Share

Target Cinta sang Pewaris
Target Cinta sang Pewaris
Penulis: racan

Bab 1

“Apa-apaan ini Mas?!” tanya Ardila marah setelah mengetahui suaminya memiliki istri yang lain.

“Maafkan Mas, Dila. Kamu sudah menjadi istri kedua Mas,” jelas Firman tanpa merasa bersalah.

Ardila menatap Firman marah, ia merasa di tipu. Kenapa tidak ada yang memberitahunya bahwa calon suaminya telah memiliki istri.

“Harusnya aku yang marah karena suamiku menikah lagi, tapi kok malah ke balik ya,” ucap Sinta dengan sewot.

“Tapi karena wasiat orang tua kamu itu, aku jadi harus merelakan Mas Firman buat kamu, bersyukur dong!” lanjutnya lagi.

“Kalau Mas Firman sudah menikah, aku juga nggak bakalan mau Mbak!”

“Sudahlah, Dila. Hargai apa yang orang tua kamu mau, itu permintaan terakhirnya,” seru Firman dengan lembut.

Tanpa menjawab, Ardila pergi meninggalkan kedua sejoli itu ke kamar yang sekarang ia tempati, karena saat ini ia sedang berada di rumah Ibu mertuanya.

Ardila merasa kecewa kepada paman dan bibinya, baru saja ia ingin sedikit memberi kepercayaan, tetap malah membuat dirinya kecewa. Mereka memang tidak berubah dari dulu.

“Haruskah aku bertahan bunda, ayah,” batin Ardila dengan lelehan air mata.

Tanpa sadar Ardila terlelap, karena sudah lelah menangisi awal kehidupan pernikahannya.

Pagi harinya Ardila terbangun karena mendengar gedoran di balik pintunya yang lumayan kencang.

“Ada apa Mbak?” tanya Ardila setelah melihat Sinta saat membuka pintu.

“Kamu ini kok malah leha-leha, layani suamimu dong! Bikinin sarapan, setelah itu beberes!” perintah Sinta ketus.

“Mbak, kan juga istrinya. Kenapa nggak Mbak aja yang layani Mas Firman,” sahut Ardila dengan malas.

“Kamu jangan ngelawan Dila, Sinta itu lagi hamil. Mana bisa masak dan beberes, orang hamil harus banyak istirahat,” sela Ningsih, Ibu mertua Ardila, dari belakang Sinta.

“Malam tadi juga bukannya ngelayanin suami malah tidur sendiri, dosa kamu Dila!” lanjut Ibu mertua mengomel.

“Gimana mau ngelayanin, Bu, orang yang lagi di tipu mana terpikir sampai ke situ,” sahut Ardila kesal.

“Kenapa kamu ngerasa ketipu? Itu wasiat orang tua kamu, mau gimana pun kondisinya harus tetap di jalankan. Mau kamu jadi anak durhaka, heh!” ucap Ningsih marah karena di anggap menipu.

“Terserah Ibu-lah, aku males debat.”

Setelah berucap, Ardila menutup pintunya membiarkan kedua perempuan itu mengoceh hal yang tidak seharusnya di dengar.

Baru saja membersikan diri dan merasa segar, ketukan di balik pintu membuat sedikit moodnya rusak.

“Kenapa Mas?” tanya Ardila tanpa basa-basi setelah tahu Firman yang ada di balik pintu.

“Kita sarapan bareng, kamu dari semalam juga belum makan, kan.”

Ardila mengangguk pelan, ia mengikuti Firman ke meja makan yang ternyata sudah ada paman dan bibinya juga.

“Halo keponakanku yang cantik,” sapa bibi Afifah dengan sumringah.

“Hemm,” sahut Ardila berdehem.

“Kamu yang sopan dong Dila,” tegur Ibu Ningsih.

“Udah gak apa-apa Ningsih, mungkin Dila gak terbiasa tinggal di tempat yang sederhana begini,” sahut Afifah seolah sangat mengenal keponakannya.

Ardila mendelik jengkel ke arah bibinya, bisa-bisanya berkata seperti itu.

“Benar begitu Dila?” tanya Firman menatap ke arahnya.

“Nggak kok Mas, aku bisa menyesuaikan diri.”

“Kalau kamu merasa nggak enak tinggal di sini, kenapa nggak tinggal di rumah kamu yang mewah itu aja. Sekalian Ibu sama adiknya Firman, si Rosa juga ikut tinggal di sana,” timpal Ibu Ningsih dengan sekenanya.

“Benar kata Ibu Mas, kalau kita berlima tinggal di sini pasti sempit banget,” ucap Rosa membenarkan.

“Aku sih, ngikut aja sama Mas Firman,” ucap Sinta seraya bergelayut manja di lengan Firman.

Ardila yang mendengarnya menghembuskan napas berat, entah kenapa ia merasa semua orang yang ada di sini tidak tulus kepadanya.

“Sudah di putuskan, kita akan pindah ke rumah Ardila yang lebih besar untuk kita berlima,” ucap Firman sepihak.

“Apa-apaan kamu Mas! Kamu sama sekali nggak nanya aku!” sentak Ardila kesal.

“Apa yang istri punya, itu juga punya suami. Kamu nurut aja, jangan durhaka jadi istri!” sela Ningsih membela anaknya.

“Benar itu Dila, kita sebagai istri hanya perlu nurut sama suami. Balasannya itu nanti surga,” timpal Afifah.

“Nggak usah bahas surga Bibi, kalau Bibi di suruh praktekin juga nggak bakal mau,” sahut Ardila dengan masam.

“APA?!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status