Hari itu sangat panas di pesisir, orang-orang sibuk dengan urusan mereka. Orang-orang berlalu-lalang tanpa peduli dengan panasnya udara yang menerpa diri mereka. Bagaimana pun keadaan dan cuacanya mereka harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka melakukannya dengan semangat yang tinggi demi sesuap nasi.
Lyona, seorang siswi SMA terlihat keluar dari rumahnya untuk berangkat ke sekolah. Ia menyapa orang-orang yang dilewatinya dengan senyum manisnya.
“Selamat pagi ibu,” sapanya kepada seorang ibu yang berangkat ke pasar untuk menjual ikan.
“Oh. Pagi neng Lyona, mau berangkat sekolah neng?” tanya ibu tersebut.
“Iya bu. Ini ibu mau ke pasar?”
“Iya neng. Mau jualan hasil tangkapan semalem.”
“Oh iya. Semoga laris manis ya bu.”
“Amin. Terima kasih neng.”
“Sama – sama ibu.”
Setelah bertegur sapa Lyona dan ibu tersebut mengambil jalan berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Lyona dengan menggendong tas abu-abunya terlihat bersemangat dan menghirup udara segar pagi itu. Hari ini merupakan hari dia masuk ke sekolah yang baru setelah pindah dari sekolah lama. Meninggalkan tempat lamanya yang menjadi trauma dalam dirinya merupakan hal yang paling bahagia yang pernah ia rasakan. Ia berjanji akan melepas semua kenangan buruk itu dan akan memulai awal yang baru dengan semangat baru pula. Ia sampai di depan gerbang dan seluruh siswa yang berjalan menuju kelas mereka melihat Lyona. Tatapan mereka seperti mengatakan Siapa dia? Apakah murid baru? Setelah melihat para siswa itu nyali Lyona mengecil, namun ia tidak ingin terlihat seperti pecundang. Akhirnya dia memberanikan diri menanyai salah satu siswa yang sedang berjalan melewati gerbang.
“Permisi boleh saya tanya ruang guru di sebelah mana ya?” tanyanya.
“Murid baru ya? Tinggal lurus aja nanti belok kanan trus maju dikit, nanti ada tulisan ruang guru di atas pintu.”
“Oh iya, terima kasih.”
Setelah bertanya, ia pun berjalan menuju ruang guru dengan rute sesuai dengan arahan siswa tersebut. Ia berjalan menuju ruang guru untuk menyerahkan dokumen-dokumen pribadi sebagai pelengkapan syarat masuk siswa. Sampainya di ruang guru, ia memberikan data-data tersebut kepada guru pengurus PPDB. Setelah itu, ia diajak oleh wali kelasnya untuk ke kelas bersama.
Bel masuk pun berbunyi dan hari itu bertepatan dengan jadwal mengajar wali kelas dari kelas baru Lyona. Ia memasuki ruang kelas setelah wali kelasnya. Sesuai dugaannya, seluruh mata tertuju padanya. Bu Adila memperkenalkan Lyona ke seluruh kelas.
“Jadi hari ini kita mendapatkan teman baru. Silakan memperkenalkan diri!” ucap Bu Adila.
“Halo semuanya, nama saya Lyona. Senang berkenalan dengan kalian dan semoga kita menjadi teman akrab,” sapa Lyona kepada teman-temannya.
“SALAM KENAL!” jawab seluruh temannya dengan semangat.
Lyona membungkukkan badannya sedikit sebagai balasan kepada teman-temannya. Segera ia berjalan ke bangku yang masih kosong. Karena paras cantiknya itu, ia menarik perhatian teman-temannya terutama teman laki-lakinya. Ia menundukkan kepala untuk menyapa teman sebangkunya. Temannya juga membalas dengan menundukkan kepala dan tersenyum kepada Lyona.
“Halo, aku Jian.” Melambaikan tangan kepada Lyona.
“Halo, Lyona. Salam kenal.”
“Salam kenal juga.” Jian tersenyum kepada Lyona dan begitu pula sebaliknya.
“Baik anak-anak hari ini kita akan melanjutkan materi minggu lalu. Silakan dibuka bukunya masing-masing. Lyona jika ada yang perlu ditanyakan langsung tanyakan saja ke saya atau Jian.”
“Baik bu.”
Pembelajaran sedang berlangsung dan Lyona berusaha menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya yang baru tersebut. Ia mengatakan pada dirinya untuk tetap tenang dan menerima hal ini, ia juga akan berusaha untuk mengejar ketinggalannya pada pembelajaran. Dalam dirinya ia merasa sedikit gelisah dengan keaadaan sekitarnya ini. Namun ia akan melawan semua rasa gelisahnya dan akan lebih fokus pada sekolahnya untuk mengejar impiannya.
