แชร์

Pesta VVIP

ผู้เขียน: Yurisha
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-02-02 20:31:37

Gaun hitam mewah itu membalut tubuh Isabella dengan sempurna, memancarkan aura elegan yang tampaknya sudah dirancang dengan cermat oleh Victor. Ia berdiri di depan cermin besar, menatap bayangannya dengan tatapan kosong. Kristal-kristal kecil yang menghiasi gaun itu memantulkan cahaya redup dari lampu gantung di atasnya, memberikan kesan seolah-olah tubuhnya diselimuti bintang-bintang yang berkilauan. Namun, tidak ada keindahan yang bisa menghapus kegelisahan yang bersemayam di hatinya.

Di sekelilingnya, beberapa pelayan sibuk menata rambut dan merapikan gaunnya, memastikan tidak ada satu helai pun yang tidak pada tempatnya. Mereka bekerja dalam diam, seakan takut membuat kesalahan sekecil apa pun di hadapan Isabella. Atau mungkin mereka takut pada Victor?

Isabella mengembuskan napas perlahan, mencoba menenangkan diri.

"Apa ini tidak berlebihan?" gumamnya, matanya menatap pantulan gaun mahal itu dengan perasaan bercampur aduk.

Lorenzo, yang berdiri tak jauh dari pintu, tetap memasang ekspresi kaku seperti biasanya. Pria itu selalu tampak seperti bayangan Victor—dingin, tenang, dan nyaris tidak menunjukkan emosi. Ia menatap Isabella sejenak sebelum akhirnya menjawab,

"Tuan Victor tidak ingin kau terlihat seperti tamu biasa. Malam ini, kau akan tampil sebagai seseorang yang penting."

Isabella mendengus pelan. "Seseorang yang penting?" ulangnya dengan nada sarkastik.

Lorenzo tidak menjawab. Ia hanya memberi isyarat kepada salah satu pelayan untuk memberikan sepatu hak tinggi berwarna hitam yang serasi dengan gaunnya. Isabella mengambilnya dengan enggan, lalu duduk di kursi dan mulai memakainya.

Hatinya terasa semakin berat. Ia tahu, undangan Victor ke acara ini bukan semata-mata untuk bersenang-senang. Pasti ada maksud tersembunyi di baliknya.

Saat ia akhirnya berdiri dan melangkah keluar kamar, empat pengawal pribadi Victor sudah menunggunya di luar. Tubuh mereka tegap, ekspresi mereka tanpa cela, dan mata mereka terus bergerak mengawasi sekeliling. Mereka tampak seperti bayangan yang selalu mengikuti setiap langkahnya.

Ketika ia berjalan menyusuri lorong panjang, suara langkah kakinya bergema di lantai marmer. Rumah ini begitu besar, begitu megah, namun terasa seperti penjara yang lebih mewah.

Di luar, sebuah mobil hitam panjang sudah menunggu. Udara malam yang sejuk menyentuh kulitnya saat ia keluar dari bangunan besar itu, membawa serta perasaan aneh yang tak bisa ia jelaskan.

Isabella melirik ke arah Victor yang berdiri di dekat kendaraan lain. Pria itu tampak luar biasa tampan dalam setelan hitam yang disesuaikan dengan sempurna. Rambutnya tertata rapi, dan ekspresinya tetap seperti biasa—tenang, penuh perhitungan.

"Kita akan bertemu dengan orang-orang penting malam ini. Jangan buat masalah, Isabella," kata Victor sebelum masuk ke dalam mobilnya.

Isabella menggertakkan giginya, merasa muak dengan nada perintahnya. Namun, ia tidak punya pilihan selain menurut.

Ia masuk ke dalam mobil, diikuti oleh Lorenzo dan dua pengawal lain. Saat kendaraan mulai melaju, Isabella menatap keluar jendela, menyaksikan pemandangan malam yang bergerak cepat di luar sana.

Ia menekan kedua tangannya di pangkuannya, mencoba menenangkan debaran jantungnya.

Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Dan yang lebih penting, apa yang sebenarnya diinginkan Victor darinya?

....

