Tidak ada yang terjadi malam itu. Meta tertidur sembari menunggu Edward membersihkan tubuhnya dari noda darah. Gadis itu sudah menahan kantuk cukup lama, hingga akhirnya jatuh terlelap. Edward bangun lebih dulu, menatap gadis ah bukan wanitanya yang masih terlelap di dalam pelukannya. Wanita itu mengeliat, mencari posisi yang lebih dalam. Hal itu sontak membuat Edward menahan napas. Pria itu berdecak, menyadari semakin dekat dengan wanita itu, semakin besar hasrat untuk memiliki wanita itu seutuhnya. Namun, janji untuk menunggu Meta sampai benar-benar siap sudah terucap. “Apa kamu sungguh menyakiti Xadira? Apa kamu sungguh menindasnya?” tanya pria itu sangat pelan. Meta kembali mengeliat, mengusap matanya, mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina mata. Wajah Edward tampak bercahaya pagi ini, meski sama saja masih datar tanpa ekspresi. Meta mengangkat sebelah tangan, menyentuh wajah Edward. “Selamat pagi, my husband,” sapa gadis itu terkekeh geli melihat ekpresi jijik di waj
Rasa kantuk menerjang begitu saja. Bagaimana tidak, waktu yang seharusnya digunakan untuk belajar digantikan dengan honeymoon versi Edward. Gadis itu menguap, menutup mulutnya dengan tangan. Padahal dia sudah bersemangat untuk mengikuti ujian kali ini. “Pergilah ke toilet, cuci wajahmu dulu agar segar kembali,” ucap Pak Iqbal ang sudah berdiri di sampingnya. Meta meringis pelan, menahan rasa malu. Gadis itu sama sekali tidak menyadari keberadaan dosennya itu. Meta mencuci wajahnya, merasa lebih baik. Sudut bibirnya terangkat membentuk lengkung sabit yangindah. “Aish, kenapa dia menyebalkan sekali,” gumamnya. Meta menggeleng pelan, lebih baik kembali ke kelas dan melanjutkan ujian. Edward sudah membuat dia tidak belajar dan sekarang mengganggu pikiran Meta. “Pak,” panggil Meta, melangkah cepat untuk menghampiri pria berkacamata tersebut. “Ada apa Meta?” Entah apa yang terjadi semua pria di kelasnya, bahkan Pak Iqbal yang dulu tampak tertarik, kini mulai menjauh. Ah, pasti karena
Ada begitu banyak hal yang Meta sesali, khususnya hari di mana dia memperkenalkan Xadira pada dunianya. Di hari dia memperkenalkan dunianya pada Xadira, semua hancur berantakan. Bukan hanya dunia Xadira tetapi dunianya juga. Meta memang seharusnya bisa mengendalikan diri setelah mencoba ikhlas dengan takdir, tetapi tetap saja kehadiran Dion menganggunya. Bagaimana kalau kehadiran Dion malah akan memperumit keadaan? “Ta, are you okay? Hei,” panggil Regano. Meta mengerjap, kemudian mengangguk kecil. Tentu saja Regano tidak percaya semudah itu. Pasti ada sesuatu yang mengganggu pikiran gadis itu. “Apa ada masalah di kampus?” tanya Regano hati-hati. “Tidak ada. Hanya saja, aku mulai jenuh. Kamu tau, aku cukup kesulitan mempelajari semuanya. Dulu, aku sukanya dunia model, gak pernah tuh menyinggung soal fisika, biologi, saraf atau apa pun yang semacam itu. Itu semua terasa asing bagiku sekarang,” oceh Meta, Regano terkekeh, mengulurkan sebelah tangan untuk mengusap pipi Meta. “Siapa su
Sebuah ide terlintas begitu saja saat Regano memberikan senjata untuk menyerang Edward. Awalnya Meta tentu merasa kecewa, dibohongi oleh Edward. Namun, di saat bersamaan, dia juga merasa lega. Nyatanya dirinya masih bersih. Meta harsu mengucapkan terima kasih pada Cia yang menyelamatkan hidupnya hari itu dan meminta maaf, telah menempatkan gadis itu dalam masalah.Meta cukup menyesal tak mengenal baik Cia hari itu. Pertemuan mereka tak berakhir baik.“Kanada, aku ingin pergi ke tempat-tempat paling romantis di sana,” ucap Meta saat Edwrad menanyakan tempat impian gadis itu.Pasalnya, Meta bahkan sudah mengajak Azura, Ren dan Regano bahkan sebelum memutuskan akan pergi ke mana.Edward menatap gadis itu cukup lama, memindai wajah penuh binar yang akhir-akhir ini menemani hari-harinya. Meta terlihat lebih baik sekarang.“Katakan di mana itu,” sahut pria itu akhirnya.Meta tampak ragu-ragu, berkali-kali menggaruk telinganya yang sama sekali tidak gatal.“Jangan membuatku mengubah keputusa
