Share

Tamu Tak Diundang

Penulis: Mr.Dopamine
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Luna akhirnya menyerah. Menghindari Bian, dia memutuskan untuk meliburkan diri. Arga juga kebetulan sedang rewel. Jadi, dia memilih untuk berdiam diri di rumah bersama Arga. Pengasuh Arga ia liburkan selama dia libur. Ia sudah meminta kepada karyawannya untuk tidak memberitahu alamat rumahnya jika Bian bertanya kepada salah satu dari mereka.

Luna sedang menyusui Arga sambil menatap penuh puja wajah sang anak. Arga baru saja mandi dan saatnya dia tidur lagi. Luna memindahkannya ke box. Dia akan merapikan rumah selama jagoannya tidur. Siang nanti Miya akan mampir untuk berpamitan pulang.

"Tidur nyenyak, Jagoan Ibu." Ia mencium putranya sebelum beranjak.

Luna membuka pintu kamarnya lalu menutupnya perlahan. Ia bersenandung riang, menatap pantulan dirinya di cermin, merapikan beberapa helai rambut yang terlepas dari kuncir ekor kudanya. Ketika bel pintu berbunyi, ia segera berlari kecil menuju pintu. "Mungkin Miya datang lebih awal."

Senyum lebar menghiasi wajahnya saat membuka pintu, n
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Argantara Sagara

    Luna berdiri di belakang Bian, menautkan jemarinya, mencoba menekan kecemasan, kegugupan, dan ketakutannya. Ia tidak menyangka Bian akan muncul setelah satu tahun berlalu.Luna berjalan mendekat ketika melihat jemari Bian menyentuh bayi mungil itu, membuka diapers-nya untuk memastikan jenis kelaminnya, seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan Luna.Dari tempatnya berdiri, Luna bisa melihat bibir Bian bergerak, emosi yang jelas terpancar di wajahnya. Hal itu membuat Luna semakin takut.Haruskah ia mengatakan bahwa ia bekerja sebagai pengasuh bayi dan yang ia rawat adalah anak majikannya yang masih berusia tiga bulan? Tapi Luna segera mengenyahkan pikiran itu. Bayi ini jelas-jelas mirip dengannya. Sementara Alis, mata, dagu, merupakan replika miniatur Bian. "Ternyata benar, laki-laki," gumam Bian, tangannya kini menyentuh pipi si bayi. Sorot matanya memancarkan rasa takjub."Ya, tentu saja. Apa kamu kira aku menipu?"Bian mengulurkan tangannya, menggendong bayi itu ke dadanya. A

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Jangan Bawa Bayiku

    Bian menatap dari ujung kaki ke ujung kepala pria yang berdiri di hadapannya. Sebenarnya ia ingin tertawa melihat tampilan pria yang bergaya unik tersebut. Ia juga penasaran dari mana Luna menemukan manusia seperti pria itu.Rambut belah tengah, yang dikasih gel sebanyak mungkin. Ia yakin jika lalat hinggap, lalat tersebut akan terpeleset di atas sana. Tapi hal yang paling mengganggu pemandangan Bian adalah fashion yang dikenakan. Celana cutbray yang pernah tenar pada zamannya dipadukan dengan kemeja cerah bermotif bunga."Di mana Luna?" tanya pria bernama Jemi, salah satu karyawan Luna di kafe yang bertugas mengisi stok gudang. Pria itu datang untuk bertanya apa ada tambahan lain yang akan dibeli. Tentu saja itu hanya alasan, karena fakta sebenarnya adalah ia ingin menemui wanita itu. Hanya itu.Bian mengangkat tatapannya, menukik alisnya sebelah sembari duduk dengan santainya. "Duduklah. Ibu muda itu sedang menyusui putraku." Bian langsung mengklaim Arga sebagai putranya. Tidak ada

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Kembali

    Luna tidak tahu apa yang sedang ia lakukan sekarang karena kini ia berada di dalam mobil pria itu.Bian melirik sekilas, sedikit mengernyit melihat ekspresi Luna yang meringis, seperti menahan sakit."Kamu duduk di mobilku, aku akan anggap kamu menerima tawaranku," ucap Bian sambil menurunkan tatapannya, memeriksa apa yang membuat Luna meringis. Ia menajamkan penglihatannya dan melihat pergelangan tangan Luna yang memerah."Aku tidak punya pilihan," jawab Luna dingin, tanpa ekspresi.Hening. Selama perjalanan, mereka hanya terdiam, dan Arga pun tenang dalam box-nya."Beritahu aku jika kau ingin berhenti. Kapan Arga akan disusui lagi? Aku akan menghentikan mobilnya.""Aku bisa menyusuinya sambil kamu terus mengemudi," kata Luna tanpa banyak berpikir.Bian mendengus pelan. "Ya, kamu bisa menyusuinya, tapi aku tak bisa menjamin keselamatan kita jika fokusku terbelah," gumamnya, mencuri pandang untuk melihat reaksi Luna. Tapi, wanita itu justru terlihat melamun, tidak bereaksi sama sekali

