Share

Tawanan Hati Sang Penguasa
Tawanan Hati Sang Penguasa
Penulis: Yurisha

Pertemuan Pertama

Penulis: Yurisha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-23 22:47:59

Hujan turun deras malam itu, membasahi jalanan kota yang sepi. Gemuruh guntur bersahutan, mengiringi langkah seorang wanita yang berjalan tanpa tujuan. Isabella memeluk tubuhnya sendiri, menggigil dalam dingin dan putus asa. Matanya yang sembab tak mampu lagi menahan air mata yang terus mengalir. Hatinya terasa hancur berkeping-keping.

Baru saja, dunia yang ia kenal, dunia yang penuh dengan harapan, telah runtuh dalam sekejap. Kekasihnya, seorang dokter yang selama ini ia percayai dengan sepenuh hati, kini tampak begitu tak berharga di matanya. Pemandangan yang paling menyakitkan dalam hidupnya—pacarnya, yang ia anggap sebagai bagian dari dirinya, sedang berada dalam pelukan seorang wanita lain, seorang teman sejawat yang selama ini ia anggap sahabat.

Kepalanya terasa pening, setiap langkah yang diambilnya seakan semakin berat, seakan menuntutnya untuk berhenti dan menyerah. Namun, ia terus berjalan, entah ke mana, entah untuk apa. Semua terasa hampa.

Isabella berhenti di pinggir jalan. Ia duduk di sebuah bangku kayu yang sudah basah oleh hujan. Tangannya menggenggam erat, menutupi wajahnya yang penuh air mata. Dunia di sekelilingnya terasa sunyi, hanya ada suara hujan yang jatuh tanpa ampun, menghantam aspal dengan keras.

Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama. Suara langkah kaki terdengar mendekat, disusul oleh napas yang terdengar berat dan terburu-buru. Isabella mendongak, matanya yang merah menatap ke arah suara itu. Dari kejauhan, ia melihat sosok seorang pria berjas hitam yang berjalan tertatih-tatih. Wajahnya tampak tegang, dan salah satu tangannya menekan sisi tubuhnya yang berdarah.

Pria itu adalah Victor, seorang pria yang tak dikenalnya, namun saat itu, ia tampak seperti seseorang yang tengah berlari dari maut.

Victor, yang baru saja melarikan diri dari pertempuran mematikan dengan kelompok orang bersenjata, merasa tubuhnya semakin lemah. Luka tembak di perutnya semakin membesar, darah terus merembes melalui celana yang sudah basah kuyup, dan langkahnya semakin terhuyung. Ia tahu waktu yang dimilikinya sudah sangat sedikit, tapi ia berusaha untuk tetap bertahan.

Namun, saat matanya bertemu dengan Isabella, seketika semuanya terasa berbeda. Waktu seperti berhenti sejenak. Tatapan mereka saling beradu, dan ada sesuatu yang tak bisa dijelaskan dalam diri Isabella yang membuatnya terdiam. Sebuah kekosongan yang begitu dalam, ditambah dengan ketegasan yang membingungkan.

Victor menyandarkan tubuhnya pada dinding dekat bangku tempat Isabella duduk. Napasnya semakin berat, dan ia tahu ia tak akan mampu bertahan lebih lama.

"Pergi, kalau kau tidak ingin terlibat," gumam Victor dengan suara serak, matanya tetap tajam menatap Isabella.

Isabella tertegun, namun nalurinya sebagai perawat mengalahkan ketakutannya. Ia bangkit berdiri, mendekati Victor yang hampir jatuh.

"Anda terluka parah. Anda butuh pertolongan," katanya dengan suara bergetar antara takut dan rasa prihatin yang mendalam.

"Aku tidak butuh bantuanmu," balas Victor dengan tegas meski tubuhnya semakin melemah. "Ini bukan urusanmu."

"Kalau aku tidak membantu, kau akan mati di sini," balas Isabella cepat, suaranya kini lebih tegas dari yang ia duga.

