Nicko masih berdiam sambil menyipitkan mata saat melihat Jamie terjepit. Mempertanyakan ada apa gerangan dengan pria bertubuh tambun ini, kenapa bisa tak bernyali. Dimana keangkuhan dan kuasa yang selama dipamerkan.
"Russel, kau tahu apa yang seharusnya dilakukan untuk para penipu?" kata Tuan Lloyd pada salah satu pria berpakaian hitam yang berdiri paling depan. Ekspresi wajah Russel sangat kaku, sejak tadi tak pernah ada senyum apalagi tawa. Semua serba lurus. Kemungkinan pria bernama Russel adalah pimpinan mereka. Russel mengambil senjata api dari sisi kiri pinggangnya. Mengusap pistol berwarna hitam itu tepat di hadapan Jamie dan keluarganya. Ekspresi wajah kaku yang ditujukan oleh Russel semakin memperkuat aura garangnya. Semakin membuat keluarga Watts merasa terpojok. Jamie yang masih sayang akan nyawanya pun menyenggol kedua anaknya. Mengajak mereka bersimpuh dan meminta pengampunan. "Ampuni kami Tuan Lloyd, kami telah melakukan kesalahan. Kami tergiur dengan harta kekayaan yang Anda titipkan pada kami," kata Jamie memohon belas kasihan.Namun Russel tak menanggapi permintaan pria tambun ini. Pistol yang ada dalam genggamannya dipakai untuk memukul kepalanya. Lalu menempelkan ujungnya pada kepala Jamie, kemudian melirik ke arah anak buahnya. Mereka pun ikut menodongkan senjata pada seluruh anggota keluarga Watts termasuk Emily. Keluarga Watts sangat ketakutan dan hanya bisa terus menerus memohon pengampunan."Katakan yang sebenarnya, siapa sebenarnya Tuan Muda Lloyd?" perintah Russel menekan pistol pada pelipis Jamie. Pria tambun yang ketakutan itu pun mulai kencing di celananya. Perlahan menunjuk ke arah pemuda berpakaian lusuh yang ada di depannya. "Hmm sudah kuduga, selain tanda lahir yang unik, hasil periksaan DNA pada pemuda yang dikirim Kyle menjelaskan semua," gumam Tuan Lloyd.Tanpa diminta Jamie pun mengaku perbuatan keluarga Watts pada putra Tuan Lloyd. Bagaimana mereka berusaha menumbuhkan sifat rendah diri pada Nicko yang asli. Mereka ingin Nicko benar-benar menjadi pecundang sehingga bisa bebas meminta uang pada keluarga Lloyd dengan dalih kondisi mental Nicko. "Kurang ajar!" runtuk Tuan Lloyd sambil mengepal tangannya kuat-kuat. "Jadi selama ini kalian membohongiku?" tambah Nicko. "Nicko, tolong ampuni kami. Maafkan kami yang selalu menyakitimu selama ini. Kumohon," pinta Jamie memohon. "Nicko ayolah, bukankah kita sering bermain bersama sejak dulu. Tidakkah kau kasihan pada kami?" Devon ikut menimpali. Nicko mengangkat wajahnya dan bersikap acuh. Bermain apa? Nicko tak pernah diijinkan menyentuh mainan miliknya. Bahkan mereka lebih memilih untuk membuang mainan yang sudah tak lagi disukai Devon ketimbang memberikannya pada Nicko.Kyle mencoba menenangkan Nicko yang kini wajahnya memerah. Ia tahu betul kalau pemuda ini memendam kekecewaan yang sangat dalam. "Tuan Muda, sebaiknya Anda ikut saya dan Tuan Lloyd, biar masalah ini diselesaikan oleh Russel," ajak Kyle. Nicko yang masih belum mengerti seratus persen hanya bisa mengangguk dan mengikuti dua pria berpakaian rapi itu keluar. ***"Bagaimana perasaanmu saat ini Nicko?" tanya Phillip Lloyd sambil menepuk pundaknya. Nicko yang masih kebingungan pun mencoba untuk mencerna peristiwa yang baru saja terjadi. Mengusap wajah dengan kedua tangan kemudian memberanikan diri untuk bertanya."Jadi, Anda benar Ayahku?" tanyanya pada pria paruh baya berdasi di hadapannya. "Nicko, anakku, kau sudah mendengar semuanya. Maafkan Ayah yang telah menitipkanmu pada orang yang salah. Ayah kira hal itu akan membuatmu terlindungi, tapi malah menjerumuskanmu," kata Phillip Lloyd penuh sesal. "Bisakah Anda menceritakannya?" pinta Nicko. Saat itu memang