Ella sedang mengenakan pakaiannya setelah mandi saat merasakan kecupan di bahunya, napasnya tercekat saat merasakan lengan-lengan kokoh Daru yang sedang memeluknya dari belakang mengusap perutnya yang mulai sedikit membesar, memberikan bukti kalau di sana terdapat buah cintanya bersama suaminya.
Ah ... rasanya Ella ingin berjumpalitan saking senangnya mengatakan kata suami, akhirnya ... setelah drama yang menguras emosi, waktu, dan jiwanya akhirnya Daru saat ini sudah sah menjadi suaminya. Lelaki yang sudah mengambil segalanya milik Ella sudah mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan menikahinya hingga membuat janin di dalam kandungannya akan lahir dengan memiliki orang tua yang lengkap.
“Daru,” ucap Ella pelan sambil mengecup bagian samping rambut suaminya itu dan seketika itu juga wangi tubuh alami suaminya itu langsung menggelitik hidungnya. Nyaman.
“Ella, kamu cantik.”
“Bohong.”
“Kamu cantik Ella, ka
Renya masih memakai kacamata hitamnya saat siang itu, dia baru saja keluar dari terminal kedatangan Bandara I Gusti Ngurah Rai, ada rasa takut bila David menyadari jika ada beberapa luka di wajahnya. Dirinya tersenyum ketika melihat sosok gadis kecil yang berdiri di antara pagar pembatas, gadis kecil yang melambaikan tangan padanya dan memanggilnya dengan sebutan ibu. Dua hari sudah dia tak lagi mendengar celotehan gadis itu melalui sambungan telepon. Renya juga mengura dia tak akan dapat bertemu lagi dengan dua orang yang begitu dia cintai ini. Namun, takdir masih berpihak padanya, membawanya kembali kepelukan putri kecil serta kekasih hatinya. "Renata, Sayang ... Ibu kangen," lirih suara Renya menahan tangisnya, degup jantung dan sesak di dadanya saling berlomba untuk melampiaskan rasa rindu serta perih. "Ibu ...." Renata memandangi wajah itu. "Ibu kenapa baru datang?" "Maaf, Sayang ... Ibu masih ada pekerjaan kemarin di Jakarta, Ibu juga belum sempat telpo
“Mas, aku masih belum mau tinggal di rumah kamu,” ucap Ella sesaat mengenakan sabuk pengaman.“Kenapa?” tanya Daru sambil melajukan mobilnya menembus kemacetan kota Bandung.Hari ini mereka berdua akan kembali ke Jakarta, kembali ke rutinitas mereka atau bisa dibilang kembali ke kenyataan yang ada. Ya ... hari ini adalah awal mereka harus kembali menghadapi masalah-masalah yang telah mereka tinggalkan di Jakarta, berharap saat mereka kembali masalah tersebut sirna dengan sendirinya. Bisakah?Ella memilin pakaiannya, ada rasa cemas dan tidak percaya diri menghinggapi Ella. Dia masih takut bila Bayu atau Anneke ibu Daru menolak kehadirannya di sana, bagaimana kalau ia diusir atau yang paling parah disia-siakan, setelah pengorbanannya selama ini untuk berada dan bertahan di sisi Daru.“Ella, kenapa?” tanya Daru.“Aku takut,” jawab Ella sepelan mungkin, berharap Daru tidak bisa mendengarkan jawabannya dan
