Evangeline menatap penampilan Naraya yang sangat cantik. Gadis itu kini sudah mengenakan gaun pengantin berwarna peach dengan manik yang tersebar di seluruh gaunnya. Make up yang dipoleskan tidak terlalu tebal sehingga tidak mengurangi kecantikan alami gadis itu.Hari itu pernikahan Naraya dan Kalandra pun tiba. Naraya sudah didandani begitu cantik, hingga yang melihatnya akan terkesima dan tidak percaya jika itu dia.“Kamu sangat cantik, Ra.” Evangeline begitu memuji penampilan Naraya.Naraya mengulas senyum, secantik apa pun dirinya, dia tidak bisa menatapnya langsung karena masih tidak bisa melihat. Kecewa, mungkin dia merasakannya, tapi Naraya berusaha menepis perasaan itu karena dia tidak ingin membuat Kalandra merasa bersalah.“Terima kasih, Bibi.”“Apa Naraya sudah siap?” Amanda yang memang sudah datang di sana sejak semalam, kini masuk ke ruang khusus untuk merias.Amanda terkagum-kagum saat melihat Naraya yang begitu cantik ketika memakai gaun pengantin.“Ya Tuhan, kamu sanga
Mungkin dia tidak bisa menatap apa yang ada di hadapannya, tapi yang jelas dia bisa mengetahui jika masa depan kini menanti dirinya.Naraya berjalan menuju altar ditemani Devan karena tidak mungkin berjalan sendiria. Meski dia tidak bisa melihat, tapi tatapannya lurus ke depan dengan senyum yang tidak pernah pudar.Kalandra berdiri di depan Altar menanti kedatangan calon istrinya, ditatapnya gadis yang kini sedang berjalan dan terus mengulas senyum kebahagiaan.“Nira.” Kalandra meraih tangan Naraya saat sampai di hadapannya.Devan memberikan tangan Naraya, kemudian mundur dan pergi duduk bersama Evangeline.Kalandra membantu Naraya naik ke altar, kemudian mengarahkan calon istrinya untuk berdiri dengan posisi dengan benar, sebelum kemudian siap mengikat janji suci bersama.Evangeline terlihat begitu bahagia karena melihat putranya akan menikah dengan gadis yang sudah dirawatnya sejak kecil. Dia sampai menautkan jemarinya ke tangan sang suami, bahkan buliran kristal bening luruh dari k
“Kamu kerja apa?” tanya Angel saat bertemu dan duduk bersama dengan Amanda dan Kenan.“Saya perawat, Kak.” Amanda menjawab dengan sedikit malu. Angel terlihat bersahabat dan cara bicaranya tidak menunjukkan sedang mengintimidasi atau tidak menyukai. Kakak Kenan itu sangat ramah ketika bicara.“Perawat? Wah, apa Kenan menggodamu saat bekerja, sehingga kalian akhirnya jadian?” Angel malah melontarkan candaan untuk menggoda sang adik, meski dia sudah tahu cerita sebenarnya.“Kak!” Kenan gemas karena sang kakak malah menggoda.Amanda sendiri malu, karena dia belum tahu dan paham kalau Angel suka bercanda seperti saat ini.“Apa itu benar? Jangan mau digoda Kenan, apalagi dia ini susah sekali bicara serius,” ujar Angel lagi untuk semakin menggoda sang adik.“Kakak!” Kenan memberikan peringatan berulang kali.Angel tertawa melihat adiknya kesal, bahkan dia tanpa sungkan mengacak-acak rambut adiknya di depan Amanda.Amanda memperhatikan tingkah keduanya, hingga kini tahu kalau ternyata Angel
