Share

6. Tanggung Jawab

Penulis: Tazanie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Atas permintaan Fatir, Rara sekarang berada di rumah sakit. Ia memang salah karena sudah menabrak adik kelasnya. Padahal baru juga masa-masa ujian berakhir.

"Yah, harus gitu Rara ke rumah sakit." Rara berjalan menguntit Fatir.

"Harus! Kamu itu udah nabrak orang, harus tanggung jawab," ujar Fatir tegas.

Rara mendengus kasar. "Aaah... Ayah gak asik nih."

"Kamu jangan protes terus, belajar tanggung jawab. Ingat sebentar lagi kamu itu akan nikah sama Aslan," hardik Fatir.

Seperti ayah lain, Fatir juga ingin yang terbaik untuk kehidupan Rara. Melihat Rara masih kekanakan, jangankan mau tanggung jawab, untuk hidupnya sendiri masuk suka tidak benar.

"Memang yakin Rara mau nikah sama Aslan?" Rara mencebik kesal, ia berjalan lambat mengekori kemana arah langkah kaki ayahnya.

"Kamu udah janji sama Ayah, Ra."

"Benaran harus nikah gitu, Rara masih muda ntar malah Rara dipikir hamil lagi sama orang-orang," ucap Rara asal. Fatir membalikkan tubuhnya, ia menarik telinga Rara." Aaaaauuuch... Sakit!" ringis Rara. "Ayah bisa di penjara loh, yah. Berani banget ayah nyiksa anak sendiri," lanjutnya semakin ngawur.

"Ngaco kamu!"

"Ingat jantung jangan pakai urat."

"Kamunya sih mancing emosi ayah terus, makanya jadi anak gadis jangan bandel, nurut sama orang tua," sungut Fatir menarik lengan Rara.

"Kapan Rara gak nurut sama ayah? Rara nurut terus, Rara belajar demi ujian nilai tinggi, terus Rara gak buat masalah selama seminggu ini. Kurang apa atuh Rara?"

Fatir menggeleng kepalanya memandangi kelakuan ajaib putrinya. Ada saja sahutan Rara membuat Fatir menghembus napas panjangnya.

"Dasar drama queen kamu!" cela Fatir sembari membuka pintu kamar ruang rawat.

Ketika memasuki ruangan sunyi itu, Rara tampak kaget mendapatkan Aslam di depan matanya. "Kok ada lo sih? Ikuti gua,ya? Naksir lo?" pekik Rara membuat pasien terbangun.

"Rara! Yang sopan dong, sama guru jangan kurang ajar." Fatir merasa tak nyaman dengan kelakuan Rara sama sekali tidak seperti wanita pada umumnya. Suaranya saja sudah seperti penyihir.

Rara seperti terkena malapetaka, hidupnya seolah-olah sial setiap bertemu Aslan. Di muka bumi ini banyak laki-laki tetapi kenapa harus Aslan harus bertemu dengannya. "Lo itu ada di mana-mana, ya. Sekolah ada, rumah sakit ada, bosan gua lihat muka lo. Pahit!"

"Rara! Yang sopan!" bentak Fatir.

Rara bungkam tetapi tatapannya sinis kepada Aslan. Dia masa bodoh dengan kemarahan ayahnya, ia hanya ingin sekali saja tidak bertemu Aslan.

Namun dalam satu minggu selalu bertemu Aslan, mau libur atau pun sekolah. Tak kenapa setiap bertemu Aslan bawaannya ingin marah.

"Gak papa, om. Rara ini masih labil emosinya." Rara membuka lebar mulut. Bisa sekali Aslan cari muka, sok baik.

"Gak bisa gitu, Aslan. Rara ini harus belajar tanggung jawab. Lihat atas perbuatan yang gak pikir panjang." Fatir menunjuk kearah seorang gadis terbaring tak berdaya karena kakinya patah, dan untuk saat ini tidak boleh pulang.

"Apa lagi sih, yah. Kan udah nih. Lihat Rara baik hati ikuti kemauan Ayah kesini. Jarang 'kan Rara mau. Kurang tanggung jawab apa coba," cerocos Rara sambil menatap tajam Aslan seakan menantang perang lelaki itu.

Awas lu Aslan! Gua jadikan daging makan malam baru tahu rasa lo.

"Emang kamu salah, kan. Minta maaf sama korban yang kamu tabrak sekarang!" suruh Fatir membuat Rara melotot tak percaya. Masa iya dia harus minta maaf sama adik kelas. Bisa turun dong harga dirinya.

