankah pertemuannya ada di restoran tadi? Tapi, kenapa hanya Tuan Maximillan saj-" "Kita memang hari ini tidak akan ikut pertemuan, Nona Anastasia." Julio yang duduk tepat di sebelah kanan sopir pribadi milik Daniel bersuara. Laki-laki itu berkata tanpa menoleh pun melihat ke arah Anastasia yang sedang duduk di jok belakang. Sementara di sisi Anastasia. Mendengar penuturan itu, dahinya langsung dibuat sedikit mengkerut. Jujur, dari awal dia menandatangani perjanjian kontrak menjadi wanita simpanan itu, Anastasia langsung dibuat bingung. Dia merasa begitu karena setelah menandatangani perjanjian itu, Anastasia merasa tidak ada yang berubah. Semuanya masih normal-normal saja dan keadaan ini tidak seperti apa yang sedang dia pikirkan. "Lah, lalu tujuan kita ke mana, Julio?" tanya Anastasia dengan menatap penuh kebingungan ke arah laki-laki itu. "Aku diperintahkan oleh Tuan Maximillan untuk mengantarmu ke mansion yang akan Anda tempat
"Di Mansion Maximillan ini, Tuan Maximillan adalah aturannya. Dia bisa mengubah aturan sesuai keinginannya. Tapi, ada beberapa aturan yang akan tetap sama. Yaitu, pertama, dia tidak mengizinkan siapa pun mandi di malam hari di sini. Kedua, dia tidak mengizinkan makanan yang dihidangkan di meja makan tidak sesuai dengan jadwal. Ketiga, dia benci kamar mandinya dipenuhi oleh busa-busa sabun." Anastasia mendesah, mengumumkan rasa nikmat yang didapatkan tubuhnya yang malam ini sedang berendam air hangat di dalam bathub. Tubuhnya yang polos, terlihat ditutupi busa. "Aku tidak peduli dengan aturannya. Persetan dengan itu semua karena malam ini aku membutuhkan ini. Toh, kedatangannya juga sudah terjadwal dan malam ini bukanlah malam di mana dia akan datang berkunjung." Iya, malam ini Anastasia memang butuh merendam dirinya untuk menghilangkan rasa penat setelah berkeliling mengenal Mansion tempat tinggalnya. Ini adalah hidup yang selalu dia bayang-bayangkan. Tinggal di rumah bak istana in
Flashback on....Setelah melihat tingkah wanita teman mainnya secara sembunyi-sembunyi, Daniel langsung membuka matanya dengan sempurna, memperlihatkan manik abu-abunya yang indah dan menawan."Wanita yang begitu sangat liar." Laki-laki itu bergerak bangun dari tidurnya dengan sedikit menggeliat, menanggalkan kelelahan karena aktivitas semalam. Raut wajahnya yang tampan, dengan garis muka tegas, terlihat berseri-seri. "Sungguh, semalam adalah permainan paling menggairahkan. Aku tidak pernah merasa bernafsu sekali seperti semalam." Dengan tersenyum, Daniel meraba tengkuknya yang sedikit agak pegal. Di dada bidang laki-laki itu, bekas-bekas cakaran terlihat masih merah di sana. Terdapat banyak sekali kiss mark tertinggal di leher laki-laki itu. Lebih dari itu, di kedua pundaknya, terdapat banyak sekali bekas-bekas gigitan yang bekasnya terlihat lumayan dalam. "Namanya Nona Anastasia ya?" Daniel bergerak menyingkap selimut, lalu kemudian turun dari ranjang dengan telanjang, "aku akan
Tiga hari kemudian, Mansion Maximillan "Anne, Anakku. Terima kasih banyak, Sayang. Panti asuhannya tidak jadi digusur. Pihak bank kembali menyerahkan surat tanahnya kepada Mom." "Ah, sungguh? Anne ikut senang, Mom." Anastasia menahan tangisannya. Setelah mengatakan itu, dia langsung membekap mulutnya rapat-rapat agar suara pilu itu tidak terdengar oleh orang yang saat ini jadi teman teleponannya. "Iya, Mom dan adik-adikmu sangat-sangat senang. Terima kasih juga karena kamu sudah meminta beberapa orang konstruksi bangunan datang untuk memperbaiki kondisi panti. Mom yakin semua ini juga pasti darimu, 'kan?" Anastasia yang mendengar itu sedikit mengernyit bingung. Matanya yang saat ini terlihat berkaca-kaca terlihat tidak mengerti, tapi biar begitu dia tetap menyunggingkan senyum. Wanita itu mengangguk sembari bergerak melepas bekapan di mulutnya, "I ... iya, aku meminta beberapa orang datang untuk membenahi bangunan yang sudah rusak, Mom." Anastasia kembali ingin menangis. Dia terh