Pesta VVIP

Saat Isabella melangkah masuk ke dalam ballroom, udara di sekelilingnya terasa lebih berat. Langit-langit tinggi yang dihiasi lampu kristal raksasa berkilauan dengan cahaya keemasan, menciptakan suasana yang nyaris seperti negeri dongeng. Para tamu yang hadir berpakaian serba elegan—pria dalam setelan mahal, wanita dalam gaun yang mengalir lembut, dengan kilauan perhiasan yang tampaknya bernilai jutaan.

Musik klasik mengalun lembut di latar belakang, menciptakan suasana yang harmonis namun tetap terasa penuh perhitungan. Setiap sudut ruangan ini dipenuhi dengan pembicaraan bisnis, negosiasi diam-diam, dan tawa yang terdengar palsu.

Isabella melangkah dengan hati-hati, berusaha mengamati suasana di sekelilingnya. Sekilas, semuanya tampak normal—sebuah pesta eksklusif yang dihadiri orang-orang kaya dan berkuasa. Namun, semakin lama ia berada di ruangan ini, semakin ia menyadari bahwa ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar acara sosial.

Victor berada di sisi lain ruangan, berbicara dengan beberapa pria paruh baya yang tampaknya adalah tokoh penting dalam dunia bisnis. Wajahnya tetap tenang, tetapi tatapan matanya tajam, seolah-olah ia sedang menyusun strategi di dalam pikirannya.

Isabella menghela napas. Ia harus berhati-hati malam ini.

Namun, sebelum ia bisa bergerak lebih jauh, suara seorang wanita tiba-tiba terdengar dari belakangnya.

"Jadi, ini wanita yang sedang dibanggakan Victor sekarang?"

Isabella menoleh dan menemukan seorang wanita tinggi dengan gaun merah darah berdiri di hadapannya. Rambut hitamnya disanggul anggun, memberikan kesan elegan namun berbahaya. Bibirnya melengkung dalam senyum penuh perhitungan, matanya menelusuri Isabella dari atas hingga bawah dengan ekspresi meremehkan.

Isabella mengangkat dagunya sedikit, berusaha mempertahankan harga dirinya. "Aku tidak tahu siapa kau," balasnya dengan nada datar.

Wanita itu terkekeh pelan, lalu melangkah lebih dekat. "Tentu saja kau tidak tahu. Kau hanya tawanan baru yang Victor bawa, bukan?"

Isabella merasakan ketegangan merayap di tubuhnya. "Siapa kau?" tanyanya tajam.

Wanita itu mengangkat gelas sampanye di tangannya, seolah-olah pertanyaan itu tidak terlalu penting. "Gabriella Moretti."

Nama itu terasa asing bagi Isabella, tetapi dari cara Gabriella memandangnya, jelas bahwa ia bukan orang sembarangan.

Gabriella tersenyum sinis, lalu berbisik, "Victor mungkin membawamu ke sini, tapi jangan terlalu berharap banyak. Aku sudah mengenalnya lebih lama dari yang kau bayangkan."

Isabella menahan napas. Ada sesuatu dalam cara Gabriella berbicara yang membuatnya semakin curiga.

"Jangan terlalu nyaman, sayang," lanjut Gabriella, masih dengan nada penuh sindiran. "Dunia Victor tidak seindah yang kau pikirkan."

Kemudian, ia berjalan pergi, meninggalkan Isabella dengan berbagai pertanyaan yang berkecamuk di pikirannya.

Isabella menggenggam gelas sampanyenya erat. Apa maksud wanita itu? Apakah dia salah satu wanita dari masa lalu Victor? Atau lebih buruk lagi, apakah Gabriella masih memiliki tempat di sisi Victor?

Namun, sebelum ia bisa mencerna semuanya, sebuah suara lain terdengar di dekatnya.

"Kau terlihat seperti seseorang yang ingin melarikan diri."

Isabella menoleh dan menemukan seorang pria berambut gelap duduk di dekatnya. Matanya tajam, penuh rasa ingin tahu.

Siapa dia?

Isabella merasakan perasaannya semakin kacau.

