Siangnya di sebuah restoran terkenal di pusat kota Milan....
"Duduklah!" Anastasia dengan raut wajah yang gugup menganggukkan kepalanya. Dia dengan anggukan kepala sungkan bergerak menarik kursi dengan perlahan, lalu kemudian mendudukkan pantatnya di permukaan tempat duduk tersebut. Cara duduknya yang terlihat gusar dan gerakan tangannya yang pura-pura merapikan anak rambutnya, menandakan kalau saat ini suasana hati wanita itu sedang tidak karu-karuan. Mendapati tatapan tajam dan mengintimidasi, membuat ketakutannya mencuat naik kepermukaan. Padahal, bisa dikatakan Anastasia itu wanita yang tidak terlalu takut jika berhadapan dengan seseorang, tapi entah kenapa saat bersitatap dengan netra abu-abu milik Daniel, dia serasa menciut "Ohh, baiklah, Nona Anastasia. Kita langsung saja ke intinya." Anastasia menganggukkan kepalanya. Dia bergerak membenahi posisi duduknya yang dirasa agak miring, 'ini aku harus diam saja sampai dia memintaku bicara, gitu? Dari tadi lidahku sudah gatal ingin menanyakan nominal gaji yang akan aku terima,' batinnya merasa bosan karena diam. Kenapa laki-laki di depannya ini harus seaneh ini? "Bagaimana kabarmu, setelah hari itu, Nona?" Daniel menyeringai dengan air muka paling menyeramkan yang dia punya. Tatapan mata abu-abunya terlihat tajam menikam Anastasia yang langsung tertegun. Sementara di sisi Anastasia, bak disambar petir di musim dingin, degup jantungnya langsung berdetak dengan sangat cepat. Ucapan-ucapan di dalam hati yang dia lakukan pagi tadi langsung terbantahkan, tapi sorot matanya jelas menampilkan sebuah kebingungan. "A ... apa-" "Husss! Diam! Jangan membuka suara sebelum Saya memberikan perintah, Nona. Di sini, Saya adalah penguasanya." Telapak tangan Anastasia langsung terasa basah. Tenggorokannya terlihat turun naik saat dia meneguk ludahnya bulat-bulat. Saat ini, dia benar-benar dibuat merinding oleh sosok seorang Daniel Alex Maximillan. Mulai dari suara, raut wajah, dan tatapan matanya. Bagi Anastasia semuanya terasa menakutkan. "Apa maksudnya ini?" Anastasia langsung melihat ke arah meja saat dia mendapati ada sebuah lembaran kertas beserta uang koin bernilai 50 sen di dorong oleh tangan besar milik Daniel. 'sialan, jadi ini benar-benar dia? Mampus aku,' batin Anastasia merutuki nasibnya. "Sekarang jelaskan" Anastasia langsung mendongak melihat ke arah wajah Daniel yang masih terlihat tenang, tapi terkesan menyeramkan karena tatapan mata laki-laki itu masih menyorot ke arah dirinya dengan begitu provokatif. "Sir. Sepertinya Anda salah mengenali seseorang. Aku sungguh tidak merasa pernah bertemu dengan orang yang bernama lengkap Daniel Alex Maximillan." Sebisa mungkin Anastasia harus pura-pura mengelak dulu. "Saya tidak bertanya tentang kita sudah bertemu atau tidak. Yang saya tanyakan adalah apa maksud dari tulisan di kertas itu, Nona Anastasia. Anastasia tersentak kaget. Padahal, nada bicara Daniel tidak terdengar sedang berteriak, tapi entah kenapa suara penuh dengan penekanan itu membuat sekujur tubuh Anastasia merinding. "Maafkan saya, Sir. Maksud dari kertas itu sebenarnya untuk memberitahukan Anda kalau-" "Kalau kamu ingin menghargai Saya, begitu? Kamu menghargai seorang Daniel Alex Maximillan, penguasa Milan seharga 50 sen?" Anastasia saat ini ingin pingsan. Sungguh, dia tidak mau berada di situasi seperti ini. Wanita itu paling benci di interogasi. "Oh, baiklah, kita lupakan permasalahan itu. Biarpun sebenarnya harga diriku tercoreng, tapi tujuan pertemuan kita di sini bukan untuk membahas masa lalu, bukan begitu, Nona?" Anastasia hanya bisa diam. Saat ini dia sedang mencoba menahan keinginan bicaranya di depan laki-laki itu. Biarpun dia sedang ketakutan, tapi Anastasia masih sadar untuk tidak mencoba mengeluarkan suara sebelum di minta. _"sebisa mungkin, untuk menghindari masalah, kamu nanti di dalam sana tetaplah menaati peraturan mutlak milik Tuan Maximillan. Jangan sampai mengeluarkan suara sebelum diminta, paham?"