"Yang penting udah tanggung jawab, yah," sahut Rara memandangi kondisi kaki pasien yang pernah dia tabrak.

"Rara!" Fatir menekan suaranya.

Rara berdecak.

"Iya-iya Rara minta maaf. Ayah bawel banget sih, suruh ini lah, suruh itu lah. Rara bosan dengar omongan Ayah."

Aslan menyimak perdebatan antara ayah dan anak ini. Ia menggeleng samar, tampak Aslan tak suka dengan sikap Rara kepada Fatir. "Kamu itu sama ayah sendiri kok gitu ngomongnya."

Rara menyunggingkan bibirnya miring. "Ngerasa rugi anda?"

"Enggak rugi sama sekali untuk saya. Cuma sama orang tua kamu harus bisa sopan, beliau ayah kamu," nasehat Aslan membuat Rara melangkah berdiri depannya.

"Yeh... Bokap gue aja gak sewot. Lo siapa ngatur hidup gua, hah?" Rara menarik kerah baju Aslan membuat kedua saling bertatap.

"Astaga... Rara! Yang sopan sama guru kamu," tegur Fatir kaget melihat kelakuan Rara seperti preman pasar.

Aslan mendekati telinga Rara setelah melepaskan cengkraman gadis itu berhati-hati. "Gua ini calon suami lo! Camkan itu baik-baik!" bisiknya

Rara menelan kasar ludahnya.

Penuturan Aslan beberapa detik lalu berhasil membuat tubuh Rara kaku, bibirnya yang bisa comel seakan bisu seketika.

"Sayang, kamu kok tiba-tiba diam?" Fatir menepuk pundak Rara khawatir, tak biasa melihat putrinya seperti patung.

Rara menghempaskan napas kasarnya berulang kali, ia menahan marah yang telah menyelimuti hatinya. "Nggak papa, yah. Telinga Rara tadi tiba-tiba dengar bisikkan setan," sindir Rara.

Fatir terkekeh geli. "Kamu ini suka aneh-aneh deh. Setan itu adanya malam hari," gumamnya.

"Ada, Ayah! Ini setannya perjaka tapi nyebelin, galak lagi," timpal Rara sambil melirik Aslan yang bicara kepada muridnya.

Aslan mengulum senyumnya, sesekali ia melirik Rara.

"Ada memamg setan perjaka?" Rara mengangguk antusias.

"Ya ada! Ayah mau tahu nggak nama setannya."

"Apa namanya?"

"Setan Aslan!"

Aslan bukan marah ia malah tersenyum geli dengan kelakuan Rara. Sedangkan Fatir sudah menjitak kepala Rara karena bicara kasar.

"Jaga omongan kamu! Pusing Ayah sama kelakuan kamu, umur udah 17 tahun masih gak maju pemikiran. Aslan guru kamu, hormati dong dia," sarkas Fatir.

Rara menatap tajam Aslan sambil menunjukkan jari tengah seolah menantang laki-laki itu. "Ayah ngomel melulu ah capek dengarnya. Rara mau pulang aja!"

Rara berjalan menuju keluar pintu. Dia sangat kesal sama bicara sendiri sepanjang jalan lorong rumah sakit.

"Emang dia siapa? Calon suami gua? Dia pikir gua mau kali nikah sama dia! Ih kesal gua sama Aslan!"

Beberapa orang yang melewati tertawa sambil berbisik melihat Rara yang bicara sendiri. "Apaan lo liat-liat! Gak pernah lihat orang cantik lo?"

"Dasar orang gila!"

"Woy... Sini! Berani banget lo bilang gua gila!"

***

"Ini minum, pasti capek habis marah-marah." Aslan menyodorkan sebotol air dingin.

Rara mendelik sinis. Tak tahu daripada Aslan mendadak ada di depannya. Bukannya tadi dia bersama ayahnya di ruangan rawat. "Shock perhatian! Gak mau gua," tolak Rara.

Aslan menghembuskan napas panjang.

"Benaran gak mau?" tanya Aslan memastikan lagi. Rara menggeleng.

"Gua bilang gak ya gak! Tuli lo?" Rara berdiri di depan mobil, ia masih sangat kesal. Tak peduli siang itu hari begitu panas, dia lebih baik berjemur hingga hitam daripada melihat muka Aslan terus menerus.

"Lo belajar budi pengerti dari mana sih, jadi cewek bicaranya kasar. Banyak bergaul sama Rama gini jadinya."