"Ya Tuhan, Nona. Sungguh, malam ini Anda benar-benar terlihat cantik sekali. Pakaian yang Anda kenakan terlihat cocok. Anda seperti seorang putri." Aunty Jane terkesima. Dia bahkan sampai membekap mulutnya dengan kedua tangan. Malam ini, tepat jam delapan malam, Anastasia sedang berdiri di depan cermin. Wanita bergaris muka lembut itu, sedang memandangi pantulan penampilannya. Saat ini, dia sudah terlihat cantik. Ditubuhnya sudah terpasang dress pesta berwarna biru dongker yang menawan. Rambutnya yang indah, tergerai dalam bentuk agak keriting di bagian bawah. 'inilah yang aku impikan. Bisa tampil cantik dengan baju-baju dari brand ternama, tapi entah kenapa aku tidak merasa bahagia sekali,' batin Anastasia dengan ekspresi wajah yang sedih, tapi semua itu disamarkan oleh sebuah senyum yang tersungging sangat indah di kedua sudut bibirnya yang berwarna merah pudar. "Aunty Jane! Aunty Jane!" Seorang wanita berpakaian maid yang sama seperti aunty Jane, tiba datang dengan langkah cepat
"Saya masih belum menemukan wanita yang cocok, Tuan Maximillan." Suara mendayu-dayu yang seringkali dia keluarkan untuk bicara dengan seseorang, terdengar berubah tegas. Laki-laki itu pun berdiri dengan tegap. "Klise sekali," ujar Daniel dengan senyum meremehkan. Arly tidak sanggup menegakkan pandangan. Dia lebih memilih untuk menunduk. Sungguh, ini kali pertama dia dipanggil dan ditanyakan tentang perihal kinerja, "apa segini saja kinerja yang bisa kau berikan kepada perusahaan ini, Arly?" imbuhnya dan Arly masih diam. Dia geming dengan butiran-butiran keringat yang mengucur deras."Tuan, maaf karena mungkin saya akan terdengar lancang, tapi bisa tidak Anda memberikan gambaran tentang seseorang yang ingin Anda jadikan model yang mengenakan gaun rancangan Anda, Tuan." Dengan membisikkan sebuah kata-kata bermakna berani di dalam dirinya, Arly langsung mengutarakan keinginan yang dari dua Minggu lalu sudah muncul. Sementara di sisi Daniel, laki-laki itu langsung berpikir sejenak. Soro
"Nona Anastasia, kamu pergi ke lantai tiga dan minta Arly untuk datang ke ruanganku segera!" Daniel langsung memberikan perintah kepada Anastasia. Anastasia yang mendengar itu menganggukkan kepalanya, "Siap, Tuan!" Wanita itu berjalan ke depan untuk memencet tombol lift ekslusif agar pintu terbelah. Daniel menganggukkan kepalanya, "Minta dia ke ruanganku. Ada sesuatu hal yang harus aku bahas dengannya." Setelah mengatakan itu, laki-laki itu langsung pergi masuk ke dalam lift, "aku akan menunggu lima menit," imbuhnya dengan tersenyum. Daniel bergerak memencet tombol lift di dalam, membuat pintu bening itu kembali tertutup rapat.Anastasia merapikan rambutnya dan dia tanpa berlama-lama langsung berpindah ke lift umum yang di mana, di sana ada banyak sekali jenis orangnya. ***Lantai tiga, area pemotretan "Mentang-mentang mereka model, terus mereka seenaknya melihatku dengan sebelah mata. Aku Jambak tahu rasa mereka. Begini-begini aku itu juga tidak kalah cantik juga kok dari mereka.
