Bagian 9 Dua Penyihir Gayatri membuka matanya ketika ia melihat semua kilasan kejadian yang dalam sekejap mata sanggup menghanguskan perguruan sihir putih. Ia ingin menyusul teman-temannya moksa ke alam gaib, sebab tak ada gunanya lagi hidup seorang diri di dunia yang penuh tipu daya manusia. Namun, belum sempat ia selesai merapal mantra. Gadis yang masih terjaga kesuciannya itu mendengar tawa panjang nan mengerikan yang semakin dekat padanya. Gayatri menoleh, ia melihat sosok dengan pakaian serba hitam terbang rendah menuju ke arahnya. Awal mulanya gadis bermata kelam itu terpana ketika wajah sosok itu sangat mirip dengan gurunya. Akan tetapi, kekagumannya berubah ketika Sila memamerkan taring dan kuku tajamnya. Ia berniat menghabisi semua murid Sita yang masih hidup. Termasuk Gayatri, yang sempat menghadang kedatangannya dulu. “Matilah. Susul guru dan teman-temanmu ke neraka. Aku sudah melihat bagaimana api di dalam sana menari-nari membakar orang seperti kita yang tak jelas tuj
Bagian 10 Rencana Pembunuhan Tiga orang pembunuh yang berpencar atas perintah Ibu Ratu sedari tadi memperhatikan Isnani dan Maulana yang masih berdebat sepanjagn waktu. Mereka dengan mudah mengenali sang pangeran dari raut wajah yang mirip dengan Danur Atmaja. Salah satu di antara pembunuh tersebut mempersiapkan pisau terbang berukuran kecil, membidik tepat di dahi Maulana dan dilemparkan dengan kecepatan sesuai arah angin yang bertiup. Mata Maulana terbelalak. Sedikit lagi nyawanya lepas jika pisau itu tak dihalau oleh belati milik Isnani. Sikap waspadanya memang kalah jauh dari prajurit terlatih seperti gadis di depannya. “Kau pasti membawa musuhmu ke dalam hutan!” gerutu Isnani ketika ia mendongak ke arah pepohonan. Lalu tak lama setelahnya pisau terbang kembali menyambutnya. Gadis tersebut merunduk menyentuh bumi, dan mengambil sebuah batu, melemparnya ke atas dahan tepat mengenai dahi sang pembunuh. Salah satunya jatuh dan mengumpat kepada gadis itu. “Siapa?” tanya Gadis dar
Bagian 11 Calon Suami Teuku Akmal Antanagra, merupaka putra bungsu dari Sultan Kerajaan Samudra Pasai yang kini bertakhta. Ia tak memiliki kesempatan untuk menggantikan kedudukan ayahnya, sebab masih ada tiga pangeran di atasnya yang jauh lebih cakap dan mumpuni dibandingkan darinya. “Jika Ayahanda tak mengizinkan aku menjadi Sultan, maka akan kubuat kesultanan sendiri,” gumamnya pada suatu malam menjelang ia tidur. Meski semua kekayaan telah diberikan padanya. Namun, hati lelaki bertubuh tinggi itu tak pernah puas. Ia menginginkan kejayaan yang dibangun di atas kakinya sendiri. Namun, Antanagra harus memperhitungkan semuanya. Pasukan di bawahnya tak cukup banyak jika ia ingin menjalakan sebuah pemberontakan. Bisa-bisa sang pangeran mati konyol dengan anak buahnya. Tidak, ia harus memikirkan langkah lain. Langkah jitu yang tak seorang pun tahu bagaimana cara menghentikannya. Pagi hari, usai ia bersiap dan mengenakan pakaian lengkap, Antanagra menuju perpustakaan kerajaan. Di sana
Bagian 12 Pencurian “Kau mau ke mana, Is?” Saat gadis keras kepala itu membuka jendela dan hampir melompat, Tuan Guru telah berada di depan jendela terlebih dahulu. Lelaki yang sudah memutih semua rambutnya itu bisa menebak apa isi kepala cucunya. “Eh, tidak ke mana-mana, Abu Syik. Mau cari udara segar, entah kenapa tiba-tiba pengap sekali di dalam kamar.” Isnani salah tingkah ketika hampir dipergoki kakenya kabur dari perjodohan malam itu. “Banyak alasan. Sekarang ke luar dan temui pihak laki-laki. Kalau kau keberatan katakan, kalau kau menerima katakan juga dengan jelas. Jangan terlalu banyak isyarat. Tapi, jauh di dalam lubuk hati kakekmu yang sudah udzur ini berharap kau menerimanya.” Tuan Guru kemudian berlalu meninggalkan cucu kesayangannya yang masih mematung di depan jendela. Terlihat jelas binar di mata lelaki tua itu, ia sangat mengharapkan Isnani menikah layaknya anak gadis yang lain. Hal yang menjadi beban tersendiri bagi putri sulung Hasan tersebut. Isnani meletakkan
