Zoya menghela napas saat Kaindra langsung memejamkan mata, jelas tidak mau menjawab pertanyaannya. Setelah memastikan jika Kaindra tidak akan macam-macam lagi, Zoya keluar dari kamar."Jangan pernah tinggalkan kamar ini!" Zoya memberi perintah begitu ia melihat empat pelayan di depan kamar. "Kalian boleh bergantian menjaganya, tapi pastikan dia tidak berusaha melarikan diri seperti tadi. Segera panggil aku jika sesuatu terjadi!"Melihat para pelayan membungkuk dengan patuh atas perintahnya, Zoya menarik napas perlahan, menekan sakit kepala yang melandanya sejak semalam. Masalahnya datang bertubi-tubi. Padahal belum selesai pembicaraannya dan Arvin tentang Aileen, masalah lain sudah datang.Zoya tidak tahu harus memprioritaskan yang mana terlebih dahulu. "Kalau sudah selesai, ayo kembali, Love." Arkan yang sejak melihat istrinya mengernyit, langsung mendekat dan meletakkan telapak tangannya di dahi Zoya. "Kamu harus melanjutkan makanmu dan beristirahat setelahnya.""Aku tidak lapar--"
Zoya mengerjap pelan ketika merasakan guncangan pelan di tubuhnya. Suara lirih yang memanggil juga turut membuat kesadarannya perlahan pulih. Kening wanita itu mengernyit saat membuka mata dan melihat bayangan kabur seseorang."Akhirnya Mama bangun!"Zoya yang menyadari jika sosok yang telah mengganggu tidurnya adalah Elvio, langsung berniat untuk bangkit, tapi tubuhnya tertahan oleh dekapan seseorang. Arvin memeluk erat Zoya, satu tangannya melingkar di sekitar bahu Zoya dan satu tangan lainnya memeluk pinggang wanita itu."Arvin," panggil Zoya pelan ketika merasakan kekuatan yang tidak mudah dilepas dari tubuhnya. Padahal pria itu sedang tertidur, tapi bagaimana tangannya tidak melepaskan Zoya sedikit pun?"Haruskah aku membawa pisau ke sini dan memotong tangannya?"Zoya yang sedang berusaha melepaskan diri dari Arvin langsung mengalihkan atensinya setelah mendengar gumaman Elvio. Dia terkejut tentu saja, pertama kali mendengar putranya mengatakan sesuatu seperti itu dengan wajah ta
"Oh, sayang!" Zoya memanggil, matanya berbinar saat suaminya mendekat, sedikit lebih lambat dari langkah cepatnya beberapa saat lalu.Arvin berdeham singkat, "Jadi, bisakah aku bergabung merayakan ulang tahunmu?" tanyanya dengan nada seperti orang linglung.'Dia pasti baru saja bangun dan bergerak cepat ke sini.' Zoya membatin kasihan, tapi senyumnya segera terbit saat ia menunjuk pada kursi kosong di sisi kanannya."Kamu juga harus duduk, Mia!" Zoya memberi arahan yang jelas tudak bisa dibantah.Meski sedikit kikuk dan ragu awalnya, Mia memilih untuk menuruti permintaan Zoya setelah melihat Arvin mengangguk dan mengizinkannya untuk duduk juga. Setelahnya, Zoya melanjutkan menutup mata, dengan kedua tangan yang terjalin di depan dada. Tidak banyak yang bisa Zoya harapkan untuk angka 20 di atas kue ulang tahunnya, jadi wanita itu hanya berdoa agar apa pun luka atau rasa kecewa yang ia miliki di masa lalu bisa sembuh perlahan dan tidak mengganggunya lagi.Zoya meniup lilin beberapa kali
Mereka terlambat untuk makan malam, persis seperti yang Zoya pikirkan. Wanita itu menuruni tangga dengan wajah merengut, tahu jika dokter sudah datang dan sedang memeriksa Kaindra dari salah satu pelayan yang mengetuk kamarnya."Jangan menyentuhku!" sungut Zoya ketika Arvin mengejar dan mencoba meraih pinggangnya. Zoya menjauh, mempercepat langkah dengan wajah masam. "Aku kan, tidak mengingkari janji, Love!" Arvin kembali berjalan di sisi Zoya, sedikit menyeringai melihat bibir cemberut wanita itu. "Aku hanya melakukannya sekali sesuai keinginanmu!"Zoya langsung menoleh, matanya menatap tajam, seolah sebuah sinar merah akan keluar dari tatapannya jika itu adalah sebuah komik. "Memang hanya sekali, tapi kamu menundanya sangat lama! Sudah kubilang untuk menyelesaikannya dengan cepat, tapi kamu--!" Seruan Zoya terhenti saat menyadari jika langkahnya sudah sampai di dekat kamar Kaindra, beberapa pelayan menoleh saat mendengar suara Zoya yang sedikit keras.Zoya menarik napas panjang, m