Tidak ada gunanya terus tenggelam dalam rasa bersalah, tanpa berani melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan itu sendiri. Seseorang yang tinggal dalam kegelapan tidak memerlukan uluran tangan. Hal pertama yang dia butuhkan adalah lentera untuk menerangi penglihatannya. Kemudian, dia bisa menerima uluran tangan dan berjalan mencari jalan untuk menemukan cahaya yang lebih terang.Hal yang sama untuk Edward. Azura tidak menyadari sekeras apa pun dia meneriaki pria itu agar keluar dari kegelapan akan sia-sia. Edward tidak punya cahaya untuk bisa mengambil langkah. Selama ini yang Azura lakukan hanya terus merasa bersalah, menyalahkan keadaan di masa lalu, menyalahkan kehadiran Edward dalm hidupnya.“Makan yang banyak,” ucap Azura memberikan lauk untuk putranya.Edward terdiam sejenak, memandangi daging di atas nasinya dalam diam. Pertama kali dalam hidup, Azura memperhatikannya.“Meta juga mau dong, Ma,” ucap Meta mencairkan suasana. Azura mengangguk, mengambilkan lauk untuk menantunya
Destinasi ketiga bukan kota melainkan sebuah desa bernama Niagara-on-the-lake, desa yang dibangun pada abad ke 19. Desa ini digambaran sebagai desa yang asri dengan hamparan tumbuhan dan rumput yang dirawat dan tertata rapi. Beberapa kegiatan menarik yang bisa dilakukan di desa tersebut seperti mengunjungi kawasan perkebunan anggu, kawasan bersejarah nasional benteng george, dan menjelajahi niagara escarpment dengan mengendarai kuda. Mendengar review dari para pengunjung ke sana saja sudah membuat Meta tertarik apalagi kalau dia sungguh pergi ke tempat tersebut.Setelah hiking, mengunjungi kastil, kini mereka akan ke sebuah desa yang amat indah.Gadis yang siap dengan sarung tangan dan sepatu sport itu, sudah duduk anteng di atas sepeda. Dia berencana berkeliling desa menggunakan sepeda, menikmati udara yang sejuk. Selain menjelajah desa yang indah, juga bangunan desa tersebut tampak menyegarkan mata, salah satunya bangunan untuk menginap.“Kalian sungguh tidak ikut?” tanya Meta seka
Jatuh cintalah pada orang yang berpontesi membalas cinta yang kamu miliki. Saling mencintai adalah tahta tertinggi. Namun, tidak semua orang beruntung untuk dicintai. Hal yang Ren rasakan ketika mulai jatuh hati pada pesona Regano. Pria itu sangat cerdas dan selalu tenang. Regano menjadi tangan kanan Edward karena kecerdikannya.“Hei,” panggil Regano melambaikan tangan. Wanita yang sedari tadi menunduk dengan kaki yang diayunkan, akhirnya mengerjap dan membalas tatapan Regano.Pria itu mengambil posisi duduk di sisi Ren, menyodorkan secangkir the hangat untuk menghalau dingginnya kota tersebut. Ren menggumamkan terima kasih, lalu mulai meniup dan meneguk minumannya secara berkala.“Pada akhirnya Edward akan mendapatkan keinginannya bukan?” ucap Regano membuka pembicaraan lebih dulu. Ren tahu ke mana arah pembicaraan Regano. Raut kecewa terukir dengan jelas di wajah pria itu.“Kamu sudah mengambil keputusan yang tepat kok. Aku dulu juga memikirkan hal yang sama, mengakui perasaanku p
Di bawah guyuran shower gadis itu tidak berhenti menangis, tidak peduli selama apa pun dia mencoba menghabiskan waktu untuk menangis, rasa sakitnya belum juga berkurang. Meta tertipu oleh sifat manis Edward, hingga melupakan fakta kalau Edward begitu membecinya. Dia bodoh jika berpikir Edward akan terpesona padanya. Pria itu tidak akan pernah jatuh hati, sampai kapan pun. Semua dimulai dengan harapan yang besar, ditambah sikap Edwrad yang akhir-akhir ini menjadi lebih baik. Rupanya pria itu hanya ingin mendapatkan keinginannya, menuntaskan hasrat bukan rasa cinta seperti yang Meta rasakan. “Sakit banget ya, Tuhan,” gumamnya. Dia mengeratkan jaket yang menutupi tubuhnya. Setelah berjam-jam di bawah guyuran air, akhirnya dia menyerah juga, menghangatkan tubuhnya yang semakin mengigil. Hari ini seharusnya mereka akan kembali ke Indonesia. Namun, rasanya Meta belum sanggup bertemu dengan Edward setelah pengakuan pria itu. “Meta,” panggil seseorang, menghentikan langkah Meta yang hendak