_ Anastasia kembali mengingat wejangan yang dikatakan Julio tadi sebelum masuk ke ruangan restoran VIP ini. 'kalau misalnya itu bukanlah pembahasan inti kita, lalu dia di sini denganku ingin membicarakan apa? Kata Julio, aku akan diberitahukan upahku di sini, tapi-' "Baiklah, Saya akan mulai saja langsung. Tujuan Saya mengundangmu ke sini adalah untuk membahas lebih lanjut tentang sesuatu hal." Daniel dengan gaya bossy khasnya mulai berbicara. Anastasia yang menghentikan ucapan dalam hatinya, mulai tiba-tiba merasa sesak berada di ruangan itu, dia bahkan sampai kembali dibuat menelan ludahnya bulat-bulat. Sorot matanya terlihat takut dan tubuhnya sedari tadi bergerak-gerak resah. Dia ketakutan, apa lagi saat melihat ekspresi wajah Daniel yang terlihat semakin serius. "Sebenarnya, kamu sudah Saya terima menjadi seorang Asisten Pribadi Saya. Tujuan Saya berbicara denganmu di sini adalah untuk memberikanmu sebuah penawaran yang benar-benar akan membuatmu sangat-sangat untung," katanya dengan masih mencoba berlagak misterius. Laki-laki tampan bak iblis licik itu saat ini sedang menyunggingkan senyum yang terlihat sangat-sangat misterius. Anastasia yang mendengar itu terlihat sumringah. Dia ingin mengeluarkan sebuah suara, tapi tertahan karena aturan yang pagi tadi Julio katakan. Yaitu, aturan pertama. Jangan melakukan hal apa pun sebelum kamu diperintahkan. "Nona Anastasia. Jadilah wanita simpanan Saya." Daniel mengatakan itu dengan menyeringai. "Aho!" teriaknya tiba-tiba membuat raut wajah Daniel tertekuk marah. Namun, karena saat ini mereka bisa dikatakan sedang membahas hal yang serius, Daniel memilih untuk memakluminya. Anastasia yang melihat perubahan raut wajah bosnya itu langsung menutup mulut. Dia tersenyum seolah ingin mengatakan maaf, 'apa maksudnya ini? Wanita simpanan? Apa dia akan menjadikan aku seorang selingkuhan?' batinnya dengan menerka-nerka kemungkinan-kemungkinan negatif. "Raut wajahmu dibuat biasa saja, Nona Anastasia. Tujuan Saya ingin menjadikanmu simpanan bukan untuk berselingkuh. Saya juga masih lajang. Semua ini hanya keinginan pribadi Saya yang bisa dibilang agak sedikit tertarik dengan keliaran-' "Tidak mau! Apa Saya terlihat semurah itu? Di sini Saya ingin bekerja dengan layak dan dengan keahlian yang Saya punya. Lagian Saya tidak semenderita itu hingga sampai harus menjual diri! Apa pun alasannya Saya menolak. Lebih baik Saya menganggur saja dari pada-" "Panti asuhan La nostra famiglia, aku yakin kamu tahu itu, bukan?" Anastasia yang mendengar itu langsung kaget. Nama panti asuhan yang disebutkan oleh Daniel itu adalah tempat tinggalnya dulu. Kenapa laki-laki ini bisa mengetahuinya? Padahal, ini kali kedua mereka bertemu. "Saat ini tempat itu sedang di intai oleh seseorang untuk diambil alih kepemilikannya. Katanya, tanah itu sudah digadaikan oleh salah satu pengurusnya. Tinggal menghitung waktu saja hingga tempat itu akan rata dengan tanah." Daniel mengatakan itu dengan smrik tipis yang menjijikan. Anastasia yang mendengar fakta itu langsung kaget, "Hah, diratakan? Anda pasti berbohong?" Daniel menyeringai. Dia melirik ke arah pintu masuk ruang VIP restoran, "Julio, bawa masuk dokumen itu!" titah laki-laki itu dengan angkuh. Sosok Julio langsung terlihat masuk ke dalam ruangan. Namun, laki-laki itu tidak terlalu lama di sana karena setelah meletakkan sebuah map cokelat di meja, Julio langsung beranjak pergi