Share

Bab 8 Sabar

last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-06 12:51:33

Kania Langit POV

Kunci berhubungan dengan lelaki berseragam itu adalah sabar. Itu kataku, tentu pada diriku sendiri. Apalagi jika harus menjalani hubungan tersembunyi seperti ini. Harus makin sabar dong. Walau itu terasa menelan pil pahit tanpa air. Kebayang, 'kan, gimana rasanya?

Sejak awal, kata sabar adalah kunciku untuk Mas Angga. Dia yang galak, dingin, tak banyak bicara, bahkan kadang sadis. Dia lebih suka mengajakku berjalan jauh demi bicara banyak. Padahal kami bisa ngobrol di kedai es atau bawah pohon ceri. Dia senang bertindak kasar untuk menunjukkan perhatian dan cintanya. Padahal halus pun sangat menyenangkan.

Ya itulah Mas Angga dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Cuek selangit adalah sifat paling menyebalkan sedunia. Dia tahu, kami saling rindu. Namun, dia enggan menghubungiku. Iyalah aku nomor kesekian dalam hidupnya, tapi nggak gini juga. Aku kangen, tapi takut menghubunginya.

Balas suratku lagilah atau mungkin sekedar meneleponku. Kulirik buket bunga yang telah layu di sudut kamar. Apakah memang cintanya sudah layu? Kenapa tak kasih bunga palsu saja, biar awet selamanya. Iya sih, cintanya palsu.

Huft, aku jemu. Kapan sih pertemuan itu datang? Apa iya dia tak dapat libur? Bukankah kemarin sudah dilantik di istana negara ya? Aku tahu kok, dia 'kan berdiri di depan barisan untuk menerima penghargaan. Membanggakan sekali, ya?

Tentu aku sangat bangga, kekasihku hebat. Otaknya cemerlang dan encer. Badannya bagus. Wajahnya ganteng. Budi pekertinya bagus walau menyebalkan. Dan tentu saja, makin jauhlah pula dia denganku. Dia bintang, aku cuma daun kering. Walau aku langit, tapi langit suram. Kalau dia pendar mentari. Apa benar kami tak cocok?

Tok ... tok ... tok....

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku. Lagi, aku sering sekali melamun. Tak pakai pikir panjang, aku berlari ke arah pintu. Siapa, ya, yang datang? Apa dia Mas Angga? Ah senang sekali kalau memang itu dia. Ah semoga. Ah aku sudah girang sendiri loh.

"Selamat pagi, dengan Mbak Kania?" sapa pak pos dengan ramah. Ya, dia pak pos.

Aku menyeringai kikuk, "iya Pak. Saya Kania."

"Selamat, ya, udah keterima di FK."

Sebuah sahutan dari belakang tubuh pak pos membuatku berjingkat. Suara yang sangat kukenal. Itu 'kan suara Mas Angga, kekasih tercintaku. Kok bisa ada suara, orangnya nggak kelihatan.

"Mas Angga?" aku celingak-celinguk begitu pula dengan pak pos yang kebingungan.

"Di sini!" Mas Angga muncul dari balik pohon jambu yang tinggi. Mirip hantu saja.

"Ini Mbak suratnya, selamat pagi." Pak pos undur diri dan tak banyak bicara setelah diusir halus oleh manusia kesayanganku itu.

"Selamat, ya, Kania Langitnya Erlan. Ada baiknya juga, 'kan, kita jarang komunikasi?" ucapnya dengan bangga.

Aku berlari kecil ke arahnya, tentu hendak menghambur seperti biasa, tapi sebuah jemari menahan jidatku, "hei Genit, jangan sembarangan kamu, ya!"

"Mas, Kania kangen," ujarku manja.

"Hei, jangan kotori bajuku dengan keringatmu yang belum mandi, ya!" ujarnya judes.

Aku menatapnya melas, "tunggu sebentar, ada yang beda ya dari Mas ...."

Dia mengangkat dagunya sambil mematut tubuh gagah itu, "apa?"

"Kamu bukan mas tarunaku lagi. Namun, sudah jadi Pak Letnan. Wah ... mas Angga ganteng ...," kataku girang.

"Baru tahu kamu? Dasar lemah otak!" ejeknya kasar.

