Share

Kau Mengawasiku?!

Penulis: Yurisha
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-27 22:37:11

Isabella duduk di dekat jendela besar di kamar yang telah menjadi tempat tinggal sementaranya selama beberapa hari terakhir. Ia memandangi taman yang luas di luar, dengan deretan pohon cemara dan rumput hijau yang tampak terlalu rapi untuk ukuran dunia nyata.

Namun, bukannya merasa nyaman, perasaan terkurung mulai menghantuinya. Rumah ini terlalu sunyi, terlalu terisolasi, dan Victor terlalu tertutup. Meski pria itu selalu menjawab pertanyaannya dengan tenang, ada sesuatu dalam cara bicaranya yang membuat Isabella yakin bahwa dia tidak menceritakan semuanya.

Setiap hari terasa sama. Sarapan disiapkan oleh seorang pelayan yang jarang terlihat, lalu Victor akan sibuk dengan pekerjaannya di ruang kerja, meninggalkan Isabella sendirian dengan pikirannya. Tidak ada televisi di kamar, tidak ada akses ke ponsel, dan bahkan ketika ia mencoba bertanya apakah ia bisa menghubungi teman-temannya, Victor hanya berkata, “Itu terlalu berbahaya.”

semakin lama, Isabella merasa seperti bayangannya sendiri mulai berbicara dengannya.

Pagi itu, saat matahari baru mulai menyinari jendela besar di kamarnya, Isabella memutuskan bahwa ia sudah cukup. Ia tidak bisa terus seperti ini. Ia mengambil napas panjang, mengenakan sweater tipis, dan keluar dari kamar.

Langkah-langkahnya bergema di koridor panjang yang kosong. Ia tahu ke mana harus pergi—ruang kerja Victor, ruangan yang selama ini menjadi markas pria itu. Di balik pintu kayu besar yang sering tertutup, Isabella tahu ada jawaban yang selama ini dihindari Victor untuk diberikan.

Tanpa mengetuk, Isabella mendorong pintu itu terbuka. Ruangan itu lebih besar daripada yang ia bayangkan, dengan rak-rak buku yang menjulang hingga langit-langit, meja kayu besar dengan permukaan kaca, dan peta dunia yang tergantung di salah satu dinding. Di tengah ruangan, Victor duduk di kursi beludru gelap, menghadap laptopnya dengan ekspresi serius.

Ketika pintu terbuka, Victor mendongak. Ia segera menutup laptopnya dengan gerakan yang terlalu cepat, seolah-olah ia tidak ingin Isabella melihat apa yang ada di layarnya.

"Kau harus membiarkanku pergi,” kata Isabella tanpa basa-basi, berdiri di ambang pintu.

Victor menatapnya dengan ekspresi tenang, tetapi ada kilatan tajam di matanya. “Tidak. Kau masih dalam bahaya. Aku tidak bisa membiarkanmu keluar.”

"Bahaya apa? Kau terus mengatakan hal itu, tetapi aku tidak pernah melihat apa pun. Tidak ada yang mencariku. Tidak ada yang mencoba masuk ke rumah ini. Bahkan aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi!” Suaranya mulai meninggi, mencerminkan frustrasinya.

Victor berdiri perlahan dari kursinya, langkah-langkahnya tenang tetapi penuh intensitas. “Aku tahu kau merasa ini tidak adil, tetapi aku melakukan ini untuk melindungimu.”

"Melindungiku dari apa, Victor? Dari siapa? Kau bahkan tidak pernah menjelaskan! Aku punya pekerjaan yang harus kuurus, hidup yang harus kujalani!” Isabella memeluk tubuhnya sendiri, mencoba menenangkan dirinya.

Victor berhenti hanya beberapa langkah darinya, menatapnya dengan ekspresi yang sulit diterjemahkan. “Kau tidak mengerti dunia ini, Isabella. Orang-orang yang mengejarmu … mereka tidak akan berhenti hanya karena kau kembali ke kehidupan lamamu. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi.”

Isabella memandangnya dengan tatapan keras. “Dan aku tidak bisa terus terkurung di sini, Victor. Aku tidak bisa.”

Victor menghela napas panjang, matanya melembut. “Aku tahu ini berat bagimu, tetapi percayalah, di luar sana tidak ada tempat yang lebih aman dari rumah ini.”

