"Halo, Karlina?" Anastasia langsung menyapa seseorang yang sedang dia coba telepon sudah terdengar mengangkat panggilannya. Dengan kepala yang menoleh ke belakang, wanita itu terlihat keluar dari sebuah motel.
"iya, Anne?" Suara jawaban keluar dari dalam telepon. Anastasia dengan tampang planga-plongo itu kebingungan terlihat memindai ke segala arah. Satu tangannya yang bebas bergerak menggaruk Surai hitam coklat keemasan yang dia punya. Saat ini kondisi Anastasia benar-benar berantakan. Rambutnya acak-acakan, bajunya kusut tidak tanggung-tanggung. Jelas semua orang yang sedang berjalan kaki langsung menjadikan wanita itu sebagai pusat perhatian mereka. "Kamu bisa menjemputku, teman? Aku mohon kali ini saja, Karli, Saudariku, teman seperjuanganku." Anastasia yang memang orangnya terlalu masa bodoh, terlihat tidak acuh. Dia saat ini sedang memperlihatkan ekspresi wajah yang mengenaskan. Wanita itu mulai berjalan linglung mengikuti langkah orang-orang yang juga tengah berjalan di trotoar. "Menjemputmu? Memangnya ke mana mobil yang kamu katakan mewah itu? Kenapa tiba-tiba-" "Aku jatuh miskin, Karli." "Hah, kenapa bisa?" Anastasia menjauhkan ponselnya dari depan telinga. Mata wanita itu terpejam. Lagi dan lagi dia berhasil dibuat mengumpat. Ini sudah kali kedua dia melakukan itu. "Ceritanya panjang sekali. Sekarang kamu tolong jemput aku sebentar. Kepalaku sudah benar-benar pusing." Anastasia kembali merengek. Bibirnya manyun meminta bantuan dengan nada bicara paling lembut yang dia punya. "Menyebalkan. Sekarang posisimu ada di mana?" Suara wanita yang sedari tadi dipanggil Karlina itu kembali mengalun keluar dari dalam ponsel Anastasia. Anastasia mendongak mencaritahu di mana saat ini posisinya. Namun, entah kenapa dia lupa di mana dia, "Ah, aku tidak tahu di mana aku sekarang. Tapi, tadi aku baru saja keluar dari dalam hotel," jawabnya dengan tampang kebingungan yang tidak dibuat-buat. Saat ini dia sudah berhenti berjalan, membuat orang-orang yang sedari tadi memperhatikan dirinya bergerak menghindar agar tidak bertabrakan dengan wanita aneh itu. Jelas semua orang akan mengatai wanita itu aneh. Dari ujung kaki hingga rambut, pagi ini, Anastasia memang benar-benar berantakan. Rupanya sudah tidak karu-karuan lagi. Namun, kembali lagi. Anastasia terlalu masa bodoh dengan semua pandangan itu. "Entahlah, Karli. Aku tidak tahu tempat ini. Aku tidak bisa mengingatnya dengan pasti. Tapi di sini ada sebuah halte pemberhentian," kata Anastasia sembari kembali menggaruk kepalanya yang benar-benar terasa gatal dan juga lengket. "Katakan nama haltenya!" "Nama haltenya ...." Anastasia memicingkan mata melihat tulisan yang ada di halte sana, "namanya, Cairoli M1." "Oh my Goddess, Anne. Apa yang kamu lakukan di sana? Tunggu! Sebentar lagi aku akan ke sana. Jangan ke mana-mana okey!" "Hem, ak-" Belum selesai perkataan Anastasia, Karlina yang ada di seberang sana langsung memutuskan sambungan ponselnya begitu saja. Anastasia yang saat ini tidak punya banyak tenaga untuk mengeluarkan dumelan kesal, memilih hanya mengeluarkan helaan napas sebal. Pagi hari yang benar-benar buruk. Tubuhnya lengket, kepalanya gatal, dan yang lebih parahnya adalah, saat ini perutnya sedang benar-benar keroncongan. *** "Ya Tuhan, Anne. Bau badanmu beragam sekali ya. Semuanya tercampur jadi satu. Mulai