Share

Pagi

Author: Mr.Dopamine
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Sepanjang malam Arga sangat rewel, sehingga Bian dan Luna dibuat begadang. Mungkin karena perubahan tempat membuat Arga tidak nyenyak dalam tidurnya, atau ia merindukan ranjangnya, hanya Tuhan dan bayi itu yang tahu.

"Apa ia sering seperti ini?" tanya Bian sembari duduk di samping Luna yang sedang menenangkan Arga sambil menyusui. Kondisi Arga yang menjerit melengking membuat mereka untuk tidak memperdebatkan siapa yang keluar dari kamar, saat sedang menyusu.

Luna hanya menutupi kepala Arga juga payudaranya dengan kain tipis.

"Ini pertama kali," napas Luna terlihat tidak teratur, selain panik, wanita itu juga kewalahan. Tanpa bisa Bian hentikan, tangannya kini sudah mendarat di kening Luna, mengusap keringatnya. Setelahnya, ia pun berdiri mengambil air di nakas lalu membantu Luna meminumnya. Keduanya seakan tidak sadar dengan perhatian intim yang mereka tunjukkan. Bian melakukannya secara naluri, begitu Luna menerimanya karena ia butuh itu.

"Apakah rumah ini membuat kalian tidak nyama
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Kamu Cemburu?

    "Kamu tidak berangkat bekerja?"Luna bertanya sambil merapikan tempat tidur mereka, sedangkan Bian baru keluar dari toilet dengan pakaian santainya, tidak dengan pakaian formal yang biasa ia kenakan saat bekerja."Tidak. Aku memutuskan untuk memperpanjang cutiku selama satu minggu. Kita perlu membeli perlengkapan Arga dan juga pakaian untukmu, dan kita juga perlu mencari rumah.""Harusnya tidak perlu seperti itu, aku bisa mengambil barang-barangku dan juga Arga di rumah,""Aku sudah meminta orang untuk mengurusnya."Harusnya aku tidak terkejut dengan ini. Pergerakannya lebih cepat dari ucapannya, Luna membatin."Jika tidak bekerja, apa kamu tidak khawatir perusahaanmu bangkrut?" Luna menoleh ke arah Bian yang sudah duduk dengan tenang di sofa panjang yang berada di sana sambil memainkan ponselnya, membaca laporan yang dikirimkan kepadanya."Tidak usah mengkhawatirkan hal itu. Aku sudah menyerahkannya pada tangan yang ahli.""Siapa?" Apakah asistennya masih Nathan. Tidak mungkin. Luna

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Tamu Tak Diundang

    Bian menatap dua makhluk yang terlihat sangat berbeda satu sama lain. Jemi dan Digo. Tapi yang menjadi pertanyaannya kenapa kedua pria itu datang ke rumahnya. Oke, mereka mungkin punya kepentingan tentang kafe milik Luna, hanya saja keberadaan Digo sedikit mengganggunya. Pria itu terlihat normal, sedap dipandang, dan Bian tidak suka itu. Ia lebih suka pria seperti Jemi yang berada di sekitar Luna. Arga sedang tertidur, dan baby sitter yang diminta juga sudah datang, jadi Bian memutuskan untuk menemani Luna. Ia juga penasaran apa tujuan kedatangan dua pria itu.Melihat Luna yang ingin duduk di kursi yang berbeda dengannya, dengan sigap Bian menarik tangannya hingga terduduk di sampingnya. Luna hendak protes, tapi tatapan penuh peringatan yang dilayangkan Bian membuatnya menelan kembali ucapan yang ingin ia layangkan."Apa kalian sudah makan?"Bian berdehem, sengaja untuk mencari perhatian Luna. Luna menoleh, dengan wajah merengut kesal. "Bisakah kamu pergi, temani Arga di atas, aku pe

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Pertengkaran Manis

    "Di mana Arga?" tanya Luna begitu ia masuk ke dalam kamar mereka."Tiga puluh menit, heh? Kau membuatku menunggu tiga puluh menit. Bagaimana, apa kamu sudah melepas rindu dengan kekasihmu itu," mengabaikan pertanyaan Luna, Bian malah menyindirnya serta menekan kalimatnya di akhir.Tiga puluh menit terpanjang dalam hidupnya. Ia sudah seperti cacing kepanasan di dalam kamar, mondar-mandir tak jelas, dan sekuat tenaga menahan kakinya agar tidak menyeret Luna dari bawah sana."Kamu kenapa?" Luna berjalan melewati Bian, ia merasa gerah dan perlu mengganti bajunya. "Di mana Arga?" Luna mengulang pertanyaannya kembali."Akh!" pekiknya, begitu Bian menarik pergelangan tangannya dan mendorong tubuhnya ke dinding."Apa yang kamu lakukan!" Luna berusaha mendorong tubuh Bian, tapi tubuh pria itu tetap bergeming."Menghukummu, dan aku tidak ingin putraku menyaksikan Ayah-nya menghukum Ibu-nya, jadi sebaiknya sekarang kamu jelaskan dengan baik apa tepatnya hubunganmu dengan pria itu.""Apa yang har