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Apa Yang Dia Katakan

    Luna menarik napas dalam begitu mobil Bian sudah berhenti. Mereka sudah sampai di tujuan.Bian segera keluar, mengambil Arga bersamanya. Luna yang masih berada di dalam mobil hanya bisa mencibir.Tok. Tok.Kaca mobil diketuk, membuat Luna menoleh ke arah jendela."Kamu tidak berharap aku membukakan pintu untukmu, bukan?" "Bermimpi pun aku tak sudi." Luna dengan raut kesal segera membuka pintu mobil dan membantingnya hingga membuat Bian menaikkan sebelah alisnya. Hanya itu, lalu pria itu melangkah pergi. Tidak ada komentar apa pun membuat jiwa psikopat Luna berkobar. Ingin rasanya ia mencekik leher pria itu."Di mana kamar kami? Aku lelah."Mengabaikan perkataan Luna, Bian dengan tenang membawa Arga ke lantai dua. Luna memutar bola mata, jengah. Lantai dua, lantai yang dulu dilarang untuknya."Yang waras harus mengalah, Luna!" Luna menyemangati dirinya sendiri sembari mengelus dadanya. Sepertinya slogan itu akan menjadi pertahanan kewarasan baginya."Aku bisa mendengarmu.""Jadi, di m

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Pagi

    Sepanjang malam Arga sangat rewel, sehingga Bian dan Luna dibuat begadang. Mungkin karena perubahan tempat membuat Arga tidak nyenyak dalam tidurnya, atau ia merindukan ranjangnya, hanya Tuhan dan bayi itu yang tahu."Apa ia sering seperti ini?" tanya Bian sembari duduk di samping Luna yang sedang menenangkan Arga sambil menyusui. Kondisi Arga yang menjerit melengking membuat mereka untuk tidak memperdebatkan siapa yang keluar dari kamar, saat sedang menyusu.Luna hanya menutupi kepala Arga juga payudaranya dengan kain tipis."Ini pertama kali," napas Luna terlihat tidak teratur, selain panik, wanita itu juga kewalahan. Tanpa bisa Bian hentikan, tangannya kini sudah mendarat di kening Luna, mengusap keringatnya. Setelahnya, ia pun berdiri mengambil air di nakas lalu membantu Luna meminumnya. Keduanya seakan tidak sadar dengan perhatian intim yang mereka tunjukkan. Bian melakukannya secara naluri, begitu Luna menerimanya karena ia butuh itu."Apakah rumah ini membuat kalian tidak nyama

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Kamu Cemburu?

    "Kamu tidak berangkat bekerja?"Luna bertanya sambil merapikan tempat tidur mereka, sedangkan Bian baru keluar dari toilet dengan pakaian santainya, tidak dengan pakaian formal yang biasa ia kenakan saat bekerja."Tidak. Aku memutuskan untuk memperpanjang cutiku selama satu minggu. Kita perlu membeli perlengkapan Arga dan juga pakaian untukmu, dan kita juga perlu mencari rumah.""Harusnya tidak perlu seperti itu, aku bisa mengambil barang-barangku dan juga Arga di rumah,""Aku sudah meminta orang untuk mengurusnya."Harusnya aku tidak terkejut dengan ini. Pergerakannya lebih cepat dari ucapannya, Luna membatin."Jika tidak bekerja, apa kamu tidak khawatir perusahaanmu bangkrut?" Luna menoleh ke arah Bian yang sudah duduk dengan tenang di sofa panjang yang berada di sana sambil memainkan ponselnya, membaca laporan yang dikirimkan kepadanya."Tidak usah mengkhawatirkan hal itu. Aku sudah menyerahkannya pada tangan yang ahli.""Siapa?" Apakah asistennya masih Nathan. Tidak mungkin. Luna

