Alunan musik nan lembut dari pemain piano menggema seantero ruangan. Seorang pria berwajah tampan dengan tubuh yang proporsional berdiri di ujung, bersandar pada pilar. Ia sendirian, selalu sendiri.
Dialah Nicholas atau Nicko, seorang pria tanpa nama belakang, suami dari Josephine Windsor. Putri bungsu pasangan Edmund dan Daisy Windsor, salah satu keluarga kaya di Westcoast Town. ***Hari ini adalah ulang tahun Howard Windsor, kakak dari Edmund. Sudah menjadi tradisi di keluarga besar ini untuk selalu merayakan hari jadi atau ulang tahun pernikahan mereka. Tentu saja siapapun yang hadir membawakan hadiah. Sebenarnya tujuannya adalah untuk ajang pamer kekayaan saja, siapa yang memberi hadiah termahal. "Ayah, ini kuberikan lukisan karya Fransesca dari abad ke 19, maaf harganya tak seberapa hanya satu juta dollar," kata Bryan Holf, menantu Paman Howard merendah, tapi bermaksud meninggi. "Kau memang menantu yang dapat diandalkan," kata Howard menepuk-nepuk pundak menantunya. Kemudian datang Armando dan istrinya Chaterine yang merupakan kakak dari Josephine datang mendekat. Menyerahkan kotak berisi jam tangan bermerk Baurielle yang berhiaskan permata. Kisaran harganya sekitar satu juta dollar. Howard pun tersenyum melihat pasangan ini. Armando Blanc memang berasal dari keluarga kelas atas. Hadiah sejuta dollar rasanya hal kecil untuknya. Beruntung sekali Chaterine bersuami Armando. "Hei Nicko, apa yang kau bawa untuk Ayahku?" teriak Damian tiba-tiba dan membuat pria berwajah tampan itu akhirnya mendekat ke arah keluarga istrinya yang tengah berkumpul.Sesuatu yang sesungguhnya dia benci, tapi tak ada pilihan lain.
Nicko cuma bisa mengangguk lalu menunduk. Kemudian mencoba memberanikan diri dan mengatakan kalau tak membawa apa-apa. "Maaf, aku tak sempat membawa kado," jawabnya malu-malu. "Jadi, kau kesini tidak membawa apa-apa? Memalukan sekali hidupmu," ejek Armando kaka iparnya. "Armando, apa kau lupa kalau selama ini ia menumpang hidup pada Josephine dan mertuanya? Dia kan pengangguran," tambah Damian, sepupu Josephine. Sekaligus putra bungsu dari Howard Windsor. "Ah ya benar, kau bahkan yang mencuci pakaian dalam istrimu kan?" cibir Armando kemudian tertawa bersama Damian. "Kau benar-benar tak tahu malu Nicko, beraninya membuat malu di hari ulang tahunku!" Howard terlihat tak terima dengan keponakan mantunya. Merasa laki-laki itu tak menghargai dirinya sebagai Paman. "Kau ini benar-benar laki-laki yang tak punya harga diri. Bisanya cuma menyusahkan kehidupan keluargaku saja," Kini giliran Elizabeth Windsor, si Nyonya Besar alias Nenek dadi Josephine yang bicara. Tiba-tiba seorang wanita muda berambut pirang dan bergaun mini hitam muncul. Wanita yang anggun dan diidam-idamkan banyak kaum Adam, dialah Josephine. "Sayang, sudahlah," katanya kemudian melingkarkan tangan pada lengan suaminya, mengajaknya pergi. Tak ingin ada keributan, Nicko pun mengiyakan ajakan sang istri. "Josephine, Nenek dan Pamanmu belum selesai bicara pada suamimu yang tak berguna ini!" seru Elizabeth menghentikan Josephine. Sambil memegangi tangan sang Istri, Nicko pun berbalik dan menghadapi keluarga istrinya. "Aku heran denganmu Josephine, apa kehebatan dia hingga kau mau mempertahankan laki-laki pecundang ini sebagi seorang suami," tambah Howard. "Aku mencintai suamiku," jawab Josephine kemudian melirik suaminya dan saling melempar senyum.Sementara Armando dan Damian hanya tertawa mengejek.