"Bagiku, ini bukan rumah. Ini penjara,” kata Isabella dengan dingin, lalu berbalik menuju pintu.

Victor memanggilnya, suaranya berubah lebih pelan. “Isabella.”

Langkahnya terhenti, tetapi ia tidak menoleh.

“Aku tidak pernah berniat membuatmu merasa seperti ini,” lanjut Victor. “Aku hanya ingin memastikan kau aman.”

Isabella tetap diam, tetapi sesuatu dalam nada Victor membuat hatinya bergetar. Ia memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa lagi dan kembali ke kamarnya.

Isabella menutup pintu kamar dengan keras, meluapkan kemarahan yang telah ia tahan selama ini. Ia berjalan mondar-mandir di dalam kamar, mencoba mencari jalan keluar dari situasi ini. Pikirannya terus berputar, menimbang setiap kemungkinan. Ia tahu, jika hanya mengandalkan kata-kata, Victor tidak akan membiarkannya pergi.

Ia duduk kembali di tepi tempat tidur, matanya terpaku pada jendela besar yang menghadap taman. Pikiran untuk melarikan diri mulai muncul lagi di benaknya. Kali ini, ia merasa lebih yakin. Ia telah memperhatikan setiap sudut rumah ini selama beberapa hari terakhir, mencoba menghafal tata letak ruangan, letak pintu, dan posisi jendela.

Isabella bangkit, melangkah mendekati jendela, lalu menarik gorden sedikit untuk mengintip ke luar. Taman itu luas, tetapi pagar tinggi yang mengelilinginya tampak seperti benteng yang tak tertembus. Namun, ia tahu bahwa tetap tinggal di sini hanya akan membuatnya semakin kehilangan kendali atas hidupnya.

Ia memutuskan untuk mencoba. Malam ini.

Ketika malam tiba dan suasana rumah menjadi hening, Isabella mulai bergerak. Ia mengenakan pakaian yang nyaman dan sepatu datar untuk memudahkannya bergerak. Dengan langkah hati-hati, ia membuka pintu kamar dan melangkah keluar ke koridor.

Rumah itu terasa lebih besar dan lebih sunyi di malam hari. Ia bisa mendengar suara detak jam dinding yang menggema, seperti sedang mengingatkan waktu yang terus berjalan.

Isabella menahan napas setiap kali melewati sudut ruangan, takut ada seseorang yang mungkin melihatnya. Meski ia jarang melihat pelayan di siang hari, ia tahu bahwa Victor memiliki staf yang berjaga-jaga di rumah ini, entah di mana mereka berada.

Setelah beberapa menit, ia akhirnya tiba di dekat pintu keluar menuju taman. Jantungnya berdegup kencang saat tangannya meraih pegangan pintu. Ia menariknya perlahan, dan pintu itu terbuka tanpa suara.

Udara malam yang dingin menyambutnya, membuat tubuhnya sedikit menggigil. Namun, Isabella tidak peduli. Ia melangkah keluar, berlari kecil melintasi taman menuju pagar tinggi yang terlihat seperti tembok penghalang kebebasannya.

Ia sudah memperhatikan sebelumnya bahwa ada sebuah sudut di mana pagar itu tampak lebih rendah, dengan pohon besar di dekatnya yang bisa membantunya memanjat. Isabella berlari ke arah pohon itu, memanjat dengan cepat meski tangannya gemetar karena gugup.

Namun, sebelum ia bisa mencapai puncak pagar, suara langkah kaki terdengar dari belakangnya.

“Isabella,” suara Victor memecah keheningan malam.

Tubuh Isabella membeku. Ia menoleh, dan di sana, berdiri di bawah cahaya remang-remang lampu taman, adalah Victor. Ekspresinya tidak marah, tetapi juga tidak tenang. Tatapannya tajam, seolah menusuk ke dalam jiwa Isabella.

"Turun sekarang,” kata Victor, suaranya rendah namun tegas.

Isabella tetap diam, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berdegup kencang. “Aku tidak bisa, Victor. Aku tidak bisa terus tinggal di sini.”

Victor melangkah lebih dekat, tetapi ia tetap menjaga jarak. “Kau tidak mengerti. Jika kau pergi sekarang, kau akan menghadapi bahaya yang lebih besar daripada yang pernah kau bayangkan. Aku tidak melakukan ini untuk menyiksamu, Isabella. Aku melakukan ini karena aku peduli.”