Tanpa ragu, ia meraih tubuh Victor dan menyingkirkan tangannya yang menekan luka di perut. Saat ia melihat luka itu, wajah Isabella berubah tegang. Luka tembak itu cukup dalam, namun tidak mengenai organ vital. Meski demikian, pendarahan harus segera dihentikan.

Isabella menarik napas dalam-dalam, berusaha mengingat pelatihan medisnya, dan mulai bekerja dengan cepat. "Ikut aku," katanya singkat, tanpa menunggu jawaban.

Victor menatapnya dengan tatapan penuh kebingungan, namun ada sesuatu dalam mata Isabella yang membuatnya menurut. Meski biasanya ia tidak suka diperintah, kali ini ia merasa tak berdaya. Dengan perlahan, ia membiarkan Isabella membantunya berjalan ke sebuah gang sempit yang terlindung dari hujan.

Di gang tersebut, Isabella merobek ujung bajunya untuk membuat perban sementara. Dengan cekatan, ia menekan luka Victor untuk menghentikan pendarahan yang terus mengalir. Victor mengerang pelan, namun ia tak mengucapkan sepatah kata pun. Isabella tetap fokus, meskipun tangannya gemetar karena ketakutan dan rasa prihatin yang mendalam.

"Siapa kau?" tanya Isabella akhirnya, suaranya dipenuhi rasa ingin tahu.

Victor menatapnya sekilas, lalu mengalihkan pandangannya ke samping. "Kau tidak perlu tahu."

Isabella mendekat, menatapnya tajam. "Kalau aku tidak perlu tahu, kenapa aku harus menyelamatkanmu?"

Victor tersenyum tipis meskipun wajahnya pucat dan tubuhnya semakin lemah. "Karena kau terlalu baik untuk membiarkan seseorang mati di depan matamu."

Isabella terdiam. Ia tak tahu bagaimana harus merespons. Ia hanya menunduk, melanjutkan perawatan seadanya pada luka Victor. Setelah beberapa saat, ia berdiri dan mundur beberapa langkah, merasa pekerjaan itu sudah cukup untuk saat ini.

"Sudah cukup. Sekarang kau bisa pergi," katanya singkat, berusaha mengusir rasa cemas yang memenuhi dadanya.

Victor mengangkat alisnya, terkejut dengan keberanian Isabella. Selama hidupnya, ia tak pernah bertemu dengan wanita yang begitu tegas dan tanpa rasa takut seperti ini. Biasanya, orang-orang takut padanya, namun wanita ini berbeda. Ada semangat yang tersembunyi di balik kelembutannya, sesuatu yang membuat Victor merasa terpesona, meskipun keadaan di sekeliling mereka semakin kritis.

Namun, sebelum Victor sempat mengatakan sesuatu, suara langkah kaki terdengar dari ujung gang. Wajah Victor berubah serius. "Pergi dari sini. Sekarang," katanya dengan nada perintah yang keras.

"Apa?" Isabella bingung.

"Pergi! Mereka datang untukku. Kalau kau di sini, kau bisa terbunuh," ujar Victor dengan suara tegas dan penuh urgensi.

Isabella ingin membantah, namun tatapan Victor terlalu kuat untuk diabaikan. Ia bisa merasakan ketegangan di udara, bisa melihat bahaya yang mendekat. Dengan enggan, ia berlari menjauh, meninggalkan Victor di sana, meskipun hatinya berat dan cemas.

Victor menghela napas, berusaha berdiri tegak meskipun tubuhnya hampir roboh. Beberapa pria bersenjata muncul di ujung gang, wajah mereka penuh dengan niat membunuh. Victor tahu ia harus bertarung untuk hidupnya, namun pikirannya terus kembali pada wanita yang baru saja meninggalkannya. Entah kenapa, ia tak bisa melupakan tatapan mata Isabella—tatapan yang penuh kepedulian dan keberanian.