"Apa yang bisa diharapkan dari pecundang macam dia. Hanya pengangguran berwajah rupawan, lama-lama tua dan keriput juga," tambah si Nyonya Besar. "Wajah tampan tapi kalau tak ada uang buat apa?" tambah Catherine diikuti tawa yang lainnya. "Lagipula bukankah kewajibannya sudah selesai. Dia itu kan cuma suami pengganti, untuk apa kau mempertahankannya selama dua tahun ini?" tambah Catherine. Nicko menikahi Josephine atas permintaan mendiang Tuan Gilbert Windsor sebagai balas jasa karena telah menyekolahkannya sampai jenjang universitas. Saat itu adalah dua hari menjelang pernikahan Josephine, tapi tunangannya, Gerald Jones pergi entah kemana. Untuk menyelamatkan diri dari rasa malu, akhirnya Nicko diminta menjadi pengganti Gerald. Hubungan yang awalnya terasa kaku dan hambar karena tanpa cinta akhirnya pun berubah. Kesabaran dan ketelatenan Nicko mampu menghapus rasa sakit hati pada diri Josephine. Lambat laun rasa cinta itu pun tumbuh diantara mereka. Sayang, selain almarhum Gilbert Windsor, hanya Josephine yang mampu menerima Nicko dengan baik. Kesombongan dan harga diri keluarga Windsor terlalu tinggi untuk meganggap Nicko adalah bagian dari mereka. "Gugat cerai saja suamimu yang tak berguna itu, menikahlah dengan Adrian Law, dia yang pantas untukmu," tambah Nenek Elizabeth. "Dengar apa kata Nenek, kau akan hidup lebih baik, lihat bagaimana hidup kakakmu Catherine. Ia bisa membeli pakaian yang bagus dan mahal, liburan dan bersenang-senang. Sedangkan kau? Kehidupanmu sungguh kasihan, jangankan untuk menyenangkanmu dengan pakaian bagus, untuknya sendiri saja tidak bisa," kata Damian membuat Armando besar kepala. "Benar, Adrian yang paling pantas untukmu, ia dari keluarga terpandang. Bukan seseorang tanpa asal usul yang jelas sepertinya," kata Catherine sambil melirik Nicko meremehkan. Seakan sudah lupa akan kesopanan, Josephine menarik suaminya menjauh. Terdengar oleh mereka berdua bagaimana keluarga Windsor menyuruhnya berpisah dari Nicko. ***"Sayang, kuharap kau tak tersinggung dengan ucapan mereka. Percayalah aku tak akan meninggalkanmu," kata Josephine berusaha menenangkan suaminya. "Bagiku, pendapat mereka tentangku tidaklah penting. Yang terpenting buatku adalah dirimu," kara Nicko tenang. Saat mereka berdua, ponsel Nicko pun bergetar. Ia mendapat kabar bahwa, Nyonya Watts yang mengasuhnya sejak kecil masuk rumah sakit, dan ia harus ke sana menemani. "Ada apa?" tanya Josephine."Nyonya Emily masuk Rumah Sakit dan aku diminta menemaninya," jawab Nicko malas. Sejak kecil ia memang diasuh oleh keluarga Watts. Namun sayang perlakuan mereka tidaklah pantas untuk disebut sebagai orang tua asuh. Nicko lebih diperlakukan sebagai pelayan, mendapatkan kekerasan sebagai bentuk kedisiplinan. Bahkan melanjutkan pun atas belas kasih Tuan Gilbert Windsor."Kau ingin pergi?" tanya Josephine lagi. Sesungguhnya ia malas untuk datang, tapi lagi-lagi ia seperti tak ada pilihan lain. Di manapun ia berada tentu akan mendapat hinaan. "Bolehkah?" tanya Nicko. "Pergilah, aku akan menemanimu.""Tak usah Josephine, aku tak ingin keluargamu semakin kesal padamu. Biar aku saja ya," pamit Nicko kemudian mengecup kening istrinya mesra. ***Sementara itu, Phillip Lloyd didatangi asisten pribadinya Kyle Brenan di mansionnya yang mewah. Kyle Brenan datang dengan membawa map dengan logo Rumah Sakit kenamaan di Westcoast town. "Tuan Lloyd, ini hasil pemeriksaan yang Anda minta," katanya menyodorkan map itu. "Terima kasih Kyle," kata Phillip Lloyd kemudian memeriksa hasil pemeriksaan dari Rumah Sakit dengan seksama. Memperhatikan setiap detail yang disajikan, kemudian meletakkannya ke atas meja dengan kasar. "Hmm, aku sudah menduga semuanya. Pantas saja kelakuannya seperti itu," gumam Phillip. "Kyle, kita berangkat sekarang dan siapkan orang-orang kita!" perintah Tuan Besar.Note : Hai, terima kasih sudah mengunjungi ceritaku. Jangan lupa baca juga novelku yang judulnya Sang Pengawal, CEO Cassanova & Pelakor, Lust Vegas. Makasih