“Tapi ini bukan caranya!” balas Isabella dengan suara gemetar. “Aku merasa seperti tahanan di sini. Aku tidak bisa hidup seperti ini.”

Victor menghela napas, matanya melembut. “Turunlah, dan aku janji kita akan bicara. Aku akan menjelaskan semuanya.”

Isabella ragu sejenak, tetapi akhirnya ia menyerah. Tangannya perlahan melepaskan pagar, dan ia turun dari pohon dengan hati-hati. Ketika kakinya menyentuh tanah, Victor berjalan mendekat, meraih lengannya dengan lembut namun tegas.

"Kau tidak pernah sendirian di rumah ini, Isabella,” kata Victor dengan nada yang nyaris berbisik. “Aku selalu tahu apa yang kau lakukan.

Isabella menatapnya dengan bingung. “Apa maksudmu?”

Victor mengarahkan pandangannya ke arah salah satu sudut taman, lalu ke arah rumah. “Setiap sudut rumah ini dilengkapi dengan kamera pengawas. Aku tahu setiap gerakanmu, setiap langkahmu. Dan aku tahu kau sudah merencanakan ini sejak beberapa hari yang lalu."

Wajah Isabella memucat. “Jadi kau mengawasiku? Kau memata-mataiku?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kotak Misterius

    Victor mengangguk perlahan, matanya tetap tertuju pada Isabella. Sementara itu, Isabella menggelengkan kepala dengan frustrasi. Ia tidak habis pikir—apa sebenarnya yang diinginkan pria ini? Mengurungnya, mengawasinya, lalu apa lagi selanjutnya?"Kau?! Apa yang kau inginkan sebenarnya, Victor? Keluarkan aku dari sini sekarang juga!" seru Isabella dengan suara penuh kemarahan.Kesabarannya telah habis. Ia tidak peduli lagi dengan alasan-alasan Victor. Wajahnya memerah, dadanya naik turun menahan emosi yang meluap. Namun, Victor hanya menatapnya dengan ekspresi datar, seolah-olah kemarahan Isabella tidak berarti apa-apa."Tidak ada gunanya kau marah-marah, Isabella. Lebih baik kembali ke dalam sekarang juga," ucapnya dengan nada dingin.Tatapannya semakin tajam, menciptakan suasana yang begitu menekan hingga membuat Isabella merasa diintimidasi. Ia menarik napas kasar, mencoba mengendalikan emosinya, tetapi hatinya dipenuhi kebencian. Beberapa hari terakhir di rumah ini terasa seperti si

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Pesta VVIP

    Gaun hitam mewah itu membalut tubuh Isabella dengan sempurna, memancarkan aura elegan yang tampaknya sudah dirancang dengan cermat oleh Victor. Ia berdiri di depan cermin besar, menatap bayangannya dengan tatapan kosong. Kristal-kristal kecil yang menghiasi gaun itu memantulkan cahaya redup dari lampu gantung di atasnya, memberikan kesan seolah-olah tubuhnya diselimuti bintang-bintang yang berkilauan. Namun, tidak ada keindahan yang bisa menghapus kegelisahan yang bersemayam di hatinya. Di sekelilingnya, beberapa pelayan sibuk menata rambut dan merapikan gaunnya, memastikan tidak ada satu helai pun yang tidak pada tempatnya. Mereka bekerja dalam diam, seakan takut membuat kesalahan sekecil apa pun di hadapan Isabella. Atau mungkin mereka takut pada Victor? Isabella mengembuskan napas perlahan, mencoba menenangkan diri. "Apa ini tidak berlebihan?" gumamnya, matanya menatap pantulan gaun mahal itu dengan perasaan bercampur aduk. Lorenzo, yang berdiri tak jauh dari pintu, tetap mema

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-02
  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Pertemuan Pertama

