Share

Bab 3

Penulis: De_anothe
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-28 18:45:07

Melihat bagaimana orang tuanya mengusahakan dirinya untuk tetap ikut membuat Lyona merasa membebani. Ia pun memutuskan untuk mencari kerja paruh waktu yang bisa ia lakukan disela-sela sekolahnya. Ada beberapa pekerjaan yang bisa ia lakukan saat ini. Namun, ia pikir jika dirinya melakukan ini terang-terangan, maka orang tuanya akan marah.

          Lama ia berlarut dalam pikirannya. Pada saat itu, ia mendengar teman-temannya sedang membicarakan tentang les dan juga bayaran les adik Karine. Lyona pun seperti mendapat sambaran petir dalam dirinya. Dengan senyum bahagianya, ia pun bertanya tentang les itu.

          “Maaf menyela, les kayak gitu diadakan kapan?” Lyona bertanya langsung pada intinya. Ia menunggu jawaban temannya dengan penuh harap.

          “Ah, kalau itu tergantung yang minta sih. Bisa juga buat janji dulu, bisanya yang ngasih les kapan dan yang les bisanya kapan.” Okky menjawab pertanyaan Lyona.

          “Kamu mau les juga nih?” goda Sekta.

          “Ah, bukan gitu, cuma mau tanya aja.” Lyona agak ternganga.

          “Lyo mah meskipun gak les juga dah pinter kali. Gak kayak kamu,” sahut Karine mengejek Sekta.

          “Ya elah, ya udah aku les ke Lyona aja. Gimana Lyo?”

          “Kalian lebih pintar dari aku kok. Lagian aku belum pantas jadi guru.”   

          “Jangan merendah gitu dong.”

          Lyona hanya tertawa kecil menanggapi godaan teman-temannya.

          Bel masuk pun berbunyi, dan pelajaran pun dimulai ketika guru mata pelajaran hari itu masuk kelas. Dalam hati, Lyona berusaha membulatkan tekadnya untuk menjadi guru les. Ia berpikir bahwa menjadi guru les jauh lebih baik dan aman ketimbang pekerjaan yang lainnya. Ia pun juga tidak keberatan dan malah menganggap hal tersebut memang sudah bidangnya.

          Pada saat jam istirahat, Lyona memutuskan untuk membeli makanan di koperasi ketimbang kantin. Ia menolak ajakan teman-temannya, namun mereka tidak memberatkan hal tersebut. Setelah mengisi perut dengan makanan yang ia beli, Lyona pun menuju perpustakaan. Di perpustakaan, ia mencari buku tentang pekerjaan ringan yang mungkin bisa ia lakukan tanpa memberatkan dirinya. Namun ia mengurungkan niatnya tersebut dan mencari buku fisika. Lyona duduk di pojok dengan bangku tunggal. Ia membuka-buka buku tersebut dan teringat akan niatnya tadi. Lyona pun mengeluarkan ponselnya dan mencari tempat ia bisa mendaftarkan menjadi guru les. Ia menggulir-gulirkan layer sambil membaca judul artikel-artikel itu dengan cepat.

          Lyona merasa tidak ada yang cocok dengan waktu yang ia miliki saat ini. Kebanyakan tempat-tempat tersebut mencari guru les permanen dan juga guru les panggilan yang artinya Lyona harus punya banyak waktu dan selalu siap sedia ketika ada yang menghubunginya. Namun ia tidak bisa melakukannya, karena dengan demikian ia bisa ketahuan oleh orang tuanya dan akan dimarahi.

          Lyona mengetuk-ngetukkan jarinya pelan di atas meja. Beberapa saat kemudian, ia pun menemukan ide untuk membuka sendiri situs les miiliknya. Dengan begitu ia bisa menyewakan jasanya dan bisa menyesuaikan sendiri dengan waktu yang ia punya. Ia pun membuka G****e dan memasukkan keyword tentang bagaimana caranya membuat situs untuk menawarkan jasa. Dengan cepat G****e menampilkan pencariannya. Ia menggulir-gulir lagi layarnya dan membuka salah satu artikel, ia membaca dengan seksama. Senyum cerah pun tersinggung dari bibirnya dan matanya sedikit berbinar. Sebelum akhirnya bel berbunyi.