“Siapa, kamu?” Anneke berdiri tak jauh dari Ella dan Bayu.Nafas Ella tercekat, apa yang dia takutkan akhirnya menjadi kenyataan. Kedatangan Ibu dari suaminya dan akan menjadi masalah besar untuk diriny."Saya tanya sama kamu sekali lagi, kamu siapa? ngapain di sini? Bayu, kenapa kamu di layani sama perempuan ini?""Oma ... gak baik begitu bicara sama Mama Bayu," ujar Bayu berdiri lalu menggenggam tangan Ella."Mama? drama apa yang kalian mainkan di sini, hah! Kamu siapa? JAWAB!' Anneke seakan murka melihat Yuu yang hanya bisa menunduk saat beberapa kali dia tanya."Saya istri Mas Daru, Bu." Ella kembali menunduk."APA? Istri apa? Mana Daru, DARU!" Anneke berteriak mencari anak lelakinya."Bayu, kamu ke sekolah sekarang ya," bisik Ella pada Bayu, agar Bayu tidak mendengar keributan besar antara ibu mertua dan suaminya.Anneke masih berteriak hingga Daru menampakkan dirinya menuruni anak tangga."Kenapa harus
Sebenarnya, hari itu pasti akan tiba juga. Hari yang selama ini menjelma bagai momok yang menakutkan. Akal sehatnya yang dihantui ketakutan menghadapi prediksi masa depan yang belum tentu jadi miliknya.Daru kembali membaca surat pemanggilan kepolisian itu untuk ketiga kalinya.Malam itu, ia duduk di balik meja kerjanya. Andai saja surat pemanggilan kepolisian itu tak ada, makan malam tadi pasti sangat sempurna. Istri muda yang cantik dan sedang mengandung buah cintanya. Anak tampan yang menyukai ibu sambungnya.Daru melipat surat pemanggilan itu dan kembali memasukkannya ke dalam amplop.Pasal 263 KUHP, soal pemalsuan dokumen dengan ancaman hukuman paling lama enam tahun penjara.Pasal 55 KUHP, soal turut serta melakukan tindak pidana. Ditambah lagi dengan pasal 56 KUHP, soal memberi bantuan atas tindak kejahatan.Daru menarik napas panjang dan dalam. Semua
“Mas ... kenapa nggak bisa pulang? Mas tadi ngomong pemanggilan itu cuma sebentar. Sekarang, Mas bilang nggak pulang. Aku cuma berdua bareng Bayu. Mas harus pulang,” raung Ella.Lututnya sudah lemas saat menjawab telepon dari Daru tadi. Tadinya, ia berharap tak mendapat kabar apa pun. Ia hanya ingin Daru cepat pulang. Ia merasa tak sanggup kalau harus menerima update berita yang menyesakkan dada. Licik sekali, pikirnya. Apa orang tua Renya tak bisa membiarkan Daru hidup tenang? Dendam apa yang ingin dibalas pria tua itu? Kenapa budi bantuan yang diberikan orang tua Renya harus mendapat balasan dari Daru?Daru berulang kali mengatakan hal yang sama. Sabar, tunggu, aku pasti pulang. Perasaan Ella semakin gelisah. Ia mendengar nada suara Daru tidak baik-baik saja. Pria itu juga sama khawatirnya.Pukul dua siang, Bayu pulang sekolah seperti biasa. Bocah SD itu sama sekali tak mengetahui persoalan ayahnya. Ella me
“Kenapa? Apa status suami saya? Tersangka atau tahanan? Tahanan saja masih punya hak untuk menemui keluarganya. Apa hak kalian menahan suami saya sampai begini? Di mana ruangannya? Kalian bawa ke mana dia?! Saya mau ketemu!!” Suara Ella menggelegar di ruangan itu.Beberapa pegawai dan masyarakat sipil yang berada di ruangan seketika menatapnya. Sebagian menontonnya terang-terangan. Sebagian lagi hanya menoleh sekilas, lalu melanjutkan pekerjaan. Sepertinya keributan memang sudah biasa terjadi di sana.“Ini kantor polisi,” ucap petugas tadi dengan suara rendah. Ia lalu melanjutkan pekerjaannya. Mengetikkan sesuatu di layar komputer tanpa menggubris wanita yang mulai meneteskan air mata di depannya.“Kalian bisa dilaporkan melakukan pelanggaran hak azasi. Siapa yang meminta kalian melakukan hal kotor seperti ini? Si tua bangka Bramantya? Iya?” sengit Ella dengan sorot mata menyala.