dari bau keringat, bau alkohol, dan juga bau oh Tuhan, apa yang sudah kamu perbuat semalaman sih?" Karlina sudah tidak tanggung-tanggung menyebut kata Tuhan. Sudah tidak terhitung berapa kali jumlah wanita itu mengucapkan kata itu. Sementara orang yang saat ini sedang dicerca habis-habisan malah terlihat masa bodoh. Bahkan dia terlihat lebih memilih fokus dengan burger ukuran jumbo miliknya. "Apa lagi itu? Kenapa cara makanmu begitu, Anne?" tanya Karlina dengan ekspresi wajah yang berubah jijik "Laper!" jawab singkat Anastasia dengan mulut yang dipenuhi makanan. Setelah mengatakan itu, dia kembali memasukan satu gigitan burger ke dalam mulutnya. Karlina Annabella, wanita 23 tahun itu hanya menggelengkan kepalanya saat melihat tingkah sang saudari begitu. Ini adalah kali pertama dia mendapati Anastasia yang anggun bertingkah rakus begini. Dulu, waktu kecil dia juga pernah sesekali melihat tingkah Anastasia yang begini, tapi saat beranjak dewasa, ini adalah kali pertama dia melihat perempuan itu terlihat kucel. "Jujur saja, Anne. Aku masih belum percaya kalau Marselino kekasih yang kamu bangga-banggakan itu dan juga sahabatmu si Nathalia sampai setega itu. Bayangkan, kamu dan Marselino sudah dekat dari saat pertama bertemu dengan laki-laki itu di kantor tempatmu bekerja. Terus untuk Nat-" "Ralat, panggil dia jalang, Karli. Dia sudah bukan teman atau pun sahabatku." Dengan sedikit mendengus kesal, Anastasia memotong perkataan Karlina setelah dia selesai mengunyah habis makanannya. Wanita itu bergerak meraih minuman yang ada di dashboard, lalu meneguknya dengan rakus. "Iya, itulah maksudku. Aku tidak percaya kalau si jalang Nathalia itu bisa setega itu. Bukankah kalian berdua bersahabat dari saat masih berada di Senior High School? Kenapa dia sampai setega itu? Ini kamu tidak sedang mengarang-" "Oh ayolah, Karli. Bukan levelku mengarang cerita tentang seseorang secara berlebihan. Apa yang aku katakan kepadamu itu semuanya fakta. Si jalang tidak tahu malu itu sungguh tidak tahu diri. Padahal, jelas-jelas aku yang membantu dia masuk ke perusahaan, tapi dia membalasku dengan memfitnahku mengorupsi uang kantor. Lebih tidak tahu malunya, dia juga ternyata berselingkuh dengan kekasihku-" "Okey, stop! Berhenti sampai situ!" Karlina menginjak rem dengan mendadak, membuat tubuhnya sedikit maju. Setelah memotong perkataan Anastasia, dia menoleh melihat ke arah wanita itu, "sekarang turun! Kita sudah sampai di kawasan apartemen megahmu ini." Tubuh Anastasia yang baru selesai terhuyung ke depan, terlihat melihat memindai ke arah luar, "Oh sudah sampai? Baiklah, kalau begitu aku pulang duluan. Terima kasih ya, Saudari-" "Berhenti! Jangan berani-berani mendekat. Bau tubuhmu sungguh menjijikan." Anastasia yang tadinya ingin mencium Karlina, langsung berhenti saat mendengar komentar sang teman. Dia bergerak menciumi badannya sendiri, "Akhhh! Bau badan siapa ini?" Raut wajah wanita itu terlihat ingin muntah, tapi sedetik setelah itu, ekspresi wajahnya kembali berubah terlihat santai, "tapi, masa bodoh lah. Kamu tidak mau mampir? Dari awal aku tinggal di sini, kamu tidak pernah berkunjung ke rumahku. Hari ini, kamu mampir ya. Aku butuh teman untuk bercerita, Karli. Ada banyak sekali kisah yang ingin aku bagi kepadamu." Karlina sedikit menimang. Jari telunjuknya terlihat