Rupanya Danu hanya pura-pura. Dia punya ilmu kanuragan yang cukup mumpuni untuk menghadapi Kusuma. Saat Kusuma mendekat dia melompat dan tertawa.“Hahaha hahaha hahaha.” Danu tergelak. Dia bertolak pinggang sambil tertawa terbahak-bahak. “Ayo kita pulang, Kusuma! Kita akan segera menikah.” Dengan penuh kemarahan Kusuma melemparkan kembali pedangnya. Tenaga dalamnya disalurkan sepenuhnya. Danu tertawa sambil berkelit. Pedang itu lewat hanya satu centi dari bahunya.“Haha haha. Jangan galak-galak jadi perempuan. Gadis jutek susah jodohnya.” Danu masih tergelak. Rupanya dia masih mempermainkan emosi Kusuma.Rasa lelah dan mengantuk yang sejak tadi ditahannya membuat gadis itu semakin meradang. Apalagi jika teringat Danu adalah pemuda yang hendak dijodohkan oleh ayahnya. Emosi dan kekesalannya naik sampai ubun-ubun. Tak lagi dihiraukan badannya yang sudah tidak bertenaga.“Keparat! Dasar penjilat!” Kusuma berteriak histeris. Antara marah dan sedih karena tidak berdaya dengan perjodohan y
Mardawa tahu siapa yang datang. Dewi Rimbu rupanya sama meninggalkan hutan Negeri Serigala Perak. Rupanya mereka lebih mementingkan keselamatan Kusuma. Kusuma lebih terancam terlihat di cermin ajaib."Bagaimana bisa kamu ke sini, Dewi Rimbu ?" tanya Mardawa tanpa menoleh. Dia masih fokus mengejar Danu."Hihi hihihi hihi hihihi." "Malah cengengesan!" seru Mardawa."Aku akan mengejar lelaki sialan itu. Tenang, aku sudah punya cara menghadapinya. Tanpa mantra tanpa jurus. Hihi hihihi hihi."Dewi Rimbu terbang dengan sangat cepat mengejar Danu. Dia tertawa mendengar gerutuan Mardawa. Puas hatinya bisa mengejutkan pemuda itu dengan kedatangannya yang tiba-tiba.**Danu merasa unggul karena berhasil membawa kabur Kusuma. Dia melihat ke belakang, tidak dilihatnya lagi Mardawa mengejarnya. Sebenarnya pemuda itu heran, mengapa Mardawa berhenti mengejar."Aku curiga dia berbuat curang." Danu masih terus berlari sambil melihat ke atas pohon-pohon. Takut tiba-tiba Mardawa datang dari atas."Tol
Kusuma melompat ke hadapan Mardawa dan Dewi Rimbu yang hendak meninggalkannya. Rupanya dirinya merasa tidak aman jika berjalan sendiri. Dia harus ikut kembali ke Negeri Serigala Perak.“Aku ikut kalian!” tegas Kusuma. Dia tidak memperdulikan wajah Dewi Rimbu dan Mardawa yang tampak kaget.“Bukankah kamu yang minta sendiri untuk pulang, Kusuma?” tanya Mardawa. Dia kembali curiga dengan perilaku Kusuma. “Apalagi yang kau rencanakan?” tanya Mardawa lagi.Kusuma mundur, dia terdiam seketika. Mardawa rupanya masih mencurigai dirinya. Amarahnya kembali naik, kembang-kempis dadanya menahan emosi."Apa? Memangnya aku wanita apaan?" tanya Kusuma sambil berteriak. Tubuhnya oleng saking terkejut mendengar kata-kata Mardawa. Tidak menyangka dengan ucapan pemuda itu."Hati-hati!" teriak Dewi Rimbu. Gadis itu menyambar tubuh Kusuma yang hampir tergelincir. Dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Dirinya tidak mendengar apa Mardawa ucapkan."Ada apa sih ini?" tanya Dewi Rimbu tidak mengerti. Dia
Mata Semboja terbelalak melihat gadis yang baru datang. Ternyata dia adalah orang yang sejak tadi dicarinya. Entah kebetulan atau tidak, yang jelas dia merasa sangat tertolong dengan kehadiran gadis tersebut. Semboja mundur selangkah memberi tempat kepada gadis itu.“Inikah Serigala Perak?” batin Semboja. Perasaan dirinya pernah bertemu dengan Serigala Perak, tapi bukan pemuda ini. Negeri yang penuh misteri, dia harus selalu waspada.“Oh … aku pikir kau Serigala Perak.” Rupanya wanita itu sudah salah mengenali orang. “Dari mana kau dapatkan golok perak itu?” tanya wanita yang baru datang itu.“Bukan urusanmu!” jawab pemuda itu. Dia tidak suka dengan kelancangan wanita itu. Hasratnya untuk bermain-main dengan Semboja sirna. Hatinya sangat dongkol karena sejak Semboja datang ke negeri ini, dirinya sudah tertarik dengan gadis itu.“Siapa namamu? Mengapa kau meniru gaya Serigala Perak?” Semboja kembali bertanya. Rupanya dia penasaran, apakah dia Serigala Perak itu.“Ada baiknya kau tahu n