Naraya baru saja selesai mandi, kini keluar dari kamar mandi masih memakai bathrobe dan rambut yang basah.Kalandra sedang duduk sambil membuka beberapa pesan di ponsel, hingga menoleh saat mendengar suara pintu terbuka dan melihat Naraya yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dia berdiri dengan cepat dan menghampiri Naraya, kemudian membantu istrinya itu berjalan ke sisi ranjang.“Biar aku bantu keringkan,” kata Kalandra sambil meraih handuk kecil yang menutup rambut istrinya.Naraya ingin menolak, tapi sadar jika itu akan percuma karena Kalandra pasti akan tetap melakukannya. Akhirnya Naraya membiarkan saja suaminya itu melakukan apa yang ingin dilakukan.“Ra, apa kamu mau pergi liburan?” tanya Kalandra sambil mengusap rambut Naraya yang basah dengan handuk kecil.“Entahlah,” jawab Naraya yang tidak yakin, dalam kondisinya sekarang, mungkin percuma jika mereka pergi liburan. “Apa kamu ingin pergi?” tanya Naraya kemudian.“Sebenarnya ingin, tapi aku akan memilih mengutamakan keputus
Kalandra berbaring dengan posisi telentang dan satu tangan digunakan untuk bantal, tatapannya tertuju ke langit-langit kamar, sebelum kemudian menoleh dan melihat Naraya yang tidur dengan posisi memunggungi dirinya.Andai bisa mengumpat, dia ingin sekali memaki trauma yang menyerang Naraya, semua yang terjadi juga karena kelalaiannya yang membuat Naraya seperti sekarang. Andai dirinya tidak meninggalkan gadis itu, pastinya Naraya tidak akan seperti sekarang ini.Naraya hanya memejamkan mata dan belum sepenuhnya terlelap dalam mimpi. Dia masih takut dan syok jika Kalandra menyentuhnya dan bayangan akan perbuatan Hardi kembali melintas. Naraya mencoba melupakan semuanya, tapi dirinya tidak cukup kuat untuk melawan. Dia tahu jika kini mungkin telah menyakiti Kalandra, suaminya pasti berharap banyak tapi dirinya tidak bisa memenuhi hal itu.Naraya memejamkan mata rapat sambil menggigit bibir bawahnya, bagaimana caranya untuk melawan rasa takut itu, dia tidak ingin mengecewakan Kalandra. H
Rasa takut itu hanya dia yang mampu melawannya, dia harus memilih apakah akan selamanya diperbudak oleh trauma yang dialami, ataukah melawannya dan menghancurkan rantai ketakutan yang mengikat.Naraya memang takut saat merasakan pakaian yang kini terbuka, tapi terus berusaha menahan agar bibir tidak menjerit atau berteriak agar ketakutan itu tak muncul di permukaan.Kalandra sedikit ragu, tapi melihat Naraya yang tidak ketakutan seperti tadi, membuatnya melanjutkan apa yang sedang dilakukan. Dia kembali mencium bibir Naraya setelah melepas pakaian miliknya dan sang istri, melumat bibir itu sambil mencengkram jemari-jemari lentik Naraya.Naraya memejamkan mata rapat-rapat saat kulit mereka bersentuhan, gelenyar aneh menjalar di seluruh tubuh saat merasakan hangat tubuh pemuda yang sudah menjadi suaminya.Kalandra menyentuh tubuh Naraya, saat itu sang istri terkejut hingga hampir berjingkat dari tempatnya.“Ra.” Kalandra takut Naraya panik seperti tadi.“Aku tidak apa-apa, hanya sedikit
“Pakailah apa pun yang ingin kamu pakai, jangan sungkan.”Suara Angel mengejutkan Amanda yang sedang berdiri di depan meja rias. Meski di rumah besar itu banyak kamar yang bisa ditempati, tapi Angel bersikukuh jika Amanda harus tidur bersamanya malam itu, tentu saja Angel punya tujuan tersendiri sehingga menginginkan Amanda malam itu tidur bersamanya.“Tidak, Kak. Saya hanya lihat saja,” ucap Amanda jadi merasa canggung.Keluarga Kenan sangat terbuka dan baik, membuatnya merasa sungkan saat masuk rumah itu. Orangtua dan kakak Kenan sama sekali tidak keberatan akan hubungan antara dirinya dan Kenan. Bahkan mereka tidak mempermasalahkan status Amanda yang bukan dari kalangan orang kaya.“Ah … kamu pasti malu,” balas Angel sambil mendekat ke arah Amanda berdiri. “Kamu juga jangan berbicara dengan kalimat formal, membuatku merasa seperti sedang bicara dengan klien.”Amanda tertawa kecil mendengar Angel memprotes cara bicaranya, kemudian berkata jika akan mengubahnya jika itu tidak disukai