mengetuk-ngetuk setir mobil dengan kedua mata yang terus memandangi wajah Anastasia yang sedang memohon-mohon, "Baiklah, Aku juga sebenarnya ingin mengatakan sesuatu kepadamu." Anastasia mengernyitkan kening, "Apa?" "Tentang panti asuhan kita." Mendengar Karlina membahas panti asuhan, wajah Anastasia langsung terlihat berubah penasaran, "Ada apa dengan panti asuhan? Oh iya, Mom Stefani juga beberapa bulan ini tidak mengabarkan apa pun kepadaku. Apa semuanya dalam keadaan baik-baik saja, 'kan? Aku beberapa bulan terkahir ini juga jarang berkunjung ke sana." Raut wajah Karlina berubah serius, "Aku akan ceritakan nanti setelah berada di apartemenmu." *** "Oh my Goddess. Anne, ini benar-benar tempat tinggalmu?" Baru saja keluar dari dalam lift dan langsung disambut oleh lorong bangunan apartemen lantai 20, Karlina menjerit kegirangan, "sumpah, lorong apartemen tempatku tinggal tidak sebagus dan sebersih ini, Anne. Belum lagi kalian juga menggunakan lift untuk naik ke setiap lantainya. Jiwa miskinku meronta-ronta di sini," imbuhnya. Ternyata Karlina dan Anastasia sebelas dua belas gilanya. "Makanya beli rumah di sini. Kamu malah milih apartemen murahan. Mana setiap lantainya hanya ada dua bangunan. Terus itupun naik tangga. Membayangkannya saja sudah membuat betis-betis seksiku ini menjerit," komentar Anastasia, membuat Karlina melirik sinis ke arahnya. "Itu fakta sih," katanya dengan raut wajah yang terkesan tidak terima, tapi tetap membenarkan kata-kata temannya itu, "oh iya, sekarang tunjukkan apartemenmu. Pasti di dalamnya luas banget ya?" Karlina kembali sumringah. Wanita itu seperti melupakan kekesalannya tadi. "Ayo-ayo! Unit apartemenmu ada di paling ujung sana." Anastasia mengayunkan langkahnya dengan semakin cepat. Karlina mengikuti dari belakang. Setelah tiba di unit apartemen terkahir itu, Anastasia sang pemilik terlihat langsung mengetikkan kata sandi untuk membuka pintu. "Nah, berhasil! Sekarang kamu silahkan ma-" Kata-kata Anastasia tertahan di kerongkongan. Pupil matanya melebar dengan mulut yang dalam posisi menganga, "Apa yang kamu lakukan di sini, brengsek, Sialan?" Anastasia menjerit kaget saat netra hijau gelap kecoklatannya mendapati sosok Marselino berdiri dengan sebuah koper besar di sebelah kaki kanannya. "Eh ...." Wanita itu tambah kaget saat kedua netra hijau gelap kecoklatannya kembali mendapati seseorang sedang berjalan mendekat dari belakang punggung Marselino. Orang itu terlihat menggeret sebuah koper lain yang ukurannya jauh lumayan kecil, "Kau, juga? Apa yang kalian berdua lakukan di rumahku, Brengsek?" Double shit, dua orang yang memporak porandakan hidupnya kemarin, saat ini Anastasia dapatkan berada di dalam apartemennya. Lebih parahnya lagi, mereka, Marselino dan juga Nathalia terlihat tidak terkejut sama sekali. "Eh, Anne? Kamu sudah kembali, teman?" 'oh, _shit!