Share

43. Salah Tingkah

Penulis: Yasmin_imaji
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-06 23:56:16

Rombongan warga yang hadir menemani pernikahanku, pada saat ini ikut mengiringi langkahku hingga sampai ke rumah.

"Sekali lagi Bulik ucapkan selamat ya, Nduk. Semoga dengan pernikahan ini akan selalu membawakan berkah dan kebahagiaan selalu untuk kalian berdua. Semoga selalu sakinah, mawadah dan juga warahmah. Sehidup dan sesurga nantinya, aamiin." Ucap Bulik Imah setelah para warga sudah kembali ke rumahnya masing-masing.

Wanita itu kembali membawaku dalam rengkuhannya, membuatku menangis karena haru yang menderu. Pada saat seperti ini, aku hanya bisa membayangkan ibu.

"Sudah loh, Bu. Jangan dibuat nangis terus itu si pengantin. Sekarang biarkan Om Juna yang membuatnya menangis bahagia di malam pertama mereka malam ini," seloroh Reni.

Air mata yang tadi sempat tertumpah, seolah kembali masuk lagi ke dalam mataku. Wajahku tiba-tiba saja terasa panas gara-gara mendengar ucapan Reni barusan.

Secara diam-diam, aku melirik ke arah Om Juna yang baru saja keluar dari pintu pengemudi. Dalam
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Takdir Yang Membawamu   44. Sebuah Janji

    "cicicuit cicicuit"Terdengar suara burung bersahutan, membangunkanku di pagi yang sudah datang menjelang. Sinar mentari pagi terlihat memasuki celah gorden kamarku."Ah, kenapa aku bisa bangun sesiang ini?" Gumamku. Di saat ibu masih ada, sangat tidak mungkin bagiku untuk bangun terlambat seperti ini. Aku dan ibu selalu bangun sebelum subuh untuk menyiapkan segala sesuatunya yang akan kami bawa ke pasar. Tapi itu semua kini hilang. Sudah tiada lagi.Atau kupikir jika hari kemarin aku terlalu lelah. Dari mulai menghadapi Bulik Endang dan juga suaminya. Hingga menghadapi perdebatan mengenai hak kepemilikan rumah pada malam harinya. Sampai dengan pernikahan yang baru saja semalam baru saja aku lakukan."Ah, iya. Aku sudah menikah!" lirihku agar suaraku tak terdengar oleh Om Juna. Aku sampai lupa jika sekarang aku sudah menjadi istri orang.Dengan perlahan aku bangkit dan melihat tempat dimana Om Juna tidur semalam. Tetapi lelaki itu tidak berada di tempatnya. Kupindai seluruh kamar yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-07
  • Takdir Yang Membawamu   45. Bertemu Pak Lurah

    Rampung dari makam, kami akan segera pergi ke proyek pembangunan resort yang sedang di kerjakan oleh Om Juna. Karena memang rencananya seperti itu tadi.Sesampainya di tempat dia memarkirkan mobilnya. Dengan halus ia membukakan pintu mobil terlebih dahulu untukku. Baru kemudian dengan sedikit berlari ia baru masuk sendiri dan duduk di belakang kemudi.Dia menoleh dan menatapku begitu lama, dan dengan perlahan-lahan ia mulai mendekatkan dirinya padaku."Eh eh, mau apa?" Dengan raut wajah panik aku bertanya. Aku dibuatnya sangat terkejut dan juga salah tingkah saat ia mulai mencondongkan tubuhnya semakin mendekat ke arahku. Hingga wajah kami sekarang hanya berjarak sejengkal saja."Om, Om jangan macam-macam loh. Kita ini sedang berada di area mak___""Klik!!" Kalimatku langsung saja terhenti saat ku dengar bunyi 'klik'."Kenapa sih kok heboh sekali. Saya itu cuma mau bantuin kamu untuk pasang sabuk pengaman," ucapnya yang khas dengan suara beratnya.Ya Tuhan ... aku sungguh menjadi sang

