“Al, apa ada masalah?” tanya Naraya karena tiba-tiba Kalandra diam.“Oh, tidak ada. Aku keluar sebentar,” jawab Kalandra. Dia mengusap pipi Naraya, sebelum kemudian meninggalkan gadis itu di kamar sendirian.Kalandra benar-benar marah karena tindakan Stella yang sengaja menggiring opini teman-temannya terhadap Naraya. Dia tidak akan terima jika wanita itu mengganggu bahkan mencampuri urusannya.Begitu sampai di luar kamar Naraya, Kalandra mengetik pesan menohok ke grup agar teman-temannya membaca.[Buta bukan berarti tak layak, lebih baik buta mata daripada buta hati hingga menjelekkan orang lain yang sama sekali tidak dikenal. Jangan bersikap bijak, sedangkan perkataan kalian sebenarnya menyakiti hati orang lain. Menikah dengan siapa itu urusanku, aku yang hendak menjalani, kenapa kalian yang pusing? Apa kalian yang membiayai pernikahanku?]Pesan itu pun dikirimkan, Kalandra benar-benar geram meski awalnya hendak mengabaikan. Tidak ada yang berani membalas pesan Kalandra, pesan itu h
Evangeline menatap penampilan Naraya yang sangat cantik. Gadis itu kini sudah mengenakan gaun pengantin berwarna peach dengan manik yang tersebar di seluruh gaunnya. Make up yang dipoleskan tidak terlalu tebal sehingga tidak mengurangi kecantikan alami gadis itu.Hari itu pernikahan Naraya dan Kalandra pun tiba. Naraya sudah didandani begitu cantik, hingga yang melihatnya akan terkesima dan tidak percaya jika itu dia.“Kamu sangat cantik, Ra.” Evangeline begitu memuji penampilan Naraya.Naraya mengulas senyum, secantik apa pun dirinya, dia tidak bisa menatapnya langsung karena masih tidak bisa melihat. Kecewa, mungkin dia merasakannya, tapi Naraya berusaha menepis perasaan itu karena dia tidak ingin membuat Kalandra merasa bersalah.“Terima kasih, Bibi.”“Apa Naraya sudah siap?” Amanda yang memang sudah datang di sana sejak semalam, kini masuk ke ruang khusus untuk merias.Amanda terkagum-kagum saat melihat Naraya yang begitu cantik ketika memakai gaun pengantin.“Ya Tuhan, kamu sanga
Mungkin dia tidak bisa menatap apa yang ada di hadapannya, tapi yang jelas dia bisa mengetahui jika masa depan kini menanti dirinya.Naraya berjalan menuju altar ditemani Devan karena tidak mungkin berjalan sendiria. Meski dia tidak bisa melihat, tapi tatapannya lurus ke depan dengan senyum yang tidak pernah pudar.Kalandra berdiri di depan Altar menanti kedatangan calon istrinya, ditatapnya gadis yang kini sedang berjalan dan terus mengulas senyum kebahagiaan.“Nira.” Kalandra meraih tangan Naraya saat sampai di hadapannya.Devan memberikan tangan Naraya, kemudian mundur dan pergi duduk bersama Evangeline.Kalandra membantu Naraya naik ke altar, kemudian mengarahkan calon istrinya untuk berdiri dengan posisi dengan benar, sebelum kemudian siap mengikat janji suci bersama.Evangeline terlihat begitu bahagia karena melihat putranya akan menikah dengan gadis yang sudah dirawatnya sejak kecil. Dia sampai menautkan jemarinya ke tangan sang suami, bahkan buliran kristal bening luruh dari k
“Kamu kerja apa?” tanya Angel saat bertemu dan duduk bersama dengan Amanda dan Kenan.“Saya perawat, Kak.” Amanda menjawab dengan sedikit malu. Angel terlihat bersahabat dan cara bicaranya tidak menunjukkan sedang mengintimidasi atau tidak menyukai. Kakak Kenan itu sangat ramah ketika bicara.“Perawat? Wah, apa Kenan menggodamu saat bekerja, sehingga kalian akhirnya jadian?” Angel malah melontarkan candaan untuk menggoda sang adik, meski dia sudah tahu cerita sebenarnya.“Kak!” Kenan gemas karena sang kakak malah menggoda.Amanda sendiri malu, karena dia belum tahu dan paham kalau Angel suka bercanda seperti saat ini.“Apa itu benar? Jangan mau digoda Kenan, apalagi dia ini susah sekali bicara serius,” ujar Angel lagi untuk semakin menggoda sang adik.“Kakak!” Kenan memberikan peringatan berulang kali.Angel tertawa melihat adiknya kesal, bahkan dia tanpa sungkan mengacak-acak rambut adiknya di depan Amanda.Amanda memperhatikan tingkah keduanya, hingga kini tahu kalau ternyata Angel
