Beranda / Pernikahan / Takdir Yang Membawamu / 21. Maafkan Aku, Reni

Share

21. Maafkan Aku, Reni

Penulis: Yasmin_imaji
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-11 12:22:46
Ya Tuhan ... Aku masih terus memegangi dadaku dan memastikan jantungku ini masih berada pada tempat yang seharusnya. Kesadaranku kini sudah kembali penuh.

Dari tempatku duduk sekarang, aku melihat es cendol yang tadi dibungkus oleh Reni untuk Ibunya di rumah telah tumpah, pecah dan berserakan di jalan. Aku berdiri dan mendekati sepeda motorku yang sedang diangkat oleh beberapa orang. Kulihat dengan seksama, goresan-goresan dan luka lecet di seluruh body motor satu-satunya peninggalan dari mendiang Bapak.

Meskipun ini hanya sebuah mesin bagi orang lain, tapi benar-benar terasa sakit hatiku melihatnya. Almarhum Bapak sangat menyayangi motor ini dan selalu merawatnya. Seumur-umur bapak memakainya, satu goresan kecil pun tidak pernah tercetak di motor ini. Lalu setelah itu ku dekati Reni.

Luka yang Reni dapatkan sebagai pembonceng jauh lebih banyak dn lebih parah daripada lukaku. Tapi, bukan hanya tentang kecelakaan ini saja yang aku risaukan sekarang. Bukan hanya sekadar tentang Reni, mot
Yasmin_imaji

heeemmm... jadi berdebar-debar nih yang nulis...

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Takdir Yang Membawamu   22. Sebuah Prasangka

    Aku masih tetap terdiam dan terus berusaha mengingat saat Arjuna menanyakan perihal itu."Tentu saja aku tak punya musuh. Tapi kalau ditanya siapa yang membenciku ... Umm ya cuma si Bu lurah," batinku dalam hati."Mm, maksud nak Juna apa kok bertanya begitu?" Aku langsung menatap ibu yang menyahut pertanyaan dari Arjuna tadi."Ya, misalnya saja Kinara punya musuh diluar sana, Bu. Atau mungkin ada yang menaruh dendam sama Nara, saya hanya bertanya saja, Bu," ku tatap Arjuna, meskipun dari kata-katanya ia terlihat sedikit agak ragu, namun pertanyaan itu keluar juga dari bibirnya. Pertanyaan yang sama dengan seperti apa yang aku pikirkan saat ini.Menunggu Ibu menjawab pertanyaannya, Arjuna meneguk teh panas yang masih mengepul dari dalam gelas. Ia kemudian melirik ke arahku, seolah menanyakan kenapa Ibu menjadi terdiam. Melihat kecanggungan di wajah Arjuna, aku lantas berpamitan kepada mereka berdua untuk sekedar mengganti baju dan juga celanaku yang kotor dan terkena noda darah."Bu, N

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-12
  • Takdir Yang Membawamu   23. Arjuna Datang

    Pagi yang cerah untuk ku mencari kehangatan mentari. Setelah membersihkan tubuh dan membasahi rambut, aku duduk-duduk di depan rumah sambil berjemur. Ibu menghampiriku untuk membawakan segelas susu putih."Nduk, ibu bikinin kamu susu, ayo diminum dulu," ucap ibu sambil meletakkan gelas di meja yang berada di teras depan rumah.Untuk sementara waktu aku dan juga Ibu harus menutup jualan kami di pasar dulu. Aku harus banyak beristirahat pasca kejadian kecelakaan tempo hari. Sudah kukatakan agar Ibu tetap berangkat berjualan saja, karena aku masih bisa mengurus diri sendiri di rumah. Tapi Ibu tetep ngeyel, Ibu ingin menemaniku dulu hingga aku benar-benar sembuh."Lagipula itu motor juga masih belum bener kok," kata Ibu."Lah, bukannya kemarin sudah di bawa ke bengkel? Kan Ibu lihat sendiri kemarin sudah diantar pulang oleh anak buahnya Om Juna."Iya, diantarkan pulang dulu, karena kemarin bengkelnya tutup," seketika kedua mataku langsung terbelalak lebar seakan mau lepas dari tempatnya sa