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Kamu Menggodaku, Luna

    "Aakah perasaanku begitu tersamarkan hingga ia tidak bisa melihatnya," Bian keluar di bawah guyuran derasnya air hujan. "Aku marah, tapi aku juga takut. Apa perasaannya sudah berubah, atau aku yang terlalu percaya diri menganggap dulu ia menyukaiku." "Satu tahun ini tidak sedikit pun aku melupakannya. Bayangannya selalu mengusikku. Hatiku selalu bertanya-tanya apa yang sedang ia lakukan? apa ia mengingatku dan bahkan aku menahan geramanku saat membayangkan ia bertemu dengan pria lain. Sisi diriku yang lain membenarkan hal itu, itu lebih baik karena jika aku menemuinya akan berbeda ceritanya. Satu tahun ini aku lebih banyak memikirkannya dibanding hal lainnya. Aku tidak tahu sampai detik ini kapan tepatnya si bodoh itu menguasai hatiku. Julian, katakanlah aku brengsek, tapi aku tidak sanggup melihatnya berpaling pada pria lain, tapi nyatanya pria bernama Digo hadir mengaku jadi kekasihnya.""Kamu masuklah dulu," kata Julian sambil memegang payung untuk dirinya sendiri."Katakan Julian

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Mas Bian

    Persetan dengan semuanya. Bian tidak tahan lagi melihat godaan bibir merah jambu yang mengerucut meniup-niupkan napas hangat nan lembut di tangannya yang luka. Rasa perihnya memang menghilang, tapi sialnya rasa yang lain pun timbul akibat tiupannya. Darah yang berdesir dan hasrat yang tergoda meminta ingin disalurkan.Bian menyesali kenapa ia harus meminta Luna meniup lukanya, kini ia sedang berperang dengan hati dan logikanya, haruskah ia melumat bibir menggoda itu? Mengingat pertengkaran mereka tadi, ciuman bukanlah solusi yang baik, tapi godaannya sungguh tidak bisa ia abaikan begitu saja. Ia ingin mencicipinya. Sungguh sangat ingin.Di saat hati dan logikanya berperang, ternyata pergerakannya lebih cepat. Tanpa ia sadari kini bibirnya sudah menempel di bibir penuh godaan itu.Jangankan Luna, Bian juga terkejut dengan reaksinya. Mengabaikan kemungkinan Luna akan menamparnya, Bian kalah pada hasratnya. Ia mulai menggerakkan bibirnya, meski Luna tetap mengatupkan bibirnya.Oh Tuhan,

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Hai, Bagaimana Perasaanmu

    Sepanjang malam Bian terjaga, tidak tertidur sama sekali. Selain khawatir dengan kondisi Luna, tentu saja ia tidak bisa memejamkan matanya karena sesuatu yang tidak bisa tenang di bawah sana.Terima kasih kepada putranya, Arga, yang juga terlihat tenang dalam tidurnya, tidak protes saat Bian meminta pengasuh membuatkan susu formula untuknya. Dengan baik hati, Arga menghabiskan susunya walau beberapa kali menyemburkannya keluar. Seakan tahu ibunya sedang sakit, ia tidak rewel sama sekali. Sepertinya Arga adalah anak yang mudah diajak bekerja sama kelak saat ia dewasa nanti. Begitulah pemikiran Bian.Matahari pun mulai menunjukkan wujudnya, Bian bernapas lega, setidaknya ia tidak akan sungkan lagi untuk menghubungi dokter untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh, walau ia yakin Luna hanya mengalami demam biasa. Dan ya, sepertinya Luna juga perlu diberi obat flu sebelum ia dan Bian menularkan penyakit mereka kepada Arga. Sepertinya mereka harus menjauh beberapa hari dari Arga.Luna melengu