Bagian 13 Mencari BuktiIsnani pergi dari rumahnya pagi-pagi sekali ketika pengaruh bubuk racun itu telah sepenuhnya hilang. Ia tak mengendap-endap, melainkan memang sudah tugasnya untuk masuk ke dalam istana. Namun, sebelum menuju tempat di mana Pangeran Antanagra tinggal, gadis bermata tajam itu mencari dua temannya yang tertinggal tadi malam. Ia khawatir terjadi sesuatu dengan mereka berdua. “Oh, syukurlah kalau kalian berdua baik-baik saja.” Isnani berpapasan dengan dua temannya yang baru saja pulang dari pengejaran. Terlihat mereka membawa tubuh yang diikat di atas kuda. “Kami mengejarnya sangat jauh, dia termasuk lihai, sayangnya ....” Teman Isnani itu tak meneruskan ucapannya. “Kenapa?” Tak sabar gadis itu menunggu jawaban temannya. “Dia mati bunuh diri. Menggigit lidahnya sampai putus. Lihat.” Darah terus menetes dari tubuh perompak itu. Isnani sampai bergidik ngeri ada yang berani berbuat senekat itu. “Kalau begitu kita kehilangan saksi kunci. Padahal darinya kita bisa
Bagian 14 Persiapan Pernikahan “Paksa dia sampai buka mulut. Kalau tak mau siksa terus sampai mati!” perintah Isnani pada dua adik seperguruannya. Gadis keras kepala itu berhasil meringkus salah satu lelaki yang tadinya berniat melecehkannya. Tak berdaya melawan, lelaki tersebut menurut saja saat di bawa ke sebuah rumah kosong. Berkali-kali kepalanya dibenamkan dalam air yang sangat dingin sampai napasnya hampir habis. “Kuliti saja dia. Lalu lempar ke laut beri makan ikan-ikan kepalaran.” Isnani tak sabaran melihat lelaki itu tak juga mau berkata sepatah kata pun. “Be-benar, aku tak tahu apa-apa tentang mereka. Kau tahu sendiri di pasar itu banyak simbol-simbol yang bertebaran. Sudah, jangan siksa aku lagi.” Lelaki itu memohon belas kasihan pada para gadis berselendang putih. “Bohong. Kau tahu aku tak pernah main-main menyiksa orang, kau rasakan pisauku ini melepas kukumu satu demi satu.” Putri sulung Hasan itu memegang telunjuk lelaki yang ia tangkap. Kemudian ujung belatinya me
Bagian 15 Mengejar Pencuri Pangeran Antanagra mengatur pergerakan pencurian yang kali ini jumlahnya harus lebih besar. semuanya harus sudah selesai sebelum hari pernikahannya bersama dengan Isnani. Putra bungsu sultan itu sudah memesan sebuah racun yang sangat mematikan. Pangeran Antanagra tak peduli pada banyaknya nyawa yang harus ia tumbangkan demi berdirinya sebuah kerajaan baru. “Saat sudah berhasil kalian curi. Lekas bawa ke Hutan Lembah Hitam terlebih dahulu. Tempat itu berada di dekat wilayah Kerajaan Hambu Aer dan kudengar tak pernah ada orang yang berani memasukinya. Maka di sanalah tempat kalian bersembunyi sampai kapal dilabuhkan di dekat sungai. Mengerti?” tanya Antanagra memastikan pada beberapa bawahannya. Semakin lama pengikutnya semakin bertambah. Bahkan mereka berencana membawa serta keluarga mereka untuk menyingkir dari wilayah Kesultanan Samudra Pasai. “Persiapkan semua kereta dan beberapa kuda untuk mengangkut peti hasil jarahan. Tunggu aba-aba dariku, maka kal
Bagian 16 Pertengkaran Isnani memapah tubuh Gayatri yang tiba-tiba saja jatuh lemas usai memuntahkan darah. Penyihir itu tak tahan berada di dekat Maulana lama-lama. Namun, keadaan di luar yang sedang angin ribut membuat Maulana dan Isnani tak bisa meninggalkan gubug milik Gayatri. “Ah, menyusahkan saja semuanya. Pekerjaanku mengejar perampok jadi terhambat.” Isnani menggerutu ketika ia harus mengurus Gayatri yang keringatnya terus menetes di dahi. “Jangan begitu. Anggap saja menolong orang. Setelah dia sadar kita tanyai saja dia,” sahut Maulana. Pemuda berlesung pipi itu memandang kamar Gayatri yang banyak sekali sesajen di dalamnya. “Bukti sebanyak ini sudah jelas terpampang di matamu. Tuan masih ingin bertanya lagi apa dia penyihir atau tidak. Kalau di kerajaanku sudah lama habis nyawanya. Mereka ini penyumbang kejahatan terbesar. Suami dan istri terpisah, orang-orang mati dengan kejam akibat guna-guna yang dikirim.” “Aku tahu. Tapi setidaknya kita tanyai dia dulu, supaya leb