Nicko melangkahkan kakinya lebar-lebar begitu turun dari bis. Ia tak ingin membuat keluarga Watts marah padanya.
Teringat bagaimana ia mendapatkan pukulan tongkat pada betisnya saat berusia sepuluh tahun hanya karena terlambat menghidangkan teh. Belum lagi kemarahan Nyonya Emily yang selalu mengatakan bahwa ia dibuang oleh sang Ayah. Mengingat itu semua sungguh membuat dadanya terasa panas. Semuanya adalah kenyataan yang begitu pahit. Namun mampu memberinya kekuatan menghadapi hidup, hingga ia tak peduli akan hinaan yang selalu diberikan oleh keluarga Windsor. "Dari mana saja kau, jam segini baru datang. Apa kau mau membuat istriku mati?" bentak Jamie Watts sambil melayangkan tamparan pada Nicko. "Aku sedang menghadiri acara ulang tahun di rumah Paman Howard," jawab Nicko tanpa ada yang ditutup-tutupi. "Huh! Bisa-bisanya kau berpesta pora sementara istriku harus menahan sakit. Kau seharusnya datang memberikan pijatan pada istriku bukan malah bersenang-senang di pesta!" bentak Jamie lagi. Pria bertubuh tambun itu pun menodongkan telunjuknya pada hidung Nicko yang lancip. Mencoba mengingatkan tentang siapa seorang Nicholas sebenarnya."Dengar Nicko, kau adalah anak yang dibuang oleh orang tuamu. Bahkan nama keluarga Lloyd pun mereka enggan menyematkan untukmu.Harusnya kau berterima kasih atas kebaikan kami yang telah memungutmu, memberimu makan dan tempat tinggal."
Ingin sekali rasanya Nicko memprotes itu semua. Makanan apa yang mereka maksud? Makanan sisa? Atau roti tanpa isi?Untuk bisa mencukupi gizinya selama ini Nicko harus bekerja paruh waktu sebagai pencuci piring di restoran. Atau memotong rumput dari taman orang-orang kaya."Huh, namanya juga anak yang dibuang, kelakuannya ya seperti itu, tak pernah bisa membalas budi. Mungkin Tuan Lloyd sudah mengetahui bagaimana Nicko, makanya dia membuang anak ini," tambah Devon putra sulung Jamie Watts diikuti tawa ayah dan adik perempuannya Jessica.Seandainya ini bukan Rumah Sakit tentu saja Nicko akan membungkam mulut mereka dengan kepalan tangannya. Orang-orang seperti keluarga Watts sama sekali tak memiliki etika ataupun belas kasih. Jamie Watts dan kedua anaknya terus merundung Nicko. Mengelilinginya sambil sesekali mendorong tubuh laki-laki 25 tahun itu. Sayang, mereka cukup bodoh. Terlalu asyik merundung Nicko sampai tak menyadari ada seseorang berdiri diantara pintu ruangan VVIP yang disewa untuk Emily Watts. Lebih tepatnya mereka menyewa satu lantai karena tak ingin bercampur dengan virus dan bacteri dari pasien lain. "Jadi dia yang sebenarnya bernama Nicholas?" tanya Phillip Lloyd yang tiba-tiba datang dengan diikuti Kyle Brennan dan empat orang pria berpakaian hitam-hitam. Jamie Watts sangat terkejut begitu melihat kedatangan Phillip Lloyd yang tiba-tiba. Terlebih pria itu justru menunjuk si anak pungut dan menyebutnya sebagai Nicholas, bukan pemuda berpakaian rapi, yaitu putranya DevonSeketika itu keringat dingin menetes dari dahi Jamie. Ia berdiri dengan kaki yang sedikit gemetaran melihat kedatangan Tuan Lloyd. Begitu juga kedua anaknya, sementara Istriny Emily tampak memaksakan diri untuk memejamkan mata. Nicko mersasa bingung melihat keangkuhan yang sirna dari Jamie. Berpikir siapa sebenarnya yang datang. Untuk menjawab rasa penasarannya, pemuda berpakaian lusuh