Sebelum masuk sekolah ia telah meyakinkan diri untuk fokus saja pada sekolahnya dan ia memantapkan diri untuk tidak membingungkan apakah nanti ia punya teman atau tidak. Ia akan bertahan meskipun ia tidak punya siapa-siapa di sisinya. Tekad yang ia buat itu memang cenderung sangat berlebihan, namun dengan keadaan sebelumnya yang ia lalui hal tersebut sangat wajar dan ia tidak ingin merusak impiannya hanya karena ia tidak punya teman. Namun sejauh ini, teman-teman sekelasnya cenderung terlihat ingin berteman dengannya. Mungkin ini awal yang bagus pikirnya. Maka dari itu, ia akan berusaha lebih akrab lagi dengan teman-temannya dan berusaha untuk menjawab mereka dengan ramah jika mereka menanyakan sesuatu dan selalu tersenyum.
Setelah pembelajaran mata pelajaran pertama selesai, akhirnya waktu istirahat tiba. Bel pun berbunyi dan Bu Adila pun berpamitan.
“Baik anak-anak. Kita akhiri pembelajaran hari ini dan juga lupa mengumpulkan tugas minggu depan dan minggu depannya lagi kita ulangan harian. Jangan lupa belajar.”
“Baik bu,” jawab seluruh siswa serentak.
“Ok. Selamat beristirahat. Saya pamit.”
“Terima kasih bu.”
Anak-anak kelas tersebut berkemas barang mereka dengan cepat dan tanpa melihat apakah barang tersebut masuk dengan rapi atau tidak. Ada seorang anak laki-laki berbicara dengan keras “Ayo cepetan!!!” dan temannya membalas “Sabar napa!?”
Lyona melihat teman-temannya keluar kelas menuju ke kantin dan Jian menawarkan kepada Lyona untuk ikut ke kantin bersamanya dan teman-teman yang lain. Lyona segera mengiyakan ajakan tersebut. Menurutnya mungkin ini salah satu cara agar dia bisa berbaur dengan lingkungan yang baru dan teman-teman barunya. Meskipun ia merasa agak khawatir akan mengganggu teman Jian tapi ia memberanikan diri untuk membaur ke dalamnya.
“Ayo ikut aja gak papa kok, kita bisa kenal lebih dekat juga,” ucap salah satu teman Jian bernama Sekta.
“Iya, siapa tau kita jadi temen dekat nantinya,” tambah Jian.
Di sisi lain dua teman lainnya juga mengiyakan ucapan Sekta dan Jian dengan senyuman tulus mereka. Dengan hati yang senang Lyona membalas ajakan mereka dan tersenyum penuh kasih kepada mereka.
“Iya, terima kasih aku sudah diajak.”
“Ah, santai aja ke kita.”
Mereka pun berjalan menuju ke kantin bersama. Kantin tersebut sudah penuh dengan para siswa yang lapar dan membeli makanan karena tidak sempat sarapan dan siswa yang hanya membeli makanan ringan. Seperti kantin pada umumnya, tempat tersebut juga sangat ramai dengan sorak ramai dan canda tawa para siswa.
Dicarinya tempat yang masih kosong dan mereka mendapat tempat duduk di ujung dengan bangku pas jika diisi oleh kelimanya. Mereka pun mempernalkan menu-menu yang tersedia di kantin tersebut kepada Lyona dan juga beberapa memilih menu langganan mereka.
“Disini banyak banget menunya. Yaa seperti yang sudah kita kasih tau tadi. Jadi kamu mau pesan apa nih?” tanya Jian kepada Lyona.
“Emmm … Aku mau es jeruk sama pentol pedas aja deh,” jawab Lyona.
“Ok catat. Eh kamu udah sarapan kah tadi?” tanya Karine.
“Sudah kok. Aku selalu disuruh sarapan kalau mau sekolah.”
“Oh ok lah kalau gitu. Ku kira belum, takut nanti perutmu sakit kalau belum sarapan makan pedes-pedes.”
“Ah sudah kok. Aku gak berani makan pedes sebelum makan nasi. Punya masalah sama lambung.”
“Kalau gitu pentolnya jangan pedes-pedes yaa!” tegas Sekta.
“Iya, sedangan aja pedesnya.”
“Sip. Aku pesenin dulu ya sama Karine.” kata Sekta.
“Aku pesen sendiri aja gak papa jangan repot-repot.” ucap Lyona yang masih malu kepada temannya.
“Gak usah kamu tunggu disini aja sama Jian sama Okky.”
“Oh iya. Terima kasih ya, maaf ngerepotin.”