          Bel pulang berbunyi, dan guru mata pelajaran terakhir pun berpamitan. Seluruh murid kelas dengan segera memasukkan semua barang-barang mereka ke dalam tas, dan mereka pun berhamburan keluar kelas berbaur menjadi satu dengan kelas lainnya. Lyona yang telah memasukkan semua barang-barangnya menunggu Jian yang sedang berberes. Jian menyadari hal tersebut dan tersenyum kepada Lyona.

          “Kamu gak bosen kah nungguin aku terus tiap hari kayak gini?” tanya Jian masih dengan senyumannya.

          “Ah enggak kok, aku malah seneng,” balas Lyona dengan senyum malu-malu.

          “Nungguin orang kok malah seneng? Ada-ada aja kamu ini.” Mereka berdua pun tertawa.

          Setelah Jian selesai, mereka pun turun bersama dan di koridor terlihat teman-teman mereka yang lain sedang menunggu sambil mengobrol dengan obrolan yang kelihatannya seru. Lyona dan Jian pun melambaikan tangan kepada mereka ketika mereka menoleh kea rah Lyona dan Jian.

          “Ini dia yang ditunggu. Lama banget deh, untung aku tadi dicegah Karine buat pulang duluan,” ucap Sekta sedikit ketus.

          “Bukannya kamu ya yang nyuruh kita nunggu?” kata Okky tiba-tiba.

          “Lah iya. Malah aku yang diseret-seret,” imbuh Karine.

          “Alah, udah. Ayo pulang. Terima kasih lho udah nungguin kita,” sela Jian melihat teman-temannya.

          “Iya, sama-sama,” jawab Okky.

          Mereka berlima pun berjalan bersama melewati gerbang keluar sekolah. Mereka berpisah dan melambaikan tangan satu sama lain. Rumah mereka berbeda jalan kecuali Sekta dan Karine yang searah. Lyona pun berjalan dengan perlahan sambil diterpa angin sepoi-sepoi. Ia merasakan angin-angin itu masuk ke dalam kulitnya melewati pori-pori, sangat segar dan sejuk. Ia berhenti sejenak di bawah pohon besar dan menutup matanya untuk merasakan terpaan angin. Ia bernapas teratur dan dalam hatinya ada rasa syukur bahwa ia bisa merasakan sejuknya angin.

          Lyona pun melanjutkan jalannya sambil bersenandung pelan. Ia selalu berkata kepada dirinya bahwa ia harus selalu bahagia dan tersenyum dalam keadaan apa saja. Karena apa yang ia miliki sekarang sangat berharga ketimbang harus mengharapkan sesuatu yang belum tentu dapat ia miliki. Walau dalam benaknya ia masih harus mencari uang untuk biaya study tour dan juga biaya sekolah yang lain. Ia tidak bisa selamanya mengandalkan orang tuanya yang sudah membiayainya sejak kecil, apalagi ia pindah sekolah. Pasti orang tuanya mengeluarkan uang yang sangat banyak. Ia tidak menutup mata akan semua yang telah terjadi. Ia tahu persis seperti apa perjuangan orang tuanya dan seberapa banyak uang yang mereka keluarkan. Oang tuanya memang rela melakukan apa pun dan mengeluarkan uang sebanyak apa pun bahkan sampai simpanan pribadi mereka. Ia melihat dan merasa bersalah, namun ia juga tidak bisa melakukan apa pun dan itu lebih membuatnya merasa bersalah.

          Lyona membuka pintu rumahnya dan memberi salam. Rumahnya kosong dan ia pun menutup kembali pintu rumahnya. Ia menaruh sepatu dan masuk ke dalam kamarnya untuk berganti baju. Perutnya keroncongan karena ia hanya makan makanan ringan di koperasi. Namun ia merasa malas untuk makan dan lebih memilih untuk merebahkan dirinya. Dirasakannya sangat nyaman dan ia merasa lebih enggan untuk beranjak untuk makan ketimbang tadi. Ia menatap langit-langit kamarnya dan hanya berkedip-kedip. Hal tersebut ia lakukan hingga setengah jam. Ia tidak memikirkan apa pun hanya melamun dan bernapas saja. Lyona sering melakukan hal tersebut dan ia merasa tenang dan nyaman saja.