_ wanita itu masih bisa menyapaku dengan ekspresi wajah baik-baik saja?' batin Anastasia yang tidak percaya dengan apa yang saat ini sedang dia lihat. "Karena kau sudah datang. Sekarang, bawa barang-barangmu pergi dari rumahku!" Marselino, laki-laki itu bergerak mendorong koper biru tua yang ada di sebelah kaki kanannya ke arah Anastasi, membuat wanita itu spontan menangkap benda itu dengan cepat. Sementara di sisi Anastasia dan juga Karlina, dua wanita itu masih mematung diam dengan raut wajah paling lucu. Sebenarnya apa maksud dari semua ini?"Ini juga barang-barangmu yang lainnya, Anne Sayang.""Setelah memfitnahku mengorupsi, terus berselingkuh di belakangku, sekarang kamu juga mengambil apartemen-""Mengambil apartemen apa maksudmu? Ayolah, Anne. Jangan pura-pura lupa. Coba kamu ingat baik-baik siapa pemilik apartemen ini?"Anastasia langsung termenung mendengar penuturan Marselino yang memotong perkataannya. Otaknya langsung terputar mengingat ke saat dia pertama membeli hunian itu. Saat sudah menemukan jawaban itu, pupil matanya langsung terbuka lebar. Marselino yang melihat itu langsung menarik salah satu sudut bibirnya."Sudah ingat apartemen ini milik siapa?" tanya Marselino si laki-laki berwajah licik yang satu tangannya sedang digandeng manja oleh sosok Nathalia."Sialan! Sialan! Sialan! Aku ngerasa ingin gantung diri saja sekarang!" Anastasia menjerit kesal saat mengingat perdebatannya pagi tadi. Saat ini, dia sedang meletakkan es batu yang terbungkus kain di atas kepalanya. Entahlah itu fungsinya apa, tapi yang
"Eh, Maaf, Sir. Maksud Saya, he ... he ... he, lupakan." Anastasia yang masih berdiri di garis pintu bicara dengan blak-blakan. Kedua matanya terlihat bergerak bingung. Dan saat dia kembali bersitatap dengan netra abu-abu milik laki-laki yang duduk di belakang kursi bername tag "Daniel Alex Maximillan" itu, dia tersenyum. Wanita itu saat ini sedang merutuki dirinya sendiri di dalam hati karena keceplosan yang dia lakukan tadi. "Masuklah!" Anastasia meneguk salivanya saat dia mendapati perintah masuk bernada serak mengintimidasi itu. Dengan langkah gugup dibarengi doa di dalam hati, dia mengayunkan langkah memasuki ruangan yang di dominasi warna putih itu. 'semoga dia tidak ingat, semoga dia tidak ingat,' batinnya berdoa dengan terus mengulas sebuah senyum canggung yang terlihat cukup lebar. "Tuan-" Anastasia melongo saat kedua matanya melihat laki-laki yang sedang duduk di kursi kebesaran itu menggelengkan kepalanya. Wanita itu mengernyitkan keningnya karena dia mendapati si
Siangnya di sebuah restoran terkenal di pusat kota Milan...."Duduklah!" Anastasia dengan raut wajah yang gugup menganggukkan kepalanya. Dia dengan anggukan kepala sungkan bergerak menarik kursi dengan perlahan, lalu kemudian mendudukkan pantatnya di permukaan tempat duduk tersebut. Cara duduknya yang terlihat gusar dan gerakan tangannya yang pura-pura merapikan anak rambutnya, menandakan kalau saat ini suasana hati wanita itu sedang tidak karu-karuan.Mendapati tatapan tajam dan mengintimidasi, membuat ketakutannya mencuat naik kepermukaan. Padahal, bisa dikatakan Anastasia itu wanita yang tidak terlalu takut jika berhadapan dengan seseorang, tapi entah kenapa saat bersitatap dengan netra abu-abu milik Daniel, dia serasa menciut "Ohh, baiklah, Nona Anastasia. Kita langsung saja ke intinya." Anastasia menganggukkan kepalanya. Dia bergerak membenahi posisi duduknya yang dirasa agak miring, 'ini aku harus diam saja sampai dia memintaku bicara, gitu? Dari tadi lidahku sudah gatal ing