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Tamu Tak Diundang

    Bian menatap dua makhluk yang terlihat sangat berbeda satu sama lain. Jemi dan Digo. Tapi yang menjadi pertanyaannya kenapa kedua pria itu datang ke rumahnya. Oke, mereka mungkin punya kepentingan tentang kafe milik Luna, hanya saja keberadaan Digo sedikit mengganggunya. Pria itu terlihat normal, sedap dipandang, dan Bian tidak suka itu. Ia lebih suka pria seperti Jemi yang berada di sekitar Luna. Arga sedang tertidur, dan baby sitter yang diminta juga sudah datang, jadi Bian memutuskan untuk menemani Luna. Ia juga penasaran apa tujuan kedatangan dua pria itu.Melihat Luna yang ingin duduk di kursi yang berbeda dengannya, dengan sigap Bian menarik tangannya hingga terduduk di sampingnya. Luna hendak protes, tapi tatapan penuh peringatan yang dilayangkan Bian membuatnya menelan kembali ucapan yang ingin ia layangkan."Apa kalian sudah makan?"Bian berdehem, sengaja untuk mencari perhatian Luna. Luna menoleh, dengan wajah merengut kesal. "Bisakah kamu pergi, temani Arga di atas, aku pe

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Pertengkaran Manis

    "Di mana Arga?" tanya Luna begitu ia masuk ke dalam kamar mereka."Tiga puluh menit, heh? Kau membuatku menunggu tiga puluh menit. Bagaimana, apa kamu sudah melepas rindu dengan kekasihmu itu," mengabaikan pertanyaan Luna, Bian malah menyindirnya serta menekan kalimatnya di akhir.Tiga puluh menit terpanjang dalam hidupnya. Ia sudah seperti cacing kepanasan di dalam kamar, mondar-mandir tak jelas, dan sekuat tenaga menahan kakinya agar tidak menyeret Luna dari bawah sana."Kamu kenapa?" Luna berjalan melewati Bian, ia merasa gerah dan perlu mengganti bajunya. "Di mana Arga?" Luna mengulang pertanyaannya kembali."Akh!" pekiknya, begitu Bian menarik pergelangan tangannya dan mendorong tubuhnya ke dinding."Apa yang kamu lakukan!" Luna berusaha mendorong tubuh Bian, tapi tubuh pria itu tetap bergeming."Menghukummu, dan aku tidak ingin putraku menyaksikan Ayah-nya menghukum Ibu-nya, jadi sebaiknya sekarang kamu jelaskan dengan baik apa tepatnya hubunganmu dengan pria itu.""Apa yang har

Bab terbaru

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Happy Ending

    Tepuk tangan kembali menggema, kali ini lebih meriah. Luna menatap Bian dengan mata berkaca-kaca, tidak mampu berkata apa-apa selain tersenyum. Ia mengambil mikrofon kecil yang disodorkan salah satu tamu, mencoba menguasai dirinya."Terima kasih, Mas Bian," katanya, suaranya sedikit bergetar tetapi tetap penuh ketulusan. "Kamu selalu tahu bagaimana caranya membuatku merasa istimewa. Aku tidak pernah meminta apa-apa selain cinta darimu, dan kamu memberiku lebih dari itu. Kamu memberiku keluarga, kebahagiaan, dan cinta yang tak pernah habis. Aku juga mencintaimu, lebih dari apa yang bisa aku ungkapkan dengan kata-kata."Seketika suasana terasa semakin emosional. Beberapa tamu bahkan terlihat menyeka air mata mereka, terharu oleh keintiman yang mereka saksikan. Dengan senyuman yang tak pernah lepas dari wajahnya, Bian menggenggam tangan Luna lebih erat. "Ayo kita potong kuenya," katanya, membawa mereka kembali ke momen yang lebih santai.Setelah mereka memotong kue bersama, suasana berub

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Kamu Lah Takdirku

    Luna terus menelusuri setiap halaman buku jurnal yang diberikan Bian kemarin. Tulisan tangan suaminya terasa seperti suara dari hatinya sendiri, mengalir dengan kejujuran dan kerinduan yang tak terbendung. Setiap kata menggambarkan perjalanan emosional seorang pria yang berusaha keras mencari istri yang hilang, menanggung penyesalan yang mendalam atas kegagalannya selama setahun penuh. Air mata membasahi pipinya, tetapi senyumnya tetap bertahan. Ini bukan tangisan sedih; ini adalah tangisan karena cinta yang begitu nyata, begitu tulus.Ketika pintu kamar mereka terbuka, Luna mendongak, mendapati sosok Bian berdiri di sana. Cahaya dari luar ruangan menyinari pria itu, menegaskan aura ketenangan yang selalu menyelimutinya. "Hei, aku memberikan jurnal ini bukan untuk membuatmu menangis, Sayang," ujarnya, melangkah masuk dan langsung duduk di depannya. Dengan lembut, ia mengusap pipi Luna, menghapus jejak air mata yang masih tersisa. Sentuhan itu bukan hanya lembut, tetapi juga penuh ci

