Mobil Van yang dikemudikan Nicko baru saja tiba di pelataran Rumah Sakit. Setelah ia mengantar wanita yang dicintai ke kantornya.
Pemuda 25 tahun itu pun segera melangkahkan kakinya lebar-lebar. Ia mungkin terlambat untuk bertemu dengan Tuan Brenan. Mobil van yang ia bawa bukanlah mobil mewah, maka dari itu ia harus parkir di tempat yang jauh dari lobi. Dengan langkah tergesa dan napas yang menderu lebih cepat, Nicko mencapai lobi. Tampak sosok yang dikenalnya sedang duduk di sofa yang letaknya sedikit tersembunyi. Fyuh! Pemuda berwajah tampan itu pun menyunggingkan senyum setelah menghembuskan napas lega. Di hadapannya duduk dua orang berpakaian rapi, salah satunya memegang sebuah tongkat kebesaran. Di belakang mereka berdiri beberapa orang dengan pakaian serba hitam. "Mohon maaf, saya terlambat Tuan," katanya sopan. "Tak apa, duduklah anak muda! dan berhentilah untuk memanggilku Tuan!" perintah TSeketika raut wajah Josephine berubah saat mendengar ucapan sang nenek. Ia yang tadinya bersemangat berubah jadi enggan dan ingin sekali pertemuan ini berakhir."Benar, Tuan Law pasti tak akan segan untuk menyuntikkan dana pada perusahaan kita," tambah Howard."Ya itu pasti, Tuan Law orangnya sangat kaya dan sepertinya ia menghormati keluarga kita," Kali ini giliran Nenek Elizabeth yang berbicara.Seisi ruangan tak henti membicarakan kehebatan dan kekayaan keluarga Law. Mereka seolah telah mendewakan sosok keluarga yang posisinya dua tingkat di atas mereka.Pembicaraan itu sebenarnya hanya untuk menyindir Josephine dan merendahkan suaminya. Mereka terus saja berbicara dan berharap Josephine melakukan sesuatu untuk membantu mereka."Damian, kenapa kau tak mencoba untuk bicara dengan Adrian Law, bukankah kalian cukup akrab?" tanya Howard tapi kedua matanya melirik ke arah Josephine.Namun istri dari Nic
Josephine kembali memainkan jemarinya sambil menunduk. Ia tak tahan dengan tatapan sinis yang menyerangnya. Menyalahkan atas semua yang terjadi pada sang Nenek.Dia mencoba untuk mendekat ke arah pintu, tapi Paman Howard menghalangi dan menyuruhnya pergi."Untuk apa kau kemari? Bukankah kau tak peduli akan keadaan Nenek?" kata Tuan Howard."Aku hanya ingin melihat keadaan Nenek," jawab Josephine takut-takut."Huh, masih berani kau memanggilnya Nenek, setelah apa yang baru kau lakukan?" ejek Damian."Maaf ... Aku ... Aku tak bermaksud melakukannya. Aku hanya tak bisa berkencan dengan orang lain sementara statusku telah bersuami," Josephine mencoba membela diri."Ah, alasan. Kau memang sudah tak peduli pada keluargamu.Tak lama pintu ruangan Nenek pun terbuka. Seorang wanita berjubah putih keluar dari sana. Dia adalah dokter Dolores Ryan, dokter pribadi keluarga Windsor.&nbs
Josephine membolak-balikkan tubuhnya di atas ranjang. Kegelisahan tak henti merundungnya.Nicko yang berada di sebelahnya pun langsung meletakkan majalah olahraga yang tengah ia baca. Khawatir akan keadaan sang Istri."Sayang, ada apa?" tanya Nicko tenang, tapi tak bisa menyembunyikan kekhawatiran di wajahnya.Josephine segera bangun dan duduk di samping sang suami. Menutupi wajah cantiknya dengan kedua tangan kemudian menghembuskan napas panjang.Sedih dan kesal terpancar jelas pada wajahnya. Kemudian memperhatikan wajah tampan milik sang suami."Apa yang kau rasakan jika dikhianati oleh keluargamu sendiri?"Nicko mengernyitkan alis, memperhatikan perkataan Istrinya. Ia sungguh paham akan perasaan wanita yang dua tahun belakangan ini menjadi teman hidupnya.Selama bertahun-tahun ia tinggal dengan pengkhianat keluarganya. Tidak mendapatkan apa yang menjadi haknya."Ceritakan