Naraya baru saja selesai mandi, kini keluar dari kamar mandi masih memakai bathrobe dan rambut yang basah.Kalandra sedang duduk sambil membuka beberapa pesan di ponsel, hingga menoleh saat mendengar suara pintu terbuka dan melihat Naraya yang baru saja keluar dari kamar mandi. Dia berdiri dengan cepat dan menghampiri Naraya, kemudian membantu istrinya itu berjalan ke sisi ranjang.“Biar aku bantu keringkan,” kata Kalandra sambil meraih handuk kecil yang menutup rambut istrinya.Naraya ingin menolak, tapi sadar jika itu akan percuma karena Kalandra pasti akan tetap melakukannya. Akhirnya Naraya membiarkan saja suaminya itu melakukan apa yang ingin dilakukan.“Ra, apa kamu mau pergi liburan?” tanya Kalandra sambil mengusap rambut Naraya yang basah dengan handuk kecil.“Entahlah,” jawab Naraya yang tidak yakin, dalam kondisinya sekarang, mungkin percuma jika mereka pergi liburan. “Apa kamu ingin pergi?” tanya Naraya kemudian.“Sebenarnya ingin, tapi aku akan memilih mengutamakan keputus
Kalandra berbaring dengan posisi telentang dan satu tangan digunakan untuk bantal, tatapannya tertuju ke langit-langit kamar, sebelum kemudian menoleh dan melihat Naraya yang tidur dengan posisi memunggungi dirinya.Andai bisa mengumpat, dia ingin sekali memaki trauma yang menyerang Naraya, semua yang terjadi juga karena kelalaiannya yang membuat Naraya seperti sekarang. Andai dirinya tidak meninggalkan gadis itu, pastinya Naraya tidak akan seperti sekarang ini.Naraya hanya memejamkan mata dan belum sepenuhnya terlelap dalam mimpi. Dia masih takut dan syok jika Kalandra menyentuhnya dan bayangan akan perbuatan Hardi kembali melintas. Naraya mencoba melupakan semuanya, tapi dirinya tidak cukup kuat untuk melawan. Dia tahu jika kini mungkin telah menyakiti Kalandra, suaminya pasti berharap banyak tapi dirinya tidak bisa memenuhi hal itu.Naraya memejamkan mata rapat sambil menggigit bibir bawahnya, bagaimana caranya untuk melawan rasa takut itu, dia tidak ingin mengecewakan Kalandra. H
Rasa takut itu hanya dia yang mampu melawannya, dia harus memilih apakah akan selamanya diperbudak oleh trauma yang dialami, ataukah melawannya dan menghancurkan rantai ketakutan yang mengikat.Naraya memang takut saat merasakan pakaian yang kini terbuka, tapi terus berusaha menahan agar bibir tidak menjerit atau berteriak agar ketakutan itu tak muncul di permukaan.Kalandra sedikit ragu, tapi melihat Naraya yang tidak ketakutan seperti tadi, membuatnya melanjutkan apa yang sedang dilakukan. Dia kembali mencium bibir Naraya setelah melepas pakaian miliknya dan sang istri, melumat bibir itu sambil mencengkram jemari-jemari lentik Naraya.Naraya memejamkan mata rapat-rapat saat kulit mereka bersentuhan, gelenyar aneh menjalar di seluruh tubuh saat merasakan hangat tubuh pemuda yang sudah menjadi suaminya.Kalandra menyentuh tubuh Naraya, saat itu sang istri terkejut hingga hampir berjingkat dari tempatnya.“Ra.” Kalandra takut Naraya panik seperti tadi.“Aku tidak apa-apa, hanya sedikit
“Pakailah apa pun yang ingin kamu pakai, jangan sungkan.”Suara Angel mengejutkan Amanda yang sedang berdiri di depan meja rias. Meski di rumah besar itu banyak kamar yang bisa ditempati, tapi Angel bersikukuh jika Amanda harus tidur bersamanya malam itu, tentu saja Angel punya tujuan tersendiri sehingga menginginkan Amanda malam itu tidur bersamanya.“Tidak, Kak. Saya hanya lihat saja,” ucap Amanda jadi merasa canggung.Keluarga Kenan sangat terbuka dan baik, membuatnya merasa sungkan saat masuk rumah itu. Orangtua dan kakak Kenan sama sekali tidak keberatan akan hubungan antara dirinya dan Kenan. Bahkan mereka tidak mempermasalahkan status Amanda yang bukan dari kalangan orang kaya.“Ah … kamu pasti malu,” balas Angel sambil mendekat ke arah Amanda berdiri. “Kamu juga jangan berbicara dengan kalimat formal, membuatku merasa seperti sedang bicara dengan klien.”Amanda tertawa kecil mendengar Angel memprotes cara bicaranya, kemudian berkata jika akan mengubahnya jika itu tidak disukai