Hari yang paling tidak dinanti Kenzie benar-benar tiba. Malam ini, pertemuan dua keluarga digelar. Lidia sudah bersiap sejak sore, ia tak sabar menanti kedatangan calon menantu dan keluarga besan, guna membicarakan konsep pernikahan Kenzo dan Rhea yang akan dilangsungkan dalam waktu dekat.Sementara di lain tempat, entah sudah berapa jam Kenzie berkutat di depan cermin tanpa melakukan apa-apa. Meskipun sudah berulang kali Kenzo mengatakan apa yang terjadi nanti hanyalah settingan, ia tetap tak bisa menyembunyikan kesedihan.“Zie, kau sudah siap?” tanya Kenzo setelah menjawab panggilan Lidia yang menanyakan keberadaannya. Ia berdiri di ambang pintu, menyaksikan Kenzie yang tampak asyik dengan pikirannya sendiri.Kenzie menoleh sekilas, kemudian kembali menatap pantulan dirinya. “Aku, aku tidak yakin,” cicitnya dengan suara bergetar.“Hey! Kau menangis?” Kenzo mendekat dan merengkuh sang istri, mengusap naik turun punggung Kenzie dengan gerakan lembut.“Aku takut, Om,” ungkap Kenzie dal
“Siapa bilang?” sela Kenzo. “Sejak awal Ken tidak pernah mengatakan akan menceraikan Kenzie, Ma,” sambungnya tenang namun tegas.Di bawah meja, Kenzo menggenggam erat jemari Kenzie. Ia tahu bagaimana perasaan sang istri saat ini. Meskipun sedari tadi tak sepatah kata pun terucap dari bibir mungil wanita itu, semua tergambar jelas melalui sorot mata dan gestur tubuhnya.“Maka sekarang, Mama ingin kau menceraikannya!” tukas Lidia.Kenzo menggeleng, ia harus tenang dan membuat Rhea masuk perangkapnya tanpa harus terikat status pernikahan atau membuat Lidia curiga. Ditatapnya wajah Rhea dalam-dalam, kemudian tersenyum miring. “Katakan yang sebenarnya, Rhea. Bukankah kita sudah bicarakan soal ini sebelumnya?”Rhea salah tingkah, ia tak tahu kemana arah pembicaraan Kenzo. Namun, satu yang dia tangkap, lelaki itu tengah memberi ancaman melalui tatapan tajamnya. Beruntungnya, sinyal-sinyal yang diberikan Kenzo diterima baik oleh Rhea, wanita tersebut mengangguk setelah berhasil menguasai diri
Tubuh Rhea terhuyung ke samping dengan tangan menyentuh pipi yang terasa panas. Ia memejamkan mata, menahan gejolak emosi yang sudah mencapai puncak. Belum sempat bicara apa pun, Lidia sudah lebih dulu memaki. “Keterlaluan!” hardiknya.Rasa perih dan asin menjalar akibat sudut bibirnya yang mengeluarkan cairan merah. “Maaf,” lirih Rhea.Hanya kata maaf yang bisa dia ucapkan. Sebab, semua yang terjadi memang di luar prediksi. Ia tak mungkin mengatakan alasan yang sebenarnya, karena itu sama dengan menggali kuburan sendiri. Alhasil, Rhea menunduk pasrah menerima kemarahan Lidia, bersikap seakan Kenzo berada satu langkah di depannya.“Sudah berkali-kali kukatakan, manfaatkan kesempatan ini! Tapi lihat, yang kau lakukan malah sebaliknya. Apa yang terjadi denganmu, Rhea?!” geram Lidia.“Aku…aku tidak mungkin menolak keinginan Ken, Tante,” ucap Rhea pelan.“Kenapa tidak mungkin?!” bentak Lidia.“Karena aku mencintainya,” bohong Rhea.Lidia membuang muka seraya menyilangkan tangan di depan d
“Bagaiman tidurmu? Nyenyak?” tanya Kenzo saat mendapati Kenzie tengah menyiapkan sarapan untuk mereka. “Cukup nyenyak,” jawab Kenzie seadanya.” “Cukup nyenyak? Bagaimana bisa kau berkata demikian setelah berulang kali…” Kenzie menyumpal mulut Kenzo dengan roti tawar yang telah dibaluri selai coklat sebelum lelaki itu menyelesaikan ucapannya. Wajah Kenzo terlihat kesal, berbanding terbalik dengan Kenzie yang saat ini terbahak melihat ekspresi sang suami. “Agama tidak membolehkan seorang istri bersikap kurang ajar pada suami!” celetuk Kenzo. Kuliah subuh telah berakhir dua jam lalu, namun Kenzo baru memulainya. Mendengar itu, Kenzie menggulir bola mata. “Dan seorang suami tidak diperkenankan menjadikan aktivitas ranjang sebagai bahan candaan!” ketusnya sembari meninggalkan Kenzo. Ia berdiri di depan kitchen set, menyiapkan bahan-bahan untuk membuat nasi goreng tanpa memedulikan tatapan Kenzo yang mengarah padanya. Kenzie memotong bawang merah dan putih dengan tenang, kemudian mema
“Kau harus mengandung anakku,” ucap Kenzo dengan sorot tegas. Kedua tangannya meremas erat pundak Kenzie, pertanda lelaki itu benar-benar serius dengan ucapannya.“Apa?!” teriak Kenzie seraya menggeleng keras. “Tidak” tolaknya cepat.“Kenapa? Dengan begitu, Mama dan Rhea tidak bisa memisahkan kita,” jelas Kenzo.Kenzie semakin menggeleng keras. Tidak, dia tidak mau mengandung benih Kenzo, selain belum siap menjadi ibu, risikonya terlalu besar mengingat pernikahan keduanya hanya sebatas kontrak. Terlalu banyak hal-hal negatif yang akan terjadi jika dia mengikuti saran lelaki tersebut.“Bukankah tujuan awal hanya untuk membongkar semua kebusukan Rhea? Ini tidak ada hubungannya dengan kita!” tekan Kenzie.Bak ditampar kenyataan, seketika Kenzo mundur dan memalingkan wajah, memutus kontak dengan Kenzie.“Ya, kau benar, ini tidak ada hubungannya dengan kita,” ulang Kenzo dise
“Aku baru saja mengirimkan foto kebersamaan kita pada Kenzo, Tan,” ujar Rhea saat keduanya sudah selesai melakukan perawatan kuku.“Bagus sekali. Sering-seringlah menunjukkan kedekatan kita untuk menarik perhatiannya,” sahut Lidia dengan mata berbinar.“Tentu,” balas Rhea bersemangat.Pukul tiga sore, mereka selesai dengan perawatan kuku dan wajah masing-masing. Berkali-kali Lidia memuji kecantikan Rhea, pun sebaliknya. Saat hendak meninggalkan salon, tanpa sengaja keduanya bertemu Bara, ia menggandeng seorang gadis yang asing dimata Rhea dan Lidia.“Bara? Apa yang kau lakukan di sini?” tanya Lidia. Sementara Rhea memalingkan wajah, sengaja menghindari kontak mata dengan lelaki itu.“Menemani kekasihku, Tante,” jawab Bara seraya melirik gadis yang masih setia mengapit jemarinya.Pandangan Lidia seketika beralih, menelisik wajah gadis asing tersebut kemudian menggeleng. “Lima d
“Biar aku bantu.” Suara itu mengejutkan Alea, menghentikan gerakannya yang kesulitan menyalakan mesin motor meski sudah dicoba berulang-ulang.Alea mundur, mempersilakan Gala melihat kendala apa yang membuat motornya tak menyala. Lelaki itu berjongkok, mengotak-atik sesuatu yang tidak Alea pahami. Tak berselang lama, Gala berdiri seraya menepuk kedua tangan, menghilangkan debu dan kotoran yang melekat.“Sudah selesai, silakan dicoba,” ujar Gala sembari mencuri-curi pandang pada wanita yang hanya berjarak beberapa senti darinya.Alea tak menyahut, ia hanya mengangguk sekilas seraya menekan starter motor yang kini sudah menyala seperti biasa. “Terima kasih,” ucapnya tanpa melihat Gala.Motor itu melaju tak lama kemudian, dan Alea telah hilang dari pandangan. Sementara Gala masih setia berdiri di tempatnya, menatap kepergian wanita yang dulu begitu antusias saat melihatnya, namun sekarang bersikap bak orang asing.&
Usai mengatakan itu, Kenzo berlalu dari hadapan Kenzie. Jujur, ia merasa sangat malu sekarang. Tak seharusnya dia bicara demikian. Tapi, mau bagaimana lagi, semakin ditahan rasanya semakin menyesakkan. Sedangkan Kenzie, wanita tersebut masih mematung di tempatnya, mencerna kata-kata Kenzo beberapa saat lalu. Dia mengira-ngira, apakah makna ucapan tersebut sama dengan yang ia pikirkan? Tak mau salah paham, ia menggeleng pelan. Sejenak Kenzie lupa akan rasa takutnya pada gelap. Hingga beberapa detik setelahnya, ia sadar dan berlari menyusul Kenzo.“Om, tunggu aku!” Kenzie menggunakan insting, berjalan di tengah gelapnya suasana. Saat itulah Kenzo menghentikan langkah, membuat Kenzie yang berjalan tergesa kontan menabrak punggung kekar miliknya.“Aw!” “Ceroboh!” Kenzo berbalik, mengusap kening sang istri. Situasi itu dimanfaatkan Kenzie untuk mencuri-curi pandang pada Kenzo. Meskipun tak begitu jelas, ia bisa melihat ciptaan Tuhan yang begitu sempurna tengah meniup keningnya. “