keluarga Lloyd belum sekaya sekarang. Mereka masih berada pada piramida kedua sosial. Persaingan bisnis yang tidak sehat menjadi ancaman saat itu. Bahkan tak segan untuk saling bunuh. Ancaman pembunuhan pada keluarga Lloyd benar-benar menakutkan saat itu. Sebagai orang tua, tentunya mereka ingin bisa menyelamatkan putranya yang merupakan harta paling berharga. Kesetiaan pelayan Watts lah yang membuat mereka memutuskan menitipkan Nicko dan menghilangkan nama belakangnya. Sayang keputusan itu ternyata bukanlah hal yang tepat. Pelayan yang dikira setia malah berkhianat dan menyia-nyiakan keturunannya. Setelah memeriksa ID dan juga pemeriksaan darah pada Nicko, mereka pun berpelukan. Tentu saja melakukan pemeriksaan DNA kembali dengan menggunakan darah Nicko, dan akan melihat hasilnya tujuh hari kemudian. Memang wajah Nicko tak memiliki kemiripan dengan ayahnya. Hanya warna rambut cokelat gelapnya saja yang sama. Namun jika diperhatikan lebih jelas, Nicko memiliki kemiripan dengan istri Phillip Lloyd, Stephany. "Nicko, untuk lebih yakin kami memang membutuhkan DNA mu," kata Kyle. "Aku tak masalah dengan itu. Aku paham karena memang perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan siapa putra kandung Anda sebenarnya, terlebih Anda baru saja ditipu," jawab Nicko bijak. Phillip Lloyd dan Kyle Brenan pun saling pandang. Kemudian Phillip Lloyd pun meminta Nicko untuk tinggal bersama mereka."Terima kasih untuk undangannya, tapi maaf, saya tak bisa, karena saat ini saya sudah menikah dan tak mungkin meninggalkan isteri saya."Nicko sendiri masih terkejut dengan apa yang dialaminya kali ini. Tiba-tiba saja bertemu dengan seseorang yang katanya ayah kandungnya. Sementara Phillip Lloyd mencoba untuk mengerti kondisi putranya. Pria itu melirik Kyle untuk melakukan tugasnya."Baik Tuan," Kyle yang paham langsung mengeluarkan sebuah amplop dan memberikannya pada Nicko. "Apa ini, Tuan?" tanya Nicko tak mengerti. "Itu adalah kartu ATM yang dibuat oleh Ayah Anda sejak Anda lahir, yang memang akan diberikan jika Anda menikah," kata Kyle. Nicko tersentak dan mencoba menolak. Karena hasil tes DNA masih belum keluar. Lagipula ia merasa dirinya bukanlah seorang peminta-minta. Namun Phillip Lloyd dan asistennya memaksa."Ambilah, Nak. Ini tak seberapa, nomor Pin nya adalah tanggal lahirmu," kata Tuan Lloyd. Nicko pun mengucapkan terima kasih sebelum akhirnya berpamitan. Mereka pun berjanji akan kembali bertemu seminggu kemudian di sini. ***Dengan diikuti asistennya, Phillip Lloyd pun kembali ke ruangan tempat Emily dirawat. Saat itu mereka mendapati wajah lebam dari Jamie dan kedua anaknya termasuk Jessica. Sedangkan Emily yang sedang terbaring sakit hanya bisa menangis ketakutan. Jamie merangkak mendekat ke arah Tuan Lloyd dan meminta pengampunan, tapi pria paruh baya ini tak menganggap. Ia malah melirik ke arah Kyle dan berkata, "Hancurkan rumah tinggal mereka dan tutup semua fasilitas mereka, dan hentikan pembiayaan tagihan rumah sakitnya!""Baik Tuan," kata Kyle langsung menghubungi pihak Rumah Sakit.Jamie masih bersimpuh dan memegangi kaki Tuan Lloyd agar mendapat pengampunan. Namun, anak buah Russel justru menendangnya dan membuatnya tersungkur. Tuan Lloyd sama sekali tak peduli akan nasib mereka. Sementara itu, Tanpa sengaja Nicko menoleh ke arah ATM yang berada di lobby rumah sakit. Rasa penasaran akan kartu ATM dari Tuan Lloyd menuntunnya ke sana. Saat itulah sesuatu yang mengejutkan muncul, saldo dalam ATM nya berjumlah tiga puluh milyar dollar. "Apakah ini nyata?"Note : Hai, terima kasih sudah mengunjungi ceritaku. Cerita inin uga tersedia dalam bahasa Inggris, judulnya The Pride (Tentang Harga Diri), mohon dukungannya ya. Jangan lupa follow ig ku @rindu.rinjani86