“Santai aja. Tunggu yaa!”
Lyona, Jian, dan Okky menunggu dibangku tersebut. Lyona merasa sangat canggung dengan keduanya. Namun mereka berdua bisa memecahkan kecanggungan di antara ketiganya. Jian menyarankan untuk bertukar nomor telepon dengan Lyona agar ia bisa masuk ke dalam grup chat kelas dan mungkin juga bisa berteman lebih dekat dengan teman-teman Jian yang lain. Lyona menyetujui dan segera memberikan nomornya kepada Jian. Ternyata Jian sendiri merupakan sekretaris di kelas dan Okky ini bendahara kelas.
Lyona tidak terlalu canggung dengan Jian karena sebangku, namun ia masih canggung dengan Okky. Okky pun terlihat demikian. Namun Okky ini adalah orang yang ramah dan gampang akrab dengan orang lain bahkan orang yang baru dikenalnya. Karena mereka tidak punya topik, jadi Okky menanyakan dimana Lyona bersekolah sebelumnya dan kenapa ia pindah. Lyona menjawabnya seramah mungkin, agar tidak mati topik Lyona berusaha menjawab dengan sedikit berbasa-basi. Walau sebenarnya ia tidak bisa berbasa-basi, namun ia mencoba untuk melakukannya agar ia terkesan ramah. Tidak baik dalam pikirannya jika ia terlihat sombong hanya karena sifatnya yang to the point.
Jian juga akhirnya menemukan topik. Ia berkata kepadanya Lyona untuk berhati-hati dengan teman laki-laki dikelasnya, karena mereka mungkin akan mengincar Lyona karena ia cantik dan mereka semua dikatakan Jian ‘buaya’ dan suka dengan perempuan cantik. Okky juga menyetujui hal tersebut. Mendengar kata-kata tersebut Lyona hanya bisa tersenyum dan tidak tahu harus berkata bagaimana.
Tidak lama Sekta dan Karine datang membawa pesanan mereka. Keduanya membagikan pesanan masing-masing satu persatu dengan hati-hati.
“Udah semua kan?” tanya Karine.
“Udah kok,” jawab Okky.
“Bahas apa sih kayak seru banget tadi?” tanya Sekta penasaran.
“Biasa, para buaya kelas,” jawab Jian.
“Oh, ngomong – ngomong anak kelas nih. Mulai tadi gangnya Kinan pada lihat kesini lo,” ucap Karine kepada mereka.
“Beneran, perasaan gue mulai tadi udah gitu sih tapi gue ga mau berprasangka yang nggak-nggak,” ucap Jian.
“Gue yakin pasti Kinan lagi ngincar Lyona. Gue 100% yakin banget deh. Percaya deh sama gue.”
“Gue juga mulai tadi mikir kek gitu Ta.”
Lyona merasa bingung dengan apa yang sedang mereka bicarakan.
“Kinan itu siapa?” tanya Lyona menyela.
“Kinan itu anak yang undercut hair disana itu, yang lagi makan siomay sama temen-temennya. Tuh anaknya noleh ke kamu,” jelas Sekta dengan sedetail mungkin.
“Nah kalau dideketin anak itu, kata anak-anak lu gak bakal bisa lepas dari dia,” ucap Karine.
“Memangnya kenapa?” tanya Lyona penasaran.
“Dia gak bakal ngelepas apa yang udah jadi incarannya dan bakal melakukan segala cara untuk mendapat apa yang dia incar. Denger-denger juga sampai sekarang gak ada cewe yang nolak dia lho.”
“Ya jelaslah. Secara dia juga ganteng lagian juga berduit. Di mata cewe mah dia sempurna dan gak punya kekurangan. Tapi emang dia brengsek sih sebenarnya,” sela Sekta.
“Brengsek banget malah. Tapi dia punya alasan sih kenapa dia kayak gitu, katanya sih trauma masa lalu. Btw aku pernah satu kelas sama dia waktu SMP dulu dan memang dia suka cari masalah. Hampir gue gak pernah lihat dia diem tenang di kelas. Pasti setiap hari ada aja panggilan ke BK, dan dia ya suka-suka aja ngelakuin itu dan akan diulangin,” imbuh Jian dengan nada serius.
“Jadi pokoknya kalau ada apa-apa langsung bilang ke kita yaa. Biar kita bisa bantu kamu kalau kamu kenapa-napa,” ucap Okky setengah khawatir.
“Iya, terima kasih udah ngasih tau ke aku. Nanti kalau ada apaa-pa aku langsung kabarin ke kalian,” jawab Lyona.