Pinggiran kota Milan, Panti Asuhan La Nostra Famiglia.....Setelah menempuh beberapa menit dan mengganti trem dengan menaiki sebuah metro, akhirnya Anastasia tiba di lokasi tujuan. Sebuah kawasan asri pinggiran kota Milan. Di depan mata Anastasi, terlihat sebuah gerbang tua berkarat yang sepertinya sudah tidak terurus lagi. Di tralis gerbang, tergantung sebuah papan bertuliskan "Akan segera di ratakan!" Melihat tulisan itu, Anastasia terlihat semakin lesu. Dengan masih menggunakan baju kerja lengkap, wanita itu berjalan masuk dengan langkah pelan. "Ya tahun, aku tidak menyangka kalau kondisinya akan separah ini?" Kedua mata Anastasia langsung menatap tidak percaya saat mendapati keadaan bangunan yang benar-benar tidak layak huni lagi. "Saat aku, Karlina, dan teman-teman lain masih tinggal di sini, semua bangunannya masih bagus. Tetapi, apa ini? Kenapa-" "Anne?" Anastasia yang masih kaget melihat keadaan b
Tepat jam 08.25pm, Anastasia kembali ke pusat kota Milan. Saat ini, dia sudah berada di dalam kamar dan sedang mengeluarkan barang-barangnya dari dalam lemari. "Dari pada kamu hanya menonton begitu, bukankah lebih baik kamu membantuku berkemas?" Anastasia melirik ke arah Karlina yang sedang duduk di ranjang empuk miliknya. "Ini aku masih kaget loh. Padahal kamu baru kerja hari ini, tapi kamu sudah dapat gaji di muka. Itu pun jumlahnya sampai kamu bisa beli apartemen baru lagi, Anne. Gila, sungguh, gil-" "Berisik!" Anastasia memutar bola matanya malas, "kamu kayak tidak mengenal aku saja, Karli. Aku ini, Veronica Anastasia, wanita yang lahir dengan penuh bakat. Jadi, sudah jelas kalau mendapatkan uang bagiku adalah soal yang mudah," imbuhnya membanggakan diri, membuat Karlina yang duduk santai di ranjang bergerak bangkit untuk membantu. Anastasia tahu kalau Karlina sedang berjalan mendekat ke arahnya, tapi karena saat ini pikirannya dipenuhi oleh cerita-cerita yang tadi sore
"Julio, sebenarnya kita akan pergi ke mana ini? Bukankah pertemuannya ada di restoran tadi? Tapi, kenapa hanya Tuan Maximillan saj-" "Kita memang hari ini tidak akan ikut pertemuan, Nona Anastasia." Julio yang duduk tepat di sebelah kanan sopir pribadi milik Daniel bersuara. Laki-laki itu berkata tanpa menoleh pun melihat ke arah Anastasia yang sedang duduk di jok belakang. Sementara di sisi Anastasia. Mendengar penuturan itu, dahinya langsung dibuat sedikit mengkerut. Jujur, dari awal dia menandatangani perjanjian kontrak menjadi wanita simpanan itu, Anastasia langsung dibuat bingung. Dia merasa begitu karena setelah menandatangani perjanjian itu, Anastasia merasa tidak ada yang berubah. Semuanya masih normal-normal saja dan keadaan ini tidak seperti apa yang sedang dia pikirkan. "Lah, lalu tujuan kita ke mana, Julio?" tanya Anastasia dengan menatap penuh kebingungan ke arah laki-laki itu. "Aku diperintahkan oleh Tuan Maximillan untuk mengantarmu ke mansion yang akan Anda tempat
"Di Mansion Maximillan ini, Tuan Maximillan adalah aturannya. Dia bisa mengubah aturan sesuai keinginannya. Tapi, ada beberapa aturan yang akan tetap sama. Yaitu, pertama, dia tidak mengizinkan siapa pun mandi di malam hari di sini. Kedua, dia tidak mengizinkan makanan yang dihidangkan di meja makan tidak sesuai dengan jadwal. Ketiga, dia benci kamar mandinya dipenuhi oleh busa-busa sabun." Anastasia mendesah, mengumumkan rasa nikmat yang didapatkan tubuhnya yang malam ini sedang berendam air hangat di dalam bathub. Tubuhnya yang polos, terlihat ditutupi busa. "Aku tidak peduli dengan aturannya. Persetan dengan itu semua karena malam ini aku membutuhkan ini. Toh, kedatangannya juga sudah terjadwal dan malam ini bukanlah malam di mana dia akan datang berkunjung." Iya, malam ini Anastasia memang butuh merendam dirinya untuk menghilangkan rasa penat setelah berkeliling mengenal Mansion tempat tinggalnya. Ini adalah hidup yang selalu dia bayang-bayangkan. Tinggal di rumah bak istana in