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-07
  • Takdir Yang Membawamu   46. Pembuktian

    Selepas Pak Rudi pergi, Om Juna yang memang masih mendekap ku dengan begitu erat. Ia langsung mendekatkan wajahnya ke wajahku."Ada apa sih dengan Pak Lurah? Sepertinya ada yang punya dendam pribadi nih dengan beliau. Tapi itu bukan karena istriku ini gagal menikah sama anak lelakinya, bukan?" tanyanya kemudian dengan nafas yang bertiup jelas di telingaku ini."Ih, itu sama sekali tidak ada hubungannya," jawabku sedikit kesal dengan pertanyaanya."Ya maaf, jangan emosi gitu dong. Kayak kurang sentuhan aja," Om Juna sengaja menyenggol bahuku dengan bahunya."Aduh, apa'an sih?" jawabku dengan mulut semakin cemberut."Sudah, sudah. Jangan marah lagi, nanti cantiknya naik seratus persen loh. Kalau begitu, kamu bisa kan percaya sama saya. Kalau kamu nggak mau cerita, saya juga nggak bisa tahu ada masalah apa di antara kalian. Apakah kamu dan juga mendiang orangtua kamu masih memiliki masalah yang belum tuntas dengan Pak Lurah?" tanya Om Juna yang mulai terlihat penasaran."Sebenarnya masala

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-10
  • Takdir Yang Membawamu   47. Mata yang Ternoda

    Menjelang petang akhirnya sampai juga kami di rumah. Aku langsung saja membersihkan diri setelah seharian ini beraktivitas. Air di daerah pegunungan yang memang masih segar membuat kesegaran tubuhku kembali lagi.Dari teras rumah ini, kuhela nafas panjang sembari memejamkan mata yang sudah beberapa waktu ini terlalu lelah dengan air matanya. Ku dengar alunan suara jangkrik bersahutan, di sela adzan Maghrib yang tengah berkumandang."Sudah Maghrib, Ra. Nggak baik terus berdiri di depan seperti itu, ayo masuk," ajak Mas Juna. Suara Mas Juna yang begitu khas dan berat itu kembali membuyarkan ketenangan ku.Sejak saat statusku sudah sah menjadi istri dari Arjuna, hal yang paling ku takuti saat ini adalah 'malam'. Ya, malam hari. Sebab pada saat malam hari seperti inilah aku selalu merasa terperangkap bersama lelaki yang saat ini sudah sah menjadi suamiku itu. Aku selalu merasa grogi saat kami harus berdua di dalam satu kamar dan satu ranjang yang sama pula.Setelah masuk ke dalam rumah, ak

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-10
  • Takdir Yang Membawamu   48. Salah Lawan

    "Maaf sekali ...""Iya, tidak akan lama lagi, nanti saya pasti akan datang, sabar ya ..."Di halaman rumah Kinara, Arjuna sedang berdiri dengan sebelah tangan bersandar di atas kap depan mobil. Kenara sendiri hanya dapat melihatnya dari jauh, saat raut wajah itu nampak sangat khawatir. Hingga akhirnya Kinara melihat laki-laki yang sekarang sudah menjadi suaminya tersebut melipat kening dan memijat mijatnya dengan kedua jarinya.Kinara mulai melambatkan langkah kakinya begitu melihat suaminya sedang berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon. Ia hanya berpikir jika gelagat suaminya ini begitu aneh.'kenapa juga hanya untuk sekedar mengangkat telepon saja harus keluar rumah?' tanyanya dalam hati.Arjuna yang menyadari akan kehadiran Nara yang berjalan di belakangnya, secara tiba-tiba saja mengakhiri obrolan dan segera memutuskan sambungan teleponnya. Laki-laki yang saat ini hanya mengenakan celana pendek dan juga kaos oblong itu terlihat agak salah tingkah saat melihat Nara su