itu pun berbalik. Secara spontan, kedua bola mata Nicko membulat, seolah merasa kenal dengan pria yang baru datang tadi. Mencoba berpikir lebih dalam untuk mengetahui siapa pria itu.Setelah menguasai keadaan, Jamie pun mulai merangkul putra sulungnya. Menunjukkan wajah ramah pada Tuan Lloyd."Wah, Tuan Lloyd ternyata memiliki bakat melawak ya. Anda benar-benar lucu sekali. Bagaimana mungkin pria berpenampilan lusuh ini Tuan Nicholas Lloyd. Dia ini Devon putraku, Anda ingat kan Tuan?" kata Jamie Watts dengan suara yang dibuat terdengar ramah. Namun kedua mata Tuan Lloyd menatapnya nyalang. Pria gagah itu berjalan mendekat ke arahnya dan melayangkan tamparan."Kuberi kau uang setiap bulan agar keluargamu bisa hidup layak sama seperti putraku, tapi kau justru membuatnya berpakaian seperti ini!" protes Phillip Lloyd menoleh ke arah Nicko."Saya ... Saya tak mengerti apa yang Anda bicarakan Tuan," kata Jamie mulai gugup. "Hei, apa kau pikir Tuan Lloyd tak tahu apa-apa. Kami sudah mendengar percakapanmu barusan. Beraninya kau berkata kalau Tuan Lloyd telah membuang putranya," tambah Kyle. "Mungkin Anda salah dengar, Tuan," jawab Jamie menutupi.Kyle yang sudah kesal dengan perangai Jamie pun melirik pria berbaju hitam yang ada di ruangan. Salah satu dari mereka menengok keluar dan memanggil kawanan mereka yang lain sebelum akhirnya menutup pintu. Jamie pun mulai merasa ciut saat melihat sekelompok pria berbaju hitam mengelilinginya. Phillip Lloyd melempar berkas hasil pemeriksaan DNA kepada Jamie. "Kalian pikir kalian hidup di jaman batu? Hingga kalian bisa memasukkan putra kalian dalam keluargaku? Kalian pikir aku akan diam saja dan tidak melakukan pemeriksaan DNA?" kata Tuan Lloyd. "Kau kuminta untuk menjaga putraku, merawatnya dengan kasih, kukirimkan uang setiap bulan agar kehadirannya tak membebanimu tapi balasannya kalian justru menipuku. Kalian kira aku senang menitipkan putraku pada kalian? Jika bukan ancaman pembunuhan pada keluarga Lloyd saat itu, tak mungkin kutitipkan Nicholas pada kalian, tapi aku dan istriku akan mengasuhnya sendiri."Nicko menyipitkan mata dan mencoba untuk mencerna apa yang mereka bicarakan. Jika memang Jamie Watts selalu mendapat uang untuk kebutuhannya, maka kemana larinya uang itu. Ia tahu betul kalau saat kecil dulu orang tuanya sangat kaya. Ia ingat betul kalau saat itu diajak Jamie Watts ke rumahnya dan mulai tinggal di sana. Namun tak pernah tahu apa alasannya tinggal bersama mereka. Yang ia tahu keluarga Watts selalu mengatakan kalau ia dibuang oleh Ayahnya. "Maaf, jadi apa sebenarnya aku pernah dibuang oleh Ayahku?" tanya Nicko tiba-tiba. "Apa katamu? Dibuang?"Nicko pun mulai menceritakan apa yang terjadi pada dirinya, termasuk kekerasan yang ia hadapi sebagai bentuk pendisiplinan. Saat pemuda itu mengangkat tangannya, tiba-tiba saja Phillip Lloyd pun melihat ada sesuatu di pergelangan tangannya. "Coba kulihat tanganmu," kata Tuan Lloyd meraih tangan kiri Nicko. Melihat tanda lahir berbentuk angka satu di pergelangan tangan.Saat itulah wajah Phillip Lloyd berubah cerah. Kyle Brenan pun mengatakan kalau telah mengambil sample air liur dari botol minum Nicko palsu dan Jamie serta potongan rambut Tuan Lloyd dan ternyata pemuda yang satu bulan ini hidup bersamanya adalah putra dari Jamie Watts.