Milea naik ke lantai atas karena ingin pergi ke kamar Angel mengantar dua gelas susu. Namun, langkahnya terhenti saat melihat Kenan yang berdiri di depan pintu sambil menyentuhkan telinga di pintu. Membuat wanita itu mengerutkan dahi karena heran.“Kamu ngapain?” tanya Milea hingga membuat Kenan terkejut.“Ngapain di situ? Nguping?” tanya Milea lagi.Kenan memberi isyarat agar Milea tidak bicara keras-keras, lantas mendekat untuk bicara dengan sang mama.“Aku hanya ingin tahu apa mereka sudah tidur, kenapa mereka berdua terdengar tenang,” ujar Kenan menjelaskan meski berbohong.Milea mengerutkan dahi, tentu saja tidak langsung percaya begitu saja.“Apa iya?” tanya Milea.“Iya, Ma,” jawab Kenan meyakinkan. “Masa Mama tidak percaya.”Milea mencoba percaya saja karena tidak ingin berdebat. Wanita itu kembali melangkah menuju kamar Angel, hingga ingat akan sesuatu dan kembali menoleh ke arah Kenan.“Ke, apa kamu serius dengan Manda?” tanya Milea tiba-tiba.Kenan terkejut mendapatkan perta
“Aku mau gendong bayinya.” Amanda yang baru saja datang, mengambil alih bayi yang berada di gendongan Nayla.“Dia tampan sekali,” ujar Amanda saat menggendong bayi itu.“Cantik, dia itu cewek.” Nayla meralat karena yang digendong Amanda adalah Abigail.Amanda terlihat bingung, bukankah Naraya bilang hamil anak kembar laki-laki, kenapa jadi perempuan.“Jadi, anak kembarnya Na itu sebenarnya cewek dan cowok.” Nayla kembali menjelaskan.“Wah … ternyata mereka sepasang,” gumam Amanda penuh pengaguman.Naraya sudah bisa duduk, Kalandra menemaninya dengan duduk di ranjang samping Naraya dan jemarin mereka saling bertautan.Ayres dikuasi Milea dan Evangeline karena bayi laki-laki itu sangat menggemaskan.“Man, kamu juga cepetan hamil ya, ga usah nunda-nunda apalagi pakai kontrasepsi. Mama ‘kan juga mau punya cucu seperti ini,” ucap Milea yang merasa iri karena Evangeline sudah mendahuluinya mendapatkan cucu, sedangkan dulu saja dia duluan yang mendapatkan anak.Wajah Amanda merona mendengar
“Aku mau gendong.” Nayla begitu bersemangat saat perawat mengantar bayi kembar Naraya ke ruang inap sang kakak.Naraya sudah dipindah ke ruang inap dan akan diobservasi karena kelelahan dan banyak kehilangan cairan tubuh.Naraya hanya tersenyum melihat sang adik yang sangat bersemangat. Tubuhnya masih lemah sehingga tidak mau berebut bayinya dengan Nayla atau Evangeline.Nayla menggendong satu bayi dan Evangeline menggendong bayi satunya, cukup adil karena mereka tidak perlu berebut dan menanti giliran untuk menggendong.“Akan kalian kasih nama siapa?” tanya Devan yang berdiri di samping Evangeline, telunjuk tampak menusuk pipi bayi laki-laki yang terlihat begitu menggemaskan.“Ayres Rajendra dan Abigail Rajendra,” jawab Kalandra. Dia sebenarnya menyiapkan dua nama laki-laki, karena bayi satunya perempuan, membuat Kalandra mencari nama dadakan.“Tunggu, kenapa Abigail? Itu nama cewek.” Protes Nayla sambil menimang bayi perempuan Naraya.“Yang kamu gendong itu perempuan, Nay.” Kalandra
