“Aku mau gendong bayinya.” Amanda yang baru saja datang, mengambil alih bayi yang berada di gendongan Nayla.“Dia tampan sekali,” ujar Amanda saat menggendong bayi itu.“Cantik, dia itu cewek.” Nayla meralat karena yang digendong Amanda adalah Abigail.Amanda terlihat bingung, bukankah Naraya bilang hamil anak kembar laki-laki, kenapa jadi perempuan.“Jadi, anak kembarnya Na itu sebenarnya cewek dan cowok.” Nayla kembali menjelaskan.“Wah … ternyata mereka sepasang,” gumam Amanda penuh pengaguman.Naraya sudah bisa duduk, Kalandra menemaninya dengan duduk di ranjang samping Naraya dan jemarin mereka saling bertautan.Ayres dikuasi Milea dan Evangeline karena bayi laki-laki itu sangat menggemaskan.“Man, kamu juga cepetan hamil ya, ga usah nunda-nunda apalagi pakai kontrasepsi. Mama ‘kan juga mau punya cucu seperti ini,” ucap Milea yang merasa iri karena Evangeline sudah mendahuluinya mendapatkan cucu, sedangkan dulu saja dia duluan yang mendapatkan anak.Wajah Amanda merona mendengar
"Jika dia tidak kembali, aku akan mencarinya meski ke ujung dunia sekalipun." *** Rabu, pukul 06:15 pagi. 'Malam tak selamanya kelam, siang tak selamanya terang. Pada kenyataannya semua hanya angan, saat nasib tak mau berpihak dan memisahkan hati yang hampir terikat.' Sulur surya merayap menembus jendela hingga menyilaukan mata, menggoda insan yang masih terlelap. Kelopak dengan bulu mata lentik itu bergerak, terganggu dengan sang surya yang seakan enggan membiarkannya tidur. Hingga pemilik bulu mata lentik itu membuka mata lebar, teringat dengan kejadian sebelum dirinya merasa jatuh dalam mimpi. "Tunggu! Di mana aku?" Seorang gadis berambut panjang dengan wajah manis dan bulu mata lentik itu bertanya-tanya dalam hati. Ia berbaring dengan posisi miring, tatapannya hanya melihat jendela yang tak tertutup gorden. Sampai ia menengok ke tubuh, di mana
Selasa, pukul 20:32.Seorang pemuda berkacamata hitam, memiliki tubuh tinggi dengan hidung mancung, terlihat berjalan menarik sebuah koper. Pemuda itu berjalan di sebuah lobi hotel menuju meja resepsionis."Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya sang resepsionis."Ya, aku ingin menginap di sini kurang lebih satu minggu. Berikan kamar terbaik yang kalian miliki," jawab pemuda itu, bicara tanpa menatap pada resepsionis.Resepsionis wanita itu termangu, menatap ketampanan pemuda yang berdiri di depan meja kerjanya.Pemuda itu menatap sang resepsionis, karena tak kunjung menanyakan kartu identitas atau yang lainnya."Apa tidak ada kamar kosong?" tanya pemuda itu dengan wajah dingin, saat melihat resepsionis malah termangu.Petugas hotel itu terkejut dan sadar dari lamunan, sedikit berdeham untuk mengurai kecanggungan."Ad
Naraya terlihat makan dengan lahap, mengabaikan seseorang yang kini sedang duduk menatapnya."Ra, kamu nggak bisa makan pelan-pelan?" tanya Amanda—teman Naraya.Naraya tak menjawab, masih sibuk makan karena perutnya benar-benar lapar. Juga karena dirinya tengah stres memikirkan apa yang terjadi semalam.Amanda menggelengkan kepala melihat cara makan Naraya, tahu betul teman baiknya itu pasti akan seperti itu jika memang sedang dalam masalah."Apa ada masalah di rumah? Apa Nayla buat masalah lagi? Kamu tuh kerja punya duit, tapi kenapa kamu malah seperti tunawisma yang butuh sumbangan orang?" Amanda hanya tak habis pikir, Naraya bekerja siang malam, tapi untuk makan saja suka kekurangan, membuat Amanda terkadang merasa kesal dengan ibu dan adik temannya itu.Naraya mengangkat mangkuk mie yang kini tinggal kuah saja, menyeruput kuah hingga tandas, merasa lega karena akhirnya