setelah Daniel meminta laki-laki itu untuk meninggalkan ruangan itu lagi. "Isi map itu akan memberitahumu apa aku berbohong atau tidak." Setelah mengatakan itu. Daniel bangkit dari duduknya. Laki-laki berwajah angkuh itu terlihat membenahi jas kerjanya dengan terus menunjukkan sebuah senyum yang licik, "Tawaranku berlaku sampai besok. Jadi, Saya akan mencoba sabar untuk menunggu keputusanmu, Nona Anastasia," imbuhnya membuat wanita itu mendongak untuk melihat ke arahnya. "Apa yang aku perbuat hingga Anda melakukan ini?" tanya Anastasia dengan mata yang berair, "padahal kita hanya bertemu di sebuah club malam tanpa senagaja-" "Husss! Saya tidak mengizinkan kamu bertanya, Nona. Jika kamu ingin tahu alasannya, Saya akan mengatakan itu jika kamu sudah berada di genggaman Saya." Daniel menyeringai iblis. Setelah mengatakan itu, dia berdehem, "Setelah ini, kamu tidak perlu kembali ke kantor lagi. Pulang dan kembali besok dengan jawabanmu," perintahnya dan setelah itu, Daniel langsung berlalu pergi meninggalkan Anastasia yang kebingungan. Iya, dia masih tidak mengerti dengan motif yang membuat laki-laki itu melakukan ini kepadanya.Pinggiran kota Milan, Panti Asuhan La Nostra Famiglia.....Setelah menempuh beberapa menit dan mengganti trem dengan menaiki sebuah metro, akhirnya Anastasia tiba di lokasi tujuan. Sebuah kawasan asri pinggiran kota Milan. Di depan mata Anastasi, terlihat sebuah gerbang tua berkarat yang sepertinya sudah tidak terurus lagi. Di tralis gerbang, tergantung sebuah papan bertuliskan "Akan segera di ratakan!" Melihat tulisan itu, Anastasia terlihat semakin lesu. Dengan masih menggunakan baju kerja lengkap, wanita itu berjalan masuk dengan langkah pelan. "Ya tahun, aku tidak menyangka kalau kondisinya akan separah ini?" Kedua mata Anastasia langsung menatap tidak percaya saat mendapati keadaan bangunan yang benar-benar tidak layak huni lagi. "Saat aku, Karlina, dan teman-teman lain masih tinggal di sini, semua bangunannya masih bagus. Tetapi, apa ini? Kenapa-" "Anne?" Anastasia yang masih kaget melihat keadaan b
Tepat jam 08.25pm, Anastasia kembali ke pusat kota Milan. Saat ini, dia sudah berada di dalam kamar dan sedang mengeluarkan barang-barangnya dari dalam lemari. "Dari pada kamu hanya menonton begitu, bukankah lebih baik kamu membantuku berkemas?" Anastasia melirik ke arah Karlina yang sedang duduk di ranjang empuk miliknya. "Ini aku masih kaget loh. Padahal kamu baru kerja hari ini, tapi kamu sudah dapat gaji di muka. Itu pun jumlahnya sampai kamu bisa beli apartemen baru lagi, Anne. Gila, sungguh, gil-" "Berisik!" Anastasia memutar bola matanya malas, "kamu kayak tidak mengenal aku saja, Karli. Aku ini, Veronica Anastasia, wanita yang lahir dengan penuh bakat. Jadi, sudah jelas kalau mendapatkan uang bagiku adalah soal yang mudah," imbuhnya membanggakan diri, membuat Karlina yang duduk santai di ranjang bergerak bangkit untuk membantu. Anastasia tahu kalau Karlina sedang berjalan mendekat ke arahnya, tapi karena saat ini pikirannya dipenuhi oleh cerita-cerita yang tadi sore
"Julio, sebenarnya kita akan pergi ke mana ini? Bukankah pertemuannya ada di restoran tadi? Tapi, kenapa hanya Tuan Maximillan saj-" "Kita memang hari ini tidak akan ikut pertemuan, Nona Anastasia." Julio yang duduk tepat di sebelah kanan sopir pribadi milik Daniel bersuara. Laki-laki itu berkata tanpa menoleh pun melihat ke arah Anastasia yang sedang duduk di jok belakang. Sementara di sisi Anastasia. Mendengar penuturan itu, dahinya langsung dibuat sedikit mengkerut. Jujur, dari awal dia menandatangani perjanjian kontrak menjadi wanita simpanan itu, Anastasia langsung dibuat bingung. Dia merasa begitu karena setelah menandatangani perjanjian itu, Anastasia merasa tidak ada yang berubah. Semuanya masih normal-normal saja dan keadaan ini tidak seperti apa yang sedang dia pikirkan. "Lah, lalu tujuan kita ke mana, Julio?" tanya Anastasia dengan menatap penuh kebingungan ke arah laki-laki itu. "Aku diperintahkan oleh Tuan Maximillan untuk mengantarmu ke mansion yang akan Anda tempat
