Semua pasti menginginkan pernikahan yang sempurna, gaun dan gedung yang mewah. Satu momen yang hanya terjadi sekali seumur hidup. Momen yang seharusnya diabadikan. Diringi musik beautiful in white dalam perjalanan menuju mempelai pria adalah salah satu pernikahan impian Meta. Sederhana, dia hanya ingin merasakan sebagai seorang wanita yang dipandang penuh cinta oleh pria-nya. Namun, impian itu sepertinya tak akan pernah tercapai. Meta menikahi seorang pria yang bahkan tidak akan pernah jatuh cinta padanya. Satu lagi mimpi yang akhirnya hancur, kehadiran Adam yang berjalan bersamanya menuju sang mempelai. Adam bahkan tidak akan ada di sisinya pada saat itu. Meta sendirian, menghadapi momen bahagia itu seorang diri. Tak ada yang akan terharu melihatnya menikah, seperti dalam mimpinya dulu. Gadis itu menghela napas, ke sekian kalinya mencoba menghubungi Adam, dan hasilnya nihil. Tak ada jawaban. Adam mungkin sudah mengganti ponselnya untuk jaga-jaga. Namun, apakah pria itu tidak mencob
Pada akhirnya hari itu tiba juga. Hari di mana Meta bukanlah seorang gadis, melainkan istri dari Edward Leonardo. Di hadapan semua orang, dia akan menjadi milik pria itu seutuhnya. Sejak dini hari, mereka sudah disibukkan, mata gadis itu bahkan masih tertutup rapat saat mereka mulai mendandaninya. Saat mata itu terbuka, wajahnya tampak berbeda. Melalui cermin, dia bisa menemukan wajah yang hampir tidak dikenalinya. “Itu aku ‘kan?” tanya Meta. “Benar, Nona. Anda tampak sempurna sekali,” puji wanita tersebut, merapikan sedikit rambut gadis itu. Meta masih membeku, masih tidak percaya kalau yang ada di cermin itu adalah dirinya. Make up yang Azura pilih, tentu bukan yang sembarangan. Mereka teramat profesional. Meta sampai tak mampu berkata apa untuk menggambarkan dirinya saat ini. “Tuan Leonardo akan semakin tergila-gila pada Anda, Nona,” puji wanita itu lagi. Meta mengangguk kecil, berharap seperti itu. Ingin sekali Meta mengecek mata Edward untuk memastikan mata pria itu masih bis
Acara di lokasi utama masih berlanjut. Setelah menonton semacam dokumentasi singkat selama persiapan pernikahan, dan pengambilan keempat konsep pre-wed. Meta menutup wajahnya, merasa malu saat terus mengomel mengenai konsep yang dipilih Edward. Ah dari semua momen, mengapa harus memilih momen yang cukup memalukan itu?Sekarang, Meta menyadari alasan Edward cukup romantis beberapa waktu terakhir, rupanya tanpa sadar kamera sedang menyorot mereka. Ah, seharusnya Meta menyadarinya sejak awal.“Jadi my wife, aku harus memanggilmu apa mulai sekarang?”Meta mendengkus kecil, mulai tak suka Edward bertingkah palsu seperti itu.“Terserah.”Edward tertawa, kali ini tampak lepas. Meta bahkan terkesima melihat tawa suaminya itu. Aish, haruskah dia menyamai Edward, memanggilnya my husband juga? Tapi kan konyol yak!Meta masih kaku, sampai tidak menyadari kalau Edward sudah berdiri dan mengulurkan tangan. Salah satu acara inti lainnya adalah dansa pengantin. Yup, ini baru acara inti belum resepsi
Meta sudah membuat janji dan akan menepatinya. Gadis itu bahkan menyeduh kopi, guna menahan kantuk. Hatinya mendesir aneh, mengingat lagi statusnya yang sudah berbeda. Dia mengambil beberapa buku, beserta laptopnya, mengisi waktu dengan belajar. Dia benar-benar tertinggal banyak. Tangannya menari-nari di atas keyboard, lalu mulai tenggelam di dunia internet yang begitu luas akan ilmu. Gadis itu mulai terlarut dalam kegiatan, hingga tidak menyadari kalau Azura memasuki kamarnya. “Kamu terlihat sibuk, ya,” ucap Azura membuka percakapan, Meta tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya, melepas earphone. Dia menghampiri Azura yang duduk di atas kasur. “Kamu menunggu Edward pulang?” tanya wanita itu lagi, Meta mengangguk pelan sebagai jawaban. Mata Azura memperhatikan sekeliling kamar yang kini ditempati oleh Meta dan putranya. Dahulu, kamar itu paling tidak tersentuh. Azura bahkan tidak pernah diizinkan masuk. Satu-satunya hal yang Azura tahu adalah kamar itu sama seperti pemilikny
