Zoya mengekor di belakang suaminya saat pria itu keluar dari kamar setelah memastikan Kaindra tidur nyenyak. Meski sempat khawatir karena suhu tubuh saudara kembarnya sangat tinggi, Zoya hanya bisa memerintah pelayan untuk terus menjaga dan menyeka keringat Kaindra.“Arvin!” Zoya memanggil, masih belum puas ketika suaminya hanya terkekeh dan mengacak surainya. “Jangan percaya pada wajah baik seseorang, Love, karena di luar sana kebanyakan penjahat memiliki wajah seorang malaikat.”Kata-kata Arvin membuat Zoya merengut, mau tidak mau setuju dengan pendapat pria itu. “Nona!” Mia langsung berlari mendekat sejak melihat Zoya dan Arvin keluar dari kamar. Ia membungkuk sopan pada Arvin sebelum menatap penuh harap pada Zoya. “Bagaimana kondisi tuan muda?” tanyanya cemas."Dokter akan datang memeriksanya lagi nanti malam, tapi katanya untuk saat ini baik-baik saja. Kamu sebaiknya tidur dulu, Mia, ada kamar tamu di samping kamarku."Mia menghela napas lega setelah mendengar langsung jika Kai
Zoya mengetahui perasaan Mia sejak mereka masih remaja, sejak saat ia menyadari jika tatapan yang Mia berikan pada Kaindra tampak berbeda. Bertahun-tahun sudah berlalu sejak Zoya mendengar pengakuan Mia atas perasaannya.Kaindra itu baik, lembut dan penuh perhatian, Zoya memahami alasan Mia bisa jatuh hati pada pemuda itu. Setidaknya bagi Zoya yang selalu diperlakukan dengan penuh kasih sayang meski sering bertengkar, juga Mia yang merasakan kebaikan dan kelembutan Kaindra, pria itu adalah orang baik.Tapi, Zoya tidak bisa membantu apa-apa. Ia tidak mau merusak hubungan baik Kaindra dan Mia jika memaksa adiknya itu untuk memahami perasaan yang Mia punya. Tidak hanya itu, perbedaan status yang terlalu tinggi membuat Zoya tidak yakin akan merestui hubungan mereka bahkan jika Kaindra memiliki perasaan yang sama. Zoya tidak mau satu-satunya teman yang ia punya harus menghadapi kritikan dan kata-kata pedas juga penuh hina dari orang-orang di dunia sosial. Meski pendidikan dan kekayaan bis
Zoya menutup pintu perlahan, matanya mengawasi Arvin yang baru saja berteriak dengan seseorang di telepon. Pemuda itu terlihat marah dengan punggung tegak, satu tangan di pinggang dan satu tangan lainnya memegang ponsel.Posisi Arvin yang tengah bersandar di meja kerja dan secara otomatis membelakangi pintu masuk, membuatnya tidak menyadari kehadiran Zoya, atau mungkin saja pria itu terlalu fokus pada sosok di seberang hingga tidak mendengar kedatangan istrinya."Sudah kukatakan untuk melupakan perjanjian damai atau apalah itu! Aku tidak pernah menyelidiki mereka sejak Zhea menghilang karena perjanjian yang ada, tapi bagaimana jika mereka adalah dalang dibalik hilangnya adikku?!" Zoya berhenti tepat di belakang Arvin, jantungnya berdetak kencang mendengar nama seseorang yang cukup asing di telinganya disebut, tapi tidak ada yang lebih mengejutkannya selain kata-kata Arvin tentang perjanjian damai. Zoya tidak mengerti dengan siapa Kalandra membuat perjanjian hingga tidak perlu diselid
Lambang kepala serigala itu! Zoya menahan napas saat akhirnya mengetahui dari mana lambang itu berasal. Tapi, kalau benar kalung yang dikenakan Mia memiliki lambang keluarga Thrixx, bukankah organisasi yang dikatakan berbahaya oleh Kaindra beberapa hari lalu adalah Thrixx? Zoya tidak berani memikirkan kemungkinan adiknya menjadi anggota salah satu organisasi yang disebutkan Arvin, hanya saja jika menilai situasi yang terjadi dan menggabungkannya dengan informasi yang Zoya ketahui, maka jelas Kaindra berada di organisasi yang memusuhi Thrixx. Tapi, semuanya hanyalah spekulasi sepihak tanpa penjelasan langsung dari Kaindra. Zoya hanya berharap adiknya tidak berseteru dengan organisasi yang melakukan perjanjian damai dengan Kalandra. Entah bagaimana semuanya menjadi rumit seperti ini, tapi mungkin jika harus memilih antara Kaindra dan Arvin, Zoya akan melarikan diri lagi sebagai pilihan."Kalung itu sudah ada bersama Mia sejak dia dibuang di depan panti asuhan, Arvin. Aku benar-benar t