"Di Mansion Maximillan ini, Tuan Maximillan adalah aturannya. Dia bisa mengubah aturan sesuai keinginannya. Tapi, ada beberapa aturan yang akan tetap sama. Yaitu, pertama, dia tidak mengizinkan siapa pun mandi di malam hari di sini. Kedua, dia tidak mengizinkan makanan yang dihidangkan di meja makan tidak sesuai dengan jadwal. Ketiga, dia benci kamar mandinya dipenuhi oleh busa-busa sabun." Anastasia mendesah, mengumumkan rasa nikmat yang didapatkan tubuhnya yang malam ini sedang berendam air hangat di dalam bathub. Tubuhnya yang polos, terlihat ditutupi busa. "Aku tidak peduli dengan aturannya. Persetan dengan itu semua karena malam ini aku membutuhkan ini. Toh, kedatangannya juga sudah terjadwal dan malam ini bukanlah malam di mana dia akan datang berkunjung." Iya, malam ini Anastasia memang butuh merendam dirinya untuk menghilangkan rasa penat setelah berkeliling mengenal Mansion tempat tinggalnya. Ini adalah hidup yang selalu dia bayang-bayangkan. Tinggal di rumah bak istana in
Flashback on....Setelah melihat tingkah wanita teman mainnya secara sembunyi-sembunyi, Daniel langsung membuka matanya dengan sempurna, memperlihatkan manik abu-abunya yang indah dan menawan."Wanita yang begitu sangat liar." Laki-laki itu bergerak bangun dari tidurnya dengan sedikit menggeliat, menanggalkan kelelahan karena aktivitas semalam. Raut wajahnya yang tampan, dengan garis muka tegas, terlihat berseri-seri. "Sungguh, semalam adalah permainan paling menggairahkan. Aku tidak pernah merasa bernafsu sekali seperti semalam." Dengan tersenyum, Daniel meraba tengkuknya yang sedikit agak pegal. Di dada bidang laki-laki itu, bekas-bekas cakaran terlihat masih merah di sana. Terdapat banyak sekali kiss mark tertinggal di leher laki-laki itu. Lebih dari itu, di kedua pundaknya, terdapat banyak sekali bekas-bekas gigitan yang bekasnya terlihat lumayan dalam. "Namanya Nona Anastasia ya?" Daniel bergerak menyingkap selimut, lalu kemudian turun dari ranjang dengan telanjang, "aku akan
Tiga hari kemudian, Mansion Maximillan "Anne, Anakku. Terima kasih banyak, Sayang. Panti asuhannya tidak jadi digusur. Pihak bank kembali menyerahkan surat tanahnya kepada Mom." "Ah, sungguh? Anne ikut senang, Mom." Anastasia menahan tangisannya. Setelah mengatakan itu, dia langsung membekap mulutnya rapat-rapat agar suara pilu itu tidak terdengar oleh orang yang saat ini jadi teman teleponannya. "Iya, Mom dan adik-adikmu sangat-sangat senang. Terima kasih juga karena kamu sudah meminta beberapa orang konstruksi bangunan datang untuk memperbaiki kondisi panti. Mom yakin semua ini juga pasti darimu, 'kan?" Anastasia yang mendengar itu sedikit mengernyit bingung. Matanya yang saat ini terlihat berkaca-kaca terlihat tidak mengerti, tapi biar begitu dia tetap menyunggingkan senyum. Wanita itu mengangguk sembari bergerak melepas bekapan di mulutnya, "I ... iya, aku meminta beberapa orang datang untuk membenahi bangunan yang sudah rusak, Mom." Anastasia kembali ingin menangis. Dia terh