Satu hal yang pasti, pesta ini bukan hanya tentang bisnis. Ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi di balik semua kemewahan ini.

Dan Isabella harus mencari tahu sebelum dirinya terjebak lebih dalam.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Pertemuan Pertama

    Hujan turun deras malam itu, membasahi jalanan kota yang sepi. Gemuruh guntur bersahutan, mengiringi langkah seorang wanita yang berjalan tanpa tujuan. Isabella memeluk tubuhnya sendiri, menggigil dalam dingin dan putus asa. Matanya yang sembab tak mampu lagi menahan air mata yang terus mengalir. Hatinya terasa hancur berkeping-keping. Baru saja, dunia yang ia kenal, dunia yang penuh dengan harapan, telah runtuh dalam sekejap. Kekasihnya, seorang dokter yang selama ini ia percayai dengan sepenuh hati, kini tampak begitu tak berharga di matanya. Pemandangan yang paling menyakitkan dalam hidupnya—pacarnya, yang ia anggap sebagai bagian dari dirinya, sedang berada dalam pelukan seorang wanita lain, seorang teman sejawat yang selama ini ia anggap sahabat. Kepalanya terasa pening, setiap langkah yang diambilnya seakan semakin berat, seakan menuntutnya untuk berhenti dan menyerah. Namun, ia terus berjalan, entah ke mana, entah untuk apa. Semua terasa hampa. Isabella berhenti di pinggir j

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-23
  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Isabella Grey

    Victor menggenggam pistol yang dia rasa pelurunya hampir habis di tangannya. Tubuhnya bergetar, napasnya berat, dan darah masih mengalir dari luka di bahunya. Di depan matanya, beberapa pria bersenjata berjalan mendekat, wajah mereka penuh niat membunuh. Langkah kaki mereka menggema di gang sempit itu, seolah menghitung detik-detik terakhir hidup Victor. “Kali ini, kau tidak akan lolos, Victor,” ucap salah satu dari mereka dengan suara dingin. “Dan siapa pun yang berani menyelamatkanmu … kami akan mencarinya. Kami akan memastikan mereka mati lebih mengenaskan daripada dirimu.” Victor merasa dunia berputar. Pandangannya mulai kabur, tubuhnya hampir ambruk. Ia mencoba mengangkat pisau di tangannya, meskipun tahu usahanya sia-sia. Tidak ada yang bisa melawan kematian ketika ia sudah sedekat ini. Tapi, entah bagaimana, semangat untuk bertahan tetap membara dalam dirinya. Salah satu pria itu mengangkat senjatanya, mengarahkannya tepat ke kepala Victor. Jari mereka sudah di pelatuk ketik

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-27
  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kau Bisa Mati!

    Victor berdiri di balkon penthouse-nya yang menjulang tinggi, memandang kerlip lampu kota di bawah sana. Gelas kristal berisi bourbon di tangannya hanya sesekali ia sentuh, sementara pikirannya sibuk memutar ulang pertemuan singkat dengan Isabella. Wajah wanita itu, tatapan matanya, bahkan suaranya—semua terus menghantui Victor sejak malam hujan itu. Ia telah bertemu ratusan, bahkan ribuan wanita selama hidupnya. Sebagian besar mendekatinya karena kekayaan dan kekuasaannya, tetapi Isabella berbeda. Wanita itu tidak menunjukkan rasa takut, apalagi ketertarikan padanya. Dia hanya seorang perawat sederhana yang kebetulan berada di tempat dan waktu yang salah. Namun, entah bagaimana, justru kesederhanaan dan keberaniannya yang membuat Victor tak bisa berhenti memikirkan Isabella. Di meja kerja Victor, sebuah berkas tebal tergeletak rapi. Di dalamnya terdapat informasi lengkap tentang Isabella Grey—riwayat hidupnya, latar belakang keluarganya, hingga kebiasaan sehari-hari yang diperoleh

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-27
  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kenapa Mereka Mengejarku?