"Eh... Jangan bawa-bawa teman gua lo. Rama itu teman gua." Rara mendorong Aslan tetepi tidak membuat laki-laki itu terjatuh.

"Lah Rama kan adik gua juga," sahut Aslan menampilkan muka mengejek.

Anjrit! Lupa gua!

Otak Rara benar-benar tidak bekerja secara baik jika berhadapan dengan Aslan. Bukan karena tertarik tetapi Aslan memang manusia paling menyebalkan baginya, ia sampai lupa Rama dan Aslan kakak beradik.

"Eh... Aslan dengarin gua, ya. Gua gak mau nikah sama lo. Kalau sampai nilai gua tinggi, lo harus nolak perjodohan ini," Rara berkata sambil menunjuk jari telunjuk kearah muka Aslan.

Baru kali ini ada murid yang berani menginjak harga diri Aslan. Beruntung Aslan tidak pernah terpancing emosi.

"Lo itu bukan tipe gua, untuk apa nikah sama bocil." Rara langsung memandangi dirinya sendiri, lalu bercermin pada kaca spion mobil ayahnya.

"Wait... Wait... Maksudnya gua gak cantik, atau tipe lo lebih jelek dari gua." Rara tak terima atas penolakan Aslan.

Napas Rara menggebu-gebu, ia menatap Aslan sengit. Tangan Rara bahkan siap untuk mencakar pria itu.

Aslan sendiri merasa Rara memang belum bisa mengontrol emosinya, dia masih labil sekali. Sekarang Aslan mengerti kenapa Indrawan terus memaksa dia menikah dengan Rara.

"Kok gak terima? Gua bingung, lo gak mau kita nikah tapi marah gua gak mau." Rara menggigit bibir bawanya, ia tertampar sendiri dengan pernyataan Aslan.

Benar juga. Kenapa gua jadi marah?

"Gua gak terima aja. Gua bukan tipe lo." Aslan tertawa singkat membuat Rara merasa dongkol.

Entah apa yang lucu.

"Oh... Jadi nona kecil Rara mau jadi tipe gua, gitu?"

Argh...

Nyebelin!

"Bu...bukan gitu. Jangan salah paham lo," ucap Rara setengah gugup.

"Terus?"

"Terus apa?"

"Terus lo mau kita nikah. Kalau mau ayok, daripada hidup lo semakin gak benar." Rara kembali memandangi Aslan.

"Enteng banget lo ngomong. Mau lo nikah sama anak sekolah?" Aslan mengangguk pelan.

Aslan memanf berubah pikiran, bukan karena tertarik dengan Rara. Tapi dia tak tega melihat Fatir yang terbebani kelakuan nakal Rara. Lagi pula Aslan merasa hutang budi dengan Fatir..

Jujur kalau bukan Fatir, kondisi keluarga Aslan mungkin sangat miris, tidak seperti sekarang. Kalau bukan rekomendasi dari Fatir, Aslan pasti tidak bisa menjadi guru di sekolah Rara.

"Gak masalah. Kamu udah siap kita nikah," ujar Aslan membuat Rara tercenggang tak percaya.

"Enteng mulut lo ngomongin nikah. Gua baru 17 tahun, terus waktu remaja gua hilang setelah nikah sama lo, mimpi gua, masa depan gua semua akan hancur," sarkas Rara masih belum ikhlas harus menikah dengan Aslan. "Bukan itu doang! Elo akan jadi satu-satunya penghalang kebahagiaan gua." Rara meluapkan emosinya, ia tak sanggup lagi menahan pikirannya tentang hal yang harus tidak pernah dia pikirkan.

Aslan terdiam.

"Kenapa lo diam? Bisu? Biasanya lo hobby ceramahi gua, kehabisan ide lo." Aslan menatap Rara sesal.

Apa seharusnya memang tidak perlu ada pernikahan?

Bagaimana dia bisa menolaknya?

Karena sejujurnya Aslan sudah tahu Rara mendapatkan nilai tertinggi. Bukannya sebagai laki-laki dia harus berkomitmen dengan perkataannya sendiri.

"Ohh... Katanya guru tergalak, berwibawa tapi lihat sekarang wibawa lo akan turun ketika nikahi gua," ujar Rara lagi.

Aslan tak menggubris kalimat Rara, dia justru mendekatinnya. Lalu menarik kasar rambut Rara, tangan satunya menyentak kuat pinggang Rara hingga menempel.