“Kepala bayinya sudah terlihat, apa Ibu siap menyambut mereka?” tanya dokter yang sejak awal memang menangani kehamilan Naraya. Mengajak bicara agar Naraya tidak tegang karena harus berusaha mengeluarkan dua bayi.Naraya tidak mampu berkata-kata, perutnya benar-benar sudah terasa sakit hingga membuatnya hanya menganggukkan kepala.Kalandra setia berada di samping Naraya. Dia menggenggam telapak tangan istriya itu sambil terus menatap ke wajah sang istri. Dia bisa melihat bagaimana Naraya kesakitan bahkan menangis karena akan melahirkan, membuatnya benar-benar tidak tega hingga sesekali mengecup kening Naraya.“Kamu pasti bisa, kamu kuat demi anak kita,” bisik Kalandra memberi semangat.Naraya menggenggam erat telapak tangan Kalandra, sesekali terlihat mengatur napas karena kontraksi yang sudah tidak tertahankan.“Saat kontraksinya terasa kuat, Ibu bisa mulai mengejan,” ujar dokter memberikan aba-aba.Kening sudah bermanik di seluruh wajah Naraya, bahkan kulit wajah pun kini sudah beru
Naraya terlihat gelisah dan tidak bisa tidur malam itu. Pinggangnya terasa panas dan perutnya mulas berulang kali. Dia hendak bergerak ke kanan dan kiri, tapi kesusahan karena perut yang mengganjal.“Ra, kamu tidak bisa tidur lagi?” tanya Kalandra yang bisa merasakan pergerakan Naraya di atas tempat tidur.“Iya, Al. Pinggangku sakit,” ucap Naraya sambil meringis menahan rasa tidak nyaman di pinggangnya.Kalandra meminta Naraya untuk berbaring dengan posisi miring menghadap ke arahnya, lalu dia mengusap-usap pinggang istrinya itu.“Bagaimana?” tanya Kalandra. Biasanya jika diusap seperti itu, Naraya akan merasa nyaman.“Masih sakit,” rengek Naraya.“Aku ingin bangun,” ucap Naraya berusaha bangun.Kalandra buru-buru bangun, kemudian membantu Naraya untuk duduk. Dia cemas karena tidak biasanya Naraya mengeluh sampai seperti itu.Naraya mengangsurkan kaki perlahan ke lantai, hingga saat kedua kaki menapak di lantai, Naraya merasakan sesuatu pecah dan kini di paha mengalir air sampai menet
“Aku juga awalnya malu, Man. Tapi kemudian aku berpikir, untuk apa malu, entah sekarang atau esok, aku tetap harus melakukannya, tidak mungkin mengecewakannya.”Ucapan Naraya terngiang di telinga, Amanda kini sedang di kamar mandi dan baru saja membersihkan diri setelah acara resepsi selesai sekitar empat jam yang lalu. Dia berada di kamar mandi kamar Kenan, terlihat bingung karena ini adalah malam pertama mereka di sana.“Bagaimana jika Kenan terlanjut tidak menginginkan karena aku menundanya beberapa kali?” Amanda bertanya-tanya sendiri karena bingung harus bagaimana.Kenan terlalu baik dengan menyetujui untuk menunda melakukan hubungan suami-istri, tapi Amanda sendiri tidak tahu apakah benar Kenan ikhlas atau hanya terpaksa.Amanda menoleh ke belakang di mana ada lingerie yang disiapkannya tapi belum dikenakan. Haruskah dia menggoda Kenan, agar suaminya itu tahu kalau dia sekarang sudah siap.“Baiklah, kamu wanita modern dan tidak takut akan hal itu, Man.” Amanda menyemangati diri
Hari itu Naraya hanya duduk menanti acara resepsi pernikahan Amanda dan Kenan dimulai. Dia tidak bisa membantu banyak hal karena kondisinya yang sudah hamil besar.Orang-orang berlalu-lalang menyiapkan diri untuk berangkat menuju rumah Kenan. Amanda sudah didandani begitu cantik dengan gaun yang tidak terlalu mewah tapi begitu indah.“Kita siap berangkat sekarang,” kata Kalandra saat menghampiri istrinya.Naraya mengangguk, kemudian berusaha berdiri meski agak kesusahan. Kalandra pun dengan sigap memegang pundak dan lengan Naraya, membantu istrinya itu berdiri dengan tegap.“Terima kasih,” ucap Naraya setelah sudah berdiri dengan benar.“Ra, apa kamu sakit?” tanya Kalandra karena wajah Naraya terlihat pucat. Kalandra takut jika istrinya kecapean.Naraya menangkup kedua pipi saat mendengar pertanyaan Kalandra, dia sudah menggunakan make up tipis, apa mungkin masih terlihat pucat.“Aku baik-baik saja, mungkin karena semalam kurang tidur akibat mereka terus menendang,” jawab Naraya sambi