Dalam kebingungannya, di saat hidup dan mati hanya terpisahkan oleh sekelebat waktu, Victor berjanji pada dirinya sendiri; ia akan menemukan Isabella lagi, apapun yang terjadi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Isabella Grey

    Victor menggenggam pistol yang dia rasa pelurunya hampir habis di tangannya. Tubuhnya bergetar, napasnya berat, dan darah masih mengalir dari luka di bahunya. Di depan matanya, beberapa pria bersenjata berjalan mendekat, wajah mereka penuh niat membunuh. Langkah kaki mereka menggema di gang sempit itu, seolah menghitung detik-detik terakhir hidup Victor. “Kali ini, kau tidak akan lolos, Victor,” ucap salah satu dari mereka dengan suara dingin. “Dan siapa pun yang berani menyelamatkanmu … kami akan mencarinya. Kami akan memastikan mereka mati lebih mengenaskan daripada dirimu.” Victor merasa dunia berputar. Pandangannya mulai kabur, tubuhnya hampir ambruk. Ia mencoba mengangkat pisau di tangannya, meskipun tahu usahanya sia-sia. Tidak ada yang bisa melawan kematian ketika ia sudah sedekat ini. Tapi, entah bagaimana, semangat untuk bertahan tetap membara dalam dirinya. Salah satu pria itu mengangkat senjatanya, mengarahkannya tepat ke kepala Victor. Jari mereka sudah di pelatuk ketik

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kau Bisa Mati!

    Victor berdiri di balkon penthouse-nya yang menjulang tinggi, memandang kerlip lampu kota di bawah sana. Gelas kristal berisi bourbon di tangannya hanya sesekali ia sentuh, sementara pikirannya sibuk memutar ulang pertemuan singkat dengan Isabella. Wajah wanita itu, tatapan matanya, bahkan suaranya—semua terus menghantui Victor sejak malam hujan itu. Ia telah bertemu ratusan, bahkan ribuan wanita selama hidupnya. Sebagian besar mendekatinya karena kekayaan dan kekuasaannya, tetapi Isabella berbeda. Wanita itu tidak menunjukkan rasa takut, apalagi ketertarikan padanya. Dia hanya seorang perawat sederhana yang kebetulan berada di tempat dan waktu yang salah. Namun, entah bagaimana, justru kesederhanaan dan keberaniannya yang membuat Victor tak bisa berhenti memikirkan Isabella. Di meja kerja Victor, sebuah berkas tebal tergeletak rapi. Di dalamnya terdapat informasi lengkap tentang Isabella Grey—riwayat hidupnya, latar belakang keluarganya, hingga kebiasaan sehari-hari yang diperoleh

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kenapa Mereka Mengejarku?

    Victor menggenggam tangan Isabella erat, seolah takut ia akan menghilang jika dilepaskan. Mereka berhasil keluar dari pintu belakang dan langsung disambut udara malam yang dingin dan menusuk. Jalanan di belakang apartemen itu gelap, hanya diterangi oleh cahaya samar dari lampu jalan yang berkelap-kelip. Suara sirine terdengar di kejauhan, tetapi Victor tidak berhenti untuk menoleh. Ia terus berjalan dengan langkah cepat, memimpin Isabella menuju mobil hitam yang terparkir di ujung gang. “Masuk,” perintahnya singkat sambil membuka pintu penumpang. Isabella ragu sejenak, tetapi melihat ekspresi tegas di wajah Victor, ia tak punya pilihan selain menurut. Ketika pintu tertutup, Victor segera melompat ke kursi pengemudi dan menyalakan mesin. “Ke mana kita pergi?” tanya Isabella dengan suara gemetar. Victor tidak segera menjawab. Mata birunya terpaku pada jalan, ekspresinya penuh konsentrasi. Setelah beberapa saat, ia menjawab dengan nada rendah, “Tempat yang aman.” Mobil melaju men

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kau Mengawasiku?!