Aku berlinang air mata, "selamat Mas. Semoga amanah dengan jabatan dan pangkat barunya. Aku bangga banget sama Mas Angga. Kemarin salaman sama presiden, muncul di TV juga. Gimana Mas rasanya salaman sama presiden?"

"Nyerocos terus. Harusnya aku disuruh masuk dulu kek." Mas Angga ngeloyor masuk ke rumah.

"Kamu mandi gih!" suruhnya jutek.

"Sebentar dong Mas. Cerita dulu!"

"Ceritaku sangat berharga dibanding sama bau badanmu. Mandi sana. Cewek kok jorok."

Aku manyun dan akhirnya hanya pasrah, menurut sajalah. Daripada Mas Angga jijik terus pergi. Nggak jadi kangen-kangenan. Sabar Kania, kalau nggak ngeselin bukan Airlangga namanya. Nih ya, Mas Wirya yang naksir aku tuh lebih baik sikapnya dibanding Mas Angga. Sayangnya aku kadung cintanya ke Mas Angga sih.

---

"Udah mandi?" tanyanya sambil menaikkan sebelah alis.

"Emang nggak kelihatan?" sahutku kesal. Kuletakkan baki minum dengan sedikit keras.

"Sini dong!" Dia melambaikan tangan padaku.

Aku menggeleng, "gak mau. Sini aja!"

"Ngambek kamu?"

"Udah langsung cerita aja, Mas. Keburu basi. Selama beberapa bulan ini Mas kemana? Ngapain aja? Terus kenapa sekarang bisa di Malang? Tanpa kasih kabar lagi!" cerocosku kesal.

Dia tiba-tiba menarik tanganku. Tubuh ini dibenamkan dalam kedua tangan bidangnya. Sungguh terasa hangat. Jadi ini rasanya dipeluk Mas Angga. Baru saja kurasakan rasa ini setelah bertahun-tahun mengenalnya. Setelah berkali-kali aku cuma berhayal. Pelukannya hangat, lekat, ada debar jantungnya, ada harum parfumnya.

"Kalau disuruh dekat tuh dekat. Enak nggak dipeluk aku?" ucapnya pelan di telingaku.

"Hm ...." Aku hanya berdehem. Tak bisa berkata-kata.

"Merindukanku?"

"Hmm ...."

"Aku sudah dilantik dengan kebanggaan. Semua kerja kerasku selama 4 tahun terbayar dengan hasil yang luar biasa. Ayah bunda bangga. Kamu pasti bangga, 'kan? Aku di sini dapat libur 4 hari. Alasanku berlibur di rumah teman, namanya Ibnu. Namun, aku memilih menemuimu. Karena tentu saja rindu."

"Hm ...."

Dia menangkup wajahku, "kamu sariawan?"

"Enggak ...," aku menggeleng tegas.

"Kok ham hem ham hem. Kayak mbah tua kamu!"

Aku tersenyum, "hormat!"

"Hormat diterima." Mas Angga menurunkan tanganku.

"Kamu hutang cerita banyak sama aku. 4 hari ini, habiskan waktumu untukku. Bisa?"

"Kalau buat Mas Angga, Kania selalu bisa kok."

Dia terkekeh malu, "ah, kamu ini. Membuatku nggak tahan pengen cubit pipimu."

"Tembemkuuu," lanjutnya gemas. Aku hanya tersenyum.

---

Kami tak jadi bercerita. Mas Angga ditahan bapak yang tiba-tiba datang. Bapak sangat senang melihat anak didiknya dulu sudah jadi orang. Tentu bapak ikut bangga. Bapak sangat senang hingga memberi hormat pada Mas Angga. Tentu dalam kemiliteran pangkat bapak kalah jauh. Namun, Mas Angga langsung memeluk bapak tanda dia sangat berterima kasih. Tidak bisa, ya, pelukannya dikasih ke aku.

Untung saja bapak tak lama. Katanya masih ada urusan di kantor. Bapak pergi setelah berpesan bahwa Mas Angga harus tidur di sini. Tentu saja Mas Angga tak enak. Mana mau dia serumah denganku? Kami 'kan saling cinta, walau bapak juga tak tahu tentang kami. Bapak cuma tahu kalau kami cuma berteman.

"Usul bapak boleh juga. Boleh, 'kan, malam ini aku tidur di kamarmu?" tanya Mas Angga yang bak petir menyambar.