    Hujan turun deras malam itu, membasahi jalanan kota yang sepi. Gemuruh guntur bersahutan, mengiringi langkah seorang wanita yang berjalan tanpa tujuan. Isabella memeluk tubuhnya sendiri, menggigil dalam dingin dan putus asa. Matanya yang sembab tak mampu lagi menahan air mata yang terus mengalir. Hatinya terasa hancur berkeping-keping. Baru saja, dunia yang ia kenal, dunia yang penuh dengan harapan, telah runtuh dalam sekejap. Kekasihnya, seorang dokter yang selama ini ia percayai dengan sepenuh hati, kini tampak begitu tak berharga di matanya. Pemandangan yang paling menyakitkan dalam hidupnya—pacarnya, yang ia anggap sebagai bagian dari dirinya, sedang berada dalam pelukan seorang wanita lain, seorang teman sejawat yang selama ini ia anggap sahabat. Kepalanya terasa pening, setiap langkah yang diambilnya seakan semakin berat, seakan menuntutnya untuk berhenti dan menyerah. Namun, ia terus berjalan, entah ke mana, entah untuk apa. Semua terasa hampa. Isabella berhenti di pinggir j

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-23
  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Isabella Grey

    Victor menggenggam pistol yang dia rasa pelurunya hampir habis di tangannya. Tubuhnya bergetar, napasnya berat, dan darah masih mengalir dari luka di bahunya. Di depan matanya, beberapa pria bersenjata berjalan mendekat, wajah mereka penuh niat membunuh. Langkah kaki mereka menggema di gang sempit itu, seolah menghitung detik-detik terakhir hidup Victor. “Kali ini, kau tidak akan lolos, Victor,” ucap salah satu dari mereka dengan suara dingin. “Dan siapa pun yang berani menyelamatkanmu … kami akan mencarinya. Kami akan memastikan mereka mati lebih mengenaskan daripada dirimu.” Victor merasa dunia berputar. Pandangannya mulai kabur, tubuhnya hampir ambruk. Ia mencoba mengangkat pisau di tangannya, meskipun tahu usahanya sia-sia. Tidak ada yang bisa melawan kematian ketika ia sudah sedekat ini. Tapi, entah bagaimana, semangat untuk bertahan tetap membara dalam dirinya. Salah satu pria itu mengangkat senjatanya, mengarahkannya tepat ke kepala Victor. Jari mereka sudah di pelatuk ketik

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kau Bisa Mati!

    Victor berdiri di balkon penthouse-nya yang menjulang tinggi, memandang kerlip lampu kota di bawah sana. Gelas kristal berisi bourbon di tangannya hanya sesekali ia sentuh, sementara pikirannya sibuk memutar ulang pertemuan singkat dengan Isabella. Wajah wanita itu, tatapan matanya, bahkan suaranya—semua terus menghantui Victor sejak malam hujan itu. Ia telah bertemu ratusan, bahkan ribuan wanita selama hidupnya. Sebagian besar mendekatinya karena kekayaan dan kekuasaannya, tetapi Isabella berbeda. Wanita itu tidak menunjukkan rasa takut, apalagi ketertarikan padanya. Dia hanya seorang perawat sederhana yang kebetulan berada di tempat dan waktu yang salah. Namun, entah bagaimana, justru kesederhanaan dan keberaniannya yang membuat Victor tak bisa berhenti memikirkan Isabella. Di meja kerja Victor, sebuah berkas tebal tergeletak rapi. Di dalamnya terdapat informasi lengkap tentang Isabella Grey—riwayat hidupnya, latar belakang keluarganya, hingga kebiasaan sehari-hari yang diperoleh

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27
  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kenapa Mereka Mengejarku?

    Victor menggenggam tangan Isabella erat, seolah takut ia akan menghilang jika dilepaskan. Mereka berhasil keluar dari pintu belakang dan langsung disambut udara malam yang dingin dan menusuk. Jalanan di belakang apartemen itu gelap, hanya diterangi oleh cahaya samar dari lampu jalan yang berkelap-kelip. Suara sirine terdengar di kejauhan, tetapi Victor tidak berhenti untuk menoleh. Ia terus berjalan dengan langkah cepat, memimpin Isabella menuju mobil hitam yang terparkir di ujung gang. “Masuk,” perintahnya singkat sambil membuka pintu penumpang. Isabella ragu sejenak, tetapi melihat ekspresi tegas di wajah Victor, ia tak punya pilihan selain menurut. Ketika pintu tertutup, Victor segera melompat ke kursi pengemudi dan menyalakan mesin. “Ke mana kita pergi?” tanya Isabella dengan suara gemetar. Victor tidak segera menjawab. Mata birunya terpaku pada jalan, ekspresinya penuh konsentrasi. Setelah beberapa saat, ia menjawab dengan nada rendah, “Tempat yang aman.” Mobil melaju men