    Victor menggenggam tangan Isabella erat, seolah takut ia akan menghilang jika dilepaskan. Mereka berhasil keluar dari pintu belakang dan langsung disambut udara malam yang dingin dan menusuk. Jalanan di belakang apartemen itu gelap, hanya diterangi oleh cahaya samar dari lampu jalan yang berkelap-kelip. Suara sirine terdengar di kejauhan, tetapi Victor tidak berhenti untuk menoleh. Ia terus berjalan dengan langkah cepat, memimpin Isabella menuju mobil hitam yang terparkir di ujung gang. “Masuk,” perintahnya singkat sambil membuka pintu penumpang. Isabella ragu sejenak, tetapi melihat ekspresi tegas di wajah Victor, ia tak punya pilihan selain menurut. Ketika pintu tertutup, Victor segera melompat ke kursi pengemudi dan menyalakan mesin. “Ke mana kita pergi?” tanya Isabella dengan suara gemetar. Victor tidak segera menjawab. Mata birunya terpaku pada jalan, ekspresinya penuh konsentrasi. Setelah beberapa saat, ia menjawab dengan nada rendah, “Tempat yang aman.” Mobil melaju men

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-27
  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kau Mengawasiku?!

    Isabella duduk di dekat jendela besar di kamar yang telah menjadi tempat tinggal sementaranya selama beberapa hari terakhir. Ia memandangi taman yang luas di luar, dengan deretan pohon cemara dan rumput hijau yang tampak terlalu rapi untuk ukuran dunia nyata.Namun, bukannya merasa nyaman, perasaan terkurung mulai menghantuinya. Rumah ini terlalu sunyi, terlalu terisolasi, dan Victor terlalu tertutup. Meski pria itu selalu menjawab pertanyaannya dengan tenang, ada sesuatu dalam cara bicaranya yang membuat Isabella yakin bahwa dia tidak menceritakan semuanya.Setiap hari terasa sama. Sarapan disiapkan oleh seorang pelayan yang jarang terlihat, lalu Victor akan sibuk dengan pekerjaannya di ruang kerja, meninggalkan Isabella sendirian dengan pikirannya. Tidak ada televisi di kamar, tidak ada akses ke ponsel, dan bahkan ketika ia mencoba bertanya apakah ia bisa menghubungi teman-temannya, Victor hanya berkata, “Itu terlalu berbahaya.”semakin lama, Isabella merasa seperti bayangannya send

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-01-27
  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kotak Misterius

    Victor mengangguk perlahan, matanya tetap tertuju pada Isabella. Sementara itu, Isabella menggelengkan kepala dengan frustrasi. Ia tidak habis pikir—apa sebenarnya yang diinginkan pria ini? Mengurungnya, mengawasinya, lalu apa lagi selanjutnya?"Kau?! Apa yang kau inginkan sebenarnya, Victor? Keluarkan aku dari sini sekarang juga!" seru Isabella dengan suara penuh kemarahan.Kesabarannya telah habis. Ia tidak peduli lagi dengan alasan-alasan Victor. Wajahnya memerah, dadanya naik turun menahan emosi yang meluap. Namun, Victor hanya menatapnya dengan ekspresi datar, seolah-olah kemarahan Isabella tidak berarti apa-apa."Tidak ada gunanya kau marah-marah, Isabella. Lebih baik kembali ke dalam sekarang juga," ucapnya dengan nada dingin.Tatapannya semakin tajam, menciptakan suasana yang begitu menekan hingga membuat Isabella merasa diintimidasi. Ia menarik napas kasar, mencoba mengendalikan emosinya, tetapi hatinya dipenuhi kebencian. Beberapa hari terakhir di rumah ini terasa seperti si