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-12
  • Takdir Yang Membawamu   49. Sedikit Perlawanan

    "Oh, ya baiklah. Kamu akan tahu sedang berhadapan dengan siapa nantinya. Ayo semuanya, kita pergi!" ajak Pak Rudi kepada tim-nya.Setelah sedikit pertikaian dengan Arjuna selesai. Pak Rudi pun langsung pergi bersama rekan-rekan satu tim nya meninggalkan area pembangunan resort."Lah dalah,ternyata memang beneran sakti sampeyan, Mas. Baru juga ngomong sedikit, mereka sudah langsung lari kocar kacir. Memang orang-orang seperti mereka itu tidak bisa didiamkan begitu saja, Mas.Aditya hanya memberikan sebuah senyum masam saat menanggapi ucapan Agus, salah satu anak buah yang telah menjadi kepercayaannya. Pak Lurah dan juga rombongannya yang baru saja pergi, tentunya sudah membawa serta kemarahan serta dendam pribadi kepada Arjuna."Kamu jangan senang dulu, Gus. Justru setelah ini kita harus lebih berhati-hati dan juga lebih harus lebih meningkatkan kewaspadaan. Saya sangat yakin kalau orang-orang seperti mereka itu tidak akan berhenti sebelum mendapatkan apa yang mereka inginkan," ujar Ar

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-13
  • Takdir Yang Membawamu   50. Deva Terkejut

    Pak Rudi masih tetap duduk di sofa. Ia sedang mencoba untuk menyandarkan punggungnya yang terasa lelah di sana. Kemudian, Pak Rudi memejamkan matanya sambil bergumam, "Tunggu pembalasanku, dasar sok jagoan!""Memangnya apa sih, Pak, yang sudah dilakukan oleh suaminya Kinara itu? Sepertinya hal itu membuat Bapak terlihat begitu marah," tanya Bu Ratna yang merasa penasaran."Ya coba bayangin aja, Bu. Gimana Bapak ndak kesel. Si suaminya Nara itu berani bentak Bapak, bahkan juga berani mengancam Bapak loh, Bu." Pak Rudi bersikap persis seperti anak TK yang sedang mengadu kepada neneknya.Ia bercerita seolah-olah ia sekarang sedang menjadi korban kekerasan. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah saat ini, laki-laki itu sedang merasa malu. Itu karena nyalinya yang langsung ciut hanya karena gertakan orang yang dianggapnya sebagai anak kemarin sore.Pak Rudi pun langsung menceritakan kejadian yang tadi di alaminya di proyek. Tentu saja dengan sedikit bumbu yang sudah dirubah di dalamnya. Ba

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-13
  • Takdir Yang Membawamu   51. Serba Salah

    "DUG DUG DUG DUG"Saat melihat kedatangan suaminya, bukannya membuat hati ini merasa senang, tapi malah bikin aku terasa jantungan. Jantungku ini berdebar semakin cepat. Aku sama sekali tidak ingin melihat adanya keributan antara dua lelaki hanya gara-gara diriku. Aku benar-benar tidak ingin jika hal itu sampai terjadi.Aku pun langsung melirik geram pada Deva yang tak kunjung beranjak dari tempat ini padahal sudah disuruh pergi. Deva hanya berdiri dengan sikap menantang dan juga tatapan mata yang nyalang menanti hingga Mas juna datang dan menghampirinya.Mas Juna yang baru saja keluar dari dalam mobil sepertinya langsung bisa menangkap kalau ada sesuatu yang tidak beres. Aku melihatnya yang berjalan dengan tenang dan tetap penuh wibawa. Sudah bisa dipastikan jika Mas Juna sangatlah tidak menyukai kehadiran Deva di rumah ini. Apalagi ia juga tahu jika Deva ini adalah mantan tunangan ku.Detak jantungku berdetak menjadi tidak karuan. Wajahku langsung berubah pias. Seluruh tubuhku menja