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Debat Manis

    Bian membawa sang Dokter ke kamar. Luna sudah duduk di depan meja rias, tampak sedang menyisir rambut. Bian melangkah lebih dulu dari Dokter, mengambil alih sisir dari tangan Luna dan mulai menyisir rambutnya. Tanpa sadar, ia menggenggam beberapa helai dan mendekatkannya ke hidungnya, menghirup aroma yang begitu memikat. Luna hanya menatap datar melalui pantulan cermin. Tatapan mereka bertemu, Bian tersenyum manis, tapi dibalas dengan senyum kecut dari Luna, membuat Bian mengernyitkan dahi."Kenapa kamu sudah bangun dari tempat tidur? Kondisimu belum sepenuhnya pulih. Ayo kembali berbaring, Dokter datang untuk memeriksamu," ujar Bian. "Aku mendengar ada tamu.""Itu Sarena dan Julian. Tidak penting. Ayo kubantu kembali ke ranjang," katanya sambil menyentuh bahu Luna, berniat membantunya berdiri.Luna menepis tangan Bian dengan gerakan bahunya. "Aku bisa berjalan sendiri. Ini cuma demam biasa, tertular virus darimu. Jangan perlakukan aku seperti orang yang penyakitan," jawab Luna sengi

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Dia Berubah

    "Kamu salah, Dokter," Luna segera membantah. Meski kesal, ia menahan diri demi kesopanan. Gairah? Yang benar saja. Bian orang yang tidak akan bergairah padanya, sekalipun ia telanjang mungkin. Baginya, Bian menyentuhnya dulu hanya karena tuntutan pewaris. Mengingat hal itu, hatinya masih merasa sakit. Entah apa yang ia pikirkan saat ia memutuskan untuk tetap ikut dengan Bian."Ya, aku benar wanita muda. Jangan ragukan pandangan pria tua ini. Dan ya, melihat amarahmu yang berkobar seperti yang kamu katakan, kamu hanya butuh antibiotik dan penurun panas. Istirahatlah yang cukup agar segera pulih," dokter Dirga memberikan resepnya."Apa ini aman untuk ibu menyusui?" Tanya Luna."Kamu sedang menyusui?""Ya, putraku, Arga, baru berusia tiga bulan," jawab Luna sambil tersenyum kecil.Dokter Arga mengganti resepnya dan pamit undur diri.Luna menghela napas panjang lagi. Ia harus bersiap untuk bertemu dengan Sarena. "Hai, Luna..." Sarena langsung berdiri menyambut Luna. Memeluk wanita itu. "

Latest chapter

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Happy Ending

    Tepuk tangan kembali menggema, kali ini lebih meriah. Luna menatap Bian dengan mata berkaca-kaca, tidak mampu berkata apa-apa selain tersenyum. Ia mengambil mikrofon kecil yang disodorkan salah satu tamu, mencoba menguasai dirinya."Terima kasih, Mas Bian," katanya, suaranya sedikit bergetar tetapi tetap penuh ketulusan. "Kamu selalu tahu bagaimana caranya membuatku merasa istimewa. Aku tidak pernah meminta apa-apa selain cinta darimu, dan kamu memberiku lebih dari itu. Kamu memberiku keluarga, kebahagiaan, dan cinta yang tak pernah habis. Aku juga mencintaimu, lebih dari apa yang bisa aku ungkapkan dengan kata-kata."Seketika suasana terasa semakin emosional. Beberapa tamu bahkan terlihat menyeka air mata mereka, terharu oleh keintiman yang mereka saksikan. Dengan senyuman yang tak pernah lepas dari wajahnya, Bian menggenggam tangan Luna lebih erat. "Ayo kita potong kuenya," katanya, membawa mereka kembali ke momen yang lebih santai.Setelah mereka memotong kue bersama, suasana berub

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Kamu Lah Takdirku

    Luna terus menelusuri setiap halaman buku jurnal yang diberikan Bian kemarin. Tulisan tangan suaminya terasa seperti suara dari hatinya sendiri, mengalir dengan kejujuran dan kerinduan yang tak terbendung. Setiap kata menggambarkan perjalanan emosional seorang pria yang berusaha keras mencari istri yang hilang, menanggung penyesalan yang mendalam atas kegagalannya selama setahun penuh. Air mata membasahi pipinya, tetapi senyumnya tetap bertahan. Ini bukan tangisan sedih; ini adalah tangisan karena cinta yang begitu nyata, begitu tulus.Ketika pintu kamar mereka terbuka, Luna mendongak, mendapati sosok Bian berdiri di sana. Cahaya dari luar ruangan menyinari pria itu, menegaskan aura ketenangan yang selalu menyelimutinya. "Hei, aku memberikan jurnal ini bukan untuk membuatmu menangis, Sayang," ujarnya, melangkah masuk dan langsung duduk di depannya. Dengan lembut, ia mengusap pipi Luna, menghapus jejak air mata yang masih tersisa. Sentuhan itu bukan hanya lembut, tetapi juga penuh ci