Sementara Rara tak berdaya, ia bahkan tak mampu untuk melawan seolah dirinya pasrah. Sampai pada saat titik Aslan menikmati bibirnya.

Rara merasa seluruh tubuh merinding, ada getaran yang sulit ia tafsirkan dengan kata-kata atau pun sebuah tulisan.

Setelah itu Aslan melepaskan ciuman mereka, ia menyadari sudah banyak mata memperhatikan mereka. "Gua cuma ngetes, dan bibir lo terasa biasa aja tapi tenang gua akan tetap nikah sama lo," ucapnya kemudian meninggalkan Rara masih mematung.

Bab terkait

  • Teacher, Will You Marry Me?    7. Rencana Pernikahan

    "Kesel... Kesel... Kesel..." Rara menutupi muka dengan bantalnya, ia masih merasa jengkel mengingat kejadian Aslan menciumnya. Jijik banget dicium Aslan! Gua harus mandi susu nih kayaknya. Suara ketukan terdengar di telinga Rara, ia bergegas turun dari ranjang dengan muka malas. Lalu dia membuka pintu, terlihat Halimah berdiri sembari menampilkan senyum lebarnya. "Bunda, ngapain senyum gitu? Rara jadi horor lihatnya," kata Rara. Halimah langsung menarik tangan Rara kembali memasuki kamar. "Sayang, kamu harus kelihatan cantik, di luar ada tamu." Rara berdecak. "Ngapain ih? Tamu Bunda, kan." "Pokoknya kamu juga harus keluar!" paksa Halimah seraya membongkar isi lemari baju Rara. "Bunda! Gak usah bongkar-bongkar dong." Rara menarik lengan Halimah agar berhenti mengacak seluruh baju dalam lemarinya. "Pakai ini." Halimah memberikan Rara dress panjang berwarna peach. "Anak bunda pasti kelihatan cantik memakainya. Bunda tunggu di bawah, ya.

  • Teacher, Will You Marry Me?    8. Pernikahan

    Akhirnya hari yang Rara benci datang juga. Terlintas di benaknya melarikan diri, tetapi mengingat pesan Aslan tentang kebahagiaan orang tua, ia mengurungkan niat buruknya itu. "Masya Allah cantik banget ciptaan Tuhan satu ini," goda Loli tetap membuat muka Rara terlihat masih kecut. "Loli lo nyebelin! Bukan bantu gua mikir, malah ngeledek gua lagi," protes Rara. "Yaelah, jangan marah-marah, mau nikah juga.""Yaiyalah gua marah, lo datang ngeledek. Balik sana lo!" "Ngambek melulu lo, lebih baik lo pikiran malam pertama lo." Loli mengidik geli membayangkan Rara melakukan malam pertama bersama Aslan, mereka berdua kan musuh buyutan, bisa seperti kapal pecah ranjang mereka. "Eh, mikir apa lo? Enggak akan pernah perawan gua sama Aslan." "Kali! Pak Aslan kan bakal jadi suami lo, bebas dia mau ngapain lo. Ibarat kata nih, lo itu udah di beli Pak Aslan, lo otomatis milik dia seutuhnya." Rara mencebik sejenak memikirkan nasibnya setelah ini. Yang Loli

  • Teacher, Will You Marry Me?    9. Pindah Rumah

    Atas permintaan Aslan yang sudah jadi suami sah Rara. Kini mereka telah pindah rumah, tidak terlalu besar, tidak juga kecil. Rumahnya cukup sederhana. Aslan tidak suka merepotkan siapa pun, termasuk keluarga Rara. Hanya rumah ini yang bisa Aslan beli untuk mereka tinggal. Selain harganya murah, rumah ini juga tidak jauh dari rumah lamanya. Dengan begitu dia kan bisa tetap memantau ayahnya. "Kamar gue di mana?" muka Rara terlihat kecut. Rumah ini terlalu sempit, dia sulit bernapas rasanya. Apa sih guru menyebalkan ini, tidak bisa cari rumah lebih bagus. "Ini bukan rumah lo yang dulu, kamarnya banyak." Bukannya bersyukur masih ada tempat untuk berteduh, di luaran sana, banyak sekali orang yang gak punya tinggal, bingung mau tidur di mana. Nah, sih ratu sejagat, tidur tinggal tidur, makan tinggal makan. Emang dasar manusia gak pandai bersyukur! "Terus?" decak Rara. "Terus apa?" Aslan kesal gadis ini, mungkin setelah dilahirkan sudah menyebabkan seperti ini. "O.

