Kotak Misterius

Victor mengangguk perlahan, matanya tetap tertuju pada Isabella. Sementara itu, Isabella menggelengkan kepala dengan frustrasi. Ia tidak habis pikir—apa sebenarnya yang diinginkan pria ini? Mengurungnya, mengawasinya, lalu apa lagi selanjutnya?

"Kau?! Apa yang kau inginkan sebenarnya, Victor? Keluarkan aku dari sini sekarang juga!" seru Isabella dengan suara penuh kemarahan.

Kesabarannya telah habis. Ia tidak peduli lagi dengan alasan-alasan Victor. Wajahnya memerah, dadanya naik turun menahan emosi yang meluap. Namun, Victor hanya menatapnya dengan ekspresi datar, seolah-olah kemarahan Isabella tidak berarti apa-apa.

"Tidak ada gunanya kau marah-marah, Isabella. Lebih baik kembali ke dalam sekarang juga," ucapnya dengan nada dingin.

Tatapannya semakin tajam, menciptakan suasana yang begitu menekan hingga membuat Isabella merasa diintimidasi. Ia menarik napas kasar, mencoba mengendalikan emosinya, tetapi hatinya dipenuhi kebencian. Beberapa hari terakhir di rumah ini terasa seperti siksaan, dan Victor sepertinya tidak akan mudah melepaskannya.

Pria itu melangkah pelan mendekati Isabella, mempersempit jarak di antara mereka. Isabella merasakan hawa dingin yang semakin menusuk ketika Victor berbisik,

"Apa kau tahu? Di tengah malam, selalu ada pemburu di sini. Dan bukan hanya hewan yang mereka buru, Isabella."

Bulu kuduknya langsung meremang. Apakah itu ancaman? Atau peringatan?

"Lagipula, jika kau kabur ..." Victor berhenti sejenak, memperhatikan ekspresi Isabella yang tegang. "Apa kau ingat jalan pulang?"

Isabella terdiam. Dadanya terasa sesak saat menyadari bahwa pria itu mungkin benar. Jika ia berhasil keluar dari rumah besar ini, belum tentu ia bisa kembali ke kehidupannya dengan selamat. Ia bahkan tidak tahu pasti di mana ia berada.

Victor menangkap keraguan di wajah Isabella dan tersenyum tipis. Ia tahu wanita itu sedang mempertimbangkan kata-katanya, dan itu cukup untuk membuatnya puas.

"Lorenzo!" panggil Victor tiba-tiba.

Dari bayangan gelap di sudut taman, seorang pria tinggi berjas hitam segera muncul dan berjalan mendekat. Wajahnya kaku, matanya tajam, menunjukkan bahwa dia bukan orang biasa.

"Ya, Tuan," jawabnya singkat.

"Bawa Isabella kembali ke kamarnya," perintah Victor tegas.

Lorenzo melirik Isabella sejenak sebelum mengangguk patuh. Dengan gerakan cepat, ia menggenggam lengan Isabella.

"Lepaskan aku!" Isabella memberontak, mencoba menarik tangannya, tetapi cengkeraman Lorenzo terlalu kuat.

"Jangan membuat ini lebih sulit, Isabella," kata Victor tanpa emosi.

Isabella menatapnya dengan tatapan penuh kebencian. Ia ingin berteriak, ingin melawan, tetapi dalam situasi ini, ia tidak berdaya. Dengan langkah terpaksa, ia mengikuti Lorenzo kembali ke dalam rumah.

…

Di dalam kamar, Isabella duduk di tepi ranjang. Menatap jendela besar yang menampilkan langit malam yang gelap. Tangannya masih gemetar akibat kejadian tadi. Ia merasa seperti burung dalam sangkar emas—terlihat indah dari luar, tetapi terjebak tanpa jalan keluar.

Apa sebenarnya yang sedang terjadi? Mengapa Victor begitu ngotot menahannya di sini?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalanya tanpa jawaban. Satu hal yang ia yakini, Victor menyembunyikan sesuatu. Dan semakin lama ia berada di sini, semakin besar kemungkinan ia terlibat dalam sesuatu yang lebih berbahaya.