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Bahagia Selamanya

    “Sikapmu mencurigakan!” Luna tertawa ringan saat ia memukul lembut dada suaminya, namun segera menyerah dalam pelukannya. Dekapan Bian selalu berhasil meredakan segala kekhawatiran yang memenuhi pikirannya. Hangat, nyaman—seolah seluruh dunia berhenti berputar, memberikan mereka momen yang hanya milik mereka berdua. Luna menyandarkan kepalanya di dada Bian, merasakan detak jantungnya yang stabil, menenangkan. Tidak ada tempat ternyaman selain berada di sisinya, seolah Bian adalah oksigen yang ia butuhkan untuk bertahan hidup. Membayangkan hidup tanpa pria itu terasa tak mungkin lagi, dan setiap kali ada keraguan yang muncul, ia segera tenggelamkan dalam ketenangan pelukannya.“Kamu tahu aku mencintaimu,” bisik Bian di telinga Luna, suaranya rendah namun penuh keyakinan, mengirimkan getaran lembut yang langsung menusuk ke dalam hati Luna. Bian tidak perlu bersuara keras untuk menunjukkan betapa ia sangat menyayangi istrinya—bisikan itu saja sudah cukup untuk mengukir janji tanpa kata-

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Kamu Yang Terindah

    “Kita tidak bisa mencampuri hubungan mereka,” ucap Bian, suaranya tenang namun penuh ketegasan. Dia telah mendengar cerita sebenarnya dari Luna—bagaimana Julian tidak menyentuh Sarena sama sekali, bagaimana situasi rumit itu hanyalah bayang-bayang dari ketidakpastian. Tetapi justru karena dia mengetahui kebenarannya, Bian merasa tidak berhak mengambil peran dalam keputusan yang hanya bisa diambil oleh Sarena sendiri. Hatinya berat, namun ia tahu apa yang harus dilakukan.“Sarena sudah jauh lebih dewasa. Dia pasti bisa menyikapi semua ini,” lanjutnya, seolah kata-kata itu diucapkan untuk menenangkan diri sendiri lebih dari sekadar memberi penegasan kepada istrinya. Dia ingin yang terbaik untuk Sarena, tanpa intervensi yang malah akan mengaburkan pilihan yang sebenarnya. Tapi, sebagai kakak, ada kekhawatiran yang tak bisa sepenuhnya ditepiskan. Ia tahu apa yang telah dilewati Julian, dan sebentuk kasih yang tak terucap tumbuh di hatinya.“Biarkan dia yang mengambil keputusan, Luna.” D

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Tentang Sarena

    “Mas…” panggilan lembut Luna meluncur, berusaha menuntut perhatian suaminya yang tengah tenggelam di depan layar laptop. Ada kelembutan sekaligus sedikit tuntutan dalam suaranya, seolah mengingatkan bahwa ia tidak suka diabaikan.Bian menoleh dengan cepat, menyadari bahwa istrinya menginginkan sesuatu lebih dari sekadar jawaban biasa. Senyuman manisnya muncul, memupus segala letih yang terasa. “Ya, Luna, ada apa? Kamu butuh sesuatu, Sayang?” tanyanya dengan nada penuh perhatian.Luna tersenyum kecil, meski seulas kekhawatiran berbayang di matanya. “Tidak, Mas. Aku hanya ingin berbincang.” Kata-katanya sederhana, tetapi tersirat sebuah keinginan untuk didengar dan dimengerti. “Mas sedang sibuk atau bagaimana?” Ia tak ingin mengganggu, tetapi ia juga membutuhkan suaminya untuk bersamanya, sepenuhnya.Bian menatapnya dengan tatapan lembut penuh kasih sayang, mendengar nada halus yang menyiratkan beban dalam kalimat Luna. Meski pekerjaannya belum selesai, ia tak akan pernah meninggalkan i