  • Teacher, Will You Marry Me?    10. Suami Gila

    Rara tadinya ingin mengunci dirinya di kamar mandi dan akan keluar setelah makanan siap untuknya. Memang terdengar egois, dia tidak mungkin masak, pegang pisau juga tak pernah. Mentalnya terlalu lemah untuk berada di kamar mandi yang sempit, gelap pula. Terpaksa akhirnya keluar dari sana, membereskan semuanya. Ujung-ujungnya kelelahan sampai ketiduran berduaan di kamar. Ternyata tempat tidur yang tidak terlalu empuk bisa juga membuat Rara tidur nyenyak. Bangun-bangun Rara kelaparan, dia tidak melihat suaminya itu di dekatnya. Tidak penting kepergian Aslan, sekarang dia harus memikirkan perutnya yang kosong. "Aslan... Aslan... Di mana dia?" batang hidung pria itu tidak terlihat. Ah bagaimana nasib perutnya, cacingnya sudah demo. Dia pun keluar rumah mencari Aslan lagi, buruknya motor pria itu tidak ada terparkir depan rumahnya. Tidak mendapatkan Aslan di mana-mana, Rara kembali masuk rumah. Dia membuka dompetnya yang kosong. Ayahnya memang ingin membunuhnya p

  • Teacher, Will You Marry Me?    11. Prihal Ganti Pakaian

    Habis basah-basahan, terpaksa mandi mendadak. Perempuan cantik ini, masih menutupi tubuhnya dengan kimono, dia pikir Aslan tak berada di kamar, ah rupanya dia mojok santai. Rara memutar bola matanya berjalan perlahan sambil netra menangkap pria itu yang sedang baca buku. Dia harus ganti baju di mana, kalau Aslan ada di kamar. Masa harus bukan semuanya depan guru dia anggap musuh ini. Ah ntar pikirannya mesum lagi, dia kan perawan ting-ting. Rara membuka lemari, tapi emang dasar kutu buku, telinganya sampai tuli. Padahal Rara sudah membanting kuat, agar pria ini membiarkannya ganti baju sejenak. Sampai hentakan kaki Rara pun tak dihiraukannya, laki-laki apaan itu? Oh jangan-jangan dia ingin mengintip. Astaga. "Aslan!" panggil Rara dengan ketus. Pria itu menoleh, dia menaikan satu alisnya. "Apa? Ngajak ribut?" pengantin baru itu harusnya nempel terus kayak prangko. Lah, Aslan dan Rara udah kayak kucing dan tikus. Boro-boro nempel, adanya berantem terus, dari hal ke

  • Teacher, Will You Marry Me?    Prolog

    Plak!Hampir setiap hari Rara mendapat tamparan dari Fatir ayahnya. Bahkan ia sudah merasa seperti asupan gizi dari sang ayah."Auh.. Ayah, sakit! Kenapa gak sekalian bunuh Rara?" ucap Rara gamblang."Rara!" bentak Fatir yang nyaris jantungan mendengar perkataan putri satu-satunya."Ya Allah.. Rara, kamu gak boleh ngomong gitu ah, pamali tau apalagi sama ayah kamu." Omel wanita paruh baya membawakan sang suami secangkir teh untuk meredakan amarahnya."Habis ayah gitu sih, bun. Rara ini tiap hari dapat tamparan ayah, mending uang jajan ditambah." Balas Rara mengadukan kepada Halimah bundanya."Kamu udah keterlaluan, masa ayah harus ke sekolah kamu tiap hari." Ujar Halimah."Ayah itu malu loh sama Aslan, Ra. Kamu dan kamu terus dapat teguran, ayah sampai gak punya muka sama Aslan.""Dasar Aslan yang berlebihan tuh, mentang jadi guru di sekolah Rara terus seenaknya

  • Teacher, Will You Marry Me?    1. Sekolah Nusa Bangsa

    Pagi itu seperti biasa Rara terlambat, gerbang sekolah sudah tertutup membuat Rara harus memajat pagar samping sekolah.Bruk!Rara menjatuhkan tasnya, namun tak disangka tas Rara terkena salah satu guru sekolah."Rara!" teriak laki-laki bernama lengkap Aslan Handika Pratyadi. "Kamu terlambat lagi, nggak ada bosennya kamu." Cecarnya menampilkan muka datar. Rara berdecak."Yaelah, telat lima menit doang. Jadi guru ribet, hidup gua jadi ikut ribet." Sungut Rara malas, setiap Aslan mempergokinya, pasti dia akan mendapat masalah lebih buruk dari ini."Kamu itu udah telat, pakai acara ngomel lagi. Yang guru kamu itu saya. Mau saya laporkan ayah kamu lagi.""Ih.. Dikit-dikit ngadu, salah sikit dihukum. Kena azab lo baru tau." Aslan sama sekali tak marah, dia berdiri tegak sambil menjewer telinga Rara. "Auh.. Gila banget nih guru!" hujat Rara."Saya ini guru kamu yang sopan kalau bicara." Aslan