"Tr - terus ak - aku tidur dim ... di mana?" tanyaku gagap. Memalukan.

"Hahaha, pikiran kotor kamu. Ya di kursilah. Masa aku tidur di kursi? Masa kita sekamar? Amit-amit, bisa gatal aku!" aku mencep.

Sabar Kania, sabarlah ...!

Aku mencubit lengannya keras, "pulang sana. Pulang! Malas aku lama-lama. Dari tadi ngeselin terus. Udah nggak kangen. Basi. Malas!"

"Duh merajuklah gadis Abang ini. Sabar Sayang, ikut Abang jalan yuk!"

Aku menatapnya jijik, "Mas Angga nggak apa, 'kan?"

Dia hanya terkekeh sambil memukul-mukul pangkuannya. Sepertinya geli sendiri karena sukses menggodaku. Ini manusia dari apa, ya? Humornya receh. Menyebalkannya dapat. Kadang kayak kulkas, kadang kayak kompor meleduk. Untung cinta, makanya aku sabar. Coba kalau nggak, udah kusimpan di lemari dari dulu.

Akhirnya, aku dipaksa ganti baju. Mau diajak pergi olehnya. Tentu masih dengan hati gondok karena aku pengen cerita banyak padanya. Namun, Mas Angga malah mengulur waktu sampai jenuh. Apa maunya sih nih orang. Udah jadi tentara bukannya berubah jadi jelas, malah makin nggak jelas.

"Mas, kita mau kemana sih?" tanyaku bingung karena dia menyeretku ke dalam mobil SUV hitam miliknya.

"Udah ikut aja. Kubawa ke luar angkasa saja, bapakmu sudah pasrah."

"Mas, aku takut."

"Hahaha." Tawanya meledak, lagi dan lagi.

***

Bersambung...

Bab terkait

  • Langit dan Bumi   Bab 9 Mencumbui Malam

    Aku menatap gadis cantik di sebelah yang sedang manyun. Sebenarnya hatiku bak ombak yang naik turun. Tak mudah mengekspresikan rasa rindu ini. Seorang Erlan bisa jadi manusia aneh jika sedang rindu macam begini. Ingin rasanya melakukan hal lain lebih dari pelukan. Namun, aku takut melakukannya. Sebab Kania perempuan pertama yang dekat denganku sejak masa puber.Ya cuma ini caraku menunjukkan betapa rindunya aku pada Kania. Setelah berbulan-bulan tak bertemu, dia makin cantik saja. Calon dokter lagi. Cita-cita yang tak pernah dia katakan padaku. Bahkan, mungkin terbesit saja tak pernah. Kesayanganku akan jadi calon dokter. Bangga punya dia."Ayo dong mulai cerita!" ujarku setelah kami berhenti di jalanan yang sepi.Seperti ada gundukan es yang runtuh, "akhirnya, disuruh cerita juga.""Iya calon Ibu Dokter, gimana sih ceritanya? Bagaimana bisa kamu mau jadi dokter? Yakin kamu bisa? Mau jadi dokter apa memangnya?" cerocosku seperti petasan rawit."Kan

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-06
  • Langit dan Bumi   Bab 10 Bersamamu

    Kedua insan itu bergandengan tangan di sepanjang jalan setapak lapangan Rampal. Tak banyak bicara, hanya diam sambil menikmati dinginnya Kota Malang. Kania menunduk sembari menatap kaki mungilnya. Sesekali dia melihat kaki tegas Erlan. Berbeda dengan Erlan yang sesekali mencuri wajah Kania. Tak henti dikaguminya wajah cantik itu."Kania cemong Mas?" tanya Kania tiba-tiba yang membuat Erlan kaget."Iya, jelek banget!" jawab Erlan spontan yang membuat Kania mendongak.Dia bergegas mengelap mulutnya, "aduh kenapa gak bilang dari tadi sih, Mas?""Biarin, biar kamu jelek dan gak dilirik sama siapa-siapa!" jawab Erlan sekenanya."Gak adil Mas Erlan ih!" protes Kania."Terus apa, kamu mau tebar pesona sama tamtama remaja yang lagi korve itu?" tanya Erlan setengah cemburu."Siapa juga yang tebar pesona? Mas Erlan cemburu, ya? Dari tadi aku nggak lihat kemana-mana. Aku nunduk terus karena mau jaga pandangan. Aku jaga hatinya Mas Erlan. Mas kal