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Julian Yang Malang

    Luna meremas tangan Sarena dengan lembut, mencoba meyakinkannya untuk terus bercerita. Tatapan penasaran yang dalam terpancar dari matanya, tak dapat disembunyikan oleh ekspresi tenangnya. “Lalu, apa sebenarnya masalahnya?” desaknya lagi, penuh rasa ingin tahu. Mengapa Sarena terlihat begitu sedih padahal ia dan Julian saling mencintai? Bukankah dua orang yang saling mencintai seharusnya menikah dan hidup bahagia?Namun, di dalam hatinya, Luna tahu bahwa pernyataannya itu tak sepenuhnya benar. Pernikahannya dengan Bian tidak dimulai dari cinta sejati; mereka menikah karena keputusan keluarga yang berujung pada pernikahan yang dipaksakan. Namun, seiring berjalannya waktu, cinta perlahan tumbuh di antara mereka. Takdir telah menenun kisah mereka dengan cara yang tak terduga, membawa mereka dari konflik menuju kedamaian, dari kecurigaan menjadi kepercayaan. Sekarang, mereka berada di tempat yang disebut dengan "akhir bahagia" – titik di mana cinta mereka telah melewati segala ujian."Aku

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Dia Akan Menikahimu?

    Luna tersenyum lembut sambil mendekat ke Felicia, gadis kecil yang tampak sibuk dengan pensil warna di tangan. "Hai, Felicia..." sapanya, duduk di sebelah gadis kecil itu. "Apa yang sedang kamu buat, Sayang?" tanyanya dengan hangat, matanya tertuju pada kertas penuh warna di hadapan Felicia.Felicia menoleh dengan senyum lebar. "Ini Ibu, sedang memakai baju pengantin! Dan ini Ayah Julian," jawabnya penuh antusias, telunjuk mungilnya menunjuk tiap karakter yang ia gambar. Matanya berbinar dengan bangga, seolah-olah memperkenalkan dunia imajinasinya kepada Luna.Luna tertawa kecil, matanya menelusuri gambar yang terlihat penuh cinta. "Dan ini kamu, ya?" ujarnya, menunjuk pada sosok kecil di antara gambar Sarena dan Julian. Felicia mengangguk dengan bersemangat, matanya menyorot kebahagiaan murni anak-anak."Hm, kalau ini?" Luna menunjukkan objek kecil di samping mereka yang mirip dengan keranjang bayi. Alisnya terangkat penasaran.Felicia tersenyum ceria, tatapannya polos namun mengandu

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Bagaimana Denganmu Luna Sayang

    Setelah masalah Julian dan Sarena selesai, sesuai janjinya pada sahabatnya, Bian, dia membawa adik sahabatnya itu pulang. Dia akan melamar Sarena di hadapan sahabatnya, meminta restu Bian dan Luna.Julian dan Sarena kembali memasuki rumah, membawa serta Felicia yang menggenggam tangan mereka dengan erat. Begitu tiba di ruang tamu, Luna menyambut dengan senyum lebar, matanya berkilau penuh kegembiraan saat melihat adiknya akhirnya kembali. “Ah... akhirnya kamu pulang,” ucap Luna, memeluk Sarena erat-erat. "Aku sangat merindukanmu."Sarena balas memeluk, bibirnya melengkung lembut. “Aku juga merindukanmu, Luna. Sangat rindu. Ah... comelnya.” Sarena menoel pipi bayi tembem yang ada di gendongan Luna. Dia mengambil alih Mikayla dan menciumnya. "Adik bayinya lucu 'kan," ia menunjukkannya pada Felicia. Felicia mengangguk dan dengan malu-malu menyentuh pipi Mikayla."Hai, Felicia, selamat datang," Luna merentangkan tangannya, memeluk gadis kecil itu. Sarena sudah pernah membahas tentang Feli

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Lega

    Sarena menarik napas dalam, suaranya berubah lembut dan penuh kenangan ketika ia mulai bercerita. "Felicia… dia kebahagiaanku, Julian. Dia seperti sinar matahari yang muncul setelah badai, yang menghangatkan dan memberi arti baru dalam hidupku." Kata-katanya mengalir dengan tulus, mengisyaratkan seberapa besar perasaan dan perjuangannya selama ini. Di dalam setiap kata, Sarena menanamkan makna dari cinta seorang ibu yang tanpa syarat, sebuah cinta yang ia pilih dengan seluruh hatinya, walau penuh pengorbanan. Sorot matanya berkabut saat ia memandang Julian, mengungkapkan cinta dan kerinduan yang begitu dalam.Julian menggenggam tangan Sarena dengan lembut, merasakan beban yang selama ini ia bawa sebagai pria yang tiba-tiba diberi kesempatan kedua untuk mengenal putrinya. "Sekarang, dia juga bagian dari kehidupanku," ucapnya dengan suara bergetar, nyaris berbisik, seolah mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa kehadiran Felicia nyata, bahwa ini bukan mimpi belaka. "Kita akan merawat

DMCA.com Protection Status