Perbincangan dengan Bramantya beberapa hari yang lalu sedikit mengusik hati kecil Renya. Dia hanya berharap ayahnya itu tidak melakukan hal konyol yang nantinya malah akan berakibat fatal.
Pagi itu Renya berdiri di depan kaca besar yang berada di dalam kamarnya. Memandangi dirinya, hari ini adalah hari dimana dia sebentar lagi akan berubah status menjadi seorang janda. Pernikahan singkat yang akhirnya memberikan jalan pada Renya menemukan kebahagiaannya.
Renya kembali memoleskan lippen berwarna merah muda itu ke bibirnya, dia kembali merapikan rambut serta kemeja yang dia kenakan pagi itu.
Setidaknya dia berharap pagi ini semua akan berjalan dengan baik-baik saja. Renya melangkah menuruni anak tangga itu, dia mendapati Daru dan Bayu sedang berbincang-bincang mengenai sekolah anak semata wayang suaminya itu.
"Sudah siap?" tanya Daru pada Renya.
"Sudah ..." Renya membelai rambut Bayu lalu menarik kursi di sebelah remaja itu, memoles rot
"Maksud kamu apa ini!?" Brak!? Kaki Renya langsung merasakan benda elektronik itu, matanya membulat sempurna saat melihat foto dirinya dan Daru yang baru keluar dari pengadilan agama. Tangan Renya bergetar sambil memungut ponsel yang ada di kakinya itu. Renya dengan cepat menggulir foto-foto di layar ponsel yang Yuni lemparkan tadi. Napasnya tercekat saat melihat foto-foto yang ada di sana, dia kaget bukan main. Bagaimana Yuni bisa mendapatkan ini semua!? Bagaiaman caranya! "Ma," panggil Renya sambil berjalan ke arah Yuni. "Ma, dengarkan penjelasan Renya dulu, Ma." "Apa yang mau kamu jelaskan, Renya!? Apa? Sudah cukup yah, Mama sudah lelah dengan kelakuan kamu yang binal dan tidak tau aturan ini!?" pekik Yuni sambil melemp
Suara derap kaki Bramantya memasuki rumah itu, suaranya menggelegar memanggil istrinya."Dimana Renya?""Dikamar nya," ujar Ibu Yuni.Langkah lebar lelaki berumur lebih dari 50 tahun itu menaiki anak tangga diikuti Yuni.BrakPintu terbuka dengan kasar, Renya terkejut lalu berdiri, wanita itu melangkah mudur saat sang Ayah mendekatinya.Plak"Bikin malu keluarga kamu! Dimana otak kamu Renya! Hah!"Air mata Renya menetes, belum juga hilang tamparan serta pukulan dari ibunya sudah harus lagi dia rasakan tamparan dari Bramantya."Mana ponsel kamu?" Pandangan mata Bramantya penuh dengan amarah. "Jangan ada yang berani kasih alat komunikasi ke Renya, kalo saya lihat ada yang berani membantu dia pergi dari rumah ini, atau memberikan satu alat komunikasi buat dia, kalian saya pecat, NGERTI!" bentak Bramantya pada pekerjanya yang kebetulan sedang berada di kamar itu. "Semua ... kasih tau ke semua yang tinggal di rumah ini."
“Di Bandung,” jawab Daru. “Hubungi Satrio, minta siapin semuanya. Besok pagi-pagi sekali.” Daru berjalan hilir-mudik di tengah ruangan dengan dahi mengernyit. Sesekali ia melemparkan pandangan pada wajah Ella yang pucat dan sejak tadi tak lepas menatapnya.“Jadi gimana? Aku harus apa? Aku harus bilang ke ibu atau gimana?” Ella langsung memberondong Daru dengan pertanyaan.Daru duduk di tepi ranjang mengatur napasnya. “Malam ini kita ke Bandung. Aku ragu kita sempet ngomong ke ibu kamu. Situasinya nggak memungkinkan. Karena, Renya—” Daru meraih tangan Ella dan menggenggamnya. “Perasaanku nggak enak soal Renya. Boleh aku ngeliat dia ke rumah orang tuanya?”“Mmm—memangnya Mbak Renya ke mana? Belum ada ngasi kabar?” tanya Ella sedikit gugup. Ia merasakan nada suara Daru mengandung kewaspadaan yang tak biasa. Pernikahan terburu-buru itu dan Re
Daru menoleh ke arah suara ketukan lemah di balik pintu.“Itu Renya, kan? Dia dikurung? Renya dikurung?” tanya Daru, menatap tak percaya pada sosok laki-laki tua di depannya.“Memalukan! Kalian pikir bisa seenaknya menikah dan bercerai dalam waktu sesingkat itu untuk membohongi orang tua? Diam-diam agar kasus kamu tetap ditangguhkan?” tanya Bramantya dalam bisikan.Daru mendengar ibu Renya berbicara dengan seseorang melalui pesawat telepon. Bukan polisi. Ternyata wanita itu masih memegang teguh prinsip menjaga nama baik. Ibu Renya meminta dua orang satpam masuk ke rumahnya.Tanpa membalas perkataan Bramantya, Daru melepaskan cengkeramannya dan berbalik berlari menaiki tangga.“Nya! Renya!” teriak Daru memastikan bahwa wanita itu baik-baik saja.“Ru!” jawab Renya dari balik pintu kamar.&ldqu
