Kisah yang tak pernah muncul ke permukaan bumi antara Kania dan Erlan. Tak ada manusia lain yang tahu bahwa ada kisah cinta seindah kisah mereka. Berdampingan, tapi tak pernah bersatu. Keduanya dipisah karena perbedaan kasta dan restu orang tua. Bagaimana pengorbanan cinta yang tulus akan berakhir? Sanggupkah Erlan dan Kania saling melupakan setelah perpisahan berat mereka?
View More"Bagiku, kamu adalah langitku."
"Bagiku, kamu adalah bumiku."
Di sebuah taman kota yang teduh, pepohonan yang rindang dan sepi kedua insan itu tertawa lepas bersama. Sejenak kemudian diam. Terutama si lelaki yang memang tak begitu suka tertawa. Lelaki itu lebih memilih untuk kembali dalam hening dan mengunyah sebutir buah ceri. Beda dengan si perempuan yang lebih semringah. Tentu saja dia senang memadu cinta, dan menunjukkannya pada dunia.
"Kita kayak pasangan norak, ya?" tanya si perempuan.
"Kamu sih. Aku jadi kehilangan wibawa." Si lelaki memasang wajah jutek.
"Kenapa harus malu sih, Mas? Di sini, 'kan, cuma ada aku. Gak ada orang lain. Ayo lepas saja seragammu!" perempuan ayu itu mencolek lelaki tercintanya.
"Tuh 'kan kamu mulai lagi..." elak si lelaki enggan.
Tampaknya si perempuan bukan orang yang mudah menyerah. Dengan cekatan dia menarik lengan ketat seragam kekasihnya. Seragam coklat itu sedikit kusut karena ulah jahil perempuan muda berkulit putih itu. Si lelaki kesal. Walau cinta, dia tetap memegang prinsip dan keteguhan sikapnya, dingin.
"Balikin chevron gue, Bego!" desis si lelaki kesal. Si perempuan tertawa-tawa.
"Bodoh amat, wuee! Aku nggak suka Mas Angga pakai seragam kalau pacaran sama aku!"
Lelaki bernama Angga itu mengejar kekasihnya. Dia tak suka tanda segitiga di bajunya diambil, apalagi dipakai mainan. Seragam itu adalah hidupnya. Nyawanya, segalanya. Dengan darah dan air mata itu dia dapatkan. Dia tak suka dipakai mainan.
"Sini dong! Kamu jangan main-main sama tentara, ya!" ujar Angga.
"Kania!" panggil Angga sekali lagi.
"Sinilah Mas ambil sendiri, wue!" Kania masih saja seperti kanak-kanak yang asyik menggoda Angga.
"Jangan serius terus nanti Mas Angga cepet tua!" seloroh Kania.
"Satu!" Seperti biasa Angga mulai menghitung angka. Seperti itulah caranya menghentikan tingkah manja Kania.
"Dua ...!" Kania membalas sambil menjulurkan lidah sok imut.
"Oh ... kamu, ya!"
Tanpa pikir panjang, Anggapun langsung mengejar Kania. Tentu saja itu sangat mudah. Dia calon tentara, Kania cuma anak SMA biasa. Fisik Kania sangat kalah dibanding Angga. Tak butuh lama, gadis itu terkunci dalam dekapan badan besar Angga. Dia terlihat menahan tawa ketika Angga justru terlihat sangat marah.
"Kamu jangan main-main sama seragamku, ya!" ucap Angga tegas.
"Aku nggak main-main kok. Aku hormat sama Mas Angga. Hormat!" Kania berpura-pura memberikan hormat dengan tangannya.
"Masih main-main, ya!" ancam Angga. Kania terkekeh.
"Hei Bocah, kamu tahu betapa susahnya aku dapat semua ini. Seragam yang nggak kamu suka ini, tanda chevron ini, semua pakai keringat!" kata Angga tegas.
"Iya Mas Angga ... Kania ngerti," ucap Kania pelan.
"Hei kamu masih main-main, ya, sama aku!" kata Angga masih kesal.
"Nggak Mas Angga," celetuk Kania usil.