Ia tidak bisa terus menunggu dan berharap Victor akan berubah pikiran. Jika ia ingin bebas, ia harus mencari cara sendiri.

Matanya beralih ke lemari besar di sudut kamar. Dengan cepat, ia berjalan ke sana dan mulai memeriksa isinya. Pakaian, seprei tambahan, beberapa benda pribadi—tidak ada yang mencurigakan.

Kemudian, matanya tertuju pada sesuatu di bagian bawah lemari—sebuah celah kecil, seperti papan yang bisa dibuka. Dengan hati-hati, ia berlutut dan mencoba menariknya. Butuh beberapa usaha sebelum akhirnya papan itu terbuka sedikit, memperlihatkan sesuatu di dalamnya.

Sebuah kotak kayu berwarna gelap.

Tangan Isabella bergetar saat ia menariknya keluar. Apa ini? Mengapa kotak ini disembunyikan di dalam lemari? Ia menelan ludah, lalu perlahan membuka penutupnya. Di dalamnya, terdapat beberapa dokumen, foto-foto, dan sebuah kunci kecil berwarna perak.

Isabella mengernyit, mengambil salah satu foto dan menatapnya dengan saksama. Matanya melebar. Itu adalah fotonya. Bersama seorang pria yang tidak ia kenal.

Napasnya tercekat. Ia membalik foto itu dan menemukan tulisan tangan di belakangnya; "Target ditemukan, jangan biarkan dia pergi."

Jantungnya berdegup kencang.

Isabella buru-buru meraih dokumen lain, membuka lembar demi lembar dengan tangan gemetar.

Nama lengkapnya tertulis di salah satu kertas, diikuti dengan informasi pribadinya—alamat, tempat kerja, bahkan kebiasaannya sehari-hari. Seolah-olah ada seseorang yang mengawasinya jauh sebelum ia diculik ke tempat ini.

Ketakutan mulai menguasainya. Ini bukan sekadar kebetulan. Victor tidak hanya sekadar melindunginya—ia adalah target. Tapi untuk apa?

Sebelum ia bisa mencerna semuanya, suara ketukan keras terdengar dari pintu kamarnya.

"Isabella," suara Victor terdengar di balik pintu. "Aku ingin bicara denganmu."

Isabella buru-buru menutup kotak itu dan menyembunyikannya kembali di dalam lemari. Dadanya naik turun, berusaha menenangkan diri.

Pikirannya berlari ke satu kemungkinan yang semakin jelas.

Victor bukan hanya seseorang yang menahannya di sini. Ia mungkin adalah alasan utama Isabella dalam bahaya. Dan sekarang, ia harus mencari tahu bagaimana cara keluar dari neraka ini.

Isabella berusaha mengatur napasnya, ketegangannya perlahan mulai mereda. Ia segera mendekati pintu dan berbicara sebelum membukanya.

"Tidak ada yang perlu kita bicarakan," jawabnya sinis.

Tidak terdengar jawaban langsung, sebelum beberapa detik kemudian Victor kembali berbicara.

"Baiklah, aku akan mengabulkan permintaanmu. Tapi dengan satu syarat," katanya dari balik pintu.

Tanpa sadar, Isabella melebarkan matanya penuh harap. Apa perkataan pria itu bisa dipercaya? Jika bisa, Isabella tidak keberatan melakukan sesuatu, asalkan ia bisa keluar dari sini dan menjalani kehidupan bebas seperti sebelumnya.

"Ya, apa yang kau mau?" Isabella menempelkan telinganya ke pintu.

"Ikut aku ke acara besok malam."

Tanpa berpikir lama, Isabella langsung menyetujuinya.

Mendengar jawaban dengan nada sedikit antusias dari Isabella, Victor tersenyum sinis di balik pintu. Apa yang wanita itu harapkan?