Kembali beberapa hari yang lalu, tepatnya saat malam di mana Anastasia dicampakkan begitu saja oleh Daniel. Setelah laki-laki itu menurunkan sang asisten pribadi, dia langsung melajukan mobilnya membelah jalan pinggir kota Milan. "Kamu kenapa tega begitu kepada Anastasia, Daniel?" Suara imut Melinda langsung terdengar berkomentar. Ekspresi wajah tidak percaya bercampur dengan kesal langsung terlihat di wajah wanita itu. Daniel yang mendengar itu terlihat tidak terlalu acuh. Dia memilih untuk terus melajukan mobilnya dengan raut wajah yang serius. "Dia seorang wanita loh. Kenapa sikapmu selalu saja begitu?" Daniel masih bungkam dan dia memilih untuk memutar stir mobilnya untuk berbelok ke kanan. Bahkan wajahnya terlihat berpaling dari pandangan tajam mata biru Melinda. "Pantas saja kamu tidak pernah bisa punya-punya pacar. Sikapmu aja terlihat tidak begitu peduli kepada orang lain begitu." Melinda memilih mengakhiri omelannya. Kepalanya yang tadi menoleh melihat ke arah Daniel mem
Tepat di jam 11 siang, Anastasia dan Daniel kembali ke Mansion. Saat ini mereka berdua sedang duduk lesehan di depan perapian yang ada di sebelah ruang televisi. Ada begitu banyak tumpukan barang di depan mereka dan Anastasia terlihat sedang mengecek semua barang-barang yang beberapa jam lalu dia borong di pusat belanja. Sementara Daniel, laki-laki itu hanya duduk bersila di atas karpet kulit harimau. Kedua matanya sedari tadi memperhatikan gerak gerik Anastasia.Di pandangannya, ekspresi wanita itu tidak punya perubahan sama sekali. Dia dari awal membeli barang-barang itu selalu terlihat ceria. Bisa Daniel bilang kalau tadi pagi adalah hari paling ceria yang Anastasia perlihatkan setelah pindah dan tinggal dengannya di sini. "Apa barang segitu cukup dengan adik-adikmu?" tanya Daniel menyeletuk, membuat Anastasia mengangkat pandangan ke arahnya. Wanita itu menyunggingkan senyum, "Ini lebih dari cukup, Daniel. Malahan aku lihat-lihat ini terlalu banyak tahu." Daniel mengernyitkan k
Terhitung sudah masuk hari kedua Anastasia sakit di pergelangan kaki. Saat ini dia dan Daniel sedang berjalan dengan dirinya yang duduk di kursi roda di koridor rumah sakit.Mereka ke sana untuk bertemu dengan dokter yang menangani kaki Anastasia tempo hari yang lalu. Kata dokter, kondisi pergelangan kaki wanita itu sudah lumayan membaik. Bahkan tadi Daniel disanjung di dalam sana. "Kalau begitu aku nanti akan mengantarmu pulang dulu, lalu kemudian aku pergi untuk belanja Mingguan sendiri." Di tengah-tengah perjalanan menuju pintu utama rumah sakit. Anastasia yang mendengar itu jelas langsung mendongak, "aku ikut boleh?" tanya Anastasia dengan sorot mata yang penuh dengan harapan. Padahal, dia belum mendapatkan perintah untuk bicara, tapi wanita itu sudah berani mengambil suara. "Kakimu masih dalam masa pemulihan, Anne. Aku tidak mau nanti terjadi apa-apa dan justru membuat keadaanmu semakin parah. Besok Senin tumpukan pekerjaan sudah menunggu kita. Aku akan usahakan kamu bisa puli