Sayup-sayup terdengar suara Ella di telinga Daru, dengan cepat dia beranjak dari duduknya dan mencengkeram tralis besi yang menghalangi dirinya dengan dunia luar.“Pak, maaf itu suara istri saya,” ucap Daru yang yakin mendengar suara Ella berteriak histeris di luar. Dia yakin seratus persen itu suara Ella.Lelaki yang sedang duduk di meja hanya mengalihkan pandangannya dari koran, “Suara apa?”Rasanya Dari ingin berteriak keras dan memaki lelaki yang sedang menjaganya itu, apakah pendengarannya bermasalah sampai-sampai tidak mendengar suara wanita berteriak di luar sana. “Itu … suara di luar, Bapak nggak dengar?”“Dengar,” jawab Lelaki itu santai.“Itu suara istri saya, Pak. Bisa tolong dilihat?” pinta Daru, hatinya pedih mendengar suara Ella berteriak-teriak sepert
"Maksud Anda?" "Saya ayah kandung Ella," ujar lelaki itu lagi. "Tap—" "Saya datang kesini, karena anak saya membutuhkan bantuan saya untuk membebaskan kamu." "Tapi, Ella tidak pernah bilang kalau Anda—" "Karena Ella memang tidak pernah tahu." Lelaki berwajah tegas itu menghela nafasnya kembali memandang ke depan, begitu pun Daru. Daru tidah habis pikir bagaimana bisa sosok yang berada di sebelahnya adalah ayah mertuanya. Bahkan, lelaki itu membantunya bebas bersyarat untuk kasus yang dia hadapi. "Kita langsung menuju ke kediaman Ibu Diana, Pak," ujar Pak Chalid pada supir pribadinya. Mobil itu melaju membawa mereka ke kediaman sederhana milik Ibu Diana, selama di perjalanan hanya ada suasana canggung antara keduanya. Sementara Daru, masih sibuk dengan pikirannya yang menyatukan kepingan demi kepingan kejadian dari awal dia di bebaskan tadi. Salah satu pejabat di negeri ini yang tidak bisa di pandang
Sewaktu kecil Ella tak pernah merasakan bagaimana memiliki seorang ayah. Dia anak yang tumbuh besar dari ibu tunggal yang membesarkannya dengan menyingkir dari kecaman keluarga dan omongan orang terdekat. Sudah tak heran lagi kalau kebanyakan manusia selalu menganggap dirinya yang paling benar dan sempurna. Sehingga merasa lebih mudah untuk menghakimi kehidupan orang lain. Satu perasaan yang selalu Ella syukuri adalah bahwa ia dibesarkan oleh seorang wanita tangguh yang mengorbankan masa muda dan mampu mengalahkan egonya untuk tidak menikah lagi. Dulu Ella tak mengerti. Ia menganggap kalau apa yang dilakukan ibunya memang suatu keharusan. Membesarkannya, merawatnya, memberinya jajan yang cukup, pakaian bagus dan pendidikan mahal. Ella tak pernah bertanya uangnya dari mana. Dan ia tak pernah menyangka kalau sebagian besar apa yang diperolehnya berasal dari seorang pria yang ternyata diam-diam masih bertanggungjawab
Hidup itu selalu tentang pilihan. Tentang baik dan yang buruk, tentang kesulitan dan kemudahan, tentang berjuang atau memasrahkan, juga tentang menjadi baik atau tidak. Semuanya tentang pilihan. Tentu saja semua orang ingin hidupnya berjalan dengan baik. Namun, seringnya yang terjadi malah jauh melenceng dengan yang direncanakan. Begitu pula Andi yang sejak dulu merencanakan memiliki kehidupan rumah tangga yang bahagia bersama Ella. Gadis yang menjadi kekasihnya selama bertahun-tahun, namun hubungan itu kandas karena perselingkuhan yang dilakukan oleh wanita itu. Andi tetaplah manusia biasa. Laki-laki yang jauh dari kata sempurna. Ia marah, murka, membalas, puas, kemudian melampiaskan semuanya dalam satu waktu. Andi yang menjaga dirinya menjadi sosok lelaki berengsek, malah berubah menjadi sosok itu. Bagi Ella, Andi pernah menjadi lelaki berengsek. Bagi Andi, Ella juga pernah menjadi wanita berengsek yang mengkhian