    Terakhir Diperbarui : 2023-11-13

Bab terbaru

  • Takdir Yang Membawamu   94. Pulang Kampung

    94. Pulang KampungHari ini, saat Arjuna masih merebahkan diri di atas kasur di kamarnya, Nara datang dengan wajah murung dan sedikit ditekuk."Kenapa, Sayang? Apa ada sesuatu yang bikin hati istrinya Mas ini sedih? Kenapa mukanya cemberut kayak gitu?" tanya Juna saat Nara meletakkan pantatnya untuk duduk di sebelah Juna yang masih berbaring."Reni dan juga Bu Imah mau balik ke kampung besok pagi, Mas," jawab Nara dengan suara yang begitu lirih."Hmmm, nggak apa-apa, Sayang. Mereka juga pasti punya alasan sendiri kenapa mereka harus buru-buru pulang. Iya, kan? Lagipula, kita juga akan pulang kampung kok meskipun nggak bareng sama mereka. Kita juga masih bisa bertemu lagi nanti." Arjuna segera bangkit dari posisi rebahannya dan kemudian duduk sembari menatap wajah istrinya itu."Ya iya sih, Mas. Tapi ya bagaimana ya, Mas. Entah kenapa aku kalau nggak ada Reni berada ada yang kurang. Mas Juna sendiri tahu kan betapa dekatnya hubungan kami ini.""Iya, Mas tahu akan hal itu. Mas juga berd

  • Takdir Yang Membawamu   93. Tanda Merah

    Kinara merasa jika dirinya baru saja terlelap dan memejamkan mata, namun ia berusaha membuka kedua matanya yang masih terasa lengket dengan susah payah saat ia merasakan jika ada sesuatu yang menjalar menyentuh setiap permukaan kulitnya.Selimut tebal hotel cukup menghangatkan badan yang tersentuh belaian AC yang ada di dalam ruangan. Tapi entah kenapa Nara merasakan ada sesuatu yang terasa basah di kulitnya. Nara pada akhirnya memaksakan diri untuk membuka matanya lebar-lebar, ketika dirinya merasakan sesuatu yang begitu lembab dan kasar sedang menyapu kulit perutnya."Mas Juna, aah ...," ucap Nara yang terdengar seperti serupa bisikan. Dimana bisikan itu justru terdengar seperti candu bagi seorang Arjuna. Entah sudah pukul berapa saat ini, Nara sudah tak lagi sempat melirik ke arah dinding yang tertempel di dinding kamar saat Arjuna kembali mengarungi nirwana. Mereka berdua kembali mabuk kepayang berdua, menikmati indahnya bahtera asmara entah untuk yang ke berapa kalinya.Saat kees

  • Takdir Yang Membawamu   92. Malam Pertama

    Sah, Sah,Sah,Terdengar sorak sorai dari para tamu undangan yang menjadi saksi pernikahan Arjuna serta Kinara. Sorak sorai pun mengudara riuh setelah para gadis-gadis dan juga sepupu Arjuna saling bersahutan saat melihat prosesi penyematan cincin kawin di jari masing-masing."Cium ...! Cium ...! Cium ...!" teriak mereka setelahnya.Pada saat ini wajah Kinara terasa memanas. Meskipun mereka berdua sudah kerap kali melakukannya, namun tetap saja dirinya akan merasa malu jika melakukan hal tersebut di depan banyak orang seperti ini. Hingga pada akhirnya Arjuna hanya mendaratkan hidung dan juga bibirnya di kening Kinara. Gemuruh suara tepuk tangan serta siulan yang bersahut-sahutan panjang langsung terdengar memenuhi seluruh penjuru ruangan.Mereka merasakan kelegaan dan keharuan secara bersamaan. Kedua mata Nara mulai memburam dan berkabut karena dipenuhi oleh buliran-buliran hangat yang menumpuk di sepasang kelopak matanya yang begitu indah itu.Reni pun mulai maju ke depan untuk meng