Hari pernikahan Kenan dan Amanda pun tiba, mereka menikah tiga bulan setelah acara lamaran berlangsung. Mereka melakukan akad di rumah Amanda, tapi sepakat mengadakan pesta di rumah Kenan karena Milea yang meminta dan disetujui oleh keluarga Amanda.Naraya sendiri senang karena pesta diadakan di rumah Milea, sehingga dia tidak harus bepergian ke luar kota dalam kondisi hamil besar. Usia kandungan Naraya kini sudah memasuki usia delapan bulan, dan ukuran perutnya pun begitu besar karena bagi kembarnya.“Untung kalian menikah di sini, jadi aku tidak kerepotan pergi ke luar kota,” ucap Naraya saat mendatangi kamar Amanda.Amanda dan keluarganya diberi tempat di rumah Evangeline agar memudahkan mereka saat pergi ke rumah Kenan.Amanda langsung berlutut di depan Naraya yang sedang duduk, lantas mengusap-usap lembut permukaan perut temannya itu.“Aunty ‘kan baik, jadi ga mau nyusahin kalian,” ucap Amanda dengan tangan mengelus perut Naraya.Usai bicara demikian, terasa gerakan bergeser di p
Kalandra berbaring berbantal paha Naraya, dengan posisi miring dia menghadap ke perut sang istri dan terlihat sesekali menciumnya manja.“Apa mereka lapar atau menginginkan sesuatu?” tanya Kalandra sambil mengusap perut Naraya lagi.“Mereka sudah makan banyak tadi, jadi ga mau apa-apa lagi,” jawab Naraya sambil mengusap rambut suaminya.Kalandra kembali mencium perut Naraya, sebelum kemudian bangun dan mencium bibir istrinya itu.“Sekarang papinya yang menginginkan sesuatu,” ujar Kalandra dengan senyum menggoda.“Mau apa?” tanya Naraya dengan dahi berkerut halus.“Mau nengokin mereka,” jawab Kalandra tanpa basa-basi.Naraya terkesiap tapi kemudian terlihat malu karena ternyata suaminya meminta jatah. Kalandra memang tidak pernah meminta saat usia kandungannya masih di trimester pertama, itu karena larangan dari dokter agar kondisi jalan rahimnya tidak terbuka karena berhubungan intim. Namun, dokter mengizinkan jika berhubungan setelah masuk di trimester kedua.“Boleh, tapi jangan buat
Hari itu Naraya dan yang lainnya pergi untuk ikut dalam acara lamaran yang akan dilakukan Kenan. Setelah beberapa bulan berpacaran, akhirnya Kenan memantapkan hati untuk melamar Amanda.Semua orang singgah di hotel sebelum acara lamaran yang akan dilakukan esok hari, sedangkan Naraya meminta izin tinggal di rumah Amanda karena melepas rindu dengan temannya itu.“Perutmu besar sekali, Na? Bukankah kamu bilang baru lima bulan?” tanya Amanda keheranan.“Aku lupa bilang kalau mereka kembar,” ujar Naraya saat melihat temannya terheran-heran melihat perutnya yang besar.“Kembar?” Amanda seolah tidak percaya jika Naraya akan memiliki bayi kembar.Naraya mengangguk-angguk, sebelum kemudian berbisik, “Mereka laki-laki.”Amanda semakin tidak percaya karena Naraya bisa seberuntung itu. Dia menyentuh perut Naraya yang besar, penasaran sedang apa bayi kembar Naraya sekarang.Saat tangan Amanda sedang menyentuh dan mengusap lembut, tiba-tiba terasa gerakan dari dalam sana.“Mereka bergerak.” Amanda