Zoya bergegas ke kamar tempat Kaindra dirawat sebelumnya, menghela napas saat melihat saudara kembarnya sedang duduk sambil memasang wajah menakutkan. "Aku hanya minta dicarikan pakaian ganti, kenapa kalian malah diam saja?!" Kaindra yang wajahnya sangat pucat dan berkeringat, mengerrnyitkan dahi saat para pelayan di sekitarnya hanya menunduk tanpa bergerak."Berhenti, Kaindra!" Zoya menghentikan Kaindra yang baru akan turun dari ranjang setelah tidak mendapatkan respon atas apa yang ia minta. "Sedikit saja kamu bergerak dari sana, aku akan merobek jahitan di perutmu hingga kamu pingsan lagi." Kata-kata Zoya kejam, tapi Kaindra yang tahu bahwa tidak ada candaan dari ancaman saudarinya langsung menelan ludah dan berhenti bergerak. Pria itu tahu Zoya dipenuhi dengan kemarahan dan ketakutan saat ini, tapi Kaindra juga tidak bisa mengabaikan pekerjaannya. Dia sudah menemukan Mia, menyelamatkannya dan membawa wanita itu ke hadapan Zoya, jadi sepertinya itu sudah lebih dari cukup."Aku ha
Zoya menghela napas saat Kaindra langsung memejamkan mata, jelas tidak mau menjawab pertanyaannya. Setelah memastikan jika Kaindra tidak akan macam-macam lagi, Zoya keluar dari kamar."Jangan pernah tinggalkan kamar ini!" Zoya memberi perintah begitu ia melihat empat pelayan di depan kamar. "Kalian boleh bergantian menjaganya, tapi pastikan dia tidak berusaha melarikan diri seperti tadi. Segera panggil aku jika sesuatu terjadi!"Melihat para pelayan membungkuk dengan patuh atas perintahnya, Zoya menarik napas perlahan, menekan sakit kepala yang melandanya sejak semalam. Masalahnya datang bertubi-tubi. Padahal belum selesai pembicaraannya dan Arvin tentang Aileen, masalah lain sudah datang.Zoya tidak tahu harus memprioritaskan yang mana terlebih dahulu. "Kalau sudah selesai, ayo kembali, Love." Arkan yang sejak melihat istrinya mengernyit, langsung mendekat dan meletakkan telapak tangannya di dahi Zoya. "Kamu harus melanjutkan makanmu dan beristirahat setelahnya.""Aku tidak lapar--"
Zoya mengerjap pelan ketika merasakan guncangan pelan di tubuhnya. Suara lirih yang memanggil juga turut membuat kesadarannya perlahan pulih. Kening wanita itu mengernyit saat membuka mata dan melihat bayangan kabur seseorang."Akhirnya Mama bangun!"Zoya yang menyadari jika sosok yang telah mengganggu tidurnya adalah Elvio, langsung berniat untuk bangkit, tapi tubuhnya tertahan oleh dekapan seseorang. Arvin memeluk erat Zoya, satu tangannya melingkar di sekitar bahu Zoya dan satu tangan lainnya memeluk pinggang wanita itu."Arvin," panggil Zoya pelan ketika merasakan kekuatan yang tidak mudah dilepas dari tubuhnya. Padahal pria itu sedang tertidur, tapi bagaimana tangannya tidak melepaskan Zoya sedikit pun?"Haruskah aku membawa pisau ke sini dan memotong tangannya?"Zoya yang sedang berusaha melepaskan diri dari Arvin langsung mengalihkan atensinya setelah mendengar gumaman Elvio. Dia terkejut tentu saja, pertama kali mendengar putranya mengatakan sesuatu seperti itu dengan wajah ta
"Oh, sayang!" Zoya memanggil, matanya berbinar saat suaminya mendekat, sedikit lebih lambat dari langkah cepatnya beberapa saat lalu.Arvin berdeham singkat, "Jadi, bisakah aku bergabung merayakan ulang tahunmu?" tanyanya dengan nada seperti orang linglung.'Dia pasti baru saja bangun dan bergerak cepat ke sini.' Zoya membatin kasihan, tapi senyumnya segera terbit saat ia menunjuk pada kursi kosong di sisi kanannya."Kamu juga harus duduk, Mia!" Zoya memberi arahan yang jelas tudak bisa dibantah.Meski sedikit kikuk dan ragu awalnya, Mia memilih untuk menuruti permintaan Zoya setelah melihat Arvin mengangguk dan mengizinkannya untuk duduk juga. Setelahnya, Zoya melanjutkan menutup mata, dengan kedua tangan yang terjalin di depan dada. Tidak banyak yang bisa Zoya harapkan untuk angka 20 di atas kue ulang tahunnya, jadi wanita itu hanya berdoa agar apa pun luka atau rasa kecewa yang ia miliki di masa lalu bisa sembuh perlahan dan tidak mengganggunya lagi.Zoya meniup lilin beberapa kali