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-12
  • Takdir Yang Membawamu   24. Deva Khawatir

    "Ah, Deva. Dia pasti sudah tahu karena motorku sudah sampai di tempatnya," gumamku.Harusnya aku juga bisa menebak jika pastinya Deva akan datang ke rumah.Malas sekali rasanya untuk aku keluar dan menemuinya saat ini. Bukan karena aku membencinya, bukan. Tapi aku hanya merasa sangat malas saja menambah masalah jika ada keluarga Bu Ratna yang melihat Deva bertandang ke rumah. Namun aku pun tidak bisa untuk berpura-pura tidak ada di rumah, sebab memang pintu depan dalam keadaan yang masih terbuka.Akhirnya, mau tidak mau aku pun keluar juga dari dalam rumah untuk menemui dirinya yang pada saat ini sudah berdiri di depan rumahku. Tapi hanya cukup di teras saja, karena aku juga nggak mau berduaan di dalam rumah dengan Deva.Aku yang sudah sudah keluar dari dalam rumah sudah keluar ke teras. Aku hanya diam saja dan menatapnya tanpa bertanya."Nara, aku datang kesini karena melihat motormu ada di bengkel sedang di servis sama Komeng. Dia bilang kalau tadi pagi ada seseorang yang mengantarka

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-14
  • Takdir Yang Membawamu   25. Jalan-jalan Malam

    Malam ini, sebelum kami beranjak untuk tidur, Ibu mengajakku berbicara sebentar sambil duduk di depan televisi. Setelah berjibaku dengan pekerjaan yang sangat menguras tenaga seharian ini, kami sempatkan diri untuk melepas sedikit kepenatan di atas sofa yang berada di ruang tamu.Aku dan Ibu beristirahat dengan mengisi obrolan-obrolan ringan."Nduk, lusa besok ibu mau bagi-bagi sedekah. Kebetulan lusa jatuh pada hari Jumat, dan Ibu pengen banget bikin Jumat berkah," ucap Ibu pada malam itu."Kamu bisa bantuin kan, Nduk? Ya hitung-hitung sekalian syukuran karena kamu masih diberikan keselamatan dari kecelakaan kemarin itu. Dan juga sebagai ungkapan rasa syukur ibu karena Allah sudah memberikan rejeki yang tidak terduga melalui nak Arjuna.""Insha Allah rejeki kita akan menjadi lebih berkah Nduk jika dibersihkan. Bagaimana cara membersihkannya? Ya dengan cara bersedekah tadi," lanjut ibu mengemukakan gagasan-nya."Nara setuju dengan pendapat Ibu, itu ide yang sangat bagus, Bu," ucapku ya

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-16
  • Takdir Yang Membawamu   26. Malu, Aku Malu ...

    Aku hanya bisa terus tertunduk dan geleng-geleng kepala melihat kelakuan Reni, sahabatku yang sangat absurd ini. Penjual baru saja meletakkan mangkok berisi mie ayam dan bakso di atas meja."Nanggung ini, Ren. Nggak segerobaknya aja itu sekalian dimakan semua?" Sindirku pada Reni.""Yang sabar ya Boss, he he he. Dimana-mana itu yang namanya bodyguard pasti makannya harus banyak kan, Ra. Biar kuat jiwa dan raga menjaga tuannya!" Jawab Reni dengan menunjukkan otot bisepnya yang ... nggak ada."Bodyguard?" Aku kembali mengulang apa yang tadi Reni ucapkan."Ya iya, bodyguard. Apalagi yang bisa ku lakukan selain jadi pengawal saat kalian berdua belum saling menghalalkan diri. Ya nggak, Om?" Tanya Reni berganti pada Arjuna.Laki-laki yang sekarang duduk di sampingku dengan mengenakan kaus tosca berjaket denim itu hanya mengulum senyumnya sambil menganggukkan kepala."Tuh kan, Om Juna nya aja udah mengangguk tanda setuju dengan apa yang aku bilang, Ra," celetuknya.Aku yang sudah merasa geram