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-06
  • Langit dan Bumi   Bab 11 Bertemu dalam Doa

    "Terimalah hukumanmu, Kania! Ha ha ha!"Seorang lelaki tegap cekikikan sendiri sambil tengkurap. Wajahnya terlihat sangat puas. Keringat membasahi kulit putihnya. Sementara itu, si wanita terlihat lemas dan kesal. Tangan mungilnya terasa hampir putus. Itu karena hukuman yang diberikan si lelaki alias Erlan setiap malam. Hukuman itu adalah Kania harus memijat punggung Erlan sampai lelah."Kenapa sih pacaran sama Mas Erlan gini amat," keluh Kania pelan.Erlan mendongak dan melihat Kania, "kenapa kamu mau yang lebih?""Eng ... enggak kok Mas," ucap Kania terbata. Dia takut Erlan melakukan hal yang lebih apalagi mereka sering berdua di rumah."Kok takut gitu. Gak level kali aku sama kamu, Ka," ejek Erlan seolah membaca pikiran Kania."Gak level kok cinta sih," alih Kania sambil duduk dan menyilangkan tangannya di hadapan Erlan. Wajahnya terlihat lelah namun manis."Terpaksa," sahut Erlan sekenanya."Padahal Mas Erlan bisa

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-06
  • Langit dan Bumi   Bab 12 Berjarak Jauh

    "Melihatmu memperlakukan gadis itu, pasti dia sangat spesial ya?""Emangnya gue gimana?""Lo nggak bisa sembunyikan itu dari gue, Lan. Bahkan, untuk kita yang nggak terlalu dekat, kalian itu kentara banget.""Hati gue emang milik dia, Nu.""Jadi artis akademi kita ini beneran jatuh cinta?""Gue jadi elek-elekan karena dia!""Itulah cinta, Lan."Erlan mengusap mata tajamnya yang beriris coklat. Ingatan tentang percakapannya dengan Ibnu kemarin kembali terputar. Ternyata perasaannya pada Kania sangat terlihat. Padahal sebisa mungkin dia menyembunyikan itu, tapi gesture tubuhnya tak dapat dibohongi. Akankah hubungan diam-diam selama bertahun-tahun ini akan terungkap? Memikirkan saja sudah membuat Erlan berdebar.Erlan kembali merebahkan tubuhnya di kasur mess perwira di batalyonnya. Dia lelah setelah tradisi masuk satuan. Namun, matanya belum bisa terpejam kar

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-06
  • Langit dan Bumi   Bab 13 Drama Asmara

    "Udah kamu unggah foto terbaruku?" tanyaku tegas pada seseorang di seberang telepon."Siap Abang Sayang..." balasnya kurang ajar."Heh, jangan kurang ajar kamu ya!" ancamku tak suka."Terus saya harus gimana Bang. Katanya kita pacaran, masak harus izin-izinan segala," kata perempuan tomboy itu, sebut saja dia Aruni."Iya, tahu tempatmu ya!" kataku seram.Dia berdehem kecil, "siap Bang!""Suaramu yang enak. Jangan malas kamu jawab saya!" ancamku lagi. Aku tak suka kelihatan lemah di depannya."Siap Bang. Sudah saya unggah foto terbaru Abang di Instagram saya demi pencitraan di jejaring sosial. Laporan selesai.""Oke, lanjutkan. Kita tetap pada perjanjian awal kan, aku dapat status palsu dan kamu dapat ketenaran. Jangan melanggar itu, jangan sampai bocor kemana-mana.""Siap Bang!" jawab Aruni pelan.Telepon kututup. Ya ya ya, aku memang jahat sama Aruni, hanya sama dia. Sama perempuan lain sebut saja Kania, tentu ti

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-22
  • Langit dan Bumi   Bab 14 Kepekatan Malam