Zoya kembali ke kamarnya setelah menghabiskan makan malam dan memberi tambahan waktu bagi Elvio untuk bermain hingga pukul sembilan. Beruntung Arvin juga memiliki pekerjaan yang harus dilakukan, jadi pria itu segera mendekam di ruang kerjanya dan meminta Zoya untuk datang setelah menidurkan Elvio.Masih ada satu jam sebelum jadwal tidur Elvio datang, jadi Zoya memilih untuk menyalakan laptop dan membuka file-file yang dikirimkan Hana.Seperti yang dikatakan Arvin, lambang kepala serigala itu adalah milik Thrixx. Hana memberi laporan yang jelas jika tidak ada organisasi lain dengan lambang seperti itu selain Thrixx, karena bagi mereka yang bekerja di dunia bawah seperti itu, lambang adalah harga diri yang tidak boleh sama dengan siapa pun."Bukan organisasi yang besar, tapi karena berada di bawah pohon keluarga Veuster, maka tidak ada yang berani menyentuh Thrixx?" Zoya bergumam saat membaca informasi yang tertera.Jika Kaindra adalah musuh bagi Thrixx sejak pria itu menghabisi salah sa
"Dokter tadi bilang apa tentang om Kai?" Zoya yang sedang menyelimuti Elvio, menghentikan gerakannya saat mendengar pertanyaan anak itu. Senyumnya terukir dengan lembut."Dokter bilang akan segera sembuh, tapi setidaknya membutuhkan waktu hingga satu bulan sebelum om Kai boleh beraktivitas lagi."Elvio mengerjap, "Lebih parah dari aku berarti ya, Ma?" tanyanya seraya menghela napas lega. Padahal ia sudah sedikit khawatir jika harus mendekam di rumah sakit terlalu lama sejak mendengar jika ia harus dioperasi waktu itu, tapi dokter mengizinkannya untuk pulang tidak sampai sepuluh hari setelah dirawat.Zoya terkekeh pelan. Alasan Elvio diperbolehkan pulang adalah karena keinginan Zoya sendiri yang selalu menerima keluhan dari Elvio. Tentu saja berada di rumah sakit itu membosankan, jadi Zoya memilih untuk membawa pulang putranya dengan syarat untuk rajin kontrol."Ah, itu jadi mengingatkan Mama pada jadwal pemeriksaanmu besok!" Zoya mengecup kening putranya sebelum menepuk-nepuk pelan t
Kedua wanita itu langsung menoleh, Zoya menahan tawanya melihat Arvin bersandar di pintu dengan kening berkerut. "A-anu ... maksud saya begini ...." Mia gelagapan, tidak pernah berpikir seseorang yang sedang ia bicarakan tiba-tiba datang. Meski dia tidak menyukai Arvin sekali pun, status mereka yang sangat berbeda sama sekali tidak membenarkan tindakan Mia untuk terang-terangan menunjukkan rasa tidak suka."Ma-maafkan saya, Tuan." Mia menunduk, sedikit gemetar ketakutan. Meski Arvin bersikap baik padanya, hal itu semata karena Zoya yang meminta. Pria itu pasti tidak akan memaafkannya orang yang sembarangan bicara."Akan kupikirkan bisa memaafkanmu atau tidak pagi nanti," ucap Arvin seraya menunjuk pada jam dinding. "Sudah waktunya untuk tidur," lanjutnya."Oh!" Zoya yang menyadari jika sudah pukul satu dini hari sekarang, langsung mengerjap tidak percaya. Padahal rasanya ia baru saja memasuki kamar Kaindra, tapi sudah berjam-jam berlalu?!"Kamu juga harus beristirahat, Mia. Aku yakin
"Ap-apa maksud--!""Aku tahu yang kalian lakukan sejak dulu," ucap Zoya, tidak memberi kesempatan bagi wanita yang tampak pucat di depannya untuk berpura-pura tidak mengerti. "Aku tidak tidur saat kamu dan Kai mulai berciuman di ruang belajar. Aku bahkan menahan langkahku saat melihat kalian bercumbu di pinggir kolam renang."Zoya tersenyum lebar, menepuk bahu Mia sekali sebelum merangkulnya. "Aku diam saja karena berpikir kalian sudah cukup dewasa untuk memahami resiko dari hubungan kalian. Apa menurutmu tindakanku menutup mata waktu itu salah?"Mia menunduk, merasa bersalah karena tidak pernah mengatakan apa-apa pada Zoya. Seandainya Kaindra bukanlah saudara kembar Zoya, Mia pasti akan menceritakan segalanya, segala hal tentang pria yang ia kagumi. Sayangnya, Mia tidak bisa menceritakannya. Memang apa yang bagus dari hubungannya dan Kaindra? Mia hanya menerima saat Kaindra menciumnya, menikmati setiap sentuhan sang tuan muda dan merasa kehilangan saat kehangatan itu menjauh. Tapi,