"Kenapa tiba-tiba berhenti?" tanya Anastasia saat melihat tatapan mata Daniel terpaku melihat ke wajahnya. Anastasia tersenyum, wanita itu menghadap ke depan, "Ternyata Melinda seseorang yang berbakat. Padahal, kesan pertamaku kepadanya itu, dia seperti gadis manja yang malas bekerja dan lebih memilih menjadi penikmat-" "Lupakan, lebih baik kita segera ke danau buatan sebelum telat."Daniel menyudahi obrolan tentang wanita bernama Melinda itu. Ekspresi wajahnya pun terlihat kembali datar. Dia mendorong kursi roda Anastasia melewati jalanan setapak berpavling blok yang sisi-sisinya dihiasi semak-semak belukar yang terpotong berbentuk kotak rapi. Tidak memerlukan waktu lama, di sebuah kursi panjang yang menghadap jauh ke depan, ke arah danau buatan yang berair tenang. Ukuran danau itu lumayan luas, dia dibentuk melingkar dengan sisi kiri yang dihias sebuah pohon pinus yang daunnya sudah tidak terlihat lagi. Di ujung depan danau, terdapat sebuah jembatan kayu kecil dengan di ujung je
"Katakan! Kau bicara dengan siapa tadi? Terdengar sangat seru." Daniel yang berjalan mendekat ke arah ranjang bertanya. Setelah tiba di sana, laki-laki itu langsung memposisikan dirinya untuk duduk di sebelah Anastasia."Karli. Aku tadi bicara dengannya," jawab Anastasia dengan ekspresi wajah yang gugup, "kamu yang buat, kah?" imbuhnya pura-pura bertanya untuk mengalihkan obrolan saat melihat isi nampan yang di mana, di sana ada sepiring Pomodori col riso. Makanan yang terbuat dari campuran tomat, minyak zaitun, nasi, garam, dan merica. Cara pembuatan makanan ini sederhana. Kita hanya perlu memotong bagian atas tomat, mengeluarkan isi di dalamnya, lalu kemudian kita isi kembali dengan mencampurkan isi tomat yang dikeluarkan tadi dengan nasi, garam, merica, dan minyak zaitun. Setelah itu bagian atasnya kita tempel kembali, lalu kemudian masukkan ke dalam oven. Selain makanan itu, di nampan itu juga ada segelas air, sebutir obat, dan juga segulung perban steril, "Apa perban bisa di m
Anastasia menggeliat nikmat, merentangkan kedua tangannya ke udara dengan mata yang masih setengah terpejam. Akan tetapi, kenikmatan itu lenyap saat dia tidak senagaja menggerakkan kaki kanannya, membuat kedua matanya melotot dan mulutnya menjerit. "Anne, ada apa?" Daniel keluar dari dalam kamar mandi dengan gerak cepat dan eskpresi wajah yang panik. Rambutnya yang basah, terlihat menjatuhkan tetesan air, "semuanya baik?" tanyanya lagi sembari bergerak mendekat dengan hanya mengenakan handuk yang menutup area pinggang ke bawah. Anastasia yang mendapati itu langsung menganggukkan kepalanya, "Tidak apa-apa kok. Aku tadi tidak senagaja menggerakkannya dan membuat sedikit ngilu." cicit Anastasia dengan ekspresi wajah yang kesakitan. Daniel yang mendengar itu langsung menatap Anastasia dengan datar. Laki-laki itu bergerak membenarkan ikatan handuknya, lalu kemudian dia memposisikan dirinya untuk duduk di sebelah Anastasia yang sedang berbaring. "Aku bantu kamu duduk." Daniel merangkul
"Kau memang bisa diandalkan, Julio. Terima kasih atas kabar baik yang kau bawa." Daniel memberikan sebuah pujian. Laki-laki itu terlihat mengulas sebuah senyum kecil untuk Julio yang menunduk."Senang bisa mendapatkan pujian dari Anda, Tuan. Tapi, keberhasilan saya juga didukung oleh bahan presentasi yang dibuat oleh, Nona Anastasia. Tanpa itu, Saya tidak mungkin membuat semua orang terkesan." Julio mengangkat pandangannya. Pertama-tama laki-laki itu melihat bangga kepada Daniel, lalu kemudian dia melihat ke arah Anastasia yang saat ini sedang duduk di kursi roda. Iya, setelah banyak melakukan pertimbangan, Daniel menyarankan untuk Anastasia menggunakan kursi roda saja. Hal itu dia lakukan untuk meminimalisir cedera yang di alami si wanita itu. "Memang kinerja Anda sangat bagus, Nona. Setelah Anda bergabung dengan perusahaan, peluang kita mendapatkan tanda tangan kerja sama semakin meningkat. Bukan begitu, Tuan Maximillan." Julio menoleh melihat ke arah Daniel. Laki-laki itu menyu