“Oh iya, jangan cuma masalah Kinan aja tapi kalau ada kesulitan apa-apa langsung bilang aja. Udah masuk grup chat kan?” tanya Karine.
“Udah kok.”
Jian dan teman – temannya berusaha untuk melindungi Lyona dari gang Kinan, terutama Kinan sendiri yang terlihat tertarik dengan Lyona dan sudah dipastikan bahwa dia akan menjadi incaran Kinan untuk menjadi pasangannya.
Kinan sendiri merupakan siswa yang terkenal nakal, disisi lain dia sangat digemari para wanita karena parasnya yang tampan dan dia cukup kaya dari siswa – siswa lainnya. Bukan tanpa alasan dia menjadi nakal, namun anggap saja itu seperti strateginya untuk ditakuti para siswa dan mungkin juga untuk melupakan masa lalunya. Berasal dari keluarga kaya tak membuatnya berhenti untuk bertindak semena – mena, bisa dikatakan garis keturunannya itulah yang membuat dia mampu melakukan hal seperti itu. Karena dalam benaknya, jika dia berbuat kesalahan maka orang tuanya akan mengurusnya. Sangat mudah melakukan hal seperti itu bagi orang kaya.
Namun, bagaimana pun juga hal seperti ini yang ingin Lyona hindari dari dunia persekolahan. Ia tidak ingin berurusan dengan berandalan sekolah apalagi terlibat asmara. Ia pun sudah memantapkan diri untuk fokus pada pendidikannya saja dan tidak ingin melakukan hal yang lainnya. Jika suatu hal buruk terjadi, orang tuanya tidak mempunyai cukup biaya untuk menanggung semua hal tersebut. Sadar ia tidak berasal dari keluarga kaya, Lyona pun akan menghindari hal buruk sesepele apapun.
Mereka berlima menghabiskan makanan dan minumannya dengan mengobrol santai setelah membahas Kinan. 10 menit kemudian bel masuk berbunyi dan mereka bergegas untuk masuk ke dalam kelas untuk mengikuti kelas berikutnya. Jian dan Karine menggandeng Lyona berjalan menuju kelas, sedangkan Okky dan Sekta mereka menuju koperasi untuk membeli makanan ringan untuk dibawa ke dalam kelas.
Dengan digandeng teman – teman barunya, Lyona merasa dirinya diterima dengan baik oleh teman – temannya. Ia pun berharap akan selalu seperti ini selama sisa waktu sekolahnya. Walaupun ia tidak tahu akan sesuatu yang akan datang nantinya, selama ia masih bernapas saat ini ia sudah bahagia karena telah menemukan teman baru.
Setelah memasuki ruang kelas dan duduk di bangku masing – masing, tidak lama kemudian Pak Tusan masuk. Beliau merupakan guru matematika.
“Selamat siang anak-anak,” sapa Pak Tusan.
“Siang pak,” jawab seluruh siswa.
“Baik, silakan duduk dengan nyaman karena kita akan belajar pelajaran yang paling menyenangkan.”
“Tidak menyenangkan sama sekali pak,” ucap salah satu siswa laki-laki dan seluruh kelas tertawa mendengarnya.
“Loh menyenangkan ini. Kita hari ini akan melanjutkan materi minggu lalu. Ada yang masih ingat kita belajar apa?”
“Lupa pak.”
“Loh lupa? Kalian tidak boleh lupa apalagi kalau pelajaran matematika.”
“Ingetnya cuma makan aja pak.”
“Selain ingat makan, kalian juga harus ingat matematika.”
Di sisi lain di bangku Jian dan Lyona tampak lebih tenang dari bangku yang lain. Menyadari Jian tidak duduk sendiri hari ini, Pak Tusan bertanya siapa yang duduk bersama Jian dan Lyona memperkenalkan dirinya dengan sesopan mungkin. Setelah perkenalan singkat itu pelajaran pun dilanjutkan.
Bel istirahat kedua pun berbunyi. Pak Tusan berpamitan dan tidak lupa pula memberi latihan soal yang dibuat tugas kepada murid-muridnya tersebut. Jika guru matematika terkenal galak atau killer, maka Pak Tusan ini kebalikannya. Beliau sangat asik dan penjelasannya lebih mudah dimengerti.
Siang itu, teman sekelas Lyona sedang mengadakan rapat dadakan. Mereka membahas rencana study tour yang akan diadakan kurang lebih 2 bulan lagi. Karena adanya Lyona yang belum mendapat kelompok, akhirnya mereka juga membahas dan menanyai satu persatu kelompok yang kekurangan anggota. Seperti Lyona sedang diterpa keberuntungan, dia dapat kelompok dengan Jian karena Jian merupakan kelompok terakhir dari 8 kelompok dan kurang satu orang anggota untuk menyamai jumlah anggota kelompok yang lain.