"Ya Tuhan, Nona. Sungguh, malam ini Anda benar-benar terlihat cantik sekali. Pakaian yang Anda kenakan terlihat cocok. Anda seperti seorang putri." Aunty Jane terkesima. Dia bahkan sampai membekap mulutnya dengan kedua tangan. Malam ini, tepat jam delapan malam, Anastasia sedang berdiri di depan cermin. Wanita bergaris muka lembut itu, sedang memandangi pantulan penampilannya. Saat ini, dia sudah terlihat cantik. Ditubuhnya sudah terpasang dress pesta berwarna biru dongker yang menawan. Rambutnya yang indah, tergerai dalam bentuk agak keriting di bagian bawah. 'inilah yang aku impikan. Bisa tampil cantik dengan baju-baju dari brand ternama, tapi entah kenapa aku tidak merasa bahagia sekali,' batin Anastasia dengan ekspresi wajah yang sedih, tapi semua itu disamarkan oleh sebuah senyum yang tersungging sangat indah di kedua sudut bibirnya yang berwarna merah pudar. "Aunty Jane! Aunty Jane!" Seorang wanita berpakaian maid yang sama seperti aunty Jane, tiba datang dengan langkah cepat
Setelah melaju selama 15 menit dari pinggiran kota Milan, mobil mewah milik Daniel terlihat sudah berhenti di sebuah hotel bintang lima. "Ingat yang aku katakan di rumah tadi. Cobalah seramah mungkin biarpun saat ini kau sedang sedih!" peringat Daniel sebelum mereka benar-benar keluar dari dalam mobil. Anastasia yang mendengar itu langsung tersenyum. Dia bergerak menganggukkan kepalanya mengerti, 'ramah berarti aku akan tersenyum. Begini bukan?' batin wanita itu dengan semakin melebarkan senyumannya, membuat ekspresi wajahnya terlihat sangat-sangat menyeramkan. "Memangnya kau joker hingga akan menyapa rekan Bisnisku seperti itu?" sinis Daniel yang membuat senyum lebar Anastasia langsung memudar, "senyum kecil saja!" imbuhnya memerintah dengan netra abu-abu yang menatap tajam wanita itu. Anastasia menganggukkan kepalanya, 'begini?' batin wanita itu dengan membentuk sebuah senyum kecil. Daniel yang melihat senyum itu langsung tiba-tiba mendapatkan sebuah degupan. Sorot mata abu-abu
"Saya masih belum menemukan wanita yang cocok, Tuan Maximillan." Suara mendayu-dayu yang seringkali dia keluarkan untuk bicara dengan seseorang, terdengar berubah tegas. Laki-laki itu pun berdiri dengan tegap. "Klise sekali," ujar Daniel dengan senyum meremehkan. Arly tidak sanggup menegakkan pandangan. Dia lebih memilih untuk menunduk. Sungguh, ini kali pertama dia dipanggil dan ditanyakan tentang perihal kinerja, "apa segini saja kinerja yang bisa kau berikan kepada perusahaan ini, Arly?" imbuhnya dan Arly masih diam. Dia geming dengan butiran-butiran keringat yang mengucur deras."Tuan, maaf karena mungkin saya akan terdengar lancang, tapi bisa tidak Anda memberikan gambaran tentang seseorang yang ingin Anda jadikan model yang mengenakan gaun rancangan Anda, Tuan." Dengan membisikkan sebuah kata-kata bermakna berani di dalam dirinya, Arly langsung mengutarakan keinginan yang dari dua Minggu lalu sudah muncul. Sementara di sisi Daniel, laki-laki itu langsung berpikir sejenak. Soro
"Nona Anastasia, kamu pergi ke lantai tiga dan minta Arly untuk datang ke ruanganku segera!" Daniel langsung memberikan perintah kepada Anastasia. Anastasia yang mendengar itu menganggukkan kepalanya, "Siap, Tuan!" Wanita itu berjalan ke depan untuk memencet tombol lift ekslusif agar pintu terbelah. Daniel menganggukkan kepalanya, "Minta dia ke ruanganku. Ada sesuatu hal yang harus aku bahas dengannya." Setelah mengatakan itu, laki-laki itu langsung pergi masuk ke dalam lift, "aku akan menunggu lima menit," imbuhnya dengan tersenyum. Daniel bergerak memencet tombol lift di dalam, membuat pintu bening itu kembali tertutup rapat.Anastasia merapikan rambutnya dan dia tanpa berlama-lama langsung berpindah ke lift umum yang di mana, di sana ada banyak sekali jenis orangnya. ***Lantai tiga, area pemotretan "Mentang-mentang mereka model, terus mereka seenaknya melihatku dengan sebelah mata. Aku Jambak tahu rasa mereka. Begini-begini aku itu juga tidak kalah cantik juga kok dari mereka.