          Lyona pun bangkit dari ranjangnya dan berjalan menuju ruang makan dan mengambil makanan. Ia selalu takjub dengan ibunya yang selalu memasak bermacam-macam menu padahal ia harus bekerja dan semua masakan ibunya sangat enak. Baginya tidak ada makanan yang bisa mengalahkan rasa masakan ibunya. Ia makan dengan lahap dan tersenyum saar makan. Ia mengambil lauk yang ini dan itu lalu tambah lagi.

          Selesai makan dan minum, ia pun berdiri dan menuju dapur untuk mencuci piring dan gelas bekasnya itu. Ia mencuci sambil bersenandung, ia merasa sangat sunyi maka dari itu ia bersenandung. Setelah itu, ia meletakkan piring dan gelas tersebut di tempat masing-masing. Ia melihat jam dinding dan menunjukkan pukul 4 sore. Ia pun kembali ke kamarnya.

          Sesampainya di kamar, ia membuka ponsel dan menjawab beberapa pesan dari teman-temannya. Lalu ia ingat bahwa ia ingin membuka layanan les pribadi. Ia mengetik-ketikkan kata-kata untuk situs yang akan ia buat di laptopnya. Sambil melihat tata cara di ponselnya.

          “Ah, susah ternyata,” desahnya sambil terus berusaha.

          Lyona mengetuk-ketukkan jarinya di atas touchpad laptopnya. Ia bingung harus memuat apa saja dalam situsnya agar terlihat meyakinkan bagi orang yang membacanya. Ia terus mengetik lalu dihapus lalu mengetik lagi dan dihapus lagi sampai menurutnya pas. Sudah lewat setengah jam ia terus mengetik dan akhirnya ia selesai. Ia membaca dari atas sampai bawah dengan seksama dan akhirnya ia merasa sudah pas. Lalu ia menambah layanan lesnya hanya berlaku online saja. Menurutnya itu lebih mudah, karena pasti lebih banyak orang yang akan menghubunginya dibandingkan jika ia menyediakan les offline. Ia terus berdoa agar banyak orang yang tertarik dan menghubunginya.

          Dengan doa ia mengunggah situs miliknya dan menyalin link untuk dibagikan di media sosial miliknya. Pada media sosial ini, ia tidak berteman dengan teman-teman sekolahnya dan ia memiliki lumayan banyak pengikut. Karena ia suka membagikan materi-materi dalam postingannya. Ia menghela napas panjang setelah selesai melakukannya dan merebahkan dirinya kembali ke ranjang. Jam menunjukkan pukul 5 sore lebih 12 menit dan ibunya pulang bekerja.

Bab terkait

  • Teardrops in the Cold Water   Bab 4

    Pada minggu pagi, seperti biasanya Lyona sedang bermalas-malasan di atas ranjangnya. Ia hanya berguling ke kanan dan ke kiri lalu berhenti dan menatap langit-langit kamarnya. Ia ditinggal sendirian oleh kedua orang tuanya yang sedang berkunjung ke paman Lyona di kota. Juki merupakan kakak kedua dari ayah Lyona yang merantau ke kota setalah lulus sekolah untuk mencari pekerjaan dengan gaji yang lebih besar daripada di desa. Ayah Lyona tinggal di sebuah desa yang mayoritas penduduknya adalah petani dan ia merantau ke pesisir untuk menjadi pelaut. Mimpi ayahnya itu bermula ketika ia diajak kakek Lyona berlibur ke pantai dan ia melihat para pelaut yang sedang berlayar dan nelayan-nelayan yang sedang mencari ikan dengan perahu. Ayah Lyona sangat suka menaiki perahu dan suasana laut. Dalam benaknya, ia merasa sangat luas ketika berlayar di laut. Oleh karena itu, ia pun mendaftarkan dirinya untuk menjadi pelaut namun sayangnya ia tidak lolos tes untuk menjadi seorang pelayaran. Karena ia meru

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-06
  • Teardrops in the Cold Water   Bab 5

