Ada orang yang tidak akan pernah merestui pernikahan tersebut. Seseorang yang tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. Orang itu adalah Azzura. Tepat saat berita rencana pernikahan itu tersebar dan sampai ke telinganya, dia bergegas kembali ke Jakarta dan mengunjungi mansion putranya. Azura memutuskan untuk tinggal di negara paman sam selama beberapa waktu, dan baru kembali hari ini.“Nyonya besar ingin bertamu, Tuan. Akan tiba sebentar lagi,” ucap salah satu pengawal memberitahu. Tentu saja, Azura akan menentang pernikahan itu, apalagi orang itu adalah Meta. Salah satu alasan Edward mengukuhkannya dalam pertemuan yang mutlak. Apa pun, termasuk penolakan Azura tidak akan bisa membatalkannya, ditambah lagi Azura tidak ada dalam pertemuan, sama sekali tidak berhak dalam mengganggu kesepakatan yang sudah dibuat.“Apa yang kamu lakukan sekarang?”Sambutan yang menarik, wajah Azura merah padam, ditambah tangan wanita itu yang terkepal kuat.“Keputusan sudah mutlak,”“Hentikan ini Ed. Jan
Persiapan mencapai 80% hingga saat ini. Azura tidak berbohong, benar-benar mengambil alih segala urusan mulai dari WO, desain pakaian, tempat, bahkan jumlah undangan pun diatur oleh wanita itu. Penjagaan yang ketat menjadi kunci utama selama acara berlangsung. Satu-satunya hal yng tidak bisa diatur oleh Azura hanyalah tentang siapa yang harus dan tidak harus diundang. Edward memilih sendiri tamu undangannya. “Ah, kalau bisa harus ada snipper yang tidak diketahui keberadaannya. Agar lebih aman. Jangan lupa sesuai request ya, untuk kue sesuaikan dengan tema. Aku ingin semua berjalan sempurna.” Wanita itu tidak berhenti mengoceh, memberikan arahan. “Anda terlihat seperti seorang ibu sekarang,” lontar Ren, mengulas senyum tipis. “Begitukah? Meski pernikahan ini tidak diharapkan, bukan berarti aku tidak melakukan yang terbaik, bukan? Xadira akan bangga jika melihat sahabatnya menikah. Seandainya saja, keadaan normal. Edward tidak mewarisi gen dari Asnaf. Xadira masih hidup, mungkin Edwa
Semua pasti menginginkan pernikahan yang sempurna, gaun dan gedung yang mewah. Satu momen yang hanya terjadi sekali seumur hidup. Momen yang seharusnya diabadikan. Diringi musik beautiful in white dalam perjalanan menuju mempelai pria adalah salah satu pernikahan impian Meta. Sederhana, dia hanya ingin merasakan sebagai seorang wanita yang dipandang penuh cinta oleh pria-nya. Namun, impian itu sepertinya tak akan pernah tercapai. Meta menikahi seorang pria yang bahkan tidak akan pernah jatuh cinta padanya. Satu lagi mimpi yang akhirnya hancur, kehadiran Adam yang berjalan bersamanya menuju sang mempelai. Adam bahkan tidak akan ada di sisinya pada saat itu. Meta sendirian, menghadapi momen bahagia itu seorang diri. Tak ada yang akan terharu melihatnya menikah, seperti dalam mimpinya dulu. Gadis itu menghela napas, ke sekian kalinya mencoba menghubungi Adam, dan hasilnya nihil. Tak ada jawaban. Adam mungkin sudah mengganti ponselnya untuk jaga-jaga. Namun, apakah pria itu tidak mencob
Pada akhirnya hari itu tiba juga. Hari di mana Meta bukanlah seorang gadis, melainkan istri dari Edward Leonardo. Di hadapan semua orang, dia akan menjadi milik pria itu seutuhnya. Sejak dini hari, mereka sudah disibukkan, mata gadis itu bahkan masih tertutup rapat saat mereka mulai mendandaninya. Saat mata itu terbuka, wajahnya tampak berbeda. Melalui cermin, dia bisa menemukan wajah yang hampir tidak dikenalinya. “Itu aku ‘kan?” tanya Meta. “Benar, Nona. Anda tampak sempurna sekali,” puji wanita tersebut, merapikan sedikit rambut gadis itu. Meta masih membeku, masih tidak percaya kalau yang ada di cermin itu adalah dirinya. Make up yang Azura pilih, tentu bukan yang sembarangan. Mereka teramat profesional. Meta sampai tak mampu berkata apa untuk menggambarkan dirinya saat ini. “Tuan Leonardo akan semakin tergila-gila pada Anda, Nona,” puji wanita itu lagi. Meta mengangguk kecil, berharap seperti itu. Ingin sekali Meta mengecek mata Edward untuk memastikan mata pria itu masih bis
Acara di lokasi utama masih berlanjut. Setelah menonton semacam dokumentasi singkat selama persiapan pernikahan, dan pengambilan keempat konsep pre-wed. Meta menutup wajahnya, merasa malu saat terus mengomel mengenai konsep yang dipilih Edward. Ah dari semua momen, mengapa harus memilih momen yang cukup memalukan itu?Sekarang, Meta menyadari alasan Edward cukup romantis beberapa waktu terakhir, rupanya tanpa sadar kamera sedang menyorot mereka. Ah, seharusnya Meta menyadarinya sejak awal.“Jadi my wife, aku harus memanggilmu apa mulai sekarang?”Meta mendengkus kecil, mulai tak suka Edward bertingkah palsu seperti itu.“Terserah.”Edward tertawa, kali ini tampak lepas. Meta bahkan terkesima melihat tawa suaminya itu. Aish, haruskah dia menyamai Edward, memanggilnya my husband juga? Tapi kan konyol yak!Meta masih kaku, sampai tidak menyadari kalau Edward sudah berdiri dan mengulurkan tangan. Salah satu acara inti lainnya adalah dansa pengantin. Yup, ini baru acara inti belum resepsi
Meta sudah membuat janji dan akan menepatinya. Gadis itu bahkan menyeduh kopi, guna menahan kantuk. Hatinya mendesir aneh, mengingat lagi statusnya yang sudah berbeda. Dia mengambil beberapa buku, beserta laptopnya, mengisi waktu dengan belajar. Dia benar-benar tertinggal banyak. Tangannya menari-nari di atas keyboard, lalu mulai tenggelam di dunia internet yang begitu luas akan ilmu. Gadis itu mulai terlarut dalam kegiatan, hingga tidak menyadari kalau Azura memasuki kamarnya. “Kamu terlihat sibuk, ya,” ucap Azura membuka percakapan, Meta tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya, melepas earphone. Dia menghampiri Azura yang duduk di atas kasur. “Kamu menunggu Edward pulang?” tanya wanita itu lagi, Meta mengangguk pelan sebagai jawaban. Mata Azura memperhatikan sekeliling kamar yang kini ditempati oleh Meta dan putranya. Dahulu, kamar itu paling tidak tersentuh. Azura bahkan tidak pernah diizinkan masuk. Satu-satunya hal yang Azura tahu adalah kamar itu sama seperti pemilikny
Tidak ada yang terjadi malam itu. Meta tertidur sembari menunggu Edward membersihkan tubuhnya dari noda darah. Gadis itu sudah menahan kantuk cukup lama, hingga akhirnya jatuh terlelap. Edward bangun lebih dulu, menatap gadis ah bukan wanitanya yang masih terlelap di dalam pelukannya. Wanita itu mengeliat, mencari posisi yang lebih dalam. Hal itu sontak membuat Edward menahan napas. Pria itu berdecak, menyadari semakin dekat dengan wanita itu, semakin besar hasrat untuk memiliki wanita itu seutuhnya. Namun, janji untuk menunggu Meta sampai benar-benar siap sudah terucap. “Apa kamu sungguh menyakiti Xadira? Apa kamu sungguh menindasnya?” tanya pria itu sangat pelan. Meta kembali mengeliat, mengusap matanya, mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina mata. Wajah Edward tampak bercahaya pagi ini, meski sama saja masih datar tanpa ekspresi. Meta mengangkat sebelah tangan, menyentuh wajah Edward. “Selamat pagi, my husband,” sapa gadis itu terkekeh geli melihat ekpresi jijik di waj
Rasa kantuk menerjang begitu saja. Bagaimana tidak, waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar digantikan dengan honeymoon versi Edward. Gadis itu menguap, menutup mulutnya dengan tangan. Padahal dia sudah bersemangat untuk mengikuti ujian kali ini. “Pergilah ke toilet, cuci wajahmu dulu agar segar kembali,” ucap Pak Iqbal ang sudah berdiri di sampingnya. Meta meringis pelan, menahan rasa malu. Gadis itu sama sekali tidak menyadari keberadaan dosennya itu. Meta mencuci wajahnya, merasa lebih baik. Sudut bibirnya terangkat membentuk lengkung sabit yangindah. “Aish, kenapa dia menyebalkan sekali,” gumamnya. Meta menggeleng pelan, lebih baik kembali ke kelas dan melanjutkan ujian. Edward sudah membuat dia tidak belajar dan sekarang mengganggu pikiran Meta. “Pak,” panggil Meta, melangkah cepat untuk menghampiri pria berkacamata tersebut. “Ada apa Meta?” Entah apa yang terjadi semua pria di kelasnya, bahkan Pak Iqbal yang dulu tampak tertarik, kini mulai menjauh. Ah, pasti karena