Kembali beberapa hari yang lalu, tepatnya saat malam di mana Anastasia dicampakkan begitu saja oleh Daniel. Setelah laki-laki itu menurunkan sang asisten pribadi, dia langsung melajukan mobilnya membelah jalan pinggir kota Milan. "Kamu kenapa tega begitu kepada Anastasia, Daniel?" Suara imut Melinda langsung terdengar berkomentar. Ekspresi wajah tidak percaya bercampur dengan kesal langsung terlihat di wajah wanita itu. Daniel yang mendengar itu terlihat tidak terlalu acuh. Dia memilih untuk terus melajukan mobilnya dengan raut wajah yang serius. "Dia seorang wanita loh. Kenapa sikapmu selalu saja begitu?" Daniel masih bungkam dan dia memilih untuk memutar stir mobilnya untuk berbelok ke kanan. Bahkan wajahnya terlihat berpaling dari pandangan tajam mata biru Melinda. "Pantas saja kamu tidak pernah bisa punya-punya pacar. Sikapmu aja terlihat tidak begitu peduli kepada orang lain begitu." Melinda memilih mengakhiri omelannya. Kepalanya yang tadi menoleh melihat ke arah Daniel mem
Tepat di jam 11 siang, Anastasia dan Daniel kembali ke Mansion. Saat ini mereka berdua sedang duduk lesehan di depan perapian yang ada di sebelah ruang televisi. Ada begitu banyak tumpukan barang di depan mereka dan Anastasia terlihat sedang mengecek semua barang-barang yang beberapa jam lalu dia borong di pusat belanja. Sementara Daniel, laki-laki itu hanya duduk bersila di atas karpet kulit harimau. Kedua matanya sedari tadi memperhatikan gerak gerik Anastasia.Di pandangannya, ekspresi wanita itu tidak punya perubahan sama sekali. Dia dari awal membeli barang-barang itu selalu terlihat ceria. Bisa Daniel bilang kalau tadi pagi adalah hari paling ceria yang Anastasia perlihatkan setelah pindah dan tinggal dengannya di sini. "Apa barang segitu cukup dengan adik-adikmu?" tanya Daniel menyeletuk, membuat Anastasia mengangkat pandangan ke arahnya. Wanita itu menyunggingkan senyum, "Ini lebih dari cukup, Daniel. Malahan aku lihat-lihat ini terlalu banyak tahu." Daniel mengernyitkan k
Terhitung sudah masuk hari kedua Anastasia sakit di pergelangan kaki. Saat ini dia dan Daniel sedang berjalan dengan dirinya yang duduk di kursi roda di koridor rumah sakit.Mereka ke sana untuk bertemu dengan dokter yang menangani kaki Anastasia tempo hari yang lalu. Kata dokter, kondisi pergelangan kaki wanita itu sudah lumayan membaik. Bahkan tadi Daniel disanjung di dalam sana. "Kalau begitu aku nanti akan mengantarmu pulang dulu, lalu kemudian aku pergi untuk belanja Mingguan sendiri." Di tengah-tengah perjalanan menuju pintu utama rumah sakit. Anastasia yang mendengar itu jelas langsung mendongak, "aku ikut boleh?" tanya Anastasia dengan sorot mata yang penuh dengan harapan. Padahal, dia belum mendapatkan perintah untuk bicara, tapi wanita itu sudah berani mengambil suara. "Kakimu masih dalam masa pemulihan, Anne. Aku tidak mau nanti terjadi apa-apa dan justru membuat keadaanmu semakin parah. Besok Senin tumpukan pekerjaan sudah menunggu kita. Aku akan usahakan kamu bisa puli