Merasa terdesak, Jamie pun memohon ampun pada Tuan Lloyd dan membenarkan ucapan Nicko. Berharap untuk tidak mendapatkan masalah dengan berkata yang sebenarnya. Namun, hati orang tua mana yang bisa terima melihat ada orang lain yang menyakiti putra semata wayangnya. "Pantas kau terus-terusan meminta uang padaku dan minta perawatan VVIP dan menyewa satu lantai Rumah Sakit karena mereka keluargamu. Sementara anakku kau biarkan hidup susah?"Perkataan Phillip Lloyd semakin membuat lutut Jamie Watts melemas. Seolah pria ini membutuhkan penyangga agar tetap bisa berdiri.Nicko masih berdiam sambil menyipitkan mata saat melihat Jamie terjepit. Mempertanyakan ada apa gerangan dengan pria bertubuh tambun ini, kenapa bisa tak bernyali. Dimana keangkuhan dan kuasa yang selama dipamerkan."Russel, kau tahu apa yang seharusnya dilakukan untuk para penipu?" kata Tuan Lloyd pada salah satu pria berpakaian hitam yang berdiri paling depan.Ekspresi wajah Russel sangat kaku, sejak tadi tak pernah ada senyum apalagi tawa. Semua serba lurus. Kemungkinan pria bernama Russel adalah pimpinan mereka.Russel mengambil senjata api dari sisi kiri pinggangnya. Mengusap pistol berwarna hitam itu tepat di hadapan Jamie dan keluarganya.Ekspresi wajah kaku yang ditujukan oleh Russel semakin memperkuat aura garangnya. Semakin membuat keluarga Watts merasa terpojok.Jamie yang masih sayang akan nyawanya pun menyenggol kedua anaknya. Mengajak mereka bersimpuh dan meminta pengampunan.
Nicko masih tak percaya dengan nominal yang tertera di layat monitor ATM beberapa waktu lalu. Kini pemuda itu bersandar sambil mengipas-ngipaskan kartu tak jauh dari mesin uang.Tiga puluh milyar dolar adalah jumlah yang sungguh fantastis, apalagi baginya yang tak pernah memegang banyak uang. Ia bertanya-tanya berapa total kekeyaan Keluarga Lloyd, jika uang tabungan yang memang sengaja disiapkan untuknya saja sebesar ini. Bisa-bisa mencapai satu atau lima triliyun dollar atau mungkin lebih.Kemahsayuran keluarga Lloyd memang bukan rahasia umum lagi di Westcoast Town. Mereka memiliki beberapa perusahaan ternama yang tak haya terkenal di Westcoast Town tapi seantero negeri. Harta kekayaan keluarga Blanc saja nominalnya tak jauh beda dengan saldo ATM nya, apalagi keluarga Windsor.Kartu ATM yang diterima oleh Nicko memang edisi khusus. Bank hanya menerbitkannya untuk kalangan atas yang minimal kekayaannya adalah satu triliyun dollar
Howard Windsor membuka kotak hitam yang diberikan oleh Adrian tepat di dekat Josephine. Pria paruh baya ini memang sengaja menunjukkan pesona Adrian di depan keponakannya yang cantik. Sebuah miniatur kuda berlapis emas tersimpan rapi dalam kotak pemberian pria berambut pirang itu. Howard menduga harganya cukup mahal, bisa mencapai jutaan dollar. "Wow, ini bagus sekali, terima kasih Adrian," kata Howard. "Apakah Anda menyukainya?" tanya Adrian bermaksud menyombong. "Tentu saja Ayahku menyukainya, hadiah darimu sungguh istimewa. Kau benar-benar menunjukkan kepedulianmu pada keluarga kita," jawab Damian mencoba untuk menyindir Josephine lantaran suaminya tak membawa apapun. "Ya, kau sungguh menghargai Pamanku," tambah Armando yang mengerti maksud dari Damian. "Kau sungguh baik Adrian, yang menjadi bagian dari keluarga kami saja tak membawa apapun, bahkan sekaleng acar pun t
Tawa menggema saat mendengar tantangan yang diajukan oleh Nicko. Bagi mereka Nicko telah menggali kuburannya sendiri."Kau yakin dengan rencanamu?" tanya Adrian pongah."Apa kau lihat diriku sedang becanda?" balas Nicko.Josephine memegangi lengan suaminya erat-erat, sepertinya tak setuju dengan usulan para pria itu. Bagi Josephine sikap mereka kali ini terlihat kekanakan."Huh, Boys will be boys," batinnya.Kekhawatiran terpancar jelas pada paras ayu Josephine. Adrian Law cukup dikenal sebagai keluarga terpandang. Mereka memiliki akses dengan para pesohor dan juga orang-orang kaya lainnya.Berbeda dengan Nicko yang tampak percaya diri. Sang istri justru menunduk karena takut. Nicko yang menyadari perubahan pada istrinya pun mengusap lembut jemari sang istri."Tenang ya, Sayang," katanya mencoba menenangkan.Josephine mengangguk dan mencoba untuk tenang. Walau se