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-27

Bab terbaru

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Pesta VVIP

    Gaun hitam mewah itu membalut tubuh Isabella dengan sempurna, memancarkan aura elegan yang tampaknya sudah dirancang dengan cermat oleh Victor. Ia berdiri di depan cermin besar, menatap bayangannya dengan tatapan kosong. Kristal-kristal kecil yang menghiasi gaun itu memantulkan cahaya redup dari lampu gantung di atasnya, memberikan kesan seolah-olah tubuhnya diselimuti bintang-bintang yang berkilauan. Namun, tidak ada keindahan yang bisa menghapus kegelisahan yang bersemayam di hatinya. Di sekelilingnya, beberapa pelayan sibuk menata rambut dan merapikan gaunnya, memastikan tidak ada satu helai pun yang tidak pada tempatnya. Mereka bekerja dalam diam, seakan takut membuat kesalahan sekecil apa pun di hadapan Isabella. Atau mungkin mereka takut pada Victor? Isabella mengembuskan napas perlahan, mencoba menenangkan diri. "Apa ini tidak berlebihan?" gumamnya, matanya menatap pantulan gaun mahal itu dengan perasaan bercampur aduk. Lorenzo, yang berdiri tak jauh dari pintu, tetap mema

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kotak Misterius

    Victor mengangguk perlahan, matanya tetap tertuju pada Isabella. Sementara itu, Isabella menggelengkan kepala dengan frustrasi. Ia tidak habis pikir—apa sebenarnya yang diinginkan pria ini? Mengurungnya, mengawasinya, lalu apa lagi selanjutnya?"Kau?! Apa yang kau inginkan sebenarnya, Victor? Keluarkan aku dari sini sekarang juga!" seru Isabella dengan suara penuh kemarahan.Kesabarannya telah habis. Ia tidak peduli lagi dengan alasan-alasan Victor. Wajahnya memerah, dadanya naik turun menahan emosi yang meluap. Namun, Victor hanya menatapnya dengan ekspresi datar, seolah-olah kemarahan Isabella tidak berarti apa-apa."Tidak ada gunanya kau marah-marah, Isabella. Lebih baik kembali ke dalam sekarang juga," ucapnya dengan nada dingin.Tatapannya semakin tajam, menciptakan suasana yang begitu menekan hingga membuat Isabella merasa diintimidasi. Ia menarik napas kasar, mencoba mengendalikan emosinya, tetapi hatinya dipenuhi kebencian. Beberapa hari terakhir di rumah ini terasa seperti si

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kau Mengawasiku?!

    Isabella duduk di dekat jendela besar di kamar yang telah menjadi tempat tinggal sementaranya selama beberapa hari terakhir. Ia memandangi taman yang luas di luar, dengan deretan pohon cemara dan rumput hijau yang tampak terlalu rapi untuk ukuran dunia nyata.Namun, bukannya merasa nyaman, perasaan terkurung mulai menghantuinya. Rumah ini terlalu sunyi, terlalu terisolasi, dan Victor terlalu tertutup. Meski pria itu selalu menjawab pertanyaannya dengan tenang, ada sesuatu dalam cara bicaranya yang membuat Isabella yakin bahwa dia tidak menceritakan semuanya.Setiap hari terasa sama. Sarapan disiapkan oleh seorang pelayan yang jarang terlihat, lalu Victor akan sibuk dengan pekerjaannya di ruang kerja, meninggalkan Isabella sendirian dengan pikirannya. Tidak ada televisi di kamar, tidak ada akses ke ponsel, dan bahkan ketika ia mencoba bertanya apakah ia bisa menghubungi teman-temannya, Victor hanya berkata, “Itu terlalu berbahaya.”semakin lama, Isabella merasa seperti bayangannya send

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kenapa Mereka Mengejarku?