Nicko melangkahkan kakinya lebar-lebar begitu turun dari bis. Ia tak ingin membuat keluarga Watts marah padanya. Teringat bagaimana ia mendapatkan pukulan tongkat pada betisnya saat berusia sepuluh tahun hanya karena terlambat menghidangkan teh. Belum lagi kemarahan Nyonya Emily yang selalu mengatakan bahwa ia dibuang oleh sang Ayah.Mengingat itu semua sungguh membuat dadanya terasa panas. Semuanya adalah kenyataan yang begitu pahit. Namun mampu memberinya kekuatan menghadapi hidup, hingga ia tak peduli akan hinaan yang selalu diberikan oleh keluarga Windsor."Dari mana saja kau, jam segini baru datang. Apa kau mau membuat istriku mati?" bentak Jamie Watts sambil melayangkan tamparan pada Nicko."Aku sedang menghadiri acara ulang tahun di rumah Paman Howard," jawab Nicko tanpa ada yang ditutup-tutupi."Huh! Bisa-bisanya kau berpesta pora sementara istriku harus menahan sakit. Kau seharusnya datang memb
Nicko masih berdiam sambil menyipitkan mata saat melihat Jamie terjepit. Mempertanyakan ada apa gerangan dengan pria bertubuh tambun ini, kenapa bisa tak bernyali. Dimana keangkuhan dan kuasa yang selama dipamerkan."Russel, kau tahu apa yang seharusnya dilakukan untuk para penipu?" kata Tuan Lloyd pada salah satu pria berpakaian hitam yang berdiri paling depan.Ekspresi wajah Russel sangat kaku, sejak tadi tak pernah ada senyum apalagi tawa. Semua serba lurus. Kemungkinan pria bernama Russel adalah pimpinan mereka.Russel mengambil senjata api dari sisi kiri pinggangnya. Mengusap pistol berwarna hitam itu tepat di hadapan Jamie dan keluarganya.Ekspresi wajah kaku yang ditujukan oleh Russel semakin memperkuat aura garangnya. Semakin membuat keluarga Watts merasa terpojok.Jamie yang masih sayang akan nyawanya pun menyenggol kedua anaknya. Mengajak mereka bersimpuh dan meminta pengampunan.
Nicko masih tak percaya dengan nominal yang tertera di layat monitor ATM beberapa waktu lalu. Kini pemuda itu bersandar sambil mengipas-ngipaskan kartu tak jauh dari mesin uang.Tiga puluh milyar dolar adalah jumlah yang sungguh fantastis, apalagi baginya yang tak pernah memegang banyak uang. Ia bertanya-tanya berapa total kekeyaan Keluarga Lloyd, jika uang tabungan yang memang sengaja disiapkan untuknya saja sebesar ini. Bisa-bisa mencapai satu atau lima triliyun dollar atau mungkin lebih.Kemahsayuran keluarga Lloyd memang bukan rahasia umum lagi di Westcoast Town. Mereka memiliki beberapa perusahaan ternama yang tak haya terkenal di Westcoast Town tapi seantero negeri. Harta kekayaan keluarga Blanc saja nominalnya tak jauh beda dengan saldo ATM nya, apalagi keluarga Windsor.Kartu ATM yang diterima oleh Nicko memang edisi khusus. Bank hanya menerbitkannya untuk kalangan atas yang minimal kekayaannya adalah satu triliyun dollar
Howard Windsor membuka kotak hitam yang diberikan oleh Adrian tepat di dekat Josephine. Pria paruh baya ini memang sengaja menunjukkan pesona Adrian di depan keponakannya yang cantik. Sebuah miniatur kuda berlapis emas tersimpan rapi dalam kotak pemberian pria berambut pirang itu. Howard menduga harganya cukup mahal, bisa mencapai jutaan dollar. "Wow, ini bagus sekali, terima kasih Adrian," kata Howard. "Apakah Anda menyukainya?" tanya Adrian bermaksud menyombong. "Tentu saja Ayahku menyukainya, hadiah darimu sungguh istimewa. Kau benar-benar menunjukkan kepedulianmu pada keluarga kita," jawab Damian mencoba untuk menyindir Josephine lantaran suaminya tak membawa apapun. "Ya, kau sungguh menghargai Pamanku," tambah Armando yang mengerti maksud dari Damian. "Kau sungguh baik Adrian, yang menjadi bagian dari keluarga kami saja tak membawa apapun, bahkan sekaleng acar pun t