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-17
  • Takdir Yang Membawamu   27. Penyerangan

    "Me-menikah?" Aku kembali mengulang ucapan Aditya barusan. Laki-laki itu kemudian mengangguk."Berapa usia kamu sekarang Kinara?" tanya Arjuna kemudian."Mau dua puluh empat, Om," jawabku dengan polosnya tanpa sedikitpun rasa takut."Perbedaan usia sepuluh tahun bagi saya bukanlah suatu masalah yang besar, Ra. Sepuluh tahun bukanlah angka yang terlalu jauh untuk kita menjalin sebuah ikatan. Bahkan di luaran sana, ada juga pasangan yang berbeda agama belasan atau bahkan puluhan tahun, Ra. Dan meskipun kamu masih cukup muda, tapi saya yakin sekali jika kamu bisa menjadi seorang istri dan juga seorang ibu yang baik untuk anak-anak kita nantinya," papar Om Juna tanpa kulihat sedikitpun keraguan di matanya.Ceguk!Pahit sekali rasanya leher ini saat kugunakan untuk menelan ludah."Masa iya aku yang kemarin mengatakannya dengan tidak bersungguh-sungguh, karena saat itu aku hanya merasa benar-benar kepepet. Tapi kenapa malah sekarang diajak nikah beneran," batinku dalam hati. Aku benar-benar

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-18
  • Takdir Yang Membawamu   28. Prasangka Buruk

    "Kamu sama Om Juna memangnya ngomongin apa semalam, Ra. Buset aku tungguin lama banget nggak keluar-keluar. Aku udah takut banget kalau ibumu bakal marah loh tadinya loh, Ra. Ah, untungnya saja tidak," ujar Reni yang ingin tahu tentang apa yang yang kubicarakan dengan Arjuna semalam pada keesokan harinya."Semalam aku emang sengaja turun duluan loh, biar kalian bisa ngobrol. Eh nggak taunya ngobrolnya kebablasan, ck ck ck," sambung Reni kemudian sembari menggelengkan kepalanya.Sambil memotong-motong kacang panjang yang akan ku masak untuk menu sarapan siang ini. Aku melirik tajam ke arah sahabatku yang tingkat ingin tahunya sudah go internasional ini."Kamu itu loh,Ren. Pinter sekali kalau buat alasan. Mau ngasih ruang buat ngobrol apa mau habisin sisa bakso kamu? Pasti aku ditinggal makan bakso yang belum habis itu, kan?" cetusku padanya."Ah, tahu aja sih kamu, Ra," jawabnya dengan raut wajah yang tersipu malu-malu."Tapi beneran kok, Ra. Aku itu nungguin kamu wong aku makan baksony

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-18
  • Takdir Yang Membawamu   29. Membuat Salah Tingkah

    "Halo," suara wanita di seberang telepon kembali terdengar.Suara tersebut sungguh membuat seluruh tubuhku membeku. Aku hanya menatap Reni dengan sangat cemas, dan bahkan tak mampu untuk menjawab."Halo, dengan siapa ya ini?" Tanyanya lagi.Dengan segenap kekuatan yang tersisa aku mencoba untuk menjawabnya."I-iya, Ha-halo, Om Juna ada?" Suaraku sedikit gemetar. Aku takut jika ia adalah istri atau kekasih dari Om Juna."Oh, cari Mas Juna, ya? Sebentar ya, Mas Juna sedang di kamar mandi, Mbak," ucapnya."Ini, dengan Mbak Kinara, ya?" Lanjutnya kemudian.DEG!!"Bagaimana dia bisa tahu namaku?" batinku dalam hati."Ini saya, Mbok Iyem. Ditunggu sebentar ya, Mbak," paparnya."Huuufth" akhirnya detak jantungku kembali lagi ke tempatnya setelah beberapa saat sempat menghilang. Lega sekali hatiku saat mendengarnya. Saking leganya aku merasakan kedua tungkai ku menjadi lemas seketika."Iya Mbok. Berati Om Juna baik-baik saja, kan? Dia masih hidup kan, Mbok?" Tanyaku mencoba untuk memastikan.