Rapat siang itu, menghasilkan hasil bahwa setiap anak dikenakan biaya sebesar 750.000 untuk transportasi dan konsumsi belum termasuk biaya per kelompok. Termasuk terjangkau jika dibandingkan dengan biaya study tour sekolah lainnya. Namun ternyata hal ini belum pasti, karena akan diadakan rapat guru-guru dan kurikulum untuk membahas rencana study tour ini.
Lyona mengira-ngira bahwa dia setidaknya harus menyiapkan uang 1 juta lebih, karena bisa jadi biaya transportasi dan konsumsi menjadi 950.000 kata teman-temannya tadi. Ia berpikir keras bagaimana dirinya dapat meminta uang yang tidak sedikit itu. Ia tahu bahwa penghasilan bapaknya mungkin akan habis hanya untuk hal itu.
Lyona pulang setelah berpamitan dengan temannya. Hari pertama yang berat pikirnya. Memang tidak mudah bagi Lyona untuk bersosialisasi, ia terkenal anak yang pendiam sejak kecil. Bukan karena dia lemah atau penakut, namun ia tidak ingin kata – katanya menyakiti hati orang lain. Lyona takut akan berkata yang kurang pantas apalagi ketika ia marah, dirinya dapat melontarkan kata – kata yang buruk. Ia berjalan dengan senyum cerah agar dirinya tetap dalam mood yang baik. Ia tidak sabar bercerita kepada ibunya bagaimana hari pertamanya. Ia akan menceritakan bahagianya dia agar sang ibu tenang dan tidak gelisah lagi terhadap dunia persekolahnnya setelah masalah di sekolah lamanya. Lyona sempat dibully dan difitnah habis – habisan oleh teman – temannya di sekolah sebelumnya dan berakhir Lyona yang terpuruk secara mental. Masalahnya mungkin terdengar sepele, hanya karena salah satu teman perempuannya tidak suka jika pacarnya punya perasaan lebih terhadap Lyona. Padahal Lyona sendi
Melihat bagaimana orang tuanya mengusahakan dirinya untuk tetap ikut membuat Lyona merasa membebani. Ia pun memutuskan untuk mencari kerja paruh waktu yang bisa ia lakukan disela-sela sekolahnya. Ada beberapa pekerjaan yang bisa ia lakukan saat ini. Namun, ia pikir jika dirinya melakukan ini terang-terangan, maka orang tuanya akan marah. Lama ia berlarut dalam pikirannya. Pada saat itu, ia mendengar teman-temannya sedang membicarakan tentang les dan juga bayaran les adik Karine. Lyona pun seperti mendapat sambaran petir dalam dirinya. Dengan senyum bahagianya, ia pun bertanya tentang les itu. “Maaf menyela, les kayak gitu diadakan kapan?” Lyona bertanya langsung pada intinya. Ia menunggu jawaban temannya dengan penuh harap. “Ah, kalau itu tergantung yang minta sih. Bisa juga buat janji dulu, bisanya yang ngasih les kapan dan yang les bisanya kapan.” Okky menjawab pertanyaan Lyona. “Kamu mau les juga nih?” goda Sekta. “Ah, bukan gitu, c
Pada minggu pagi, seperti biasanya Lyona sedang bermalas-malasan di atas ranjangnya. Ia hanya berguling ke kanan dan ke kiri lalu berhenti dan menatap langit-langit kamarnya. Ia ditinggal sendirian oleh kedua orang tuanya yang sedang berkunjung ke paman Lyona di kota. Juki merupakan kakak kedua dari ayah Lyona yang merantau ke kota setalah lulus sekolah untuk mencari pekerjaan dengan gaji yang lebih besar daripada di desa. Ayah Lyona tinggal di sebuah desa yang mayoritas penduduknya adalah petani dan ia merantau ke pesisir untuk menjadi pelaut. Mimpi ayahnya itu bermula ketika ia diajak kakek Lyona berlibur ke pantai dan ia melihat para pelaut yang sedang berlayar dan nelayan-nelayan yang sedang mencari ikan dengan perahu. Ayah Lyona sangat suka menaiki perahu dan suasana laut. Dalam benaknya, ia merasa sangat luas ketika berlayar di laut. Oleh karena itu, ia pun mendaftarkan dirinya untuk menjadi pelaut namun sayangnya ia tidak lolos tes untuk menjadi seorang pelayaran. Karena ia meru