    Isabella duduk di dekat jendela besar di kamar yang telah menjadi tempat tinggal sementaranya selama beberapa hari terakhir. Ia memandangi taman yang luas di luar, dengan deretan pohon cemara dan rumput hijau yang tampak terlalu rapi untuk ukuran dunia nyata.Namun, bukannya merasa nyaman, perasaan terkurung mulai menghantuinya. Rumah ini terlalu sunyi, terlalu terisolasi, dan Victor terlalu tertutup. Meski pria itu selalu menjawab pertanyaannya dengan tenang, ada sesuatu dalam cara bicaranya yang membuat Isabella yakin bahwa dia tidak menceritakan semuanya.Setiap hari terasa sama. Sarapan disiapkan oleh seorang pelayan yang jarang terlihat, lalu Victor akan sibuk dengan pekerjaannya di ruang kerja, meninggalkan Isabella sendirian dengan pikirannya. Tidak ada televisi di kamar, tidak ada akses ke ponsel, dan bahkan ketika ia mencoba bertanya apakah ia bisa menghubungi teman-temannya, Victor hanya berkata, “Itu terlalu berbahaya.”semakin lama, Isabella merasa seperti bayangannya send

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kotak Misterius

    Victor mengangguk perlahan, matanya tetap tertuju pada Isabella. Sementara itu, Isabella menggelengkan kepala dengan frustrasi. Ia tidak habis pikir—apa sebenarnya yang diinginkan pria ini? Mengurungnya, mengawasinya, lalu apa lagi selanjutnya?"Kau?! Apa yang kau inginkan sebenarnya, Victor? Keluarkan aku dari sini sekarang juga!" seru Isabella dengan suara penuh kemarahan.Kesabarannya telah habis. Ia tidak peduli lagi dengan alasan-alasan Victor. Wajahnya memerah, dadanya naik turun menahan emosi yang meluap. Namun, Victor hanya menatapnya dengan ekspresi datar, seolah-olah kemarahan Isabella tidak berarti apa-apa."Tidak ada gunanya kau marah-marah, Isabella. Lebih baik kembali ke dalam sekarang juga," ucapnya dengan nada dingin.Tatapannya semakin tajam, menciptakan suasana yang begitu menekan hingga membuat Isabella merasa diintimidasi. Ia menarik napas kasar, mencoba mengendalikan emosinya, tetapi hatinya dipenuhi kebencian. Beberapa hari terakhir di rumah ini terasa seperti si

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Pesta VVIP

    Gaun hitam mewah itu membalut tubuh Isabella dengan sempurna, memancarkan aura elegan yang tampaknya sudah dirancang dengan cermat oleh Victor. Ia berdiri di depan cermin besar, menatap bayangannya dengan tatapan kosong. Kristal-kristal kecil yang menghiasi gaun itu memantulkan cahaya redup dari lampu gantung di atasnya, memberikan kesan seolah-olah tubuhnya diselimuti bintang-bintang yang berkilauan. Namun, tidak ada keindahan yang bisa menghapus kegelisahan yang bersemayam di hatinya. Di sekelilingnya, beberapa pelayan sibuk menata rambut dan merapikan gaunnya, memastikan tidak ada satu helai pun yang tidak pada tempatnya. Mereka bekerja dalam diam, seakan takut membuat kesalahan sekecil apa pun di hadapan Isabella. Atau mungkin mereka takut pada Victor? Isabella mengembuskan napas perlahan, mencoba menenangkan diri. "Apa ini tidak berlebihan?" gumamnya, matanya menatap pantulan gaun mahal itu dengan perasaan bercampur aduk. Lorenzo, yang berdiri tak jauh dari pintu, tetap mema