"Oke ... mengejan sekali lagi ya Ibu Ella, sedikit lagi kepalanya sudah kelihatan ya ... siap ya, hitungan ketiga," ujar Dokter Sarah yang membantu persalinan Ella. "Satu ... dua ... tiga ... sekarang Bu Ella," titah sang Dokter. Ella mengejan sekuat tenaga, semampu yang dia bisa. Genggaman tangan Ella semakin erat menggenggam tangan Daru, Daru meringis menahan sakit kala genggaman itu mencengkeram semakin kuat seakan akan mematahkan jari jemari Daru. "Iya ... terus Ibu, bagus ...." Suara tangis bayi memenuhi ruangan persalinan, bayi mungil yang masih ditempeli sisa-sisa plasenta itu menangis begitu keras. "Sempurna, ya ... semua lengkap, perempuan, cantik, berat badan dan tinggi semuanya baik," ucap dokter Sarah. "Selamat Bapak Daru dan Ibu Ella," ujar Dokter Sarah. Ella meneteskan air matanya, saat bayi mungil mereka berada di atas dadanya, mencari-cari puting susu sang Ibu. "Cantik," ujar Daru menatap bayi mereka. "Benar
Daru membuka pintu kamarnya perlahan, dia membawakan susu hangat sesuai permintaan Ella tadi. Istrinya itu sedang duduk bersandar pada headboard, menggulir layar ponselnya. Ya, belakangan ini Ella memang lebih tertarik dengan ponselnya di banding yang lain. Berlama-lama melihat online shop lebih menarik dan menjadi salah satu hobi terbaru Ella. "Susunya di minum dulu, Miss Ella," ujar Daru yang sengaja memanggil Ella dengan sebutan Miss seperti dulu saat mereka pertama kali bertemu. "Terimakasih, Pak Daru." Ella pun tersenyum, menyesap susu yang diberikan oleh Daru. Dari duduk di sebelah istrinya, sambil mengusap-usap perut yang semakin membesar itu. "Kamu pasti belanja baju bayi lagi, ya?" tanya Daru yang melihat Ella sedang memilah-milah jumper untuk bayi mereka. "Lucu-lucu, Mas ... nggak mungkin aku lewatkan." "Iya, tapi kan sayang kalo ke pakenya cuma sebentar, itu yang kemarin kamu belanja sama ibu aja belum ka
Lalu lintas sore itu cukup padat, Arya melirik jamnya berkali-kali khawatir ia terlambat untuk makan di restoran. Tempat yang diminta Arya datangi oleh Papahnya. Sambil menatap lampu merah yang lama, Arya teringat dengan pembicaraan dengan Papanya tiga hari yang lalu. Saat di mana Papanya tiba-tiba memanggilnya dan memberikan satu pertanyaan yang tidak pernah Arya duga sebelumnya. “Arya, bolehkan Papa menikah lagi?” Arya mengenang pertanyaan Ayahnya, pertanyaan yang paling simple, paling to the point dan pertanyaan yang paling tidak di duga oleh dirinya. Mengingat selama dua tahun Papanya menjadi seorang duda, sibuk dengan dunia politik. Papanya tidak pernah membicarakan tentang pendamping hidup semenjak kepergian Ibunya. Arya tahu bahwa orang tuanya dinikahkan melalui jalan perjodohan tapi, selama mereka hidup sebagai pasangan suami istri, mereka adalah rekan, partner, rekan dan sahabat baik. Ibu Arya memang selalu tidak sehat, kesehatannya memang ti