Satu minggu pertama telah berlalu dan Lyona masih memiliki 1 murid. Kendati demikian, ia tetap menerima karena baginya berbagi ilmu lebih utama dibandingkan gaji. Awalnya memang ia membuka les online untuk mendapatkan uang sebagai biaya study tour-nya, namun ketika melakukannya ia lebih merasa senang karena bisa membantu. Ia pun akhirnya mempunyai keinginan untuk menjalankan lesnya meskipun uang yang ia targetkan sudah terkumpul. Ia pun juga selalu menanyakan bagaimana pembelajarannya, dan ia menerima ulasan yang baik dari Malva. Malva mengatakan cara ia mengajarinya sangat sabar dan juga asyik. Lyona menjelaskan berulang-ulang hal yang belum dipahami hingga muridnya paham, karena jika muridnya tidak paham dan ia terus melanjutkan materinya ia merasa tidak ada gunanya. Hal itu sama saja tidak mengajari apa-apa. Yang terpenting muridnya paham dan bisa dengan apa yang diajarkannya. Ia tidak keberatan untuk menjelaskan kembali dan berulang-ulang jika ada materi yang belum dipah
Pagi ini Lyona bangun 25 menit lebih lambat dari biasanya. Saat melihat jam dinding di kamarnya, ia bergegas bangun dan mengambil seragamnya. Dengan berlari, ia mengambar handuk dan masuk ke kamar mandi. Ia hampir tersandung kakinya sendiri saat berlari. Tidak seperti biasanya. Hari ini ia sendirian di rumah dan tidak ada yang membangunkannya. Kedua orang tuanya sedang berada di luar kota untuk urusan perdagangan ikan bersama beberapa warga. Biasanya ia akan dibangunkan jika tidak segera bangun. Karena itulah ia melewatkan waktu bangunnya. Sangat ceroboh pikirnya. Lyona menghabiskan waktu 15 menit untuk mandi dan memakai seragamnya. Lyona memutuskan untuk memakai bedak saja dan langsung berangkat ke sekolah. Pada hari biasa, ia menghabiskan 15 menit untuk mandi, 10 menit memakai seragam, dan 5 menit berdandan. Lyona memang tidak memakai make up ke sekolah, namun ia tetap memakai bedak, sunscreen, dan lip balm. Setelah aktivitas paginya itu, ia biasanya
Lyona berjalan dengan setengah menyeret kakinya. Nyeri karena berlari pagi tadi masih sedikit terasa dan itu membuat kakinya kaku. Ia berjalan sambil melamun karena uang yang diterimanya. Ia pun juga mulai memikirkan orang tuanya, bagaimana keadaannya dan apakah mereka baik-baik saja di sana. Ia menatap jalan yang ia lalui tanpa mengangkat tatapannya. Ia fokus dengan pikiran-pikiran yang terlintas di kepalanya. Bahkan ia berkedip 5 detik sekali. Kebiasaan yang sulit hilang. Di belakang Lyona ada yang berjalan memerhatikannya. Ia menatap Lyona sejak tadi tanpa Lyona sadari. Ia pun was-was jika Lyona akan tahu ia sedang mengikutinya. Karenanya, ia berjalan lebih lambat karena kaki panjangnya sebanding dengan 2 langkah kaki Lyona. Seitar 5 meter di belakang Lyona. Tidak tanggung-tanggung, ia mengikuti Lyona hingga ke daerah pemukimannya. Ia berhenti tepat di gapura masuk dan mengangkat kepalanya membaca nama yang terdapat di gapura. Sejenak ia melihat daerah itu dan
Alarm Lyona berbunyi nyaring dan Lyona seketika terbangun dari mimpinya. Alarm tersebut sengaja ia nyalakan dengan nada yang nyaring agar dirinya tidak lagi telat seperti kemarin. Namun tetap saja ia terkejut dengan nyaringnya alarm tersebut. Seperti alarm darurat ketika terjadi suatu bencana atau akan datangnya ombak besar pesisir, senyaring itu untuk luas kamarnya. Ia menghela napas ketika bangun dan mematikan ‘alarm kematian’-nya itu. “Hampir saja kena serangan jantung. Astaga, ternyata senyaring ini suaranya. Aku harus menggantinya nanti.” Lyona berdiri dan menghela napas agar dirinya kembali tenang. Ia pun bangkit dan menyambar seragamnya yang sudah digantungnya semalam. Ia berjalan santai menuju kamar mandi, karena ini masih pagi dan meskipun ia bergerak seperti siput pun tidak akan terlambat. Ia mengambil handuk dan masuk kamar mandi dengan menguap lebar yang ia biarkan saja tidak ditutup tangan. Ia bersenandung sambil mandi. Entah karena keadaan