    Satu minggu pertama telah berlalu dan Lyona masih memiliki 1 murid. Kendati demikian, ia tetap menerima karena baginya berbagi ilmu lebih utama dibandingkan gaji. Awalnya memang ia membuka les online untuk mendapatkan uang sebagai biaya study tour-nya, namun ketika melakukannya ia lebih merasa senang karena bisa membantu. Ia pun akhirnya mempunyai keinginan untuk menjalankan lesnya meskipun uang yang ia targetkan sudah terkumpul. Ia pun juga selalu menanyakan bagaimana pembelajarannya, dan ia menerima ulasan yang baik dari Malva. Malva mengatakan cara ia mengajarinya sangat sabar dan juga asyik. Lyona menjelaskan berulang-ulang hal yang belum dipahami hingga muridnya paham, karena jika muridnya tidak paham dan ia terus melanjutkan materinya ia merasa tidak ada gunanya. Hal itu sama saja tidak mengajari apa-apa. Yang terpenting muridnya paham dan bisa dengan apa yang diajarkannya. Ia tidak keberatan untuk menjelaskan kembali dan berulang-ulang jika ada materi yang belum dipah

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-29
  • Teardrops in the Cold Water   Bab 6

    Pagi ini Lyona bangun 25 menit lebih lambat dari biasanya. Saat melihat jam dinding di kamarnya, ia bergegas bangun dan mengambil seragamnya. Dengan berlari, ia mengambar handuk dan masuk ke kamar mandi. Ia hampir tersandung kakinya sendiri saat berlari. Tidak seperti biasanya. Hari ini ia sendirian di rumah dan tidak ada yang membangunkannya. Kedua orang tuanya sedang berada di luar kota untuk urusan perdagangan ikan bersama beberapa warga. Biasanya ia akan dibangunkan jika tidak segera bangun. Karena itulah ia melewatkan waktu bangunnya. Sangat ceroboh pikirnya. Lyona menghabiskan waktu 15 menit untuk mandi dan memakai seragamnya. Lyona memutuskan untuk memakai bedak saja dan langsung berangkat ke sekolah. Pada hari biasa, ia menghabiskan 15 menit untuk mandi, 10 menit memakai seragam, dan 5 menit berdandan. Lyona memang tidak memakai make up ke sekolah, namun ia tetap memakai bedak, sunscreen, dan lip balm. Setelah aktivitas paginya itu, ia biasanya

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-03
  • Teardrops in the Cold Water   Bab 7

    Lyona berjalan dengan setengah menyeret kakinya. Nyeri karena berlari pagi tadi masih sedikit terasa dan itu membuat kakinya kaku. Ia berjalan sambil melamun karena uang yang diterimanya. Ia pun juga mulai memikirkan orang tuanya, bagaimana keadaannya dan apakah mereka baik-baik saja di sana. Ia menatap jalan yang ia lalui tanpa mengangkat tatapannya. Ia fokus dengan pikiran-pikiran yang terlintas di kepalanya. Bahkan ia berkedip 5 detik sekali. Kebiasaan yang sulit hilang. Di belakang Lyona ada yang berjalan memerhatikannya. Ia menatap Lyona sejak tadi tanpa Lyona sadari. Ia pun was-was jika Lyona akan tahu ia sedang mengikutinya. Karenanya, ia berjalan lebih lambat karena kaki panjangnya sebanding dengan 2 langkah kaki Lyona. Seitar 5 meter di belakang Lyona. Tidak tanggung-tanggung, ia mengikuti Lyona hingga ke daerah pemukimannya. Ia berhenti tepat di gapura masuk dan mengangkat kepalanya membaca nama yang terdapat di gapura. Sejenak ia melihat daerah itu dan

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-13
  • Teardrops in the Cold Water   Bab 8

    Alarm Lyona berbunyi nyaring dan Lyona seketika terbangun dari mimpinya. Alarm tersebut sengaja ia nyalakan dengan nada yang nyaring agar dirinya tidak lagi telat seperti kemarin. Namun tetap saja ia terkejut dengan nyaringnya alarm tersebut. Seperti alarm darurat ketika terjadi suatu bencana atau akan datangnya ombak besar pesisir, senyaring itu untuk luas kamarnya. Ia menghela napas ketika bangun dan mematikan ‘alarm kematian’-nya itu. “Hampir saja kena serangan jantung. Astaga, ternyata senyaring ini suaranya. Aku harus menggantinya nanti.” Lyona berdiri dan menghela napas agar dirinya kembali tenang. Ia pun bangkit dan menyambar seragamnya yang sudah digantungnya semalam. Ia berjalan santai menuju kamar mandi, karena ini masih pagi dan meskipun ia bergerak seperti siput pun tidak akan terlambat. Ia mengambil handuk dan masuk kamar mandi dengan menguap lebar yang ia biarkan saja tidak ditutup tangan. Ia bersenandung sambil mandi. Entah karena keadaan