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-19

Bab terbaru

  • Takdir Yang Membawamu   94. Pulang Kampung

    94. Pulang KampungHari ini, saat Arjuna masih merebahkan diri di atas kasur di kamarnya, Nara datang dengan wajah murung dan sedikit ditekuk."Kenapa, Sayang? Apa ada sesuatu yang bikin hati istrinya Mas ini sedih? Kenapa mukanya cemberut kayak gitu?" tanya Juna saat Nara meletakkan pantatnya untuk duduk di sebelah Juna yang masih berbaring."Reni dan juga Bu Imah mau balik ke kampung besok pagi, Mas," jawab Nara dengan suara yang begitu lirih."Hmmm, nggak apa-apa, Sayang. Mereka juga pasti punya alasan sendiri kenapa mereka harus buru-buru pulang. Iya, kan? Lagipula, kita juga akan pulang kampung kok meskipun nggak bareng sama mereka. Kita juga masih bisa bertemu lagi nanti." Arjuna segera bangkit dari posisi rebahannya dan kemudian duduk sembari menatap wajah istrinya itu."Ya iya sih, Mas. Tapi ya bagaimana ya, Mas. Entah kenapa aku kalau nggak ada Reni berada ada yang kurang. Mas Juna sendiri tahu kan betapa dekatnya hubungan kami ini.""Iya, Mas tahu akan hal itu. Mas juga berd

  • Takdir Yang Membawamu   93. Tanda Merah

    Kinara merasa jika dirinya baru saja terlelap dan memejamkan mata, namun ia berusaha membuka kedua matanya yang masih terasa lengket dengan susah payah saat ia merasakan jika ada sesuatu yang menjalar menyentuh setiap permukaan kulitnya.Selimut tebal hotel cukup menghangatkan badan yang tersentuh belaian AC yang ada di dalam ruangan. Tapi entah kenapa Nara merasakan ada sesuatu yang terasa basah di kulitnya. Nara pada akhirnya memaksakan diri untuk membuka matanya lebar-lebar, ketika dirinya merasakan sesuatu yang begitu lembab dan kasar sedang menyapu kulit perutnya."Mas Juna, aah ...," ucap Nara yang terdengar seperti serupa bisikan. Dimana bisikan itu justru terdengar seperti candu bagi seorang Arjuna. Entah sudah pukul berapa saat ini, Nara sudah tak lagi sempat melirik ke arah dinding yang tertempel di dinding kamar saat Arjuna kembali mengarungi nirwana. Mereka berdua kembali mabuk kepayang berdua, menikmati indahnya bahtera asmara entah untuk yang ke berapa kalinya.Saat kees

  • Takdir Yang Membawamu   92. Malam Pertama

    Sah, Sah,Sah,Terdengar sorak sorai dari para tamu undangan yang menjadi saksi pernikahan Arjuna serta Kinara. Sorak sorai pun mengudara riuh setelah para gadis-gadis dan juga sepupu Arjuna saling bersahutan saat melihat prosesi penyematan cincin kawin di jari masing-masing."Cium ...! Cium ...! Cium ...!" teriak mereka setelahnya.Pada saat ini wajah Kinara terasa memanas. Meskipun mereka berdua sudah kerap kali melakukannya, namun tetap saja dirinya akan merasa malu jika melakukan hal tersebut di depan banyak orang seperti ini. Hingga pada akhirnya Arjuna hanya mendaratkan hidung dan juga bibirnya di kening Kinara. Gemuruh suara tepuk tangan serta siulan yang bersahut-sahutan panjang langsung terdengar memenuhi seluruh penjuru ruangan.Mereka merasakan kelegaan dan keharuan secara bersamaan. Kedua mata Nara mulai memburam dan berkabut karena dipenuhi oleh buliran-buliran hangat yang menumpuk di sepasang kelopak matanya yang begitu indah itu.Reni pun mulai maju ke depan untuk meng