Alarm Lyona berbunyi nyaring dan Lyona seketika terbangun dari mimpinya. Alarm tersebut sengaja ia nyalakan dengan nada yang nyaring agar dirinya tidak lagi telat seperti kemarin. Namun tetap saja ia terkejut dengan nyaringnya alarm tersebut. Seperti alarm darurat ketika terjadi suatu bencana atau akan datangnya ombak besar pesisir, senyaring itu untuk luas kamarnya. Ia menghela napas ketika bangun dan mematikan ‘alarm kematian’-nya itu. “Hampir saja kena serangan jantung. Astaga, ternyata senyaring ini suaranya. Aku harus menggantinya nanti.” Lyona berdiri dan menghela napas agar dirinya kembali tenang. Ia pun bangkit dan menyambar seragamnya yang sudah digantungnya semalam. Ia berjalan santai menuju kamar mandi, karena ini masih pagi dan meskipun ia bergerak seperti siput pun tidak akan terlambat. Ia mengambil handuk dan masuk kamar mandi dengan menguap lebar yang ia biarkan saja tidak ditutup tangan. Ia bersenandung sambil mandi. Entah karena keadaan
Lyona berjalan dengan setengah menyeret kakinya. Nyeri karena berlari pagi tadi masih sedikit terasa dan itu membuat kakinya kaku. Ia berjalan sambil melamun karena uang yang diterimanya. Ia pun juga mulai memikirkan orang tuanya, bagaimana keadaannya dan apakah mereka baik-baik saja di sana. Ia menatap jalan yang ia lalui tanpa mengangkat tatapannya. Ia fokus dengan pikiran-pikiran yang terlintas di kepalanya. Bahkan ia berkedip 5 detik sekali. Kebiasaan yang sulit hilang. Di belakang Lyona ada yang berjalan memerhatikannya. Ia menatap Lyona sejak tadi tanpa Lyona sadari. Ia pun was-was jika Lyona akan tahu ia sedang mengikutinya. Karenanya, ia berjalan lebih lambat karena kaki panjangnya sebanding dengan 2 langkah kaki Lyona. Seitar 5 meter di belakang Lyona. Tidak tanggung-tanggung, ia mengikuti Lyona hingga ke daerah pemukimannya. Ia berhenti tepat di gapura masuk dan mengangkat kepalanya membaca nama yang terdapat di gapura. Sejenak ia melihat daerah itu dan
Pagi ini Lyona bangun 25 menit lebih lambat dari biasanya. Saat melihat jam dinding di kamarnya, ia bergegas bangun dan mengambil seragamnya. Dengan berlari, ia mengambar handuk dan masuk ke kamar mandi. Ia hampir tersandung kakinya sendiri saat berlari. Tidak seperti biasanya. Hari ini ia sendirian di rumah dan tidak ada yang membangunkannya. Kedua orang tuanya sedang berada di luar kota untuk urusan perdagangan ikan bersama beberapa warga. Biasanya ia akan dibangunkan jika tidak segera bangun. Karena itulah ia melewatkan waktu bangunnya. Sangat ceroboh pikirnya. Lyona menghabiskan waktu 15 menit untuk mandi dan memakai seragamnya. Lyona memutuskan untuk memakai bedak saja dan langsung berangkat ke sekolah. Pada hari biasa, ia menghabiskan 15 menit untuk mandi, 10 menit memakai seragam, dan 5 menit berdandan. Lyona memang tidak memakai make up ke sekolah, namun ia tetap memakai bedak, sunscreen, dan lip balm. Setelah aktivitas paginya itu, ia biasanya
Satu minggu pertama telah berlalu dan Lyona masih memiliki 1 murid. Kendati demikian, ia tetap menerima karena baginya berbagi ilmu lebih utama dibandingkan gaji. Awalnya memang ia membuka les online untuk mendapatkan uang sebagai biaya study tour-nya, namun ketika melakukannya ia lebih merasa senang karena bisa membantu. Ia pun akhirnya mempunyai keinginan untuk menjalankan lesnya meskipun uang yang ia targetkan sudah terkumpul. Ia pun juga selalu menanyakan bagaimana pembelajarannya, dan ia menerima ulasan yang baik dari Malva. Malva mengatakan cara ia mengajarinya sangat sabar dan juga asyik. Lyona menjelaskan berulang-ulang hal yang belum dipahami hingga muridnya paham, karena jika muridnya tidak paham dan ia terus melanjutkan materinya ia merasa tidak ada gunanya. Hal itu sama saja tidak mengajari apa-apa. Yang terpenting muridnya paham dan bisa dengan apa yang diajarkannya. Ia tidak keberatan untuk menjelaskan kembali dan berulang-ulang jika ada materi yang belum dipah