  • Teacher, Will You Marry Me?    2. Janji Rara

    Sebelum Rara memberikan surat panggilan. Ia justru terkejut kehadiran dokter keluarganya, saat memasuki perkarangan rumahnya.Rara langsung berlari menghampiri Halimah, ia melihat muka letih wanita paruh baya itu. "Bun, kok ada dokter Bram?" tanyanya.Halimah menghembuskan napas panjang, sebenarnya dia tak ingin memberitahu hal ini kepada Rara. "Sini, sayang. Duduk dulu." Ia merengkuh tangan putri duduk di sofa bersamanya."Bun, jangan buat Rara khawatir deh." Ujar Rara masih memasang muka cemasnya.Halimah mengelus rambut panjang Rara, ia ingin berkata dari hati ke hati karena pastinya takut Rara shock. "Ehmm...""Iih.. Bunda. Sebenarnya ada apa sih?" sambar Lala tak sabar."Sebenarnya ayah kamu sakit jantungnya semakin parah, harusnya ayah diminta bawa ke rumah sakit.""Terus kenapa ayah gak mau?" Halimah bisa apa jika suaminya dengan tegas menolak saran dari dokter."Karena ayah nggak mau buat kamu

Bab terbaru

  • Teacher, Will You Marry Me?    11. Prihal Ganti Pakaian

    Habis basah-basahan, terpaksa mandi mendadak. Perempuan cantik ini, masih menutupi tubuhnya dengan kimono, dia pikir Aslan tak berada di kamar, ah rupanya dia mojok santai. Rara memutar bola matanya berjalan perlahan sambil netra menangkap pria itu yang sedang baca buku. Dia harus ganti baju di mana, kalau Aslan ada di kamar. Masa harus bukan semuanya depan guru dia anggap musuh ini. Ah ntar pikirannya mesum lagi, dia kan perawan ting-ting. Rara membuka lemari, tapi emang dasar kutu buku, telinganya sampai tuli. Padahal Rara sudah membanting kuat, agar pria ini membiarkannya ganti baju sejenak. Sampai hentakan kaki Rara pun tak dihiraukannya, laki-laki apaan itu? Oh jangan-jangan dia ingin mengintip. Astaga. "Aslan!" panggil Rara dengan ketus. Pria itu menoleh, dia menaikan satu alisnya. "Apa? Ngajak ribut?" pengantin baru itu harusnya nempel terus kayak prangko. Lah, Aslan dan Rara udah kayak kucing dan tikus. Boro-boro nempel, adanya berantem terus, dari hal ke

  • Teacher, Will You Marry Me?    10. Suami Gila

    Rara tadinya ingin mengunci dirinya di kamar mandi dan akan keluar setelah makanan siap untuknya. Memang terdengar egois, dia tidak mungkin masak, pegang pisau juga tak pernah. Mentalnya terlalu lemah untuk berada di kamar mandi yang sempit, gelap pula. Terpaksa akhirnya keluar dari sana, membereskan semuanya. Ujung-ujungnya kelelahan sampai ketiduran berduaan di kamar. Ternyata tempat tidur yang tidak terlalu empuk bisa juga membuat Rara tidur nyenyak. Bangun-bangun Rara kelaparan, dia tidak melihat suaminya itu di dekatnya. Tidak penting kepergian Aslan, sekarang dia harus memikirkan perutnya yang kosong. "Aslan... Aslan... Di mana dia?" batang hidung pria itu tidak terlihat. Ah bagaimana nasib perutnya, cacingnya sudah demo. Dia pun keluar rumah mencari Aslan lagi, buruknya motor pria itu tidak ada terparkir depan rumahnya. Tidak mendapatkan Aslan di mana-mana, Rara kembali masuk rumah. Dia membuka dompetnya yang kosong. Ayahnya memang ingin membunuhnya p

  • Teacher, Will You Marry Me?    9. Pindah Rumah

    Atas permintaan Aslan yang sudah jadi suami sah Rara. Kini mereka telah pindah rumah, tidak terlalu besar, tidak juga kecil. Rumahnya cukup sederhana. Aslan tidak suka merepotkan siapa pun, termasuk keluarga Rara. Hanya rumah ini yang bisa Aslan beli untuk mereka tinggal. Selain harganya murah, rumah ini juga tidak jauh dari rumah lamanya. Dengan begitu dia kan bisa tetap memantau ayahnya. "Kamar gue di mana?" muka Rara terlihat kecut. Rumah ini terlalu sempit, dia sulit bernapas rasanya. Apa sih guru menyebalkan ini, tidak bisa cari rumah lebih bagus. "Ini bukan rumah lo yang dulu, kamarnya banyak." Bukannya bersyukur masih ada tempat untuk berteduh, di luaran sana, banyak sekali orang yang gak punya tinggal, bingung mau tidur di mana. Nah, sih ratu sejagat, tidur tinggal tidur, makan tinggal makan. Emang dasar manusia gak pandai bersyukur! "Terus?" decak Rara. "Terus apa?" Aslan kesal gadis ini, mungkin setelah dilahirkan sudah menyebabkan seperti ini. "O.

  • Teacher, Will You Marry Me?    8. Pernikahan

    Akhirnya hari yang Rara benci datang juga. Terlintas di benaknya melarikan diri, tetapi mengingat pesan Aslan tentang kebahagiaan orang tua, ia mengurungkan niat buruknya itu. "Masya Allah cantik banget ciptaan Tuhan satu ini," goda Loli tetap membuat muka Rara terlihat masih kecut. "Loli lo nyebelin! Bukan bantu gua mikir, malah ngeledek gua lagi," protes Rara. "Yaelah, jangan marah-marah, mau nikah juga.""Yaiyalah gua marah, lo datang ngeledek. Balik sana lo!" "Ngambek melulu lo, lebih baik lo pikiran malam pertama lo." Loli mengidik geli membayangkan Rara melakukan malam pertama bersama Aslan, mereka berdua kan musuh buyutan, bisa seperti kapal pecah ranjang mereka. "Eh, mikir apa lo? Enggak akan pernah perawan gua sama Aslan." "Kali! Pak Aslan kan bakal jadi suami lo, bebas dia mau ngapain lo. Ibarat kata nih, lo itu udah di beli Pak Aslan, lo otomatis milik dia seutuhnya." Rara mencebik sejenak memikirkan nasibnya setelah ini. Yang Loli

  • Teacher, Will You Marry Me?    7. Rencana Pernikahan

    "Kesel... Kesel... Kesel..." Rara menutupi muka dengan bantalnya, ia masih merasa jengkel mengingat kejadian Aslan menciumnya. Jijik banget dicium Aslan! Gua harus mandi susu nih kayaknya. Suara ketukan terdengar di telinga Rara, ia bergegas turun dari ranjang dengan muka malas. Lalu dia membuka pintu, terlihat Halimah berdiri sembari menampilkan senyum lebarnya. "Bunda, ngapain senyum gitu? Rara jadi horor lihatnya," kata Rara. Halimah langsung menarik tangan Rara kembali memasuki kamar. "Sayang, kamu harus kelihatan cantik, di luar ada tamu." Rara berdecak. "Ngapain ih? Tamu Bunda, kan." "Pokoknya kamu juga harus keluar!" paksa Halimah seraya membongkar isi lemari baju Rara. "Bunda! Gak usah bongkar-bongkar dong." Rara menarik lengan Halimah agar berhenti mengacak seluruh baju dalam lemarinya. "Pakai ini." Halimah memberikan Rara dress panjang berwarna peach. "Anak bunda pasti kelihatan cantik memakainya. Bunda tunggu di bawah, ya.