Flashback on....Setelah melihat tingkah wanita teman mainnya secara sembunyi-sembunyi, Daniel langsung membuka matanya dengan sempurna, memperlihatkan manik abu-abunya yang indah dan menawan."Wanita yang begitu sangat liar." Laki-laki itu bergerak bangun dari tidurnya dengan sedikit menggeliat, menanggalkan kelelahan karena aktivitas semalam. Raut wajahnya yang tampan, dengan garis muka tegas, terlihat berseri-seri. "Sungguh, semalam adalah permainan paling menggairahkan. Aku tidak pernah merasa bernafsu sekali seperti semalam." Dengan tersenyum, Daniel meraba tengkuknya yang sedikit agak pegal. Di dada bidang laki-laki itu, bekas-bekas cakaran terlihat masih merah di sana. Terdapat banyak sekali kiss mark tertinggal di leher laki-laki itu. Lebih dari itu, di kedua pundaknya, terdapat banyak sekali bekas-bekas gigitan yang bekasnya terlihat lumayan dalam. "Namanya Nona Anastasia ya?" Daniel bergerak menyingkap selimut, lalu kemudian turun dari ranjang dengan telanjang, "aku akan
"Saya masih belum menemukan wanita yang cocok, Tuan Maximillan." Suara mendayu-dayu yang seringkali dia keluarkan untuk bicara dengan seseorang, terdengar berubah tegas. Laki-laki itu pun berdiri dengan tegap. "Klise sekali," ujar Daniel dengan senyum meremehkan. Arly tidak sanggup menegakkan pandangan. Dia lebih memilih untuk menunduk. Sungguh, ini kali pertama dia dipanggil dan ditanyakan tentang perihal kinerja, "apa segini saja kinerja yang bisa kau berikan kepada perusahaan ini, Arly?" imbuhnya dan Arly masih diam. Dia geming dengan butiran-butiran keringat yang mengucur deras."Tuan, maaf karena mungkin saya akan terdengar lancang, tapi bisa tidak Anda memberikan gambaran tentang seseorang yang ingin Anda jadikan model yang mengenakan gaun rancangan Anda, Tuan." Dengan membisikkan sebuah kata-kata bermakna berani di dalam dirinya, Arly langsung mengutarakan keinginan yang dari dua Minggu lalu sudah muncul. Sementara di sisi Daniel, laki-laki itu langsung berpikir sejenak. Soro
"Nona Anastasia, kamu pergi ke lantai tiga dan minta Arly untuk datang ke ruanganku segera!" Daniel langsung memberikan perintah kepada Anastasia. Anastasia yang mendengar itu menganggukkan kepalanya, "Siap, Tuan!" Wanita itu berjalan ke depan untuk memencet tombol lift ekslusif agar pintu terbelah. Daniel menganggukkan kepalanya, "Minta dia ke ruanganku. Ada sesuatu hal yang harus aku bahas dengannya." Setelah mengatakan itu, laki-laki itu langsung pergi masuk ke dalam lift, "aku akan menunggu lima menit," imbuhnya dengan tersenyum. Daniel bergerak memencet tombol lift di dalam, membuat pintu bening itu kembali tertutup rapat.Anastasia merapikan rambutnya dan dia tanpa berlama-lama langsung berpindah ke lift umum yang di mana, di sana ada banyak sekali jenis orangnya. ***Lantai tiga, area pemotretan "Mentang-mentang mereka model, terus mereka seenaknya melihatku dengan sebelah mata. Aku Jambak tahu rasa mereka. Begini-begini aku itu juga tidak kalah cantik juga kok dari mereka.