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Bahagia Selamanya

    “Sikapmu mencurigakan!” Luna tertawa ringan saat ia memukul lembut dada suaminya, namun segera menyerah dalam pelukannya. Dekapan Bian selalu berhasil meredakan segala kekhawatiran yang memenuhi pikirannya. Hangat, nyaman—seolah seluruh dunia berhenti berputar, memberikan mereka momen yang hanya milik mereka berdua. Luna menyandarkan kepalanya di dada Bian, merasakan detak jantungnya yang stabil, menenangkan. Tidak ada tempat ternyaman selain berada di sisinya, seolah Bian adalah oksigen yang ia butuhkan untuk bertahan hidup. Membayangkan hidup tanpa pria itu terasa tak mungkin lagi, dan setiap kali ada keraguan yang muncul, ia segera tenggelamkan dalam ketenangan pelukannya.“Kamu tahu aku mencintaimu,” bisik Bian di telinga Luna, suaranya rendah namun penuh keyakinan, mengirimkan getaran lembut yang langsung menusuk ke dalam hati Luna. Bian tidak perlu bersuara keras untuk menunjukkan betapa ia sangat menyayangi istrinya—bisikan itu saja sudah cukup untuk mengukir janji tanpa kata-

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Kamu Yang Terindah

    “Kita tidak bisa mencampuri hubungan mereka,” ucap Bian, suaranya tenang namun penuh ketegasan. Dia telah mendengar cerita sebenarnya dari Luna—bagaimana Julian tidak menyentuh Sarena sama sekali, bagaimana situasi rumit itu hanyalah bayang-bayang dari ketidakpastian. Tetapi justru karena dia mengetahui kebenarannya, Bian merasa tidak berhak mengambil peran dalam keputusan yang hanya bisa diambil oleh Sarena sendiri. Hatinya berat, namun ia tahu apa yang harus dilakukan.“Sarena sudah jauh lebih dewasa. Dia pasti bisa menyikapi semua ini,” lanjutnya, seolah kata-kata itu diucapkan untuk menenangkan diri sendiri lebih dari sekadar memberi penegasan kepada istrinya. Dia ingin yang terbaik untuk Sarena, tanpa intervensi yang malah akan mengaburkan pilihan yang sebenarnya. Tapi, sebagai kakak, ada kekhawatiran yang tak bisa sepenuhnya ditepiskan. Ia tahu apa yang telah dilewati Julian, dan sebentuk kasih yang tak terucap tumbuh di hatinya.“Biarkan dia yang mengambil keputusan, Luna.” D

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Tentang Sarena

    “Mas…” panggilan lembut Luna meluncur, berusaha menuntut perhatian suaminya yang tengah tenggelam di depan layar laptop. Ada kelembutan sekaligus sedikit tuntutan dalam suaranya, seolah mengingatkan bahwa ia tidak suka diabaikan.Bian menoleh dengan cepat, menyadari bahwa istrinya menginginkan sesuatu lebih dari sekadar jawaban biasa. Senyuman manisnya muncul, memupus segala letih yang terasa. “Ya, Luna, ada apa? Kamu butuh sesuatu, Sayang?” tanyanya dengan nada penuh perhatian.Luna tersenyum kecil, meski seulas kekhawatiran berbayang di matanya. “Tidak, Mas. Aku hanya ingin berbincang.” Kata-katanya sederhana, tetapi tersirat sebuah keinginan untuk didengar dan dimengerti. “Mas sedang sibuk atau bagaimana?” Ia tak ingin mengganggu, tetapi ia juga membutuhkan suaminya untuk bersamanya, sepenuhnya.Bian menatapnya dengan tatapan lembut penuh kasih sayang, mendengar nada halus yang menyiratkan beban dalam kalimat Luna. Meski pekerjaannya belum selesai, ia tak akan pernah meninggalkan i