Di kota lain."Ke, Mama dengar Al sudah pulang. Apa kamu tidak ingin menemuinya dulu? Kenapa kamu malah ingin bekerja di luar kota?" tanya Milea—tante Kalandra, menatap sang putra yang bernama Kenan.Kenan dan Kalandra dulu tumbuh bersama sejak mereka bayi, karena keduanya lahir hanya berselang beberapa hari. Namun, beberapa tahun lalu hubungan Kenan dan Kalandra tiba-tiba berubah dan saling menjauh. Bahkan keduanya tak lagi bertegur sapa atau hanya bicara seperti biasa, hingga Kalandra tiba-tiba memutuskan melanjutkan studi ke luar negeri.Kenan—adik sepupu Kalandra, terdiam mendengar pertanyaan ibunya. Ia tersenyum getir dan memilih menghabiskan makanan yang tersaji di piring."Ke, sebenarnya ada masalah apa dengan kalian? Bukankah kalian dulu sangat dekat, bahkan banyak yang mengatakan kalian seperti saudara kembar, lantas kenapa sekarang jadi begini?" tanya Milea menyelidik, karena se
Amanda mengajak Naraya ke rumah sakit. Ia harus memastikan jika temannya itu masih perawan. Amanda adalah teman satu-satunya Naraya, yang selalu baik dan mendukung gadis itu."Man, ih ... nggak perlu periksa." Naraya mencoba mencegah Amanda yang terus menariknya masuk untuk mendaftar. Jujur saja Naraya malu kalau sampai ditanya-tanya soal kapan dirinya berhubungan intim dan dengan siapa."Apanya yang nggak perlu? Tentu perlu! Kamu nggak boleh bantah!" kekeh Amanda. "Aku tuh nggak bisa bayangin, Ra. Gimana kalau tiba-tiba kamu ada calon suami, terus mempertanyakan keperawananmu, aku ikut sedih kalau kamu tuh nggak diterima karena udah nggak perawan," ujar Amanda asal bicara karena cemas.Naraya menghela napas berat, bisa-bisanya temannya itu berpikir sampai disitu."Man, Manda, bentar!" Tiba-tiba Naraya meminta berhenti dan pura-pura menengok arloji yang dikenakan."Ada apa?" tany
Kalandra berjalan cepat menuju kolam renang. Saat sampai di sana, ia menatap Naraya yang sedang berjalan seraya melamun. Hingga Kalandra melihat seseorang berjalan cepat dan sengaja menyenggol Naraya, membuat gadis itu akhirnya tercebur ke kolam.Kalandra yang paham betul jika Naraya trauma dengan tenggelam, langsung melepas jas dan melompat ke air. Ia bisa melihat Naraya yang memejamkan mata dan semakin turun hingga ke dasar kolam. Kalandra pun meraih tangan Naraya, sebelum kemudian membawa gadis itu naik."Siapa dia?" Naraya bertanya-tanya dalam hati. Terkejut juga senang karena ada yang menolongnya.Kalandra membawa Naraya ke permukaan air dan membantu naik ke tepian kolam. Banyak orang yang menyaksikan Kalandra melompat untuk menolong Naraya.Naraya langsung terbatuk dengan posisi menunduk ketika sudah berada di tepian kolam. Gadis itu basah kuyup dan mencoba meraup udara sebanyak-banyaknya karen
"Al, turunkan!" perintah Naraya."Masih mau berbohong? Setelah ini mau kabur! Jangan harap!" Kalandra tak mau menurunkan Naraya, karena jelas dia tak akan membiarkan gadis itu pergi.Beberapa pengunjung hotel dan karyawan melongo melihat Kalandra yang memanggul tubuh Naraya, membuat beberapa orang beranggapan negatif."Pak, maaf--" Seorang karyawan ingin bicara tapi langsung dipotong cepat oleh Kalandra."Jika pihak hotel merasa dirugikan, aku akan membayarnya!" Kalandra memiliki sifat dingin dan otoriter, membuat lawan bicaranya akan langsung menunduk."Al, aku tidak akan lari. Jadi turunkan aku," pinta Naraya lagi kini dengan nada pelan."Tidak akan!" kekeh Kalandra.Naraya menelan saliva, hanya tak menyangka jika Kalandra yang dikenalnya dulu sudah berubah. Ia akhirnya hanya bisa pasrah saat dibawa ke kamar Kalandra. Naraya semakin ter