Nicko masih tak percaya dengan nominal yang tertera di layat monitor ATM beberapa waktu lalu. Kini pemuda itu bersandar sambil mengipas-ngipaskan kartu tak jauh dari mesin uang.Tiga puluh milyar dolar adalah jumlah yang sungguh fantastis, apalagi baginya yang tak pernah memegang banyak uang. Ia bertanya-tanya berapa total kekeyaan Keluarga Lloyd, jika uang tabungan yang memang sengaja disiapkan untuknya saja sebesar ini. Bisa-bisa mencapai satu atau lima triliyun dollar atau mungkin lebih.Kemahsayuran keluarga Lloyd memang bukan rahasia umum lagi di Westcoast Town. Mereka memiliki beberapa perusahaan ternama yang tak haya terkenal di Westcoast Town tapi seantero negeri. Harta kekayaan keluarga Blanc saja nominalnya tak jauh beda dengan saldo ATM nya, apalagi keluarga Windsor.Kartu ATM yang diterima oleh Nicko memang edisi khusus. Bank hanya menerbitkannya untuk kalangan atas yang minimal kekayaannya adalah satu triliyun dollar
Howard Windsor membuka kotak hitam yang diberikan oleh Adrian tepat di dekat Josephine. Pria paruh baya ini memang sengaja menunjukkan pesona Adrian di depan keponakannya yang cantik. Sebuah miniatur kuda berlapis emas tersimpan rapi dalam kotak pemberian pria berambut pirang itu. Howard menduga harganya cukup mahal, bisa mencapai jutaan dollar. "Wow, ini bagus sekali, terima kasih Adrian," kata Howard. "Apakah Anda menyukainya?" tanya Adrian bermaksud menyombong. "Tentu saja Ayahku menyukainya, hadiah darimu sungguh istimewa. Kau benar-benar menunjukkan kepedulianmu pada keluarga kita," jawab Damian mencoba untuk menyindir Josephine lantaran suaminya tak membawa apapun. "Ya, kau sungguh menghargai Pamanku," tambah Armando yang mengerti maksud dari Damian. "Kau sungguh baik Adrian, yang menjadi bagian dari keluarga kami saja tak membawa apapun, bahkan sekaleng acar pun t
Tawa menggema saat mendengar tantangan yang diajukan oleh Nicko. Bagi mereka Nicko telah menggali kuburannya sendiri."Kau yakin dengan rencanamu?" tanya Adrian pongah."Apa kau lihat diriku sedang becanda?" balas Nicko.Josephine memegangi lengan suaminya erat-erat, sepertinya tak setuju dengan usulan para pria itu. Bagi Josephine sikap mereka kali ini terlihat kekanakan."Huh, Boys will be boys," batinnya.Kekhawatiran terpancar jelas pada paras ayu Josephine. Adrian Law cukup dikenal sebagai keluarga terpandang. Mereka memiliki akses dengan para pesohor dan juga orang-orang kaya lainnya.Berbeda dengan Nicko yang tampak percaya diri. Sang istri justru menunduk karena takut. Nicko yang menyadari perubahan pada istrinya pun mengusap lembut jemari sang istri."Tenang ya, Sayang," katanya mencoba menenangkan.Josephine mengangguk dan mencoba untuk tenang. Walau se
Sama seperti hari-hari sebelumnya, Nicko mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Rumah Edmund Winsor yang luasnya tak seberapa dibandingkan Paman Howard.Tak ada sesal baginya tiap kali mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Baginya, apa yang ia lakukan saat ini adalah penyeimbang dalam kehidupan rumah tangganya. Josephine bekerja di perusahaan keluarga dan memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka termasuk Tuan dan Nyonya Windsor.Nicko bukannya enggan atau malas mencari pekerjaan dan menafkahi sang istri. Namun keputusannya meninggalkan tempat kerjanya yang lama secara tiba-tiba membuat dirinya sedikit kesulitan mencari pekerjaan. Apalagi pekerjaan lamanya berada di kota kecil pada perusahaan yang tidak terlalu bergengsi.Pernah sekali ia mendapat pekerjaan sebagai kurir pengantar barang, tapi hal itu ditolak mentah-mentah oleh keluarga Windsor. Bekerja sebagai pengantar barang dinilai sangat hina bagi keluarga Windsor yang cukup terpandang. A