Josephine masih tak percaya dengan apa yang disarankan oleh sang Suami. Sepertinya Nicko sangat tertekan berada di lingkungan keluarganya, hingga membuat ide yang tak masuk akal."Sayang, apa kau baik-baik saja?" tanya Josephine meletakkan telapak tangannya pada dahi Nicko.Nicko mendesah dan tertawa melihat tingkah sang istri. Diraihnya tangan lembut itu dan dikecupnya."Apakah wajahku terlihat sedang sakit?" tanya Nicko lembut."Bukan ... Bukan begitu sayang, tapi mmm,—""Tapi, kau takut kalau pihak Grup Richmond tak akan bersedia menemuimu?" tanya Nicko cepat dan dibalas anggukan dari Josephine."Hmm sejak kapan Josephineku menjadi seorang yang pesimis, selalu takut sebelum berperang?" tanya Nicko seperti memberikan tantangan untuk Josephine.Istrinya memang lemah lembut, tapi tak pernah membiarkan siapapun meremehkannya. Benar saja, mendengar ucapan Nicko barusan, napas Jose
"Apa yang kalian lakukan, bodoh!" maki Laura pada dua orang petugas keamanan."Ma ... Maaf, kami telah lalai dan membiarkan gembel itu masuk ke dalam gedung Richmond," kata salah satu petugas keamanan bernama Josh Smith, yang tadi menyindir Nicko saat masuk gedung."Huh! Sudah sana, cepat kejar jangan biarkan pria gembel itu masuk ke dalam lift!" bentak Laura.Sementara Nicko terlihat melenggang santai menuju lift. Dua petugas itu terlihat berusaha keras untuk mengejar Nicko."Hei gembel, kau mau kemana!" teriak Josh Smith.Sementara rekannya, Noah Wilder yang bertubuh lebih ramping berhasil meraih lengan Nicko dan membuatnya berhenti."Kalian ada perlu dengan saya?" tanya Nicko."Ya, kau seharusnya tak boleh berada di sini?" bentak Josh."Memangnya kenapa?""Kantor ini bukan untuk gembel, pergilah sebelum direktur baru kami datang!"Nic
Dengan kasar kedua petugas keamanan itu mendorong tubuh Nicko dan menendangnya agar keluar lewat pintu belakang. Nicko yang tak siap pun terjatuh karena posisi tubuh yang tak seimbang.Kedua petugas keamanan itu tertawa terbahak-bahak saat melihat tubuh Nicko terhuyung, nyaris jatuh."Ha ha ha rasakan kau gembel busuk!"Nicko hanya tersenyum sinis, tapi dalam hati ia berkata, "Kalian lihat saja nanti."Sepeninggal kedua pria berseragam itu, Nicko langsung mengambil ponselnya. Mencoba menghubungi Raymond."Halo, Raymond! Bisakah kau segera menjemputku di pintu belakang?" kata Nicko melalui ponselnya."Di pintu belakang? Tapi kenapa Tuan Muda?" tanya Raymond."Nanti kuceritakan, cepatlah datang kemari!" perintah Nicko."Baik Tuan Muda, aku akan segera kesana dalam hitungan detik."Raymond sungguh tak mengerti kenapa ditektur barunya masuk lewat pintu bela
Wanita berbusana hitam formal itu mengetuk pintu ruangan direktur yang sedikit terbuka. Raymond Evans tampak berdiri di dekat meja direktur. Sementara kepala divisi keamanan di sana bersama dua orang staf yang tadi membantunya mengusir gembel.Perempuan bertubuh biola itu pun melangkah masuk saat wakil direktur mempersilakannya. Laura mencoba mencuri-curi pandang, mencari dimana direktur barunya.Kursi di balik meja direktur tak terlihat sebagaimana mestinya. Tak menghadap ke arah stafnya yang bekerja, melainkan ke arah dinding di belakangnya. Laura menduga, direktur baru itu sudah duduk di sana, dan ingin memberikan kejutan.Laura Dean menduga kalau panggilan untuknya kali ini dikarenakan ia akan memperoleh penghargaan atas dedikasinya pada Richmond. Atau mungkin sang direktur baru ingin berbicara khusus dengannya."Awal yang baik," kata Laura dalam hati.Seketika moodnya berubah saat ia menyadari kalau bukan hanya
Laura Dean menutup mulutnya seketika dan mengambil napas panjang. Mencoba menguasai keadaan saat ini.Pandangannya kini beralih pada petugas keamanan yang sama terkejut dengannya. Mereka bedua tampak saling sikut dan berbisik, entah apa yang mereka bicarakan.Kini, wanita berpakaian formal itu kembali melirik atasannya, bergantian dengan pria yang berada di balik meja direktur. Pria itu tampak duduk bersandar dengan salah satu kaki diletakkan di atas meja. Terlihat sungguh angkuh, sikap yang sangat berbeda dengan apa yang ditujukan saat berada di lobby tadi."Kau ingin mengatakan sesuatu Nona Dean?" tanya Nicko sambil mengangkat wajahnya, seolah ingin menantang Laura.Laura bergeming sesaat kemudian menutup mulutnya dengan telapak tangan. Tampak berusaha keras untuk tidak tertawa, tapi gagal. Kemudian ia memandang ke arah Raymond Evans dan bertanya pada atasannya."Tuan Evans, maaf jika saya boleh tahu, apakah