"Panggil namaku yang bener! Aku beneran marah, ya!" sambung Angga yang kini jadi marah. Tatapannya terlihat beringas walau itu pada kekasihnya.
"Siap ... salah!" ujar Kania akhirnya takut.
"Yang bener!" tegas Angga. Wataknya memang dingin seperti es batu.
"Maafkan Kania Langit Amaranata, ya, Sermadatar Airlangga Sakha Handojo. Kania tidak bermaksud bermain-main. Kania hanya ingin bercanda dengan Mas Taruna," ucap Kania sambil menunduk.
Angga alias Airlangga tersenyum simpul. Tentu saja marahnya hanya tipuan. Supaya suasana enak saja. Itu caranya memadu kasih dengan perempuan yang empat tahun lebih muda darinya itu. Tak lama kemudian, Angga meraih kedua belah pipi tembem Kania. Dipencetnya hingga bibir Kania seperti bebek.
"Adik Kecilku takut, ya?" olok Angga.
"Ih Mas Angga!" Kania kesal dan memukul lengan Angga keras. Tentu saja Angga cuma tertawa keras. Pukulan yang tak terasa.
"Sstt, panggil gue Erlan, Bocah! Aku nggak suka dipanggil gitu!" kata Angga lagi.
"Nggak mau. Panggilan itu 'kan buat keluarga. Aku 'kan bukan keluargamu, wue!"
"Nanti kan juga jadi keluargaku!" sambung Angga.
"Nggak maulah," balas Kania.
"Lho kenapa, emang kamu nggak mau jadi istriku?"
"Nggak maulah ..." jawab Kania.
"Kenapa? Katanya kamu cinta sama aku, Kania." Angga mulai bingung.
"Iya aku nggak mau, soalnya masih sekolah. Banyak ulangan, ujian kenaikan kelas juga!"
Angga terkekeh, "ya ampun anak ini. Anak SMAku, memang menggemaskan. Okay deh, jaga diri baik-baik buatku, ya."
"Mas Tarunaku juga jaga diri baik-baik, ya," balas Kania sambil tersenyum manis.
"Tentu, ya, udah sini chevron-ku. Seragam ini harus terus dipakai. Nggak boleh rusak atau hilang atribut. Kamu boleh bermain denganku, tapi tidak dengan seragamku. Setuju?" tandas Angga sekali lagi.
Kania mengangguk, "iya Mas Angga..."
"Nah gitu lagi! Malas akulah!" ucap Angga kesal.
"Siap Mas Erlan. Buminya Kania."
"Norak kamu, Langitnya Erlan!"
"Kamu yang norak, Mas."
Keduanya kembali terkekeh. Lagi dan lagi. Lantas kembali mencolek pipi atau poni. Kadang Angga atau Erlan mencubit gemas pipi montok Kania. Kania juga kadang memukul kecil lengan atletis Angga. Keduanya bahagia, sekalipun tak ada yang tahu. Manusia lain mungkin tak pernah tahu cinta mereka. Namun, dunia menjadi saksi setiap detik kisah mereka. Yang entah di mana muaranya.