Tidak ada yang terjadi malam itu. Meta tertidur sembari menunggu Edward membersihkan tubuhnya dari noda darah. Gadis itu sudah menahan kantuk cukup lama, hingga akhirnya jatuh terlelap. Edward bangun lebih dulu, menatap gadis ah bukan wanitanya yang masih terlelap di dalam pelukannya. Wanita itu mengeliat, mencari posisi yang lebih dalam. Hal itu sontak membuat Edward menahan napas. Pria itu berdecak, menyadari semakin dekat dengan wanita itu, semakin besar hasrat untuk memiliki wanita itu seutuhnya. Namun, janji untuk menunggu Meta sampai benar-benar siap sudah terucap. “Apa kamu sungguh menyakiti Xadira? Apa kamu sungguh menindasnya?” tanya pria itu sangat pelan. Meta kembali mengeliat, mengusap matanya, mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina mata. Wajah Edward tampak bercahaya pagi ini, meski sama saja masih datar tanpa ekspresi. Meta mengangkat sebelah tangan, menyentuh wajah Edward. “Selamat pagi, my husband,” sapa gadis itu terkekeh geli melihat ekpresi jijik di waj
Rasa kantuk menerjang begitu saja. Bagaimana tidak, waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar digantikan dengan honeymoon versi Edward. Gadis itu menguap, menutup mulutnya dengan tangan. Padahal dia sudah bersemangat untuk mengikuti ujian kali ini. “Pergilah ke toilet, cuci wajahmu dulu agar segar kembali,” ucap Pak Iqbal ang sudah berdiri di sampingnya. Meta meringis pelan, menahan rasa malu. Gadis itu sama sekali tidak menyadari keberadaan dosennya itu. Meta mencuci wajahnya, merasa lebih baik. Sudut bibirnya terangkat membentuk lengkung sabit yangindah. “Aish, kenapa dia menyebalkan sekali,” gumamnya. Meta menggeleng pelan, lebih baik kembali ke kelas dan melanjutkan ujian. Edward sudah membuat dia tidak belajar dan sekarang mengganggu pikiran Meta. “Pak,” panggil Meta, melangkah cepat untuk menghampiri pria berkacamata tersebut. “Ada apa Meta?” Entah apa yang terjadi semua pria di kelasnya, bahkan Pak Iqbal yang dulu tampak tertarik, kini mulai menjauh. Ah, pasti karena
Ada begitu banyak hal yang Meta sesali, khususnya hari di mana dia memperkenalkan Xadira pada dunianya. Di hari dia memperkenalkan dunianya pada Xadira, semua hancur berantakan. Bukan hanya dunia Xadira tetapi dunianya juga. Meta memang seharusnya bisa mengendalikan diri setelah mencoba ikhlas dengan takdir, tetapi tetap saja kehadiran Dion menganggunya. Bagaimana kalau kehadiran Dion malah akan memperumit keadaan? “Ta, are you okay? Hei,” panggil Regano. Meta mengerjap, kemudian mengangguk kecil. Tentu saja Regano tidak percaya semudah itu. Pasti ada sesuatu yang mengganggu pikiran gadis itu. “Apa ada masalah di kampus?” tanya Regano hati-hati. “Tidak ada. Hanya saja, aku mulai jenuh. Kamu tau, aku cukup kesulitan mempelajari semuanya. Dulu, aku sukanya dunia model, gak pernah tuh menyinggung soal fisika, biologi, saraf atau apa pun yang semacam itu. Itu semua terasa asing bagiku sekarang,” oceh Meta, Regano terkekeh, mengulurkan sebelah tangan untuk mengusap pipi Meta. “Siapa su
Sebuah ide terlintas begitu saja saat Regano memberikan senjata untuk menyerang Edward. Awalnya Meta tentu merasa kecewa, dibohongi oleh Edward. Namun, di saat bersamaan, dia juga merasa lega. Nyatanya dirinya masih bersih. Meta harsu mengucapkan terima kasih pada Cia yang menyelamatkan hidupnya hari itu dan meminta maaf, telah menempatkan gadis itu dalam masalah.Meta cukup menyesal tak mengenal baik Cia hari itu. Pertemuan mereka tak berakhir baik.“Kanada, aku ingin pergi ke tempat-tempat paling romantis di sana,” ucap Meta saat Edwrad menanyakan tempat impian gadis itu.Pasalnya, Meta bahkan sudah mengajak Azura, Ren dan Regano bahkan sebelum memutuskan akan pergi ke mana.Edward menatap gadis itu cukup lama, memindai wajah penuh binar yang akhir-akhir ini menemani hari-harinya. Meta terlihat lebih baik sekarang.“Katakan di mana itu,” sahut pria itu akhirnya.Meta tampak ragu-ragu, berkali-kali menggaruk telinganya yang sama sekali tidak gatal.“Jangan membuatku mengubah keputusa