  • Takdir Yang Membawamu   91. Pesta Pernikahan

    Mereka semua sudah berkumpul pada saat ini di restoran hotel tersebut. Mereka makan dalam suasana yang tenang namun tetap membahagiakan. Setelah selesai dengan acara makan malamnya, seluruh anggota keluarga tidak langsung kembali ke kamar masing-masing. Melainkan semuanya pergi ke ballroom hotel di mana acara akad dan resepsi akan diselenggarakan esok hari. Ruangan yang begitu luas itu sudah di dekor dengan seindah mungkin dengan tema yang telah dipilih oleh pihak keluarga Arjuna sebelumnya.Meskipun Nara dan Juna tidak terlibat langsung dalam setiap persiapan pesta yang akan digelar esok hari, namun Nara sudah merasa sangat puas dengan kinerja dan segala persiapan yang telah dilakukan oleh keluarga Juna. Kinara merasa jika tidak ada sesuatupun yang kurang dari seluruh persiapan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibu mertuanya, serta kedua adik iparnya.Nara mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, kemudian dirinya menatap lurus ke arah meja akad yang dilengkapi dengan empat buah kur

  • Takdir Yang Membawamu   90. Es Krim Kopi

    90. Pucuk MonasPada saat ini acara fitting pakaian sudah selesai. Setelah semuanya telah mencoba busananya masing-masing, Arjuna mengajak mereka menuju ke salah satu gerai kopi yang cukup terkenal di mall tersebut. Sebuah gerai coffee shop bernuansa coklat kayu yang terlihat begitu estetik. Di coffe shop tersebut tak hanya menjual minuman, tapi juga beberapa croissant yang beraneka rupa."Mau pesan apa, Ra?" tanya Juna pada Nara."Cuma Nara, nih?" sahut Reni."Oh, ya. Kamu mau pesan apa, Ren?" tanya Juna kemudian pada Reni."Hmm, aku ngikut Mas Juna saja, wes. Terserah Mas Juna mau pesan apa asalkan tidak beracun. Kan Mas tahu kalau aku belum kawin," seloroh Reni saat mereka sudah berada di dalam barisan antrian untuk memesan."Kamu mau coba es krim kopi nggak?" Juna bertanya pada Nara yang berdiri di hadapannya."Enak nggak?""Enak sih menurut Mas. Juwita selalu pesan itu setiap kali datang ke tempat ini," jawab Juna."Ya deh, boleh. Aku juga nggak terlalu ngerti bahasa menunya. Jad

  • Takdir Yang Membawamu   89. Pergi ke Butik

    Semua orang yang sedang berada dan berkumpul bersama di ruang keluarga Pak Hasan yang terbilang luas itu, segera memalingkan wajah mereka ke arah sumber suara. Suara itu secara tiba-tiba saja datang dan memecah ketenangan.Sementara Nara tidak terlalu menghiraukan akan hal tersebut, karena karena ia dan adik perempuan Arjuna yang bernama Juwita sedang merapikan souvenir pernikahan yang baru datang diantar tadi sore."Maya ...!" Bu Laras melirik ke arah wanita yang tadi berbicara dengan penuh arti. Ia jelas-jelas merasakan tak enak hati atas sikap adik iparnya alias adik kandung dari papanya Arjuna itu terhadap Reni dan juga ibunya."Mbak Laras tidak perlu melihatku dengan tatapan seperti itu. Aku kan hanya berbicara tentang fakta, Mbak. Memangnya kalian mau jika pesta pernikahan Arjuna rusak hanya gara-gara ada yang merusak pemandangan mata?" Balas perempuan yang ternyata bernama Maya itu dengan nada yang ketus."Mbak Reni, tolong Mbak Reni jangan ambil hati ucapan dari Tante Maya, ya