Dulu, Diana sangat terkesima dengan sosok Syarif Chalid muda yang begitu gagah dan penuh kharisma. Seorang angkatan bersenjata dengan karir yang cemerlang. Usia mereka bertaut cukup jauh, dan Diana muda yang naif begitu singkat dalam berfikir. “Ella memang lagi di rumah?” tanya Chalid di dalam mobil, menoleh ke arah Diana yang pandangannya mengarah ke luar kaca jendela mobil. “Iya, Ella nunggu hari kelahirannya. Belakangan dia sering nginep di rumah bawa Bayu. Aku juga minta dia di rumah sementara ini. Khawatir ... Daru kerja kadang pulangnya larut malam,” sahut Diana, menoleh sekilas ke arah Chalid kemudian mengembalikan tatapannya ke depan. “Jadi, Bayu juga lagi di rumah?” tanya Chalid lagi. “Iya, Mas. Tadi malah katanya mau ikut kalau dia belum makan. Tapi, kayaknya dia keburu makan sop,” ujar Diana tertawa. Ia menoleh ke arah Chalid dan bertemu pandang sesaat. Tawanya langsung lenyap berg
Diana sudah berdiri di depan kaca selama setengah jam. Wanita 45 tahun itu sudah tiga kali berganti pakaian. Pertama tadi dia hanya mengenakan celana panjang dan kemeja santai. Beberapa langkah keluar pintu kamar, ia kembali ke dalam dan kembali mematut diri.Sekarang Diana telah mengenakan terusan berwarna kuning muda yang menutup hingga ke betisnya. Rasa-rasanya ia sudah sangat lama tidak mengenakan jenis pakaian seperti itu.Alasannya bukan karena tidak suka, tapi lebih ke tidak adanya kesempatan atau tempat yang cocok untuk ia bisa mengenakannya. Tak ada pergaulan yang sangat penting yang terjadi dalam hidupnya setelah ia memiliki Ella.Setelah pernikahan yang amat singkat dengan Chalid, ayah kandung Ella, Diana membelanjai dirinya sendiri dengan memanfaatkan sedikit uang peninggalan orangtuanya. Diana berinvestasi kecil-kecilan di perusahaan temannya. Hasilnya memang tak banyak, tapi setidaknya ia bisa menjaga egony
"Em ... karena—" Ratih tercekat, ternyata nyalinya juga belum cukup kuat untuk mengatakan sejujurnya pada kedua orangtuanya. "Jadi gini, Om ... Tante. Saya dan Ratih, kami ...." Andi menguatkan hatinya. "Kami memohon restu dari Om dan Tante, saya ingin menikahi Ratih putri Om," ujar Andi tegas. "Maksudnya gimana ini, Ibu gak ngerti." Retno duduk di sisi suaminya. "Ratih akan berhenti bekerja, Bu ... kami minta restu dari Ayah sama Ibu, Andi ingin Ratih menjadi istrinya." "Sudah berapa lama?" tanya Ridwan menatap Andi. "Kami kenal sudah enam bulan kurang lebih, Yah." Ratih menjawab cepat. "Ayah tanya pacar kamu." Ekspresi datar dari seorang Ridwan, pensiunan polisi itu. "Enam bulan, Om ... sudah enam bulan." "Pekerjaan kamu?" "Baru selesai ambil spesialis, Om." "Dokter?" "Iya, Om." "Kamu bisa pastikan anak saya bahagia? Dengan latar belakang dia, kehidupan dia bahkan masa lalunya?"
"Oh? Hanya oh?" Ratih berjalan cepat tanpa memikirkan perutnya, troli yang berisi barang belanjaan mereka dia tinggalkan begitu saja. Andi yang serba salah menyusul Ratih hingga meja kasir, wanita hamil itu melenggang begitu saja membiarkan Andi kesusahan membawa barang belanjaan mereka. "Tih ... ya ampun Tih, jangan cepet-cepet jalannya, ingat kamu lagi hamil." Andi meringis melihat Ratih berjalan cepat tanpa menoleh ke belakang. "Buka pintunya," ujar Ratih dengan ekspresi wajah kesal. "Astaga, Tih!" Andi membuka pintu mobilnya. Andi benar-benar harus menahan amarahnya menghadapi Ratih yang selalu sensitif selama masa kehamilannya. Ratih masih dengan mode diamnya, pandangannya dia alihkan keluar jendela mobil. Sementara Andi, merasa kikuk dengan tingkah Ratih yang selalu membuat serba salah. "Maaf ya," ujar Andi yang akhirnya mengalah. Ratih masih terdiam. "Kamu kan tau, hampir tiga bulan ini aku sibuk dengan pro