Mobil Van yang dikemudikan Nicko baru saja tiba di pelataran Rumah Sakit. Setelah ia mengantar wanita yang dicintai ke kantornya.Pemuda 25 tahun itu pun segera melangkahkan kakinya lebar-lebar. Ia mungkin terlambat untuk bertemu dengan Tuan Brenan. Mobil van yang ia bawa bukanlah mobil mewah, maka dari itu ia harus parkir di tempat yang jauh dari lobi.Dengan langkah tergesa dan napas yang menderu lebih cepat, Nicko mencapai lobi. Tampak sosok yang dikenalnya sedang duduk di sofa yang letaknya sedikit tersembunyi.Fyuh! Pemuda berwajah tampan itu pun menyunggingkan senyum setelah menghembuskan napas lega. Di hadapannya duduk dua orang berpakaian rapi, salah satunya memegang sebuah tongkat kebesaran. Di belakang mereka berdiri beberapa orang dengan pakaian serba hitam."Mohon maaf, saya terlambat Tuan," katanya sopan."Tak apa, duduklah anak muda! dan berhentilah untuk memanggilku Tuan!" perintah T
Seketika raut wajah Josephine berubah saat mendengar ucapan sang nenek. Ia yang tadinya bersemangat berubah jadi enggan dan ingin sekali pertemuan ini berakhir."Benar, Tuan Law pasti tak akan segan untuk menyuntikkan dana pada perusahaan kita," tambah Howard."Ya itu pasti, Tuan Law orangnya sangat kaya dan sepertinya ia menghormati keluarga kita," Kali ini giliran Nenek Elizabeth yang berbicara.Seisi ruangan tak henti membicarakan kehebatan dan kekayaan keluarga Law. Mereka seolah telah mendewakan sosok keluarga yang posisinya dua tingkat di atas mereka.Pembicaraan itu sebenarnya hanya untuk menyindir Josephine dan merendahkan suaminya. Mereka terus saja berbicara dan berharap Josephine melakukan sesuatu untuk membantu mereka."Damian, kenapa kau tak mencoba untuk bicara dengan Adrian Law, bukankah kalian cukup akrab?" tanya Howard tapi kedua matanya melirik ke arah Josephine.Namun istri dari Nic
Josephine kembali memainkan jemarinya sambil menunduk. Ia tak tahan dengan tatapan sinis yang menyerangnya. Menyalahkan atas semua yang terjadi pada sang Nenek.Dia mencoba untuk mendekat ke arah pintu, tapi Paman Howard menghalangi dan menyuruhnya pergi."Untuk apa kau kemari? Bukankah kau tak peduli akan keadaan Nenek?" kata Tuan Howard."Aku hanya ingin melihat keadaan Nenek," jawab Josephine takut-takut."Huh, masih berani kau memanggilnya Nenek, setelah apa yang baru kau lakukan?" ejek Damian."Maaf ... Aku ... Aku tak bermaksud melakukannya. Aku hanya tak bisa berkencan dengan orang lain sementara statusku telah bersuami," Josephine mencoba membela diri."Ah, alasan. Kau memang sudah tak peduli pada keluargamu.Tak lama pintu ruangan Nenek pun terbuka. Seorang wanita berjubah putih keluar dari sana. Dia adalah dokter Dolores Ryan, dokter pribadi keluarga Windsor.&nbs
Josephine membolak-balikkan tubuhnya di atas ranjang. Kegelisahan tak henti merundungnya.Nicko yang berada di sebelahnya pun langsung meletakkan majalah olahraga yang tengah ia baca. Khawatir akan keadaan sang Istri."Sayang, ada apa?" tanya Nicko tenang, tapi tak bisa menyembunyikan kekhawatiran di wajahnya.Josephine segera bangun dan duduk di samping sang suami. Menutupi wajah cantiknya dengan kedua tangan kemudian menghembuskan napas panjang.Sedih dan kesal terpancar jelas pada wajahnya. Kemudian memperhatikan wajah tampan milik sang suami."Apa yang kau rasakan jika dikhianati oleh keluargamu sendiri?"Nicko mengernyitkan alis, memperhatikan perkataan Istrinya. Ia sungguh paham akan perasaan wanita yang dua tahun belakangan ini menjadi teman hidupnya.Selama bertahun-tahun ia tinggal dengan pengkhianat keluarganya. Tidak mendapatkan apa yang menjadi haknya."Ceritakan