    ปรับปรุงล่าสุด : 2025-02-01

บทล่าสุด

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Pesta VVIP

    Gaun hitam mewah itu membalut tubuh Isabella dengan sempurna, memancarkan aura elegan yang tampaknya sudah dirancang dengan cermat oleh Victor. Ia berdiri di depan cermin besar, menatap bayangannya dengan tatapan kosong. Kristal-kristal kecil yang menghiasi gaun itu memantulkan cahaya redup dari lampu gantung di atasnya, memberikan kesan seolah-olah tubuhnya diselimuti bintang-bintang yang berkilauan. Namun, tidak ada keindahan yang bisa menghapus kegelisahan yang bersemayam di hatinya. Di sekelilingnya, beberapa pelayan sibuk menata rambut dan merapikan gaunnya, memastikan tidak ada satu helai pun yang tidak pada tempatnya. Mereka bekerja dalam diam, seakan takut membuat kesalahan sekecil apa pun di hadapan Isabella. Atau mungkin mereka takut pada Victor? Isabella mengembuskan napas perlahan, mencoba menenangkan diri. "Apa ini tidak berlebihan?" gumamnya, matanya menatap pantulan gaun mahal itu dengan perasaan bercampur aduk. Lorenzo, yang berdiri tak jauh dari pintu, tetap mema

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kotak Misterius

    Victor mengangguk perlahan, matanya tetap tertuju pada Isabella. Sementara itu, Isabella menggelengkan kepala dengan frustrasi. Ia tidak habis pikir—apa sebenarnya yang diinginkan pria ini? Mengurungnya, mengawasinya, lalu apa lagi selanjutnya?"Kau?! Apa yang kau inginkan sebenarnya, Victor? Keluarkan aku dari sini sekarang juga!" seru Isabella dengan suara penuh kemarahan.Kesabarannya telah habis. Ia tidak peduli lagi dengan alasan-alasan Victor. Wajahnya memerah, dadanya naik turun menahan emosi yang meluap. Namun, Victor hanya menatapnya dengan ekspresi datar, seolah-olah kemarahan Isabella tidak berarti apa-apa."Tidak ada gunanya kau marah-marah, Isabella. Lebih baik kembali ke dalam sekarang juga," ucapnya dengan nada dingin.Tatapannya semakin tajam, menciptakan suasana yang begitu menekan hingga membuat Isabella merasa diintimidasi. Ia menarik napas kasar, mencoba mengendalikan emosinya, tetapi hatinya dipenuhi kebencian. Beberapa hari terakhir di rumah ini terasa seperti si

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kau Mengawasiku?!

    Isabella duduk di dekat jendela besar di kamar yang telah menjadi tempat tinggal sementaranya selama beberapa hari terakhir. Ia memandangi taman yang luas di luar, dengan deretan pohon cemara dan rumput hijau yang tampak terlalu rapi untuk ukuran dunia nyata.Namun, bukannya merasa nyaman, perasaan terkurung mulai menghantuinya. Rumah ini terlalu sunyi, terlalu terisolasi, dan Victor terlalu tertutup. Meski pria itu selalu menjawab pertanyaannya dengan tenang, ada sesuatu dalam cara bicaranya yang membuat Isabella yakin bahwa dia tidak menceritakan semuanya.Setiap hari terasa sama. Sarapan disiapkan oleh seorang pelayan yang jarang terlihat, lalu Victor akan sibuk dengan pekerjaannya di ruang kerja, meninggalkan Isabella sendirian dengan pikirannya. Tidak ada televisi di kamar, tidak ada akses ke ponsel, dan bahkan ketika ia mencoba bertanya apakah ia bisa menghubungi teman-temannya, Victor hanya berkata, “Itu terlalu berbahaya.”semakin lama, Isabella merasa seperti bayangannya send

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kenapa Mereka Mengejarku?

    Victor menggenggam tangan Isabella erat, seolah takut ia akan menghilang jika dilepaskan. Mereka berhasil keluar dari pintu belakang dan langsung disambut udara malam yang dingin dan menusuk. Jalanan di belakang apartemen itu gelap, hanya diterangi oleh cahaya samar dari lampu jalan yang berkelap-kelip. Suara sirine terdengar di kejauhan, tetapi Victor tidak berhenti untuk menoleh. Ia terus berjalan dengan langkah cepat, memimpin Isabella menuju mobil hitam yang terparkir di ujung gang. “Masuk,” perintahnya singkat sambil membuka pintu penumpang. Isabella ragu sejenak, tetapi melihat ekspresi tegas di wajah Victor, ia tak punya pilihan selain menurut. Ketika pintu tertutup, Victor segera melompat ke kursi pengemudi dan menyalakan mesin. “Ke mana kita pergi?” tanya Isabella dengan suara gemetar. Victor tidak segera menjawab. Mata birunya terpaku pada jalan, ekspresinya penuh konsentrasi. Setelah beberapa saat, ia menjawab dengan nada rendah, “Tempat yang aman.” Mobil melaju men

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kau Bisa Mati!