Kembali beberapa hari yang lalu, tepatnya saat malam di mana Anastasia dicampakkan begitu saja oleh Daniel. Setelah laki-laki itu menurunkan sang asisten pribadi, dia langsung melajukan mobilnya membelah jalan pinggir kota Milan. "Kamu kenapa tega begitu kepada Anastasia, Daniel?" Suara imut Melinda langsung terdengar berkomentar. Ekspresi wajah tidak percaya bercampur dengan kesal langsung terlihat di wajah wanita itu. Daniel yang mendengar itu terlihat tidak terlalu acuh. Dia memilih untuk terus melajukan mobilnya dengan raut wajah yang serius. "Dia seorang wanita loh. Kenapa sikapmu selalu saja begitu?" Daniel masih bungkam dan dia memilih untuk memutar stir mobilnya untuk berbelok ke kanan. Bahkan wajahnya terlihat berpaling dari pandangan tajam mata biru Melinda. "Pantas saja kamu tidak pernah bisa punya-punya pacar. Sikapmu aja terlihat tidak begitu peduli kepada orang lain begitu." Melinda memilih mengakhiri omelannya. Kepalanya yang tadi menoleh melihat ke arah Daniel mem
Tepat di jam 11 siang, Anastasia dan Daniel kembali ke Mansion. Saat ini mereka berdua sedang duduk lesehan di depan perapian yang ada di sebelah ruang televisi. Ada begitu banyak tumpukan barang di depan mereka dan Anastasia terlihat sedang mengecek semua barang-barang yang beberapa jam lalu dia borong di pusat belanja. Sementara Daniel, laki-laki itu hanya duduk bersila di atas karpet kulit harimau. Kedua matanya sedari tadi memperhatikan gerak gerik Anastasia.Di pandangannya, ekspresi wanita itu tidak punya perubahan sama sekali. Dia dari awal membeli barang-barang itu selalu terlihat ceria. Bisa Daniel bilang kalau tadi pagi adalah hari paling ceria yang Anastasia perlihatkan setelah pindah dan tinggal dengannya di sini. "Apa barang segitu cukup dengan adik-adikmu?" tanya Daniel menyeletuk, membuat Anastasia mengangkat pandangan ke arahnya. Wanita itu menyunggingkan senyum, "Ini lebih dari cukup, Daniel. Malahan aku lihat-lihat ini terlalu banyak tahu." Daniel mengernyitkan k
Terhitung sudah masuk hari kedua Anastasia sakit di pergelangan kaki. Saat ini dia dan Daniel sedang berjalan dengan dirinya yang duduk di kursi roda di koridor rumah sakit.Mereka ke sana untuk bertemu dengan dokter yang menangani kaki Anastasia tempo hari yang lalu. Kata dokter, kondisi pergelangan kaki wanita itu sudah lumayan membaik. Bahkan tadi Daniel disanjung di dalam sana. "Kalau begitu aku nanti akan mengantarmu pulang dulu, lalu kemudian aku pergi untuk belanja Mingguan sendiri." Di tengah-tengah perjalanan menuju pintu utama rumah sakit. Anastasia yang mendengar itu jelas langsung mendongak, "aku ikut boleh?" tanya Anastasia dengan sorot mata yang penuh dengan harapan. Padahal, dia belum mendapatkan perintah untuk bicara, tapi wanita itu sudah berani mengambil suara. "Kakimu masih dalam masa pemulihan, Anne. Aku tidak mau nanti terjadi apa-apa dan justru membuat keadaanmu semakin parah. Besok Senin tumpukan pekerjaan sudah menunggu kita. Aku akan usahakan kamu bisa puli