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02

Bab terbaru

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Pesta VVIP

    Gaun hitam mewah itu membalut tubuh Isabella dengan sempurna, memancarkan aura elegan yang tampaknya sudah dirancang dengan cermat oleh Victor. Ia berdiri di depan cermin besar, menatap bayangannya dengan tatapan kosong. Kristal-kristal kecil yang menghiasi gaun itu memantulkan cahaya redup dari lampu gantung di atasnya, memberikan kesan seolah-olah tubuhnya diselimuti bintang-bintang yang berkilauan. Namun, tidak ada keindahan yang bisa menghapus kegelisahan yang bersemayam di hatinya. Di sekelilingnya, beberapa pelayan sibuk menata rambut dan merapikan gaunnya, memastikan tidak ada satu helai pun yang tidak pada tempatnya. Mereka bekerja dalam diam, seakan takut membuat kesalahan sekecil apa pun di hadapan Isabella. Atau mungkin mereka takut pada Victor? Isabella mengembuskan napas perlahan, mencoba menenangkan diri. "Apa ini tidak berlebihan?" gumamnya, matanya menatap pantulan gaun mahal itu dengan perasaan bercampur aduk. Lorenzo, yang berdiri tak jauh dari pintu, tetap mema

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kotak Misterius

    Victor mengangguk perlahan, matanya tetap tertuju pada Isabella. Sementara itu, Isabella menggelengkan kepala dengan frustrasi. Ia tidak habis pikir—apa sebenarnya yang diinginkan pria ini? Mengurungnya, mengawasinya, lalu apa lagi selanjutnya?"Kau?! Apa yang kau inginkan sebenarnya, Victor? Keluarkan aku dari sini sekarang juga!" seru Isabella dengan suara penuh kemarahan.Kesabarannya telah habis. Ia tidak peduli lagi dengan alasan-alasan Victor. Wajahnya memerah, dadanya naik turun menahan emosi yang meluap. Namun, Victor hanya menatapnya dengan ekspresi datar, seolah-olah kemarahan Isabella tidak berarti apa-apa."Tidak ada gunanya kau marah-marah, Isabella. Lebih baik kembali ke dalam sekarang juga," ucapnya dengan nada dingin.Tatapannya semakin tajam, menciptakan suasana yang begitu menekan hingga membuat Isabella merasa diintimidasi. Ia menarik napas kasar, mencoba mengendalikan emosinya, tetapi hatinya dipenuhi kebencian. Beberapa hari terakhir di rumah ini terasa seperti si

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kau Mengawasiku?!

    Isabella duduk di dekat jendela besar di kamar yang telah menjadi tempat tinggal sementaranya selama beberapa hari terakhir. Ia memandangi taman yang luas di luar, dengan deretan pohon cemara dan rumput hijau yang tampak terlalu rapi untuk ukuran dunia nyata.Namun, bukannya merasa nyaman, perasaan terkurung mulai menghantuinya. Rumah ini terlalu sunyi, terlalu terisolasi, dan Victor terlalu tertutup. Meski pria itu selalu menjawab pertanyaannya dengan tenang, ada sesuatu dalam cara bicaranya yang membuat Isabella yakin bahwa dia tidak menceritakan semuanya.Setiap hari terasa sama. Sarapan disiapkan oleh seorang pelayan yang jarang terlihat, lalu Victor akan sibuk dengan pekerjaannya di ruang kerja, meninggalkan Isabella sendirian dengan pikirannya. Tidak ada televisi di kamar, tidak ada akses ke ponsel, dan bahkan ketika ia mencoba bertanya apakah ia bisa menghubungi teman-temannya, Victor hanya berkata, “Itu terlalu berbahaya.”semakin lama, Isabella merasa seperti bayangannya send

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kenapa Mereka Mengejarku?

    Victor menggenggam tangan Isabella erat, seolah takut ia akan menghilang jika dilepaskan. Mereka berhasil keluar dari pintu belakang dan langsung disambut udara malam yang dingin dan menusuk. Jalanan di belakang apartemen itu gelap, hanya diterangi oleh cahaya samar dari lampu jalan yang berkelap-kelip. Suara sirine terdengar di kejauhan, tetapi Victor tidak berhenti untuk menoleh. Ia terus berjalan dengan langkah cepat, memimpin Isabella menuju mobil hitam yang terparkir di ujung gang. “Masuk,” perintahnya singkat sambil membuka pintu penumpang. Isabella ragu sejenak, tetapi melihat ekspresi tegas di wajah Victor, ia tak punya pilihan selain menurut. Ketika pintu tertutup, Victor segera melompat ke kursi pengemudi dan menyalakan mesin. “Ke mana kita pergi?” tanya Isabella dengan suara gemetar. Victor tidak segera menjawab. Mata birunya terpaku pada jalan, ekspresinya penuh konsentrasi. Setelah beberapa saat, ia menjawab dengan nada rendah, “Tempat yang aman.” Mobil melaju men

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kau Bisa Mati!