    Malam hari saat berjauhan dengan orang terkasih adalah saat yang berat. Gelap malam membawa kenangan tentang kebersamaan yang tak mungkin terjadi. Saat malam, ingatan tentang cinta semakin kuat dan memuakkan. Rasa rindu makin pekat seiring pekatnya langit malam.Erlan dan Kania telah melalui banyak malam menjemukan seperti itu. Cerita mereka banyak bergulir di malam hari. Sebab pagi dan siang mereka selalu sibuk, tiada sempat bicara selain hanya menyapa.Kadang malam mereka isi dengan saling merindukan. Kadang malam juga mereka isi dengan pertengkaran kecil khas hubungan jarak jauh. Namun, kali ini malam mereka isi dengan saling berpegangan tangan di dalam gerbong kereta yang membawa mereka menuju Jakarta.Hari itu datang juga. Dimana akhirnya Kania akan diperkenalkan secara resmi seba

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-28
  • Langit dan Bumi   Bab 15 Malam Sendu

    Aku menangis tersedu. Entah sudah yang keberapa kalinya hingga malam merayapi langit Jakarta. Perlahan mulai kutata pikiranku. Jadi, Mas Erlan telah punya calon istri dari keluarga lain. Mereka telah dijodohkan sejak bayi. Namun, Mas Erlan jatuh cinta padaku dan kami berpacaran hingga 10 tahun.Hari ini saat aku akan dikenalkan sebagai wanita yang dicintainya, keluarga Mas Erlan juga akan menggelar pertemuan dengan keluarga itu. Siapapun keluarga itu, yang jelas mereka selevel. Tidak sepertiku, seperti kisah awal, kami bak langit dan bumi. Sejalan tapi tak bisa menyatu. Jika menyatu hanya akan membawa kehancuran dunia.Aku menangis hingga merasa mual. Dengan berlari, aku ke kamar mandi. Memuntahkan semua isi perutku. Sudah dua kali aku muntah sejak siang tadi. Badanku terasa tak enak, apalagi hati ini. Hancur sekali.

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-28
  • Langit dan Bumi   Bab 16 Sesudah Badai

    “Meski kita tidak bersama, aku akan selalu mendoakan untuk kebahagiaanmu. Semoga kamu bahagia dengan pernikahanmu. Kelak dikaruniai anak yang soleh solehah. Anak yang cantik dan ganteng, serta lucu-lucu. Mereka pasti mewakili fisik rupawan sepertimu dan Mbak Nabilla. Semoga Mas Erlan bahagia selamanya.”Doa macam apa yang telah kamu ucapkan, Kania? Mengapa itu terasa getir dan menusuk perasaanku berkali-kali. Doa itu sangat indah tanpa dendam mendalam. Namun, mengapa ini terasa sakit? Begini rasanya kehilangan mendalam itu? Kamu masih di dunia ini tapi bukan milikku lagi. Kita berjalan di bawah langit yang sama, namun tak bisa bergandengan tangan lagi.“Izin Bang, Kania sudah masuk ke rumahnya.”

    Terakhir Diperbarui : 2021-04-28

Bab terbaru

  • Langit dan Bumi   Bab 30 Kilas Balik Penuh Kenangan

    Sembilan bulan yang lalu..."Untuk kamu yang kusuka, terus terang aku tak pandai berkata-kata. Puisi-puisiku seringkali tak bermakna. Kata-kataku seperti bualan yang menguap ke udara. Namun, dirimu tak pernah sekalipun hampa. Selalu mengisi hatiku, mengisi hariku. Membuat setiap huruf dalam hidupku bernapas. Langit yang cerah tersenyumlah selalu. Kamu cantik tiada tara. WSD, 3 IPA 1."Aku tersenyum sendiri membaca tulisan rapinya dari puluhan tahun silam. Benar sekali, telah kubaca berulangkali surat cinta dari Mas Wirya dulu. Surat cinta yang pernah kubahas dengan Mas Erlan dan membuatnya cemburu itu. Jika kubaca sekarang, perasaanku justru rindu membiru. Aku merindukan suamiku, Mas Wirya. Telah sebulan kami berpisah.Surat ini sungguh manis. Tak kusadari itu dulu, sebab masih ada nama lain di hatiku. Untung saja surat ini belum k