Pada minggu pagi, seperti biasanya Lyona sedang bermalas-malasan di atas ranjangnya. Ia hanya berguling ke kanan dan ke kiri lalu berhenti dan menatap langit-langit kamarnya. Ia ditinggal sendirian oleh kedua orang tuanya yang sedang berkunjung ke paman Lyona di kota. Juki merupakan kakak kedua dari ayah Lyona yang merantau ke kota setalah lulus sekolah untuk mencari pekerjaan dengan gaji yang lebih besar daripada di desa. Ayah Lyona tinggal di sebuah desa yang mayoritas penduduknya adalah petani dan ia merantau ke pesisir untuk menjadi pelaut. Mimpi ayahnya itu bermula ketika ia diajak kakek Lyona berlibur ke pantai dan ia melihat para pelaut yang sedang berlayar dan nelayan-nelayan yang sedang mencari ikan dengan perahu. Ayah Lyona sangat suka menaiki perahu dan suasana laut. Dalam benaknya, ia merasa sangat luas ketika berlayar di laut. Oleh karena itu, ia pun mendaftarkan dirinya untuk menjadi pelaut namun sayangnya ia tidak lolos tes untuk menjadi seorang pelayaran. Karena ia meru
Melihat bagaimana orang tuanya mengusahakan dirinya untuk tetap ikut membuat Lyona merasa membebani. Ia pun memutuskan untuk mencari kerja paruh waktu yang bisa ia lakukan disela-sela sekolahnya. Ada beberapa pekerjaan yang bisa ia lakukan saat ini. Namun, ia pikir jika dirinya melakukan ini terang-terangan, maka orang tuanya akan marah. Lama ia berlarut dalam pikirannya. Pada saat itu, ia mendengar teman-temannya sedang membicarakan tentang les dan juga bayaran les adik Karine. Lyona pun seperti mendapat sambaran petir dalam dirinya. Dengan senyum bahagianya, ia pun bertanya tentang les itu. “Maaf menyela, les kayak gitu diadakan kapan?” Lyona bertanya langsung pada intinya. Ia menunggu jawaban temannya dengan penuh harap. “Ah, kalau itu tergantung yang minta sih. Bisa juga buat janji dulu, bisanya yang ngasih les kapan dan yang les bisanya kapan.” Okky menjawab pertanyaan Lyona. “Kamu mau les juga nih?” goda Sekta. “Ah, bukan gitu, c
Lyona pulang setelah berpamitan dengan temannya. Hari pertama yang berat pikirnya. Memang tidak mudah bagi Lyona untuk bersosialisasi, ia terkenal anak yang pendiam sejak kecil. Bukan karena dia lemah atau penakut, namun ia tidak ingin kata – katanya menyakiti hati orang lain. Lyona takut akan berkata yang kurang pantas apalagi ketika ia marah, dirinya dapat melontarkan kata – kata yang buruk. Ia berjalan dengan senyum cerah agar dirinya tetap dalam mood yang baik. Ia tidak sabar bercerita kepada ibunya bagaimana hari pertamanya. Ia akan menceritakan bahagianya dia agar sang ibu tenang dan tidak gelisah lagi terhadap dunia persekolahnnya setelah masalah di sekolah lamanya. Lyona sempat dibully dan difitnah habis – habisan oleh teman – temannya di sekolah sebelumnya dan berakhir Lyona yang terpuruk secara mental. Masalahnya mungkin terdengar sepele, hanya karena salah satu teman perempuannya tidak suka jika pacarnya punya perasaan lebih terhadap Lyona. Padahal Lyona sendi
Hari itu sangat panas di pesisir, orang-orang sibuk dengan urusan mereka. Orang-orang berlalu-lalang tanpa peduli dengan panasnya udara yang menerpa diri mereka. Bagaimana pun keadaan dan cuacanya mereka harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka melakukannya dengan semangat yang tinggi demi sesuap nasi. Lyona, seorang siswi SMA terlihat keluar dari rumahnya untuk berangkat ke sekolah. Ia menyapa orang-orang yang dilewatinya dengan senyum manisnya. “Selamat pagi ibu,” sapanya kepada seorang ibu yang berangkat ke pasar untuk menjual ikan. “Oh. Pagi neng Lyona, mau berangkat sekolah neng?” tanya ibu tersebut. “Iya bu. Ini ibu mau ke pasar?” “Iya neng. Mau jualan hasil tangkapan semalem.” “Oh iya. Semoga laris manis ya bu.” “Amin. Terima kasih neng.” “Sama – sama ibu.” Setelah bertegur sapa Lyona dan ibu tersebut mengambil jalan berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Lyona dengan menggendong tas abu-abun