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-15
  • Teardrops in the Cold Water   Bab 1

    Hari itu sangat panas di pesisir, orang-orang sibuk dengan urusan mereka. Orang-orang berlalu-lalang tanpa peduli dengan panasnya udara yang menerpa diri mereka. Bagaimana pun keadaan dan cuacanya mereka harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka melakukannya dengan semangat yang tinggi demi sesuap nasi. Lyona, seorang siswi SMA terlihat keluar dari rumahnya untuk berangkat ke sekolah. Ia menyapa orang-orang yang dilewatinya dengan senyum manisnya. “Selamat pagi ibu,” sapanya kepada seorang ibu yang berangkat ke pasar untuk menjual ikan. “Oh. Pagi neng Lyona, mau berangkat sekolah neng?” tanya ibu tersebut. “Iya bu. Ini ibu mau ke pasar?” “Iya neng. Mau jualan hasil tangkapan semalem.” “Oh iya. Semoga laris manis ya bu.” “Amin. Terima kasih neng.” “Sama – sama ibu.” Setelah bertegur sapa Lyona dan ibu tersebut mengambil jalan berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Lyona dengan menggendong tas abu-abun

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-25
  • Teardrops in the Cold Water   Bab 2

    Lyona pulang setelah berpamitan dengan temannya. Hari pertama yang berat pikirnya. Memang tidak mudah bagi Lyona untuk bersosialisasi, ia terkenal anak yang pendiam sejak kecil. Bukan karena dia lemah atau penakut, namun ia tidak ingin kata – katanya menyakiti hati orang lain. Lyona takut akan berkata yang kurang pantas apalagi ketika ia marah, dirinya dapat melontarkan kata – kata yang buruk. Ia berjalan dengan senyum cerah agar dirinya tetap dalam mood yang baik. Ia tidak sabar bercerita kepada ibunya bagaimana hari pertamanya. Ia akan menceritakan bahagianya dia agar sang ibu tenang dan tidak gelisah lagi terhadap dunia persekolahnnya setelah masalah di sekolah lamanya. Lyona sempat dibully dan difitnah habis – habisan oleh teman – temannya di sekolah sebelumnya dan berakhir Lyona yang terpuruk secara mental. Masalahnya mungkin terdengar sepele, hanya karena salah satu teman perempuannya tidak suka jika pacarnya punya perasaan lebih terhadap Lyona. Padahal Lyona sendi

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-25

Bab terbaru

  • Teardrops in the Cold Water   Bab 8

    Alarm Lyona berbunyi nyaring dan Lyona seketika terbangun dari mimpinya. Alarm tersebut sengaja ia nyalakan dengan nada yang nyaring agar dirinya tidak lagi telat seperti kemarin. Namun tetap saja ia terkejut dengan nyaringnya alarm tersebut. Seperti alarm darurat ketika terjadi suatu bencana atau akan datangnya ombak besar pesisir, senyaring itu untuk luas kamarnya. Ia menghela napas ketika bangun dan mematikan ‘alarm kematian’-nya itu. “Hampir saja kena serangan jantung. Astaga, ternyata senyaring ini suaranya. Aku harus menggantinya nanti.” Lyona berdiri dan menghela napas agar dirinya kembali tenang. Ia pun bangkit dan menyambar seragamnya yang sudah digantungnya semalam. Ia berjalan santai menuju kamar mandi, karena ini masih pagi dan meskipun ia bergerak seperti siput pun tidak akan terlambat. Ia mengambil handuk dan masuk kamar mandi dengan menguap lebar yang ia biarkan saja tidak ditutup tangan. Ia bersenandung sambil mandi. Entah karena keadaan