Dengan tubuh gemetar Semboja melihat pertarungan antara Ayundari dan Saketi. Gadis itu merasa lega setelah terlihat Ayundari lebih unggul. Walau ada kesempatan, Semboja tidak berniat kabur. Dia harus bicara tentang Ayundari yang begitu mirip dengannya. Banyak yang harus ditanyakan Semboja kepada gadis itu. Termasuk ketika tiba-tiba dirinya bisa menguasai tarian yang dibawakan gadis tersebut. Sesuatu yang dirasakan benar-benar aneh.“Hajar! Tuman!” seru Semboja tertahan. Sebelah tangannya meninju telapak tangannya yang lain karena gemas. Ingin sekali dirinya ikut menghajar pemuda itu. Semboja ikut tegang saat Saketi kembali menyiapkan jurus mematikan.“Aw!” Semboja menjerit pelan saat seseorang mencolek bahunya. Dia menoleh, matanya seketika membulat. “Kakang,” bisiknya.“Ayo cepat!” Orang yang mencolek bahu Semboja memberi isyarat agar gadis itu mengikutinya.Dengan mengendap-endap mereka meninggalkan arena pertempuran itu. Semboja berjalan dengan cepat mengikuti langkah laki-laki ter
Ayundari menatap semua yang ada di situ. Apalagi Semboja, dia terkejut luar biasa mendengar cerita Ayundari. “Itulah kisahku yang diceritakan oleh nenekku.” Ayundari mengakhiri ceritanya. “Berarti aku … aku ….”“Kamu kembar!” potong Mardawa. Pemuda itu mengambil kesimpulan dari cerita Ayundari dan kemiripan yang hampir seratus persen. Ayundari dan Semboja bahwasanya mereka bersaudara.“Aku harus bertanya kepada ibuku.” Semboja berkata sambil terus mengamati wajah Ayundari.“Ayo kita pulang!” ajak Dewi Rimbu. Dirinya tidak ingin berlama-lama di negeri serigala ini. “Tunggu, aku tidak ikut kalian.” Ayundari tidak mau jika dirinya harus meninggalkan Negeri Serigala Perak.“Bukankah ini bukan negerimu? Ayo kita bertemu dengan ibuku.” Semboja mencoba merayu Ayundari. Dia harus bertemu dengan ibunya, sehingga ibunya tidak bisa mengelak lagi untuk menjelaskan semuanya.Ayundari menggeleng. Rupanya dia tetap tidak mau meninggalkan negeri itu. Dirinya hanya melambaikan tangan saat keempat o
Berpuluh-puluh tahun yang silam.Pranata menangis di sisi sebuah pusara. Laki-laki cilik itu baru saja kehilangan bapaknya yang tewas di tangan seorang perampok. Kakaknya--Suwita berdiri mematung melihatnya. Rasa marah dan dendam menguasai hati Pranata, tapi tubuh kecilnya tidak mampu berbuat apa-apa.“Ayah, aku bersumpah untuk menjadi perampok yang paling hebat di jagat raya ini!” seru Pranata sambil berdiri. Bocah kecil itu mengusap ingusnya yang berleleran, matanya garang melihat langit. Tekadnya sudah bulat untuk membalas dendam kematian bapaknya dengan cara menjadi kepala perampok hebat.“Pranata!” teriak Suwita kaget. “Tarik kembali ucapanmu itu!” perintahnya kepada sang adik.Pemuda tanggung itu sangat terkejut mendengar perkataan Adiwangsa. Tidak menyangka sedikit pun ucapan itu keluar dari mulut bocah yang masih berusia sepuluh tahun. “Kita tidak boleh seperti itu, mana boleh balas dendam, Dek!” serunya panik. Suwita mencoba memberi pemahaman kepada Pranata.“Kakang, aku aka
Suwita melihat makhluk pengganggunya sudah pergi. Di hadapannya kini berdiri sesosok lelaki tua. Berpakaian putih panjang menjela serta berjenggot putih. Dalam hati pemuda itu gembira, semoga kali ini kakek tua itu adalah penolongnya. “Dasar Jurig Jarian! Mengganggu orang kerjanya!” gerutu kakek tersebut. Dia melihat ke arah Suwita yang masih gemetar ketakutan. “Kamu siapa, Nak?”“Namaku … namaku Suwita, Kek.” Suwita menjawab sambil terbata-bata. Dunia luar baginya sangat menakutkan dari bayangan. Rasanya dia tak sanggup lagi untuk melanjutkan perjalanan. Bapaknya dulu seorang pejabat di kampung, jadi bila dirinya ingin berjalan-jalan keluar selalu ada yang menemani. Entah dua atau tiga orang pembantunya.“Dari mana asalmu? Mengapa kamu tersesat di sini?” tanya kakek tua itu. Dia memandang lekat Suwita. Heran, mengapa ada anak kecil tersesat di wilayahnya. Berpuluh-puluh tahun dirinya menghuni Gunung Galunggung, tidak ada satu pun manusia yang tersesat sampai ke wilayahnya. Dirinya m