  • Langit dan Bumi   Bab 29 Buaian Samudera

    Angin pagi membelai wajahku. Terasa segar dan meneduhkan. Sisa semalam terasa masih lekat di badan ini. Aroma tubuhnya yang wangi masih melekat di pelukanku. Cumbu hangatnya masih terasa di pipi ini. Bibir ini masih terasa manis oleh kata-katanya. Malam-malam selalu indah semenjak bersamanya. Saat ini aku benar-benar tergila oleh suamiku. Berlayar di samuderanya membuatku bahagia seperti ini.Pagi ini kupandangi dia yang sedang merapikan kerah seragam lorengnya. Sembari mengaca dan merapikan rambutnya yang tadi berantakan. Aroma tubuhnya wangi selepas mandi. Aroma sabun favoritku yang menjadi favoritnya juga. Sesekali dia melirikku yang berpura-pura tidur. Dia tak tahu aku diam-diam mengamati tingkahnya.Tubuhnya tinggi semampai, khas tentara pada umumnya. Proposional tentu saja karena hobinya memang olahraga. Apalagi dia terbisa berdiri dan berjalan tegap semenjak muda. Kulitnya sedikit menggelap setelah cuti dua mi

  • Langit dan Bumi   Bab 28 Satu Dunia

    Kini aku dan Mas Wirya telah satu dunia. Kami satu frekuensi. Sering bertemu, bertukar sapa, bertukar senyum, dan bahkan cumbuan. Kami merayu satu sama lain, seperti pasangan lain yang kasmaran. Indah sekali pacaran setelah resmi menikah. Mau berbuat apa saja tak ada yang mencela.Meski masih ada negara di antara kami, tapi dia berusaha mendekat padaku setiap saat. Saat waktu dinas telah usai, tubuhnya menjadi milikku. Aku bisa menikmati senyumnya yang lepas tanpa batasan apapun. Senyumnya yang manis bagaikan candu telah memabukkanku.Setiap hari aku menghias rumah tipe 70 miliknya. Menaruh vas bunga mawar putih di meja ruang tamu, ruang tengah, dan ruang keluarga. Menghabiskan tabunganku selama kuliah di kedokteran demi manisnya rumah ini. Tak apalah, aku tak merasa rugi. Sebab ini salah satu impianku, menjadi ibu rumah tangga.“Terima kasih ya Cinta atas mak

  • Langit dan Bumi   Bab 27 Pintu Rahasia

    Aku positif jatuh cinta pada suami pernikahan konyol ini. Resmi menjadi koramil alias korban rayuan militer. Tingkah dan perilaku Kak Erlan berhasil membuatku klepek-klepek seperti ikan mujaer. Aku jatuh dalam rayuannya. Menikmati setiap cumbuannya. Memang hatiku tak bisa berbohong, seorang Abel jatuh cinta pada pandang pertama pada seorang Erlan. Berhasil membuatku lupa pada sosok Kak Imran yang menyebalkan itu.Aku menikmati setiap sentuhannya. Setiap pelukannya. Setiap aroma tubuhnya. Setiap cumbu rayunya. Membasuh telingaku hingga basah kuyup. Aku sangat menyukai suamiku saat ini. Lucu ya hidup seorang Nabilla? Dari acak kadul hingga mulai tertata seperti ini. Sungguh aku berterima kasih pada Tuhan dan kedua orang tua yang telah mempertemukan kami. Sepertinya aku menemukan bagian hatiku yang hilang, separuh jiwaku. Dan mungkin saja belahan jiwaku.Ah, entahlah. Aku sedang berusaha mengenal Kak Erlan. Dia tak begi

  • Langit dan Bumi   Bab 26 Membersamai Samudera

    Kulihat wajahnya yang tenang seperti samudera. Dia selalu terlihat teduh, kalem, dan tenang sekalipun sedang bimbang seperti ini. Beda denganku yang ribut bagai badai karena masalah Surat Izin Menikah. Tanggal pernikahan kami tinggal dua minggu lagi, tapi surat itu belum selesai. Entah terkendala dimana, mungkin status ibuku yang tak jelas.Aku memilih untuk tenggelam dalam aktivitas memasak sup ayam. Di minggu pagi sedikit mendung, Mas Wirya telah menyambangi rumahku. Katanya ingin makan masakanku dengan bapak. Kami memang meminggirkan tradisi pingitan demi mengurus surat menyurat itu. Tenang, dia sangat menjaga kontak fisik denganku kendati hatinya membara."Tolong yaSuh. Pernikahanku tinggal dua minggu."Kudengar dia berkata setengah berbisik di telepon. Mungkin denga