  • Teardrops in the Cold Water   Bab 7

    Lyona berjalan dengan setengah menyeret kakinya. Nyeri karena berlari pagi tadi masih sedikit terasa dan itu membuat kakinya kaku. Ia berjalan sambil melamun karena uang yang diterimanya. Ia pun juga mulai memikirkan orang tuanya, bagaimana keadaannya dan apakah mereka baik-baik saja di sana. Ia menatap jalan yang ia lalui tanpa mengangkat tatapannya. Ia fokus dengan pikiran-pikiran yang terlintas di kepalanya. Bahkan ia berkedip 5 detik sekali. Kebiasaan yang sulit hilang. Di belakang Lyona ada yang berjalan memerhatikannya. Ia menatap Lyona sejak tadi tanpa Lyona sadari. Ia pun was-was jika Lyona akan tahu ia sedang mengikutinya. Karenanya, ia berjalan lebih lambat karena kaki panjangnya sebanding dengan 2 langkah kaki Lyona. Seitar 5 meter di belakang Lyona. Tidak tanggung-tanggung, ia mengikuti Lyona hingga ke daerah pemukimannya. Ia berhenti tepat di gapura masuk dan mengangkat kepalanya membaca nama yang terdapat di gapura. Sejenak ia melihat daerah itu dan

  • Teardrops in the Cold Water   Bab 6

    Pagi ini Lyona bangun 25 menit lebih lambat dari biasanya. Saat melihat jam dinding di kamarnya, ia bergegas bangun dan mengambil seragamnya. Dengan berlari, ia mengambar handuk dan masuk ke kamar mandi. Ia hampir tersandung kakinya sendiri saat berlari. Tidak seperti biasanya. Hari ini ia sendirian di rumah dan tidak ada yang membangunkannya. Kedua orang tuanya sedang berada di luar kota untuk urusan perdagangan ikan bersama beberapa warga. Biasanya ia akan dibangunkan jika tidak segera bangun. Karena itulah ia melewatkan waktu bangunnya. Sangat ceroboh pikirnya. Lyona menghabiskan waktu 15 menit untuk mandi dan memakai seragamnya. Lyona memutuskan untuk memakai bedak saja dan langsung berangkat ke sekolah. Pada hari biasa, ia menghabiskan 15 menit untuk mandi, 10 menit memakai seragam, dan 5 menit berdandan. Lyona memang tidak memakai make up ke sekolah, namun ia tetap memakai bedak, sunscreen, dan lip balm. Setelah aktivitas paginya itu, ia biasanya

  • Teardrops in the Cold Water   Bab 5

    Satu minggu pertama telah berlalu dan Lyona masih memiliki 1 murid. Kendati demikian, ia tetap menerima karena baginya berbagi ilmu lebih utama dibandingkan gaji. Awalnya memang ia membuka les online untuk mendapatkan uang sebagai biaya study tour-nya, namun ketika melakukannya ia lebih merasa senang karena bisa membantu. Ia pun akhirnya mempunyai keinginan untuk menjalankan lesnya meskipun uang yang ia targetkan sudah terkumpul. Ia pun juga selalu menanyakan bagaimana pembelajarannya, dan ia menerima ulasan yang baik dari Malva. Malva mengatakan cara ia mengajarinya sangat sabar dan juga asyik. Lyona menjelaskan berulang-ulang hal yang belum dipahami hingga muridnya paham, karena jika muridnya tidak paham dan ia terus melanjutkan materinya ia merasa tidak ada gunanya. Hal itu sama saja tidak mengajari apa-apa. Yang terpenting muridnya paham dan bisa dengan apa yang diajarkannya. Ia tidak keberatan untuk menjelaskan kembali dan berulang-ulang jika ada materi yang belum dipah

  • Teardrops in the Cold Water   Bab 4

    Pada minggu pagi, seperti biasanya Lyona sedang bermalas-malasan di atas ranjangnya. Ia hanya berguling ke kanan dan ke kiri lalu berhenti dan menatap langit-langit kamarnya. Ia ditinggal sendirian oleh kedua orang tuanya yang sedang berkunjung ke paman Lyona di kota. Juki merupakan kakak kedua dari ayah Lyona yang merantau ke kota setalah lulus sekolah untuk mencari pekerjaan dengan gaji yang lebih besar daripada di desa. Ayah Lyona tinggal di sebuah desa yang mayoritas penduduknya adalah petani dan ia merantau ke pesisir untuk menjadi pelaut. Mimpi ayahnya itu bermula ketika ia diajak kakek Lyona berlibur ke pantai dan ia melihat para pelaut yang sedang berlayar dan nelayan-nelayan yang sedang mencari ikan dengan perahu. Ayah Lyona sangat suka menaiki perahu dan suasana laut. Dalam benaknya, ia merasa sangat luas ketika berlayar di laut. Oleh karena itu, ia pun mendaftarkan dirinya untuk menjadi pelaut namun sayangnya ia tidak lolos tes untuk menjadi seorang pelayaran. Karena ia meru