***Bersambung...Sembilan bulan yang lalu..."Untuk kamu yang kusuka, terus terang aku tak pandai berkata-kata. Puisi-puisiku seringkali tak bermakna. Kata-kataku seperti bualan yang menguap ke udara. Namun, dirimu tak pernah sekalipun hampa. Selalu mengisi hatiku, mengisi hariku. Membuat setiap huruf dalam hidupku bernapas. Langit yang cerah tersenyumlah selalu. Kamu cantik tiada tara. WSD, 3 IPA 1."Aku tersenyum sendiri membaca tulisan rapinya dari puluhan tahun silam. Benar sekali, telah kubaca berulangkali surat cinta dari Mas Wirya dulu. Surat cinta yang pernah kubahas dengan Mas Erlan dan membuatnya cemburu itu. Jika kubaca sekarang, perasaanku justru rindu membiru. Aku merindukan suamiku, Mas Wirya. Telah sebulan kami berpisah.Surat ini sungguh manis. Tak kusadari itu dulu, sebab masih ada nama lain di hatiku. Untung saja surat ini belum k
Angin pagi membelai wajahku. Terasa segar dan meneduhkan. Sisa semalam terasa masih lekat di badan ini. Aroma tubuhnya yang wangi masih melekat di pelukanku. Cumbu hangatnya masih terasa di pipi ini. Bibir ini masih terasa manis oleh kata-katanya. Malam-malam selalu indah semenjak bersamanya. Saat ini aku benar-benar tergila oleh suamiku. Berlayar di samuderanya membuatku bahagia seperti ini.Pagi ini kupandangi dia yang sedang merapikan kerah seragam lorengnya. Sembari mengaca dan merapikan rambutnya yang tadi berantakan. Aroma tubuhnya wangi selepas mandi. Aroma sabun favoritku yang menjadi favoritnya juga. Sesekali dia melirikku yang berpura-pura tidur. Dia tak tahu aku diam-diam mengamati tingkahnya.Tubuhnya tinggi semampai, khas tentara pada umumnya. Proposional tentu saja karena hobinya memang olahraga. Apalagi dia terbisa berdiri dan berjalan tegap semenjak muda. Kulitnya sedikit menggelap setelah cuti dua mi
Kini aku dan Mas Wirya telah satu dunia. Kami satu frekuensi. Sering bertemu, bertukar sapa, bertukar senyum, dan bahkan cumbuan. Kami merayu satu sama lain, seperti pasangan lain yang kasmaran. Indah sekali pacaran setelah resmi menikah. Mau berbuat apa saja tak ada yang mencela.Meski masih ada negara di antara kami, tapi dia berusaha mendekat padaku setiap saat. Saat waktu dinas telah usai, tubuhnya menjadi milikku. Aku bisa menikmati senyumnya yang lepas tanpa batasan apapun. Senyumnya yang manis bagaikan candu telah memabukkanku.Setiap hari aku menghias rumah tipe 70 miliknya. Menaruh vas bunga mawar putih di meja ruang tamu, ruang tengah, dan ruang keluarga. Menghabiskan tabunganku selama kuliah di kedokteran demi manisnya rumah ini. Tak apalah, aku tak merasa rugi. Sebab ini salah satu impianku, menjadi ibu rumah tangga.“Terima kasih ya Cinta atas mak
Aku positif jatuh cinta pada suami pernikahan konyol ini. Resmi menjadi koramil alias korban rayuan militer. Tingkah dan perilaku Kak Erlan berhasil membuatku klepek-klepek seperti ikan mujaer. Aku jatuh dalam rayuannya. Menikmati setiap cumbuannya. Memang hatiku tak bisa berbohong, seorang Abel jatuh cinta pada pandang pertama pada seorang Erlan. Berhasil membuatku lupa pada sosok Kak Imran yang menyebalkan itu.Aku menikmati setiap sentuhannya. Setiap pelukannya. Setiap aroma tubuhnya. Setiap cumbu rayunya. Membasuh telingaku hingga basah kuyup. Aku sangat menyukai suamiku saat ini. Lucu ya hidup seorang Nabilla? Dari acak kadul hingga mulai tertata seperti ini. Sungguh aku berterima kasih pada Tuhan dan kedua orang tua yang telah mempertemukan kami. Sepertinya aku menemukan bagian hatiku yang hilang, separuh jiwaku. Dan mungkin saja belahan jiwaku.Ah, entahlah. Aku sedang berusaha mengenal Kak Erlan. Dia tak begi