"Kenapa tiba-tiba berhenti?" tanya Anastasia saat melihat tatapan mata Daniel terpaku melihat ke wajahnya. Anastasia tersenyum, wanita itu menghadap ke depan, "Ternyata Melinda seseorang yang berbakat. Padahal, kesan pertamaku kepadanya itu, dia seperti gadis manja yang malas bekerja dan lebih memilih menjadi penikmat-" "Lupakan, lebih baik kita segera ke danau buatan sebelum telat."Daniel menyudahi obrolan tentang wanita bernama Melinda itu. Ekspresi wajahnya pun terlihat kembali datar. Dia mendorong kursi roda Anastasia melewati jalanan setapak berpavling blok yang sisi-sisinya dihiasi semak-semak belukar yang terpotong berbentuk kotak rapi. Tidak memerlukan waktu lama, di sebuah kursi panjang yang menghadap jauh ke depan, ke arah danau buatan yang berair tenang. Ukuran danau itu lumayan luas, dia dibentuk melingkar dengan sisi kiri yang dihias sebuah pohon pinus yang daunnya sudah tidak terlihat lagi. Di ujung depan danau, terdapat sebuah jembatan kayu kecil dengan di ujung je
"Katakan! Kau bicara dengan siapa tadi? Terdengar sangat seru." Daniel yang berjalan mendekat ke arah ranjang bertanya. Setelah tiba di sana, laki-laki itu langsung memposisikan dirinya untuk duduk di sebelah Anastasia."Karli. Aku tadi bicara dengannya," jawab Anastasia dengan ekspresi wajah yang gugup, "kamu yang buat, kah?" imbuhnya pura-pura bertanya untuk mengalihkan obrolan saat melihat isi nampan yang di mana, di sana ada sepiring Pomodori col riso. Makanan yang terbuat dari campuran tomat, minyak zaitun, nasi, garam, dan merica. Cara pembuatan makanan ini sederhana. Kita hanya perlu memotong bagian atas tomat, mengeluarkan isi di dalamnya, lalu kemudian kita isi kembali dengan mencampurkan isi tomat yang dikeluarkan tadi dengan nasi, garam, merica, dan minyak zaitun. Setelah itu bagian atasnya kita tempel kembali, lalu kemudian masukkan ke dalam oven. Selain makanan itu, di nampan itu juga ada segelas air, sebutir obat, dan juga segulung perban steril, "Apa perban bisa di m
Anastasia menggeliat nikmat, merentangkan kedua tangannya ke udara dengan mata yang masih setengah terpejam. Akan tetapi, kenikmatan itu lenyap saat dia tidak senagaja menggerakkan kaki kanannya, membuat kedua matanya melotot dan mulutnya menjerit. "Anne, ada apa?" Daniel keluar dari dalam kamar mandi dengan gerak cepat dan eskpresi wajah yang panik. Rambutnya yang basah, terlihat menjatuhkan tetesan air, "semuanya baik?" tanyanya lagi sembari bergerak mendekat dengan hanya mengenakan handuk yang menutup area pinggang ke bawah. Anastasia yang mendapati itu langsung menganggukkan kepalanya, "Tidak apa-apa kok. Aku tadi tidak senagaja menggerakkannya dan membuat sedikit ngilu." cicit Anastasia dengan ekspresi wajah yang kesakitan. Daniel yang mendengar itu langsung menatap Anastasia dengan datar. Laki-laki itu bergerak membenarkan ikatan handuknya, lalu kemudian dia memposisikan dirinya untuk duduk di sebelah Anastasia yang sedang berbaring. "Aku bantu kamu duduk." Daniel merangkul
"Kau memang bisa diandalkan, Julio. Terima kasih atas kabar baik yang kau bawa." Daniel memberikan sebuah pujian. Laki-laki itu terlihat mengulas sebuah senyum kecil untuk Julio yang menunduk."Senang bisa mendapatkan pujian dari Anda, Tuan. Tapi, keberhasilan saya juga didukung oleh bahan presentasi yang dibuat oleh, Nona Anastasia. Tanpa itu, Saya tidak mungkin membuat semua orang terkesan." Julio mengangkat pandangannya. Pertama-tama laki-laki itu melihat bangga kepada Daniel, lalu kemudian dia melihat ke arah Anastasia yang saat ini sedang duduk di kursi roda. Iya, setelah banyak melakukan pertimbangan, Daniel menyarankan untuk Anastasia menggunakan kursi roda saja. Hal itu dia lakukan untuk meminimalisir cedera yang di alami si wanita itu. "Memang kinerja Anda sangat bagus, Nona. Setelah Anda bergabung dengan perusahaan, peluang kita mendapatkan tanda tangan kerja sama semakin meningkat. Bukan begitu, Tuan Maximillan." Julio menoleh melihat ke arah Daniel. Laki-laki itu menyu