  • Teardrops in the Cold Water   Bab 3

    Melihat bagaimana orang tuanya mengusahakan dirinya untuk tetap ikut membuat Lyona merasa membebani. Ia pun memutuskan untuk mencari kerja paruh waktu yang bisa ia lakukan disela-sela sekolahnya. Ada beberapa pekerjaan yang bisa ia lakukan saat ini. Namun, ia pikir jika dirinya melakukan ini terang-terangan, maka orang tuanya akan marah. Lama ia berlarut dalam pikirannya. Pada saat itu, ia mendengar teman-temannya sedang membicarakan tentang les dan juga bayaran les adik Karine. Lyona pun seperti mendapat sambaran petir dalam dirinya. Dengan senyum bahagianya, ia pun bertanya tentang les itu. “Maaf menyela, les kayak gitu diadakan kapan?” Lyona bertanya langsung pada intinya. Ia menunggu jawaban temannya dengan penuh harap. “Ah, kalau itu tergantung yang minta sih. Bisa juga buat janji dulu, bisanya yang ngasih les kapan dan yang les bisanya kapan.” Okky menjawab pertanyaan Lyona. “Kamu mau les juga nih?” goda Sekta. “Ah, bukan gitu, c

  • Teardrops in the Cold Water   Bab 2

    Lyona pulang setelah berpamitan dengan temannya. Hari pertama yang berat pikirnya. Memang tidak mudah bagi Lyona untuk bersosialisasi, ia terkenal anak yang pendiam sejak kecil. Bukan karena dia lemah atau penakut, namun ia tidak ingin kata – katanya menyakiti hati orang lain. Lyona takut akan berkata yang kurang pantas apalagi ketika ia marah, dirinya dapat melontarkan kata – kata yang buruk. Ia berjalan dengan senyum cerah agar dirinya tetap dalam mood yang baik. Ia tidak sabar bercerita kepada ibunya bagaimana hari pertamanya. Ia akan menceritakan bahagianya dia agar sang ibu tenang dan tidak gelisah lagi terhadap dunia persekolahnnya setelah masalah di sekolah lamanya. Lyona sempat dibully dan difitnah habis – habisan oleh teman – temannya di sekolah sebelumnya dan berakhir Lyona yang terpuruk secara mental. Masalahnya mungkin terdengar sepele, hanya karena salah satu teman perempuannya tidak suka jika pacarnya punya perasaan lebih terhadap Lyona. Padahal Lyona sendi

  • Teardrops in the Cold Water   Bab 1

    Hari itu sangat panas di pesisir, orang-orang sibuk dengan urusan mereka. Orang-orang berlalu-lalang tanpa peduli dengan panasnya udara yang menerpa diri mereka. Bagaimana pun keadaan dan cuacanya mereka harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka melakukannya dengan semangat yang tinggi demi sesuap nasi. Lyona, seorang siswi SMA terlihat keluar dari rumahnya untuk berangkat ke sekolah. Ia menyapa orang-orang yang dilewatinya dengan senyum manisnya. “Selamat pagi ibu,” sapanya kepada seorang ibu yang berangkat ke pasar untuk menjual ikan. “Oh. Pagi neng Lyona, mau berangkat sekolah neng?” tanya ibu tersebut. “Iya bu. Ini ibu mau ke pasar?” “Iya neng. Mau jualan hasil tangkapan semalem.” “Oh iya. Semoga laris manis ya bu.” “Amin. Terima kasih neng.” “Sama – sama ibu.” Setelah bertegur sapa Lyona dan ibu tersebut mengambil jalan berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Lyona dengan menggendong tas abu-abun

DMCA.com Protection Status