  • Takdir Yang Membawamu   91. Pesta Pernikahan

    Mereka semua sudah berkumpul pada saat ini di restoran hotel tersebut. Mereka makan dalam suasana yang tenang namun tetap membahagiakan. Setelah selesai dengan acara makan malamnya, seluruh anggota keluarga tidak langsung kembali ke kamar masing-masing. Melainkan semuanya pergi ke ballroom hotel di mana acara akad dan resepsi akan diselenggarakan esok hari. Ruangan yang begitu luas itu sudah di dekor dengan seindah mungkin dengan tema yang telah dipilih oleh pihak keluarga Arjuna sebelumnya.Meskipun Nara dan Juna tidak terlibat langsung dalam setiap persiapan pesta yang akan digelar esok hari, namun Nara sudah merasa sangat puas dengan kinerja dan segala persiapan yang telah dilakukan oleh keluarga Juna. Kinara merasa jika tidak ada sesuatupun yang kurang dari seluruh persiapan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibu mertuanya, serta kedua adik iparnya.Nara mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, kemudian dirinya menatap lurus ke arah meja akad yang dilengkapi dengan empat buah kur

  • Takdir Yang Membawamu   90. Es Krim Kopi

    90. Pucuk MonasPada saat ini acara fitting pakaian sudah selesai. Setelah semuanya telah mencoba busananya masing-masing, Arjuna mengajak mereka menuju ke salah satu gerai kopi yang cukup terkenal di mall tersebut. Sebuah gerai coffee shop bernuansa coklat kayu yang terlihat begitu estetik. Di coffe shop tersebut tak hanya menjual minuman, tapi juga beberapa croissant yang beraneka rupa."Mau pesan apa, Ra?" tanya Juna pada Nara."Cuma Nara, nih?" sahut Reni."Oh, ya. Kamu mau pesan apa, Ren?" tanya Juna kemudian pada Reni."Hmm, aku ngikut Mas Juna saja, wes. Terserah Mas Juna mau pesan apa asalkan tidak beracun. Kan Mas tahu kalau aku belum kawin," seloroh Reni saat mereka sudah berada di dalam barisan antrian untuk memesan."Kamu mau coba es krim kopi nggak?" Juna bertanya pada Nara yang berdiri di hadapannya."Enak nggak?""Enak sih menurut Mas. Juwita selalu pesan itu setiap kali datang ke tempat ini," jawab Juna."Ya deh, boleh. Aku juga nggak terlalu ngerti bahasa menunya. Jad

  • Takdir Yang Membawamu   89. Pergi ke Butik

    Semua orang yang sedang berada dan berkumpul bersama di ruang keluarga Pak Hasan yang terbilang luas itu, segera memalingkan wajah mereka ke arah sumber suara. Suara itu secara tiba-tiba saja datang dan memecah ketenangan.Sementara Nara tidak terlalu menghiraukan akan hal tersebut, karena karena ia dan adik perempuan Arjuna yang bernama Juwita sedang merapikan souvenir pernikahan yang baru datang diantar tadi sore."Maya ...!" Bu Laras melirik ke arah wanita yang tadi berbicara dengan penuh arti. Ia jelas-jelas merasakan tak enak hati atas sikap adik iparnya alias adik kandung dari papanya Arjuna itu terhadap Reni dan juga ibunya."Mbak Laras tidak perlu melihatku dengan tatapan seperti itu. Aku kan hanya berbicara tentang fakta, Mbak. Memangnya kalian mau jika pesta pernikahan Arjuna rusak hanya gara-gara ada yang merusak pemandangan mata?" Balas perempuan yang ternyata bernama Maya itu dengan nada yang ketus."Mbak Reni, tolong Mbak Reni jangan ambil hati ucapan dari Tante Maya, ya