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Julian Yang Malang

    Luna meremas tangan Sarena dengan lembut, mencoba meyakinkannya untuk terus bercerita. Tatapan penasaran yang dalam terpancar dari matanya, tak dapat disembunyikan oleh ekspresi tenangnya. “Lalu, apa sebenarnya masalahnya?” desaknya lagi, penuh rasa ingin tahu. Mengapa Sarena terlihat begitu sedih padahal ia dan Julian saling mencintai? Bukankah dua orang yang saling mencintai seharusnya menikah dan hidup bahagia?Namun, di dalam hatinya, Luna tahu bahwa pernyataannya itu tak sepenuhnya benar. Pernikahannya dengan Bian tidak dimulai dari cinta sejati; mereka menikah karena keputusan keluarga yang berujung pada pernikahan yang dipaksakan. Namun, seiring berjalannya waktu, cinta perlahan tumbuh di antara mereka. Takdir telah menenun kisah mereka dengan cara yang tak terduga, membawa mereka dari konflik menuju kedamaian, dari kecurigaan menjadi kepercayaan. Sekarang, mereka berada di tempat yang disebut dengan "akhir bahagia" – titik di mana cinta mereka telah melewati segala ujian."Aku

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Dia Akan Menikahimu?

    Luna tersenyum lembut sambil mendekat ke Felicia, gadis kecil yang tampak sibuk dengan pensil warna di tangan. "Hai, Felicia..." sapanya, duduk di sebelah gadis kecil itu. "Apa yang sedang kamu buat, Sayang?" tanyanya dengan hangat, matanya tertuju pada kertas penuh warna di hadapan Felicia.Felicia menoleh dengan senyum lebar. "Ini Ibu, sedang memakai baju pengantin! Dan ini Ayah Julian," jawabnya penuh antusias, telunjuk mungilnya menunjuk tiap karakter yang ia gambar. Matanya berbinar dengan bangga, seolah-olah memperkenalkan dunia imajinasinya kepada Luna.Luna tertawa kecil, matanya menelusuri gambar yang terlihat penuh cinta. "Dan ini kamu, ya?" ujarnya, menunjuk pada sosok kecil di antara gambar Sarena dan Julian. Felicia mengangguk dengan bersemangat, matanya menyorot kebahagiaan murni anak-anak."Hm, kalau ini?" Luna menunjukkan objek kecil di samping mereka yang mirip dengan keranjang bayi. Alisnya terangkat penasaran.Felicia tersenyum ceria, tatapannya polos namun mengandu

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Bagaimana Denganmu Luna Sayang

    Setelah masalah Julian dan Sarena selesai, sesuai janjinya pada sahabatnya, Bian, dia membawa adik sahabatnya itu pulang. Dia akan melamar Sarena di hadapan sahabatnya, meminta restu Bian dan Luna.Julian dan Sarena kembali memasuki rumah, membawa serta Felicia yang menggenggam tangan mereka dengan erat. Begitu tiba di ruang tamu, Luna menyambut dengan senyum lebar, matanya berkilau penuh kegembiraan saat melihat adiknya akhirnya kembali. “Ah... akhirnya kamu pulang,” ucap Luna, memeluk Sarena erat-erat. "Aku sangat merindukanmu."Sarena balas memeluk, bibirnya melengkung lembut. “Aku juga merindukanmu, Luna. Sangat rindu. Ah... comelnya.” Sarena menoel pipi bayi tembem yang ada di gendongan Luna. Dia mengambil alih Mikayla dan menciumnya. "Adik bayinya lucu 'kan," ia menunjukkannya pada Felicia. Felicia mengangguk dan dengan malu-malu menyentuh pipi Mikayla."Hai, Felicia, selamat datang," Luna merentangkan tangannya, memeluk gadis kecil itu. Sarena sudah pernah membahas tentang Feli

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Lega

    Sarena menarik napas dalam, suaranya berubah lembut dan penuh kenangan ketika ia mulai bercerita. "Felicia… dia kebahagiaanku, Julian. Dia seperti sinar matahari yang muncul setelah badai, yang menghangatkan dan memberi arti baru dalam hidupku." Kata-katanya mengalir dengan tulus, mengisyaratkan seberapa besar perasaan dan perjuangannya selama ini. Di dalam setiap kata, Sarena menanamkan makna dari cinta seorang ibu yang tanpa syarat, sebuah cinta yang ia pilih dengan seluruh hatinya, walau penuh pengorbanan. Sorot matanya berkabut saat ia memandang Julian, mengungkapkan cinta dan kerinduan yang begitu dalam.Julian menggenggam tangan Sarena dengan lembut, merasakan beban yang selama ini ia bawa sebagai pria yang tiba-tiba diberi kesempatan kedua untuk mengenal putrinya. "Sekarang, dia juga bagian dari kehidupanku," ucapnya dengan suara bergetar, nyaris berbisik, seolah mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa kehadiran Felicia nyata, bahwa ini bukan mimpi belaka. "Kita akan merawat

DMCA.com Protection Status