Tawa menggema saat mendengar tantangan yang diajukan oleh Nicko. Bagi mereka Nicko telah menggali kuburannya sendiri."Kau yakin dengan rencanamu?" tanya Adrian pongah."Apa kau lihat diriku sedang becanda?" balas Nicko.Josephine memegangi lengan suaminya erat-erat, sepertinya tak setuju dengan usulan para pria itu. Bagi Josephine sikap mereka kali ini terlihat kekanakan."Huh, Boys will be boys," batinnya.Kekhawatiran terpancar jelas pada paras ayu Josephine. Adrian Law cukup dikenal sebagai keluarga terpandang. Mereka memiliki akses dengan para pesohor dan juga orang-orang kaya lainnya.Berbeda dengan Nicko yang tampak percaya diri. Sang istri justru menunduk karena takut. Nicko yang menyadari perubahan pada istrinya pun mengusap lembut jemari sang istri."Tenang ya, Sayang," katanya mencoba menenangkan.Josephine mengangguk dan mencoba untuk tenang. Walau se
Sama seperti hari-hari sebelumnya, Nicko mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Rumah Edmund Winsor yang luasnya tak seberapa dibandingkan Paman Howard.Tak ada sesal baginya tiap kali mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Baginya, apa yang ia lakukan saat ini adalah penyeimbang dalam kehidupan rumah tangganya. Josephine bekerja di perusahaan keluarga dan memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka termasuk Tuan dan Nyonya Windsor.Nicko bukannya enggan atau malas mencari pekerjaan dan menafkahi sang istri. Namun keputusannya meninggalkan tempat kerjanya yang lama secara tiba-tiba membuat dirinya sedikit kesulitan mencari pekerjaan. Apalagi pekerjaan lamanya berada di kota kecil pada perusahaan yang tidak terlalu bergengsi.Pernah sekali ia mendapat pekerjaan sebagai kurir pengantar barang, tapi hal itu ditolak mentah-mentah oleh keluarga Windsor. Bekerja sebagai pengantar barang dinilai sangat hina bagi keluarga Windsor yang cukup terpandang. A
Mobil Van yang dikemudikan Nicko baru saja tiba di pelataran Rumah Sakit. Setelah ia mengantar wanita yang dicintai ke kantornya.Pemuda 25 tahun itu pun segera melangkahkan kakinya lebar-lebar. Ia mungkin terlambat untuk bertemu dengan Tuan Brenan. Mobil van yang ia bawa bukanlah mobil mewah, maka dari itu ia harus parkir di tempat yang jauh dari lobi.Dengan langkah tergesa dan napas yang menderu lebih cepat, Nicko mencapai lobi. Tampak sosok yang dikenalnya sedang duduk di sofa yang letaknya sedikit tersembunyi.Fyuh! Pemuda berwajah tampan itu pun menyunggingkan senyum setelah menghembuskan napas lega. Di hadapannya duduk dua orang berpakaian rapi, salah satunya memegang sebuah tongkat kebesaran. Di belakang mereka berdiri beberapa orang dengan pakaian serba hitam."Mohon maaf, saya terlambat Tuan," katanya sopan."Tak apa, duduklah anak muda! dan berhentilah untuk memanggilku Tuan!" perintah T
Seketika raut wajah Josephine berubah saat mendengar ucapan sang nenek. Ia yang tadinya bersemangat berubah jadi enggan dan ingin sekali pertemuan ini berakhir."Benar, Tuan Law pasti tak akan segan untuk menyuntikkan dana pada perusahaan kita," tambah Howard."Ya itu pasti, Tuan Law orangnya sangat kaya dan sepertinya ia menghormati keluarga kita," Kali ini giliran Nenek Elizabeth yang berbicara.Seisi ruangan tak henti membicarakan kehebatan dan kekayaan keluarga Law. Mereka seolah telah mendewakan sosok keluarga yang posisinya dua tingkat di atas mereka.Pembicaraan itu sebenarnya hanya untuk menyindir Josephine dan merendahkan suaminya. Mereka terus saja berbicara dan berharap Josephine melakukan sesuatu untuk membantu mereka."Damian, kenapa kau tak mencoba untuk bicara dengan Adrian Law, bukankah kalian cukup akrab?" tanya Howard tapi kedua matanya melirik ke arah Josephine.Namun istri dari Nic