  • Takdir Yang Membawamu   88. Berdebar-Debar

    Usai acara makan bersama, Bu Laras meminta kepada Anggun dan juga Juwita untuk mengantarkan tamunya beristirahat."Kamar untuk Mbak Reni dan Bu Imah yang ada di sini, ya," ucap Juwita ramah sembari membukakan pintu ruang kamar tamu yang memang telah disiapkan dari jauh hari untuk mereka. Nuansa kamar dengan dominasi warna putih dengan sentuhan warna kayu itu pun segera tampak di ruangan yang cukup luas tersebut.Di dalam kamar terdapat sebuah ranjang berukuran besar yang cukup untuk mereka berdua. Ada sebuah pendingin ruangan di sana, almari pakaian, serta TV layar datar yang berukuran besar sebagai hiburan agar kamu mereka tidak merasa bosan di dalam kamar. Di dalam ruang kamar itu juga sudah dilengkapi dengan kamar mandi, agar mereka tidak perlu keluar masuk kamar hanya untuk menyelesaikan urusan pribadi."Masya Allah bagus sekali kamarnya, Dek Juita. Kamar hotel aja dengan kalah lho sama kamar yang ada di sini." Reni terkagum-kagum memandang ke sekeliling penjuru kamar yang akan d

  • Takdir Yang Membawamu   87. Jamuan Keluarga

    "Selamat datang di keluarga kami, Nak. Kami harus menunggu waktu yang sangat lama hanya untuk melihat Juna pulang dengan membawa bidadarinya untuk diperkenalkan kepada kami," ucap Bu Hasan dengan kedua mata yang dipenuhi binar-binar bahagia.Bu Hasan merasa sangat bahagia untuk saat ini, karena anak sulungnya yang begitu ia banggakan sudah resmi memiliki istri. Bu Laras, nama aslinya. Tapi orang-orang lebih sering memanggilnya dengan nama Bu Hasan.Terlihat Kinara pun mengulum senyumnya. Ketegangan yang dirasakan begitu menyiksa dirinya di sepanjang perjalanan, perlahan-lahan mulai terkikis dan tergerus oleh sikap hangat dari wanita berusia sekitar lima puluh tahun dan itu. Namun di usianya yang bahkan sudah lebih dari separuh abad, sama sekali tidak membuat kecantikan alaminya memudar."Masya Allah, Nak. Kamu sungguh cantik sekali. Dan lebih cantik daripada foto-foto yang Juna kirimkan kepada kami." Pak Hasan pun maju ke depan dan ikut menimpali perkataan istrinya. Demikian pula deng

  • Takdir Yang Membawamu   86. Kota Jakarta

    Kinara sengaja tidak ingin memperlihatkan air matanya yang luruh di hadapan Arjuna. Ia tidak ingin jika suaminya tersebut nanti menilainya terlalu konyol karena hendak pergi ke sebuah tempat yang bernama Ibukota tersebut.Sebenarnya ini bukan hanya tentang perjalan yang akan dilewatinya saat ini, bukan pula tentang Ibukota negara yang akan mereka datangi. Namun, perasaan itu datang karena ia baru pertama kali ini meninggalkan kampung halamannya.Ini semua adalah tentang kampung halaman dan semua kenangannya. Tentang desa yang berada di sebuah lereng bukit yang menjadi tempat Kinara dilahirkan dan juga dibesarkan. Tempat di mana dirinya mendapatkan semua kasih sayang dari kedua orang tuanya.Di perjalanan yang ia tempuh pada saat ini, Kinara membayangkan wajah sang ibu yang pada saat ini menari-nari di pelupuk matanya. Dan juga melihat sang ayah dari luar jendela sedang mengukir senyum melihat ke arahnya. Kedua wajah dari orang yang berarti baginya itu kini memenuhi relung hatinya. Waj

DMCA.com Protection Status