  • Takdir Yang Membawamu   88. Berdebar-Debar

    Usai acara makan bersama, Bu Laras meminta kepada Anggun dan juga Juwita untuk mengantarkan tamunya beristirahat."Kamar untuk Mbak Reni dan Bu Imah yang ada di sini, ya," ucap Juwita ramah sembari membukakan pintu ruang kamar tamu yang memang telah disiapkan dari jauh hari untuk mereka. Nuansa kamar dengan dominasi warna putih dengan sentuhan warna kayu itu pun segera tampak di ruangan yang cukup luas tersebut.Di dalam kamar terdapat sebuah ranjang berukuran besar yang cukup untuk mereka berdua. Ada sebuah pendingin ruangan di sana, almari pakaian, serta TV layar datar yang berukuran besar sebagai hiburan agar kamu mereka tidak merasa bosan di dalam kamar. Di dalam ruang kamar itu juga sudah dilengkapi dengan kamar mandi, agar mereka tidak perlu keluar masuk kamar hanya untuk menyelesaikan urusan pribadi."Masya Allah bagus sekali kamarnya, Dek Juita. Kamar hotel aja dengan kalah lho sama kamar yang ada di sini." Reni terkagum-kagum memandang ke sekeliling penjuru kamar yang akan d

  • Takdir Yang Membawamu   87. Jamuan Keluarga

    "Selamat datang di keluarga kami, Nak. Kami harus menunggu waktu yang sangat lama hanya untuk melihat Juna pulang dengan membawa bidadarinya untuk diperkenalkan kepada kami," ucap Bu Hasan dengan kedua mata yang dipenuhi binar-binar bahagia.Bu Hasan merasa sangat bahagia untuk saat ini, karena anak sulungnya yang begitu ia banggakan sudah resmi memiliki istri. Bu Laras, nama aslinya. Tapi orang-orang lebih sering memanggilnya dengan nama Bu Hasan.Terlihat Kinara pun mengulum senyumnya. Ketegangan yang dirasakan begitu menyiksa dirinya di sepanjang perjalanan, perlahan-lahan mulai terkikis dan tergerus oleh sikap hangat dari wanita berusia sekitar lima puluh tahun dan itu. Namun di usianya yang bahkan sudah lebih dari separuh abad, sama sekali tidak membuat kecantikan alaminya memudar."Masya Allah, Nak. Kamu sungguh cantik sekali. Dan lebih cantik daripada foto-foto yang Juna kirimkan kepada kami." Pak Hasan pun maju ke depan dan ikut menimpali perkataan istrinya. Demikian pula deng

  • Takdir Yang Membawamu   86. Kota Jakarta

    Kinara sengaja tidak ingin memperlihatkan air matanya yang luruh di hadapan Arjuna. Ia tidak ingin jika suaminya tersebut nanti menilainya terlalu konyol karena hendak pergi ke sebuah tempat yang bernama Ibukota tersebut.Sebenarnya ini bukan hanya tentang perjalan yang akan dilewatinya saat ini, bukan pula tentang Ibukota negara yang akan mereka datangi. Namun, perasaan itu datang karena ia baru pertama kali ini meninggalkan kampung halamannya.Ini semua adalah tentang kampung halaman dan semua kenangannya. Tentang desa yang berada di sebuah lereng bukit yang menjadi tempat Kinara dilahirkan dan juga dibesarkan. Tempat di mana dirinya mendapatkan semua kasih sayang dari kedua orang tuanya.Di perjalanan yang ia tempuh pada saat ini, Kinara membayangkan wajah sang ibu yang pada saat ini menari-nari di pelupuk matanya. Dan juga melihat sang ayah dari luar jendela sedang mengukir senyum melihat ke arahnya. Kedua wajah dari orang yang berarti baginya itu kini memenuhi relung hatinya. Waj

DMCA.com Protection Status