    Victor berdiri di balkon penthouse-nya yang menjulang tinggi, memandang kerlip lampu kota di bawah sana. Gelas kristal berisi bourbon di tangannya hanya sesekali ia sentuh, sementara pikirannya sibuk memutar ulang pertemuan singkat dengan Isabella. Wajah wanita itu, tatapan matanya, bahkan suaranya—semua terus menghantui Victor sejak malam hujan itu. Ia telah bertemu ratusan, bahkan ribuan wanita selama hidupnya. Sebagian besar mendekatinya karena kekayaan dan kekuasaannya, tetapi Isabella berbeda. Wanita itu tidak menunjukkan rasa takut, apalagi ketertarikan padanya. Dia hanya seorang perawat sederhana yang kebetulan berada di tempat dan waktu yang salah. Namun, entah bagaimana, justru kesederhanaan dan keberaniannya yang membuat Victor tak bisa berhenti memikirkan Isabella. Di meja kerja Victor, sebuah berkas tebal tergeletak rapi. Di dalamnya terdapat informasi lengkap tentang Isabella Grey—riwayat hidupnya, latar belakang keluarganya, hingga kebiasaan sehari-hari yang diperoleh

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Isabella Grey

    Victor menggenggam pistol yang dia rasa pelurunya hampir habis di tangannya. Tubuhnya bergetar, napasnya berat, dan darah masih mengalir dari luka di bahunya. Di depan matanya, beberapa pria bersenjata berjalan mendekat, wajah mereka penuh niat membunuh. Langkah kaki mereka menggema di gang sempit itu, seolah menghitung detik-detik terakhir hidup Victor. “Kali ini, kau tidak akan lolos, Victor,” ucap salah satu dari mereka dengan suara dingin. “Dan siapa pun yang berani menyelamatkanmu … kami akan mencarinya. Kami akan memastikan mereka mati lebih mengenaskan daripada dirimu.” Victor merasa dunia berputar. Pandangannya mulai kabur, tubuhnya hampir ambruk. Ia mencoba mengangkat pisau di tangannya, meskipun tahu usahanya sia-sia. Tidak ada yang bisa melawan kematian ketika ia sudah sedekat ini. Tapi, entah bagaimana, semangat untuk bertahan tetap membara dalam dirinya. Salah satu pria itu mengangkat senjatanya, mengarahkannya tepat ke kepala Victor. Jari mereka sudah di pelatuk ketik

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Pertemuan Pertama

    Hujan turun deras malam itu, membasahi jalanan kota yang sepi. Gemuruh guntur bersahutan, mengiringi langkah seorang wanita yang berjalan tanpa tujuan. Isabella memeluk tubuhnya sendiri, menggigil dalam dingin dan putus asa. Matanya yang sembab tak mampu lagi menahan air mata yang terus mengalir. Hatinya terasa hancur berkeping-keping. Baru saja, dunia yang ia kenal, dunia yang penuh dengan harapan, telah runtuh dalam sekejap. Kekasihnya, seorang dokter yang selama ini ia percayai dengan sepenuh hati, kini tampak begitu tak berharga di matanya. Pemandangan yang paling menyakitkan dalam hidupnya—pacarnya, yang ia anggap sebagai bagian dari dirinya, sedang berada dalam pelukan seorang wanita lain, seorang teman sejawat yang selama ini ia anggap sahabat. Kepalanya terasa pening, setiap langkah yang diambilnya seakan semakin berat, seakan menuntutnya untuk berhenti dan menyerah. Namun, ia terus berjalan, entah ke mana, entah untuk apa. Semua terasa hampa. Isabella berhenti di pinggir j

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status