  • Teacher, Will You Marry Me?    6. Tanggung Jawab

    Atas permintaan Fatir, Rara sekarang berada di rumah sakit. Ia memang salah karena sudah menabrak adik kelasnya. Padahal baru juga masa-masa ujian berakhir. "Yah, harus gitu Rara ke rumah sakit." Rara berjalan menguntit Fatir. "Harus! Kamu itu udah nabrak orang, harus tanggung jawab," ujar Fatir tegas. Rara mendengus kasar. "Aaah... Ayah gak asik nih." "Kamu jangan protes terus, belajar tanggung jawab. Ingat sebentar lagi kamu itu akan nikah sama Aslan," hardik Fatir. Seperti ayah lain, Fatir juga ingin yang terbaik untuk kehidupan Rara. Melihat Rara masih kekanakan, jangankan mau tanggung jawab, untuk hidupnya sendiri masuk suka tidak benar. "Memang yakin Rara mau nikah sama Aslan?" Rara mencebik kesal, ia berjalan lambat mengekori kemana arah langkah kaki ayahnya. "Kamu udah janji sama Ayah, Ra." "Benaran harus nikah gitu, Rara masih muda ntar malah Rara dipikir hamil lagi sama orang-orang," ucap Rara asal. Fatir membalikkan tubuhnya, i

  • Teacher, Will You Marry Me?    5. Detik Ujian

    Ibarat kutukan yang harus Rara lakukan, dia mau tapi tak mau. Untuk apa nilai tinggi akhirnya dia menikah. Nilai jelek pasti ia akan dapat ejekan dari Aslan. Makin belagu dong sih guru menyebalkan!Bahkan dia hampir tidak pernah mengunjungi perpustakaan, dan berakhir duduk disini. Rara seminggu ini belajar sungguh-sungguh untuk mencapai nilai terbaik, itu juga atas desakan sang ayah.Terpaksa Rara menurut lantaran Fatir drama sakit membuatnya pasrah. Ia mana tega melihat ayahnya sakit, ataupun sedih. Dia ingin belajar atas bentuk kasih sayang kepada ayahnya."Tumben kamu belajar." Tegur Aslan yang kebetulan mengembalikan buku dari perpustakaan.Rara mendelik sinis.Aslan membungkukkan setengah tubuh, ia melekatkan bibirnya di telinga Rara membuat sang pemilik merasa tegang seketika. "Saya rasa kamu memang berminat jadi istri saya." Bisiknya.Rara terbelalak, ia menolehkan wajahnya tanpa sengaja membuat bibir keduanya

  • Teacher, Will You Marry Me?    4. Rumah Aslan

    Ini adalah hari terburuk bagi Rara, dia harus terlihat cantik depan Aslan. Paksaan Halimah membuatnya jengkel. Rara dan sekeluarga disambut dengan ramah oleh Indrawan.Belum apa-apa Rara sudah menumpang toilet, lebih tepatnya dia malas mendengar prihal perjodohan itu.Sambil memasuki toilet Rara memainkan ponselnya, "kenapa gua terjebak disini sih?" dumel Rara tidak bisa santai saat dia masih dalam toilet.Seperti orang linglung Rara mondar-mandir tak tentu arah sembari mengenggam ponsel, namun tiba-tiba Rara tersandung membuat handphoneya terlempar memasuki kloset. "Aaaaaa..." Rara berteriak histeris membuat Rama dan Aslan mendekati toilet. "Taik! Pakai acara jatuh lagi. Gimana gua ngambilnya?" omelnya sendiri."Siapa di dalam, bang?" tanya Rama yang tak mengetahui kedatangan Rara."Teman lo Rara." Jawab Aslan seadanya.Sebenarnya Aslan orangnya sangat simple, apalagi saat luar sekolah dia bisa jadi sosok abang sekal

  • Teacher, Will You Marry Me?    3. Jodoh Rara

    "What?"Mata Rara terbelalak mendengar penuturan Loli, ia bergegas menuju ruangan guru. Tak disangka memang benar Fatir ada di ruangan Aslan. Dari celah jendela Rara dapat melihat mimik wajah marah ayahnya. Mampus lo, Ra! Belum juga 24 jam dia berjanji sudah melanggarnya. Walau dia sudah tahu hukumannya harus menikah bersama Rama, whatever lah.. Rara merasa tetap tenang, dia yakin Rama tidak keberatan, lagi pula mereka sudah bersahabat sejak kecil. "Ra, kira-kira kali apa lagi salah lo?" bisik Loli. Rara memutar kepalanya setengah menatap Loli, kemudian ia perlahan jalan depan pintu, dia yakin mereka bicara suatu yang penting. Ini tak bisa dilewatkan! "Eh.. Bego lo ngapain dekat situ, ketahuan aja ntar habis lo." Peringat Loli. Namun Rara tak mau mendengar, dia tetap menyelinap depan pintu agar lebih jelas mendengar pembicaraan mereka. "Sekali lagi maaf, bukan maksud saya untuk menghukum Rara. Tapi Rara udah keterlaluan." Ucap Aslan. Keterlaluan ap

DMCA.com Protection Status