Sama seperti hari-hari sebelumnya, Nicko mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Rumah Edmund Winsor yang luasnya tak seberapa dibandingkan Paman Howard.Tak ada sesal baginya tiap kali mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Baginya, apa yang ia lakukan saat ini adalah penyeimbang dalam kehidupan rumah tangganya. Josephine bekerja di perusahaan keluarga dan memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka termasuk Tuan dan Nyonya Windsor.Nicko bukannya enggan atau malas mencari pekerjaan dan menafkahi sang istri. Namun keputusannya meninggalkan tempat kerjanya yang lama secara tiba-tiba membuat dirinya sedikit kesulitan mencari pekerjaan. Apalagi pekerjaan lamanya berada di kota kecil pada perusahaan yang tidak terlalu bergengsi.Pernah sekali ia mendapat pekerjaan sebagai kurir pengantar barang, tapi hal itu ditolak mentah-mentah oleh keluarga Windsor. Bekerja sebagai pengantar barang dinilai sangat hina bagi keluarga Windsor yang cukup terpandang. A
Mobil Van yang dikemudikan Nicko baru saja tiba di pelataran Rumah Sakit. Setelah ia mengantar wanita yang dicintai ke kantornya.Pemuda 25 tahun itu pun segera melangkahkan kakinya lebar-lebar. Ia mungkin terlambat untuk bertemu dengan Tuan Brenan. Mobil van yang ia bawa bukanlah mobil mewah, maka dari itu ia harus parkir di tempat yang jauh dari lobi.Dengan langkah tergesa dan napas yang menderu lebih cepat, Nicko mencapai lobi. Tampak sosok yang dikenalnya sedang duduk di sofa yang letaknya sedikit tersembunyi.Fyuh! Pemuda berwajah tampan itu pun menyunggingkan senyum setelah menghembuskan napas lega. Di hadapannya duduk dua orang berpakaian rapi, salah satunya memegang sebuah tongkat kebesaran. Di belakang mereka berdiri beberapa orang dengan pakaian serba hitam."Mohon maaf, saya terlambat Tuan," katanya sopan."Tak apa, duduklah anak muda! dan berhentilah untuk memanggilku Tuan!" perintah T
Seketika raut wajah Josephine berubah saat mendengar ucapan sang nenek. Ia yang tadinya bersemangat berubah jadi enggan dan ingin sekali pertemuan ini berakhir."Benar, Tuan Law pasti tak akan segan untuk menyuntikkan dana pada perusahaan kita," tambah Howard."Ya itu pasti, Tuan Law orangnya sangat kaya dan sepertinya ia menghormati keluarga kita," Kali ini giliran Nenek Elizabeth yang berbicara.Seisi ruangan tak henti membicarakan kehebatan dan kekayaan keluarga Law. Mereka seolah telah mendewakan sosok keluarga yang posisinya dua tingkat di atas mereka.Pembicaraan itu sebenarnya hanya untuk menyindir Josephine dan merendahkan suaminya. Mereka terus saja berbicara dan berharap Josephine melakukan sesuatu untuk membantu mereka."Damian, kenapa kau tak mencoba untuk bicara dengan Adrian Law, bukankah kalian cukup akrab?" tanya Howard tapi kedua matanya melirik ke arah Josephine.Namun istri dari Nic
Josephine kembali memainkan jemarinya sambil menunduk. Ia tak tahan dengan tatapan sinis yang menyerangnya. Menyalahkan atas semua yang terjadi pada sang Nenek.Dia mencoba untuk mendekat ke arah pintu, tapi Paman Howard menghalangi dan menyuruhnya pergi."Untuk apa kau kemari? Bukankah kau tak peduli akan keadaan Nenek?" kata Tuan Howard."Aku hanya ingin melihat keadaan Nenek," jawab Josephine takut-takut."Huh, masih berani kau memanggilnya Nenek, setelah apa yang baru kau lakukan?" ejek Damian."Maaf ... Aku ... Aku tak bermaksud melakukannya. Aku hanya tak bisa berkencan dengan orang lain sementara statusku telah bersuami," Josephine mencoba membela diri."Ah, alasan. Kau memang sudah tak peduli pada keluargamu.Tak lama pintu ruangan Nenek pun terbuka. Seorang wanita berjubah putih keluar dari sana. Dia adalah dokter Dolores Ryan, dokter pribadi keluarga Windsor.&nbs