    Victor menggenggam tangan Isabella erat, seolah takut ia akan menghilang jika dilepaskan. Mereka berhasil keluar dari pintu belakang dan langsung disambut udara malam yang dingin dan menusuk. Jalanan di belakang apartemen itu gelap, hanya diterangi oleh cahaya samar dari lampu jalan yang berkelap-kelip. Suara sirine terdengar di kejauhan, tetapi Victor tidak berhenti untuk menoleh. Ia terus berjalan dengan langkah cepat, memimpin Isabella menuju mobil hitam yang terparkir di ujung gang. “Masuk,” perintahnya singkat sambil membuka pintu penumpang. Isabella ragu sejenak, tetapi melihat ekspresi tegas di wajah Victor, ia tak punya pilihan selain menurut. Ketika pintu tertutup, Victor segera melompat ke kursi pengemudi dan menyalakan mesin. “Ke mana kita pergi?” tanya Isabella dengan suara gemetar. Victor tidak segera menjawab. Mata birunya terpaku pada jalan, ekspresinya penuh konsentrasi. Setelah beberapa saat, ia menjawab dengan nada rendah, “Tempat yang aman.” Mobil melaju men

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Kau Bisa Mati!

    Victor berdiri di balkon penthouse-nya yang menjulang tinggi, memandang kerlip lampu kota di bawah sana. Gelas kristal berisi bourbon di tangannya hanya sesekali ia sentuh, sementara pikirannya sibuk memutar ulang pertemuan singkat dengan Isabella. Wajah wanita itu, tatapan matanya, bahkan suaranya—semua terus menghantui Victor sejak malam hujan itu. Ia telah bertemu ratusan, bahkan ribuan wanita selama hidupnya. Sebagian besar mendekatinya karena kekayaan dan kekuasaannya, tetapi Isabella berbeda. Wanita itu tidak menunjukkan rasa takut, apalagi ketertarikan padanya. Dia hanya seorang perawat sederhana yang kebetulan berada di tempat dan waktu yang salah. Namun, entah bagaimana, justru kesederhanaan dan keberaniannya yang membuat Victor tak bisa berhenti memikirkan Isabella. Di meja kerja Victor, sebuah berkas tebal tergeletak rapi. Di dalamnya terdapat informasi lengkap tentang Isabella Grey—riwayat hidupnya, latar belakang keluarganya, hingga kebiasaan sehari-hari yang diperoleh

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Isabella Grey

    Victor menggenggam pistol yang dia rasa pelurunya hampir habis di tangannya. Tubuhnya bergetar, napasnya berat, dan darah masih mengalir dari luka di bahunya. Di depan matanya, beberapa pria bersenjata berjalan mendekat, wajah mereka penuh niat membunuh. Langkah kaki mereka menggema di gang sempit itu, seolah menghitung detik-detik terakhir hidup Victor. “Kali ini, kau tidak akan lolos, Victor,” ucap salah satu dari mereka dengan suara dingin. “Dan siapa pun yang berani menyelamatkanmu … kami akan mencarinya. Kami akan memastikan mereka mati lebih mengenaskan daripada dirimu.” Victor merasa dunia berputar. Pandangannya mulai kabur, tubuhnya hampir ambruk. Ia mencoba mengangkat pisau di tangannya, meskipun tahu usahanya sia-sia. Tidak ada yang bisa melawan kematian ketika ia sudah sedekat ini. Tapi, entah bagaimana, semangat untuk bertahan tetap membara dalam dirinya. Salah satu pria itu mengangkat senjatanya, mengarahkannya tepat ke kepala Victor. Jari mereka sudah di pelatuk ketik

  • Tawanan Hati Sang Penguasa    Pertemuan Pertama

    Hujan turun deras malam itu, membasahi jalanan kota yang sepi. Gemuruh guntur bersahutan, mengiringi langkah seorang wanita yang berjalan tanpa tujuan. Isabella memeluk tubuhnya sendiri, menggigil dalam dingin dan putus asa. Matanya yang sembab tak mampu lagi menahan air mata yang terus mengalir. Hatinya terasa hancur berkeping-keping. Baru saja, dunia yang ia kenal, dunia yang penuh dengan harapan, telah runtuh dalam sekejap. Kekasihnya, seorang dokter yang selama ini ia percayai dengan sepenuh hati, kini tampak begitu tak berharga di matanya. Pemandangan yang paling menyakitkan dalam hidupnya—pacarnya, yang ia anggap sebagai bagian dari dirinya, sedang berada dalam pelukan seorang wanita lain, seorang teman sejawat yang selama ini ia anggap sahabat. Kepalanya terasa pening, setiap langkah yang diambilnya seakan semakin berat, seakan menuntutnya untuk berhenti dan menyerah. Namun, ia terus berjalan, entah ke mana, entah untuk apa. Semua terasa hampa. Isabella berhenti di pinggir j

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status