Kulihat wajahnya yang tenang seperti samudera. Dia selalu terlihat teduh, kalem, dan tenang sekalipun sedang bimbang seperti ini. Beda denganku yang ribut bagai badai karena masalah Surat Izin Menikah. Tanggal pernikahan kami tinggal dua minggu lagi, tapi surat itu belum selesai. Entah terkendala dimana, mungkin status ibuku yang tak jelas.Aku memilih untuk tenggelam dalam aktivitas memasak sup ayam. Di minggu pagi sedikit mendung, Mas Wirya telah menyambangi rumahku. Katanya ingin makan masakanku dengan bapak. Kami memang meminggirkan tradisi pingitan demi mengurus surat menyurat itu. Tenang, dia sangat menjaga kontak fisik denganku kendati hatinya membara."Tolong yaSuh. Pernikahanku tinggal dua minggu."Kudengar dia berkata setengah berbisik di telepon. Mungkin denga
Airlangga Sakha Handojo POV“Kok kamu marah sih, Kak? Bukannya aku istrimu? Kata ayah, aku berhak atas dirimu! Kenapa kamu marah saat aku cuma buka ponselmu!?” katanya kesal.“Gak secepat ini, Abel! Gak kayak gitu caramu ingin tahu tentang aku!Just asking me!Tanya saja jangan cari tahu sendiri!” tegasku.“Tapi kamu selalu jaga jarak sama aku. Kamu selalu jual mahal dan menggodaku. Membuatku malas mendekatimu secara langsung. Sebenarnya kamu marah karena aku buka ponselmu atau karena aku tahu masa lalumu?!” ujarnya memanas. Aku menatapnya lekat, ingin rasanya kubungkam mulut cerewet itu.“Gimana ya caranya jelasin ke anak seumuranmu? Abel, it
Sumpah demi apa saja kali ini aku seperti sedang bermimpi. Sebab seseorang di depanku itu benar-benar nyata. Dia adalah perempuan yang selalu jadi benang merah antara aku dan Mas Erlan, Aruni. Namun, kenapa ia sekarang tetap ada di hubunganku bersama Mas Wirya. Sebenarnya dia siapa hingga bisa masuk ke hidup siapa saja. Nama Aruni bak mengikuti hidup Kania kemana saja.Benar sekali, seseorang yang baru datang dan sedang duduk bersama kami di meja makan ini adalah Aruni. Aruni dari Jakarta, mantan kekasih Mas Erlan atau cuma kekasih pura-pura. Dia sedang tertawa penuh arti bersama kedua orang tua Mas Wirya. Entah apa artinya? Apa mungkin aku akan dipermainkan lagi kali ini? Atau mungkin Aruni akan jadi ganjalan bagiku dan Mas Wirya.Apa maksud kedatangannya ke sini? Dia kenal keluarga Mas Wirya? Lalu Mas Wirya tidak tahu apa hubungan Aruni, Mas Erlan, dan aku? Semua terasa membingungkan hingga suara Pak Hutama memecah
Nasi goreng jawa sudah matang di sore yang mendung dan dingin ini. Mungkin musim hujan akan datang, hingga mendung sering berkunjung. Walau suram, tapi hatiku cerah. Sebab bunga cinta sedang tumbuh dan bersemi. Walau masih berjuang tumbuh, tapi akan terus kusirami.Bapak baru saja pulang dinas saat aku selesai memasak. Sore ini aku tak sibuk di rumah sakit hingga bisa menemani bapak makan di rumah. Sore yang langka dan aku sangat bahagia. Sebab aku merindukan bapak. Wajahnya berbinar melihat piring nasi goreng buatanku. Tak lama langsung duduk dan bersiap makan.“Tok…tok…tok!”“Siapa ya yang datang?” gumam Bapak sambil menatap pintu ruang tamu.“Biar Kania yang buka, Pak.”&
Airlangga Sakha POVSenja mulai merayapi langit Jakarta yang sedikit mendung. Hawanya dingin membuatku malas melakukan apapun. Sepulang dinas kupilih duduk di ruang tengah sambil menatap TV, bukan menonton. Sebab perhatianku lebih tertuju pada istri pernikahan konyol ini, Nabilla alias Abel. Abel sedang menyapu teras depan sambil sesekali melenguh kesal, karena daun yang disapunya bertebaran lagi ditiup angin. Tiap tingkahnya menggelikan.Sesekali aku tersenyum tanpa sadar sebab tingkah Abel mengingatkanku padanya. Dia ceroboh, kekanakan, ceria, dan apa yang dikerjakannya selalu tak beres. Membuatku gemas sendiri dan ikut turun langsung. Ah, aku tak sedang ingin mengingatnya. Pasti dia juga sedang tertawa lepas bersama lelaki itu.Tentang Nabilla alias Abel. D
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments