Mau satu dong yang kayak Arjuna.. 💓
Rampung dari makam, kami akan segera pergi ke proyek pembangunan resort yang sedang di kerjakan oleh Om Juna. Karena memang rencananya seperti itu tadi.Sesampainya di tempat dia memarkirkan mobilnya. Dengan halus ia membukakan pintu mobil terlebih dahulu untukku. Baru kemudian dengan sedikit berlari ia baru masuk sendiri dan duduk di belakang kemudi.Dia menoleh dan menatapku begitu lama, dan dengan perlahan-lahan ia mulai mendekatkan dirinya padaku."Eh eh, mau apa?" Dengan raut wajah panik aku bertanya. Aku dibuatnya sangat terkejut dan juga salah tingkah saat ia mulai mencondongkan tubuhnya semakin mendekat ke arahku. Hingga wajah kami sekarang hanya berjarak sejengkal saja."Om, Om jangan macam-macam loh. Kita ini sedang berada di area mak___""Klik!!" Kalimatku langsung saja terhenti saat ku dengar bunyi 'klik'."Kenapa sih kok heboh sekali. Saya itu cuma mau bantuin kamu untuk pasang sabuk pengaman," ucapnya yang khas dengan suara beratnya.Ya Tuhan ... aku sungguh menjadi sang
Selepas Pak Rudi pergi, Om Juna yang memang masih mendekap ku dengan begitu erat. Ia langsung mendekatkan wajahnya ke wajahku."Ada apa sih dengan Pak Lurah? Sepertinya ada yang punya dendam pribadi nih dengan beliau. Tapi itu bukan karena istriku ini gagal menikah sama anak lelakinya, bukan?" tanyanya kemudian dengan nafas yang bertiup jelas di telingaku ini."Ih, itu sama sekali tidak ada hubungannya," jawabku sedikit kesal dengan pertanyaanya."Ya maaf, jangan emosi gitu dong. Kayak kurang sentuhan aja," Om Juna sengaja menyenggol bahuku dengan bahunya."Aduh, apa'an sih?" jawabku dengan mulut semakin cemberut."Sudah, sudah. Jangan marah lagi, nanti cantiknya naik seratus persen loh. Kalau begitu, kamu bisa kan percaya sama saya. Kalau kamu nggak mau cerita, saya juga nggak bisa tahu ada masalah apa di antara kalian. Apakah kamu dan juga mendiang orangtua kamu masih memiliki masalah yang belum tuntas dengan Pak Lurah?" tanya Om Juna yang mulai terlihat penasaran."Sebenarnya masala
Menjelang petang akhirnya sampai juga kami di rumah. Aku langsung saja membersihkan diri setelah seharian ini beraktivitas. Air di daerah pegunungan yang memang masih segar membuat kesegaran tubuhku kembali lagi.Dari teras rumah ini, kuhela nafas panjang sembari memejamkan mata yang sudah beberapa waktu ini terlalu lelah dengan air matanya. Ku dengar alunan suara jangkrik bersahutan, di sela adzan Maghrib yang tengah berkumandang."Sudah Maghrib, Ra. Nggak baik terus berdiri di depan seperti itu, ayo masuk," ajak Mas Juna. Suara Mas Juna yang begitu khas dan berat itu kembali membuyarkan ketenangan ku.Sejak saat statusku sudah sah menjadi istri dari Arjuna, hal yang paling ku takuti saat ini adalah 'malam'. Ya, malam hari. Sebab pada saat malam hari seperti inilah aku selalu merasa terperangkap bersama lelaki yang saat ini sudah sah menjadi suamiku itu. Aku selalu merasa grogi saat kami harus berdua di dalam satu kamar dan satu ranjang yang sama pula.Setelah masuk ke dalam rumah, ak
"Maaf sekali ...""Iya, tidak akan lama lagi, nanti saya pasti akan datang, sabar ya ..."Di halaman rumah Kinara, Arjuna sedang berdiri dengan sebelah tangan bersandar di atas kap depan mobil. Kenara sendiri hanya dapat melihatnya dari jauh, saat raut wajah itu nampak sangat khawatir. Hingga akhirnya Kinara melihat laki-laki yang sekarang sudah menjadi suaminya tersebut melipat kening dan memijat mijatnya dengan kedua jarinya.Kinara mulai melambatkan langkah kakinya begitu melihat suaminya sedang berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon. Ia hanya berpikir jika gelagat suaminya ini begitu aneh.'kenapa juga hanya untuk sekedar mengangkat telepon saja harus keluar rumah?' tanyanya dalam hati.Arjuna yang menyadari akan kehadiran Nara yang berjalan di belakangnya, secara tiba-tiba saja mengakhiri obrolan dan segera memutuskan sambungan teleponnya. Laki-laki yang saat ini hanya mengenakan celana pendek dan juga kaos oblong itu terlihat agak salah tingkah saat melihat Nara su
"Oh, ya baiklah. Kamu akan tahu sedang berhadapan dengan siapa nantinya. Ayo semuanya, kita pergi!" ajak Pak Rudi kepada tim-nya.Setelah sedikit pertikaian dengan Arjuna selesai. Pak Rudi pun langsung pergi bersama rekan-rekan satu tim nya meninggalkan area pembangunan resort."Lah dalah,ternyata memang beneran sakti sampeyan, Mas. Baru juga ngomong sedikit, mereka sudah langsung lari kocar kacir. Memang orang-orang seperti mereka itu tidak bisa didiamkan begitu saja, Mas.Aditya hanya memberikan sebuah senyum masam saat menanggapi ucapan Agus, salah satu anak buah yang telah menjadi kepercayaannya. Pak Lurah dan juga rombongannya yang baru saja pergi, tentunya sudah membawa serta kemarahan serta dendam pribadi kepada Arjuna."Kamu jangan senang dulu, Gus. Justru setelah ini kita harus lebih berhati-hati dan juga lebih harus lebih meningkatkan kewaspadaan. Saya sangat yakin kalau orang-orang seperti mereka itu tidak akan berhenti sebelum mendapatkan apa yang mereka inginkan," ujar Ar
Pak Rudi masih tetap duduk di sofa. Ia sedang mencoba untuk menyandarkan punggungnya yang terasa lelah di sana. Kemudian, Pak Rudi memejamkan matanya sambil bergumam, "Tunggu pembalasanku, dasar sok jagoan!""Memangnya apa sih, Pak, yang sudah dilakukan oleh suaminya Kinara itu? Sepertinya hal itu membuat Bapak terlihat begitu marah," tanya Bu Ratna yang merasa penasaran."Ya coba bayangin aja, Bu. Gimana Bapak ndak kesel. Si suaminya Nara itu berani bentak Bapak, bahkan juga berani mengancam Bapak loh, Bu." Pak Rudi bersikap persis seperti anak TK yang sedang mengadu kepada neneknya.Ia bercerita seolah-olah ia sekarang sedang menjadi korban kekerasan. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah saat ini, laki-laki itu sedang merasa malu. Itu karena nyalinya yang langsung ciut hanya karena gertakan orang yang dianggapnya sebagai anak kemarin sore.Pak Rudi pun langsung menceritakan kejadian yang tadi di alaminya di proyek. Tentu saja dengan sedikit bumbu yang sudah dirubah di dalamnya. Ba
"DUG DUG DUG DUG"Saat melihat kedatangan suaminya, bukannya membuat hati ini merasa senang, tapi malah bikin aku terasa jantungan. Jantungku ini berdebar semakin cepat. Aku sama sekali tidak ingin melihat adanya keributan antara dua lelaki hanya gara-gara diriku. Aku benar-benar tidak ingin jika hal itu sampai terjadi.Aku pun langsung melirik geram pada Deva yang tak kunjung beranjak dari tempat ini padahal sudah disuruh pergi. Deva hanya berdiri dengan sikap menantang dan juga tatapan mata yang nyalang menanti hingga Mas juna datang dan menghampirinya.Mas Juna yang baru saja keluar dari dalam mobil sepertinya langsung bisa menangkap kalau ada sesuatu yang tidak beres. Aku melihatnya yang berjalan dengan tenang dan tetap penuh wibawa. Sudah bisa dipastikan jika Mas Juna sangatlah tidak menyukai kehadiran Deva di rumah ini. Apalagi ia juga tahu jika Deva ini adalah mantan tunangan ku.Detak jantungku berdetak menjadi tidak karuan. Wajahku langsung berubah pias. Seluruh tubuhku menja
Setelah setengah jam kemudian, aku yang baru saja selesai berganti pakaian usai mandi dikejutkan oleh suara ketukan di pintu."Tok tok tok" kudengar suara pintu itu masih terus saja di ketuk. Dan aku yakin sekali jika yang datang kali ini adalah Mas Juna. Aku memang dengan sengaja mengunci pintu rumah tadi agar ada interaksi dan juga komunikasi lagi di antara kami nantinya.Aku kemudian berjalan keluar dan membukakan pintu untuknya."Assalamualaikum," ucap Mas Juna sembari melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah."Wa'alaikumsalam," jawabku dengan masih memperhatikan nya yang masuk ke dalam rumah tanpa sedikitpun melirik ke arahku."Mas mau langsung makan?" tanyaku kemudian."Nanti saja, belum lapar.""Tadi Mas udah makan di luar?""Enggak."Aku pun langsung terdiam seketika. Tidak ingin lagi membuka mulutku untuk berbicara."Fix, dia nggak mau makan masakanku," batinku dengan kesal.Akhirnya aku pun membiarkannya berada di dalam kamar sendirian. Sementara aku lebih memilih untuk masu