"Kenapa tiba-tiba berhenti?" tanya Anastasia saat melihat tatapan mata Daniel terpaku melihat ke wajahnya. Anastasia tersenyum, wanita itu menghadap ke depan, "Ternyata Melinda seseorang yang berbakat. Padahal, kesan pertamaku kepadanya itu, dia seperti gadis manja yang malas bekerja dan lebih memilih menjadi penikmat-" "Lupakan, lebih baik kita segera ke danau buatan sebelum telat."Daniel menyudahi obrolan tentang wanita bernama Melinda itu. Ekspresi wajahnya pun terlihat kembali datar. Dia mendorong kursi roda Anastasia melewati jalanan setapak berpavling blok yang sisi-sisinya dihiasi semak-semak belukar yang terpotong berbentuk kotak rapi. Tidak memerlukan waktu lama, di sebuah kursi panjang yang menghadap jauh ke depan, ke arah danau buatan yang berair tenang. Ukuran danau itu lumayan luas, dia dibentuk melingkar dengan sisi kiri yang dihias sebuah pohon pinus yang daunnya sudah tidak terlihat lagi. Di ujung depan danau, terdapat sebuah jembatan kayu kecil dengan di ujung je
"Katakan! Kau bicara dengan siapa tadi? Terdengar sangat seru." Daniel yang berjalan mendekat ke arah ranjang bertanya. Setelah tiba di sana, laki-laki itu langsung memposisikan dirinya untuk duduk di sebelah Anastasia."Karli. Aku tadi bicara dengannya," jawab Anastasia dengan ekspresi wajah yang gugup, "kamu yang buat, kah?" imbuhnya pura-pura bertanya untuk mengalihkan obrolan saat melihat isi nampan yang di mana, di sana ada sepiring Pomodori col riso. Makanan yang terbuat dari campuran tomat, minyak zaitun, nasi, garam, dan merica. Cara pembuatan makanan ini sederhana. Kita hanya perlu memotong bagian atas tomat, mengeluarkan isi di dalamnya, lalu kemudian kita isi kembali dengan mencampurkan isi tomat yang dikeluarkan tadi dengan nasi, garam, merica, dan minyak zaitun. Setelah itu bagian atasnya kita tempel kembali, lalu kemudian masukkan ke dalam oven. Selain makanan itu, di nampan itu juga ada segelas air, sebutir obat, dan juga segulung perban steril, "Apa perban bisa di m
Anastasia menggeliat nikmat, merentangkan kedua tangannya ke udara dengan mata yang masih setengah terpejam. Akan tetapi, kenikmatan itu lenyap saat dia tidak senagaja menggerakkan kaki kanannya, membuat kedua matanya melotot dan mulutnya menjerit. "Anne, ada apa?" Daniel keluar dari dalam kamar mandi dengan gerak cepat dan eskpresi wajah yang panik. Rambutnya yang basah, terlihat menjatuhkan tetesan air, "semuanya baik?" tanyanya lagi sembari bergerak mendekat dengan hanya mengenakan handuk yang menutup area pinggang ke bawah. Anastasia yang mendapati itu langsung menganggukkan kepalanya, "Tidak apa-apa kok. Aku tadi tidak senagaja menggerakkannya dan membuat sedikit ngilu." cicit Anastasia dengan ekspresi wajah yang kesakitan. Daniel yang mendengar itu langsung menatap Anastasia dengan datar. Laki-laki itu bergerak membenarkan ikatan handuknya, lalu kemudian dia memposisikan dirinya untuk duduk di sebelah Anastasia yang sedang berbaring. "Aku bantu kamu duduk." Daniel merangkul
"Kau memang bisa diandalkan, Julio. Terima kasih atas kabar baik yang kau bawa." Daniel memberikan sebuah pujian. Laki-laki itu terlihat mengulas sebuah senyum kecil untuk Julio yang menunduk."Senang bisa mendapatkan pujian dari Anda, Tuan. Tapi, keberhasilan saya juga didukung oleh bahan presentasi yang dibuat oleh, Nona Anastasia. Tanpa itu, Saya tidak mungkin membuat semua orang terkesan." Julio mengangkat pandangannya. Pertama-tama laki-laki itu melihat bangga kepada Daniel, lalu kemudian dia melihat ke arah Anastasia yang saat ini sedang duduk di kursi roda. Iya, setelah banyak melakukan pertimbangan, Daniel menyarankan untuk Anastasia menggunakan kursi roda saja. Hal itu dia lakukan untuk meminimalisir cedera yang di alami si wanita itu. "Memang kinerja Anda sangat bagus, Nona. Setelah Anda bergabung dengan perusahaan, peluang kita mendapatkan tanda tangan kerja sama semakin meningkat. Bukan begitu, Tuan Maximillan." Julio menoleh melihat ke arah Daniel. Laki-laki itu menyu