    Victor berdiri di balkon penthouse-nya yang menjulang tinggi, memandang kerlip lampu kota di bawah sana. Gelas kristal berisi bourbon di tangannya hanya sesekali ia sentuh, sementara pikirannya sibuk memutar ulang pertemuan singkat dengan Isabella. Wajah wanita itu, tatapan matanya, bahkan suaranya—semua terus menghantui Victor sejak malam hujan itu. Ia telah bertemu ratusan, bahkan ribuan wanita selama hidupnya. Sebagian besar mendekatinya karena kekayaan dan kekuasaannya, tetapi Isabella berbeda. Wanita itu tidak menunjukkan rasa takut, apalagi ketertarikan padanya. Dia hanya seorang perawat sederhana yang kebetulan berada di tempat dan waktu yang salah. Namun, entah bagaimana, justru kesederhanaan dan keberaniannya yang membuat Victor tak bisa berhenti memikirkan Isabella. Di meja kerja Victor, sebuah berkas tebal tergeletak rapi. Di dalamnya terdapat informasi lengkap tentang Isabella Grey—riwayat hidupnya, latar belakang keluarganya, hingga kebiasaan sehari-hari yang diperoleh

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Isabella Grey

    Victor menggenggam pistol yang dia rasa pelurunya hampir habis di tangannya. Tubuhnya bergetar, napasnya berat, dan darah masih mengalir dari luka di bahunya. Di depan matanya, beberapa pria bersenjata berjalan mendekat, wajah mereka penuh niat membunuh. Langkah kaki mereka menggema di gang sempit itu, seolah menghitung detik-detik terakhir hidup Victor. “Kali ini, kau tidak akan lolos, Victor,” ucap salah satu dari mereka dengan suara dingin. “Dan siapa pun yang berani menyelamatkanmu … kami akan mencarinya. Kami akan memastikan mereka mati lebih mengenaskan daripada dirimu.” Victor merasa dunia berputar. Pandangannya mulai kabur, tubuhnya hampir ambruk. Ia mencoba mengangkat pisau di tangannya, meskipun tahu usahanya sia-sia. Tidak ada yang bisa melawan kematian ketika ia sudah sedekat ini. Tapi, entah bagaimana, semangat untuk bertahan tetap membara dalam dirinya. Salah satu pria itu mengangkat senjatanya, mengarahkannya tepat ke kepala Victor. Jari mereka sudah di pelatuk ketik

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Pertemuan Pertama

    Hujan turun deras malam itu, membasahi jalanan kota yang sepi. Gemuruh guntur bersahutan, mengiringi langkah seorang wanita yang berjalan tanpa tujuan. Isabella memeluk tubuhnya sendiri, menggigil dalam dingin dan putus asa. Matanya yang sembab tak mampu lagi menahan air mata yang terus mengalir. Hatinya terasa hancur berkeping-keping. Baru saja, dunia yang ia kenal, dunia yang penuh dengan harapan, telah runtuh dalam sekejap. Kekasihnya, seorang dokter yang selama ini ia percayai dengan sepenuh hati, kini tampak begitu tak berharga di matanya. Pemandangan yang paling menyakitkan dalam hidupnya—pacarnya, yang ia anggap sebagai bagian dari dirinya, sedang berada dalam pelukan seorang wanita lain, seorang teman sejawat yang selama ini ia anggap sahabat. Kepalanya terasa pening, setiap langkah yang diambilnya seakan semakin berat, seakan menuntutnya untuk berhenti dan menyerah. Namun, ia terus berjalan, entah ke mana, entah untuk apa. Semua terasa hampa. Isabella berhenti di pinggir j

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status