  • Langit dan Bumi   Bab 25 Melangkah Bersama

    Airlangga Sakha Handojo POV“Kok kamu marah sih, Kak? Bukannya aku istrimu? Kata ayah, aku berhak atas dirimu! Kenapa kamu marah saat aku cuma buka ponselmu!?” katanya kesal.“Gak secepat ini, Abel! Gak kayak gitu caramu ingin tahu tentang aku!Just asking me!Tanya saja jangan cari tahu sendiri!” tegasku.“Tapi kamu selalu jaga jarak sama aku. Kamu selalu jual mahal dan menggodaku. Membuatku malas mendekatimu secara langsung. Sebenarnya kamu marah karena aku buka ponselmu atau karena aku tahu masa lalumu?!” ujarnya memanas. Aku menatapnya lekat, ingin rasanya kubungkam mulut cerewet itu.“Gimana ya caranya jelasin ke anak seumuranmu? Abel, it

  • Langit dan Bumi   Bab 24 Cinta

    Sumpah demi apa saja kali ini aku seperti sedang bermimpi. Sebab seseorang di depanku itu benar-benar nyata. Dia adalah perempuan yang selalu jadi benang merah antara aku dan Mas Erlan, Aruni. Namun, kenapa ia sekarang tetap ada di hubunganku bersama Mas Wirya. Sebenarnya dia siapa hingga bisa masuk ke hidup siapa saja. Nama Aruni bak mengikuti hidup Kania kemana saja.Benar sekali, seseorang yang baru datang dan sedang duduk bersama kami di meja makan ini adalah Aruni. Aruni dari Jakarta, mantan kekasih Mas Erlan atau cuma kekasih pura-pura. Dia sedang tertawa penuh arti bersama kedua orang tua Mas Wirya. Entah apa artinya? Apa mungkin aku akan dipermainkan lagi kali ini? Atau mungkin Aruni akan jadi ganjalan bagiku dan Mas Wirya.Apa maksud kedatangannya ke sini? Dia kenal keluarga Mas Wirya? Lalu Mas Wirya tidak tahu apa hubungan Aruni, Mas Erlan, dan aku? Semua terasa membingungkan hingga suara Pak Hutama memecah

  • Langit dan Bumi   Bab 23 Selangkah Mendekat

    Nasi goreng jawa sudah matang di sore yang mendung dan dingin ini. Mungkin musim hujan akan datang, hingga mendung sering berkunjung. Walau suram, tapi hatiku cerah. Sebab bunga cinta sedang tumbuh dan bersemi. Walau masih berjuang tumbuh, tapi akan terus kusirami.Bapak baru saja pulang dinas saat aku selesai memasak. Sore ini aku tak sibuk di rumah sakit hingga bisa menemani bapak makan di rumah. Sore yang langka dan aku sangat bahagia. Sebab aku merindukan bapak. Wajahnya berbinar melihat piring nasi goreng buatanku. Tak lama langsung duduk dan bersiap makan.“Tok…tok…tok!”“Siapa ya yang datang?” gumam Bapak sambil menatap pintu ruang tamu.“Biar Kania yang buka, Pak.”&

  • Langit dan Bumi   Bab 22 Menuju Senja

    Airlangga Sakha POVSenja mulai merayapi langit Jakarta yang sedikit mendung. Hawanya dingin membuatku malas melakukan apapun. Sepulang dinas kupilih duduk di ruang tengah sambil menatap TV, bukan menonton. Sebab perhatianku lebih tertuju pada istri pernikahan konyol ini, Nabilla alias Abel. Abel sedang menyapu teras depan sambil sesekali melenguh kesal, karena daun yang disapunya bertebaran lagi ditiup angin. Tiap tingkahnya menggelikan.Sesekali aku tersenyum tanpa sadar sebab tingkah Abel mengingatkanku padanya. Dia ceroboh, kekanakan, ceria, dan apa yang dikerjakannya selalu tak beres. Membuatku gemas sendiri dan ikut turun langsung. Ah, aku tak sedang ingin mengingatnya. Pasti dia juga sedang tertawa lepas bersama lelaki itu.Tentang Nabilla alias Abel. D

DMCA.com Protection Status