Ella sedang mengenakan pakaiannya setelah mandi saat merasakan kecupan di bahunya, napasnya tercekat saat merasakan lengan-lengan kokoh Daru yang sedang memeluknya dari belakang mengusap perutnya yang mulai sedikit membesar, memberikan bukti kalau di sana terdapat buah cintanya bersama suaminya.Ah ... rasanya Ella ingin berjumpalitan saking senangnya mengatakan kata suami, akhirnya ... setelah drama yang menguras emosi, waktu, dan jiwanya akhirnya Daru saat ini sudah sah menjadi suaminya. Lelaki yang sudah mengambil segalanya milik Ella sudah mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan menikahinya hingga membuat janin di dalam kandungannya akan lahir dengan memiliki orang tua yang lengkap.“Daru,” ucap Ella pelan sambil mengecup bagian samping rambut suaminya itu dan seketika itu juga wangi tubuh alami suaminya itu langsung menggelitik hidungnya. Nyaman.“Ella, kamu cantik.”“Bohong.”“Kamu cantik Ella, ka
Renya masih memakai kacamata hitamnya saat siang itu, dia baru saja keluar dari terminal kedatangan Bandara I Gusti Ngurah Rai, ada rasa takut bila David menyadari jika ada beberapa luka di wajahnya. Dirinya tersenyum ketika melihat sosok gadis kecil yang berdiri di antara pagar pembatas, gadis kecil yang melambaikan tangan padanya dan memanggilnya dengan sebutan ibu. Dua hari sudah dia tak lagi mendengar celotehan gadis itu melalui sambungan telepon. Renya juga mengura dia tak akan dapat bertemu lagi dengan dua orang yang begitu dia cintai ini. Namun, takdir masih berpihak padanya, membawanya kembali kepelukan putri kecil serta kekasih hatinya. "Renata, Sayang ... Ibu kangen," lirih suara Renya menahan tangisnya, degup jantung dan sesak di dadanya saling berlomba untuk melampiaskan rasa rindu serta perih. "Ibu ...." Renata memandangi wajah itu. "Ibu kenapa baru datang?" "Maaf, Sayang ... Ibu masih ada pekerjaan kemarin di Jakarta, Ibu juga belum sempat telpo
“Mas, aku masih belum mau tinggal di rumah kamu,” ucap Ella sesaat mengenakan sabuk pengaman.“Kenapa?” tanya Daru sambil melajukan mobilnya menembus kemacetan kota Bandung.Hari ini mereka berdua akan kembali ke Jakarta, kembali ke rutinitas mereka atau bisa dibilang kembali ke kenyataan yang ada. Ya ... hari ini adalah awal mereka harus kembali menghadapi masalah-masalah yang telah mereka tinggalkan di Jakarta, berharap saat mereka kembali masalah tersebut sirna dengan sendirinya. Bisakah?Ella memilin pakaiannya, ada rasa cemas dan tidak percaya diri menghinggapi Ella. Dia masih takut bila Bayu atau Anneke ibu Daru menolak kehadirannya di sana, bagaimana kalau ia diusir atau yang paling parah disia-siakan, setelah pengorbanannya selama ini untuk berada dan bertahan di sisi Daru.“Ella, kenapa?” tanya Daru.“Aku takut,” jawab Ella sepelan mungkin, berharap Daru tidak bisa mendengarkan jawabannya dan
“Siapa, kamu?” Anneke berdiri tak jauh dari Ella dan Bayu.Nafas Ella tercekat, apa yang dia takutkan akhirnya menjadi kenyataan. Kedatangan Ibu dari suaminya dan akan menjadi masalah besar untuk diriny."Saya tanya sama kamu sekali lagi, kamu siapa? ngapain di sini? Bayu, kenapa kamu di layani sama perempuan ini?""Oma ... gak baik begitu bicara sama Mama Bayu," ujar Bayu berdiri lalu menggenggam tangan Ella."Mama? drama apa yang kalian mainkan di sini, hah! Kamu siapa? JAWAB!' Anneke seakan murka melihat Yuu yang hanya bisa menunduk saat beberapa kali dia tanya."Saya istri Mas Daru, Bu." Ella kembali menunduk."APA? Istri apa? Mana Daru, DARU!" Anneke berteriak mencari anak lelakinya."Bayu, kamu ke sekolah sekarang ya," bisik Ella pada Bayu, agar Bayu tidak mendengar keributan besar antara ibu mertua dan suaminya.Anneke masih berteriak hingga Daru menampakkan dirinya menuruni anak tangga."Kenapa harus